BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Komunikasi Massa
2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lain. 7 Komunikasi tidak hanya dilakukan secara personal, tetapi dapat pula melibatkan banyak orang. Komunikasi yang melibatkan banyak orang disebut komunikasi massa. Komunikasi massa adalah komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan melalui media massa (media cetak dan elektronik) kepada khalayak luas (masyarakat) tidak terbatas oleh letak grafis maupun teritorial. Komunikasi massa merupakan singkatan dari media massa (mass communication). Ahli komunikasi Severin and Tankard Jr. (1992:3) dalam bukunya Communication Theories, Methods, and uses In The Mass Media mendefinisikan komunikasi massa sebagai sebagian keterampilan, sebagian seni, dan sebagian ilmu. Lain halnya dengan Defleur dan Denis Mcquail, 1985, komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana komunikator – komunikator menggunakan media untuk menyampaikan pesan – pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna – makna yan diharapkan dapat mempengaruhi khalayak – khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara.8
7 8
Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunisasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, hal 9. Riswandi. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hal 103.
10
Pengertian komunikasi massa dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk membuat produksi massal dan untuk menjangkau khalayak dalam jumlah besar. Disamping itu, ada pula makna lain yang dianggap makna asli dari kata massa, yakni suatu makna lain yang mengacu pada kolektivitas tanpa bentuk, yang komponen – komponennya sulit dibedakan satu sama lain.9 Sebagai keterampilan jika komunikasi massa meliputi teknik-teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan tape recorder atau mencatat ketika berwawancara. Sebagai seni dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikembangkan untuk membuat berbagai hal menjadi baik.10 2.1.2 Karakteristik Komunikasi Massa Komunikasi massa memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut yaitu: 11 1. Komunikasi Terlembaga Komunikasi massa melibatkan lembaga dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. 2. Komunikasi Bersifat Umum
9
Denis Mcquail. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hal 103. Siti Karlinah, Betty Soemirat dan Lukita Komala. Komunikasi Massa. Pusat penerbitan Universitas Terbuka: Jakarta, 2004, hal 15-16. 11 Elvinaro Ardianto dan Lukiati K. Erdianaya. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. hal 6-12.
10
11
Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang yang tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi bersifat umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. 3. Komunikannya Anonim dan Heterogen Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen. Komunikasi massa bersifat anonim berarti. Komunikator tidak mengenal komunikan. Sedangkan komunikasi massa bersifat heterogen berarti, komunikan terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokan berdasarkan faktor : usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama, dan tingkat ekonomi. 4. Media massa menimbulkan keserempakan Effendy (1981) mengartikan keserempakan media massa itu sebagai keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. 5. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan Salah satu prinsip komunikasi massa adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan (mulyana, 2000:99). Dimensi isi menunjukan muatan atau isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu. 6. Komunikasi massa bersifat satu arah 12
Para proses komunikasi massa, komunikator dan komunikan tidak dapat melakukan kontak langsung karena pesan disampaikan melalui media massa. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog. 7. Stimulasi alat indra terbatas Dalam komunikasi massa, stimuli alat indra bergantung pada jenis massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan pendengaran. 8. Umpan balik tertunda (delayed) dn tidak langsung (indirect) Dalam proses komunikasi massa, umpan baik bersifat tidak langsung dan tertunda. Artinya komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikannya. Tanggappan khalayak bisa diterima lewat telepon, e-mail, atau surat pembaca. Proses penyampaian atau feedback lewat telepon, e-mail atau surat pembaca itu menggambarkan feedback komunikasi massa bersifat indirect. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk menggunakan telepon, menulis surat pembaca, mengirim e-mail itu menunjukan bahwa feedback komunikasi massa bersifat tertunda (delayed). 2.1.3 Fungsi Komunikasi Massa
13
Para pakar mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi, kendati dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan. Fungsi komunikasi massa menurut Diminick terdiri dari: 12 1. Surveillance (pengawasan) Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi kedalam bentuk utama yaitu warning of beware surveillance (pengawasan instrumental). Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayang inflasi atau adanya serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman. Fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari seperti berita tentang film apa yang sedang dimainkan di bioskop, bagaimana harga saham dibursa efek dan lain-lain. 2. Interpretation (penafsiran) Media massa tidak hanya memasok fakta dan data tetapi juga membeberkan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memustuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk
12
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, dan Siti Karlinah. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama, 2009, hal 15-17.
14
memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antar personal atau komunikasi kelompok. 3. Linkage (pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. 4. Transmission of values (pembayaran nilai-nilai) Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton , didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita dengan model peran yang kita amati dan harapkan untuk menirunya. 5. Entertainment (hiburan) Fungsi media massa sebgai fungsi menghibur tiada lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca beritaberita ringan untuk melihat tayangan hiburan ditelevisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali. Sementara itu, Effendy mengemukakan fungsi komunikasi massa secara umum yaitu:13 1. Fungsi Informasi
13
Elvarino Ardianto, Lukiati Komala, dan Siti Karlinah. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2009. Hal 18-19
15
Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informaasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya. Khalayak sebagai makhluk sosial akan selalu merasa haus akan informasi yang terjadi. 2. Fungsi pendidikan Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayak (mass education). Karena media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media massa melakukan melalui drama, cerita, diskusi, artikel, 3. Fungsi mempengaruhi Fungsi mempengaruhi dari medi massa secara implisit terdapat pada tajuk atau editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya. Khalayakdapat terpengaruhi oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat kabar. Tiga masalah pokok yang harus diperhatikan dalam memahami fungsi-fungsi media massa menurut DeVito yakni pertama, setiap kali kita menhidupkan pesawat televisi, radio siaran maupun membaca surat kabar, kita melakukannya dengan alasan tertentu yang unik. Kedua, komunikasi massa menjalankan fungsi yang berbeda bagi setiap pemirsa secara individual. Program televisi yang sama dapat menghibur satu orang, mendidik yang lain, mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang. Ketiga, fungsi yang dijalankan komunikasi massa bagi sembarang orang yang berbeda dari 16
satu waktu ke waktu lain. Produk rekaman tertentu bisa dirasakan sebagai penghibur pada satu saat, tetapi pada saat yang lain rekaman terebut dapat dirasakan sebagai sosialisasi atau alat pemersatu.14 2.1.4 Karakteristik Isi Pesan Media Massa Dalam setiap isi pesan media, memiliki berbagai karakteristik yang dapat unsur dan makna didalamnya, yakni sebagai berikut:15 1. Noveltry (sesuatu yang baru) Sesuatu yang baru merupakan unsur yang terpenting bagi suatu pesan media massa. Khalayak akan tertarik untuk menonton suatu program acara televisi, mendengarkan siaran radio, atau membaca surat kabar apabila isi pesannya dipandang mengungkapnya sesuatu hal yang baru ataupun belum pernah diketahui. 2. Jarak Jarak terjadinya suatu peristiwa dengan tempat dipublikasikannya pristiwa itu, mempunyai arti penting. Khalayak akan tertarik untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan langsung dengan kehidupan dan lingkungannya. 3. Popularitas Peliputan tentang tokoh, organisasi/kelompok, tempat dan waktu yang penting dan terkenal, akanlebih menarik perhatian khalayak. 4. Pertentangan/conflict
14 15
Ibid. hal 19. Riswandi. Ilmu Komunikas. Yogyakarta: Garah Ilmu, 2009, hal 109-111.
17
Hal-hal yang mengungkapkan pertentangan, baik dalam bentuk kekerasan maupun menyangkut perbedaan pendapatan dan nilai biasanya lebih disukai khalayak. Pengertian konflik atau pertentangan ini juga biasa dalam arti adanya perbedaan/gap antara das sollen dan das sein. 5. Komedi Manusia pada dasarnya tertarik pada hal-hal yang lucu dan menyenangkan. Oleh karena itu, bentuk-bentuk penyampaian pesan yang bersifat humor/komedi lazimnya disenangi khalayak. Unsur-unsur komedi ini antara lain meliputi ketikwajaran, kebodohan, kondisi yang bersifat memalukan dan lain-lain. 6. Seks dan keindahan Salah
satu
sifat
manusia
adalah
menyenangi
unsur
seks
dan
keindahan/kecantikan, sehingga kedua unsur tersebut bersifat universal. Sesuatu yang bersifat seks dan porno ini selalu menarik untuk dibicarakan. Karena seks adalah bagian dari hidup dan kehidupan manusia dan bersifat alamiah. 7. Emosi Hal-hal yang berkaitan dan menyentuh kebutuhan dasar/basic needs manusia seringkali biasa menimbulkan emosi dan simpati khalayak. 8. Nostalgia Pengertian nostalgia disini merujuk pada hal-hal yang mengungkapkan pengalaman di masa lalu. 9. Human Interest
18
Setiap orang pada dasarnya ingin mengetahui segala peristiwa atau hal-hal yang menyangkut kehidupan orang lain. Gambaran tentang orang-orang ini dapat dikemas dalam bentuk berita, feature, biografi dan lain-lain. 2.1.5 Media Komunikasi Massa Media yang dimaksud dalam proses komunikasi massa yaitu yang memiliki ciri khas, mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak.16 Berdasarkan ciri khas tersebut maka media komunikasi massa dapat digolongkan menjadi media cetak, radio, televisi, dan film. Media massa tersebut yang paling sering atau banyak menimbulkan dampak yang besar bagi masyarakat luas. Media massa seperti film akan mempunyai pesan yang sifatnya umum. Charles Wright dari Universitas Pennsylvania menegaskan pentingnya fungsi keempat sistem komunikasi, yakni sebagai sumber hiburan. Dengan fungsi ini, banyak individu akan lebih mampu bertahan mnghadapi ekpose komunikasi massa, termasuk penafsiran dan saran-sarannya, sehingga lebih mampu bertahan menghadapi arus kehidupan modern. 17 Memberikan kemampuan baik pada pengirim maupun pada penerima untuk melakukan control. Sumber-sumber seperti pembuat media membuat keputusan mengenai informasi apa yang akan dikirim, sedangkan penerima memiliki kendali
16
Elvarino. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007, hal 39. William L. Rivers – Jay W. Jensen. Media Massa & Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana, 2004, hal 33-34.
17
19
terhadap apa yang mereka baca, dengarkan, tonton atau bahas. Masyarakat sangat tergantung kepada komunikasi massa dan media baru.18 2.2
Film Sebagai Media Massa
2.2.1 Pengertian Film Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, tetapi konten dan fungsi yang ditawarkan masih sangat jarang. 19 Film merupakan media komunikasi massa pandang dimana film mengirimkan pesan atau isyarat yang disebut simbol, komunikasi simbol dapat berupa gambar yang ada di dalam fillm. Gambar dan film yang menunjukan kekuatan dalam menyampaikan lebih banyak pengertian dan situasi-situasi tertentu dibanding apa yang dapat disampaikan oleh banyak kata. Film atau gambar bergerak adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual yang ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser tiap minggunya. Film adalah suatu karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan atas sinematografi dengan direkam pita seluloid, pita video, dan atau bahan hasil pememuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau
18
Maria Natalia Damayanti Maer. Pengantar Teori Komunikasi Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika, 2008, hal 42. 19 Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa (buku 1 edisi 6). Salemba Humanika: Jakarta. 2011, hal 35.
20
proses lainnya. Dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.20 Film merupakan media komunikasi massa pandang dengar dimana film mengirimkan pesan atau isyarat yang disebut symbol, komunikasi symbol dapat berupa gambar yang terdapat dalam film. Gambar dalam film menunjukan isi pesan yang tersirat di setiap scene-scene dalam film untuk menyampaikan maksud dan pengertian kepada khalayak. Secara umum, film dipandang sebagai media tersendiri dan film merupakan sarana pengungkapan daya cipta dari beberapa cabang seni sekaligus, dan produknya bias diterima dan diminati layaknya karya seni.21 Isi dari film dapat diserap khalayak secara utuh yangberupa tema, dialog dan efek suara, karakter, acting, music, penyutradaraan, setting dan judul. 22 Film sebagai sarana baru yang digunakan untuk menghibur, memberikan informasi serta menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, komedi, atau lawak dan sajian lainnya kepada masyarakat. 2.2.2 Karakteristik Film Faktor-faktor film yang dapat menunjukan karakteristik film adalah sebagai berikut:23 a. Layar yang luas atau lebar. 20
Undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1992, tentang perfilman Bab 1 pasal 1 ayat 1 Moekijat. Teori Komunikasi. Bandung: Mandar Maju, 1997, hal 150. 22 Asrul Sani. Cara Menilai Sebuah Film. Jakarta: Yayasan Citra, 1986, hal 339. 23 Elvinaro Ardianto dan Lukianto Komala. Suatu Pengantar Komunikasi Massa Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007, hal 145. 21
21
Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihannya media film adalah layarnya yangt berukuran luas. Layar film yang luas telah memberikan keleluasan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. Seiring dengan adanya kemajuan teknologi, layar film saat ini menjadi tiga dimensi (3D) sehingga khalayak seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak. b. Pengambilan gambar Sebagai konsekuensinya layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film dengan menggunakan extreme long shot atau panaromic shot, yakni pengambilan gambar menyullur. Shot tersebut dipakai untuk member kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya sehingga film menjadi menarik. c. Konsentrasi Penuh Saat menonton film di bioskop, kita akan terbebas dari gangguan apapun karena semua mata khalayak hanya tertuju pada layar. Dalam keadaan demikian maka emosi khalayak akan terbawa suasana sehingga khalayak dapat berkonsentrasi penuh untuk menyaksikan setiap adegan yang ditampilkan dalam film tersebut. d. Identifikasi Psikologis Pengaruh film terhadap jiwa khalayak (penonton) tidak hanya pada saat menonton, tetapi terussampai waktu yang cukup lama, misalnya peniruan semangat pantang menyerah yang ditunjukkan oleh tokoh Anne Tuohy yang ingin mengadopsi Michael sebagai anaknya. Tidak mudah untuk mengadopsi karena 22
Michael adlah anak kulit hitam dan memiliki masa lalu yang kelam dan lingkungan yang keras, itu membuat ia agak berbeda dibanding anak kulit hitam yang lainnya. Sisi kebersamaan dalam perbedaan dapat menjadi teladan bagi khalayak agar dapat menghargai perbedaan. 2.2.3 Fungsi Film Film selain terdapat unsur hiburan, film juga dapat terkandung unsur fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building. Film sebagai salah satu alat komunikasi yang menarik dan mudah dicerna oleh masyarakat. Film memiliki fungsi sebagai alat penyampaian pesan kepada khalayak dari pembuatnya. Beberapa fungsi film antara lain adalah sebagai berikut : 1. Sebagai Alat Penerangan Dalam film segala informasi yang akan disampaikan secara audio visual, sehingga diharapkan dapat lebih mudah dimengerti. 2. Sebagai Alat Pendidikan Dan memberikan contoh suatu peragaan yang bersifat positif dan tauladan dalam masyarakat dengan mempertontonkan perbuatan yang baik. 3. Sebagai Alat Hiburan
23
Dapat mensejahterakan rohani manusia, karena dengan film didapatkan kepuasan batin tersendiri untuk secara visual serta pembinaan kebudayaan yang coba dikemas semenarik mungkin. Film juga sudah dapat dianggap bisa mewakili komunitas tersendiri karena sifatnya yang universal 2.2.4 Jenis-jenis Film Sebagai seorang komunikator adalah penting untuk mengetahui jenis-jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film dapat dikelompokan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter dan film kartun.24 a. Film Cerita Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. b. Film Berita Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benarbenar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita. c. Film Dokumenter
24
Elvinaro Ardianto. Komunikasi Massa: Sebuah Pengantar. Simbiosa Rekatama Media: Bandung, 2007, hal 148.
24
Film dokumenter didefinisikan Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan”. Berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. d. Film Kartun Film kartun dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sebagian besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan para tokohnya. Film berkembang dengan cepat, berawal dari film bisu kemudian berkembang dengan suara, dan kemudian berwarna, hingga sekarang gedung-gedung bioskop sudah menawarkan tehnologi 3D IMAX hingga 4DX. IMAX (Image Maximum) adalah sebuah proyeksi film yang memiliki kemampuan menampilkan gambar dengan ukuran dengan resolusi yang lebih besar dari film konvensional lainnya. Standar layar IMAX adalah 22 meter lebar dan 16 meter panjang, namun bisa lebih besar lagi. IMAX adalah proyek standar perfilaman yang dibuat oleh perusahaan kanada, IMAX Corporation, dan dikembangkan oleh Graeme Ferguson, Roman Kroitor, Robert Kerr, dan William C. Shaw. 25 Sedangkan 4DX adalah jenis auditorium yang di design khusus dengan pralatan 4DX yang memungkinkan penonton seolah berada di dalam sebuah film yang sedang ditonton dengan adanya sensor tambahan yang membuatnya menjadi
25
Pengertian IMAX. Wikipedia http://id.m.wikipedia.org/wiki/IMAX
[online].
Diakses
25
pada
tanggal
3
Mei
2015
dari
nyata. Teknologi ini diciptakan di Korea Selatan oleh sebuah grup bioskop terbesar yaitu CJ CGV. Kelebihan dan daya tarik dari 4DX adalah adanya sensor untuk gerakan, udara, aroma, percikan air, dan efek khusus lainnya. 26 2.3
Ruang Ruang pada hakikatnya adalah hal yang mengikat serta menyatukan kita atau
memisahkan kita dengan yang lain.27 Dengan itu ruang membentuk pola naratif terhadap kebendaan (baik manusia ataupun benda) yang berada dalam lingkupnya. Melalui pengertian tersebut narasi utama ruang atau identitas ruang, kemudian menciptakan narasi-narasi micro yang membangun kemajemukan berfikir di dalam lingkupnya sendiri, lewat hal ini ruang menciptakan pluralitas suara (identitas) terhadap dirinya sendiri. Pola naratif yang diciptakan ruang kemudian mengaitikan identitas, latar berfikir, serta pola emotif pada kebendaan yang berada di dalamnya, maksudnya adalah kebendaan tersebut saling mengikat dan mengait serta saling berpengaruh satu sama lain. Ruang secara langsung memiliki bahasa baik secara fisik dan psikologi, yang kemudian mempengaruhi emosi, serta reaksi terhadap sebuah narasi yang ditawarkan. Maksudnya adalah ruang dengan tatanan kebendaannya menghadirkan makna yang implisit serta eksplisit.
26
Gatra news. (2013, 23 Agustus). Blitz Megaplex Hadirkan Bioskop 4DX Pertama di Indonesia. [online]. Diakses pada tanggal 3 mei 3015 dari http://www.gatra.com/entertainmen/film-1/37088-blitzmegaplex-hadirkan-bioskop-4dx-pertama-di-indonesia.html 27 Bryan Lawson. The Language of Space. Architechtural Press: Oxford, 2001, hal 6.
26
Ruang adalah batasan ekspresi, interaksi, serta reaksi terhadap sesuatu. Setiap ruang merepresentasikan identitasnya dan merefleksikan identitas kebendaan yang berada di lingkupnya, semisal dalam sebuah antrian diberikan pagar pembatas, kebendaan pagar pembatas tersebut membentuk identitasnya sebagai cue (tanda) bagi kebendaan lain manusia untuk antri di dalam pagar pembatas tersebut. Pagar pembatas tersebut membentuk identitasnya sebagai penjaga order (Perintah), sedangkan manusia mendapatkan force (Paksaan) untuk mengikuti order tersebut. Sebagai penjaga kemudian Pagar pembatas membentuk pola reaktif terhadap manusia yang berada di dalamnya, untuk tertib dalam mengantri. Pola emosional juga akan terbentuk ketika antrian bergerak dan ketika ada perubahan-perubahan di luar order. Semisal ada seseorang yang memotong antrian maka secara langsung manusia yang lain akan mengalami fluktuasi emosi. Manusia membentuk emosi dari pola-pola di luar order, reaksi-reaksi emosional kemudian akan timbul dan menimbulkan konflik terhadap gangguan tersebut demi membentuk dan mengembalikan order. Contoh tersebut menggambarkan bahwa ruang dan kebendaannya memiliki identias, dan memiliki fungsi bahasa, yang secara langsung memiliki kandungan makna yang dapat diterima kebendaan lain (manusia). Order yang ruang miliki kemudian membetuk kebiasaan (Behavioural Setting), yang
menyebabkan bagaimana kebendaan bersikap terhadap ruang dan
27
analoginya.28 Membentuk kebiasaan ini kemudian dapat membentuk kebiasaankebiasaan lain terhadap kebendaan di dalam ruang-ruang yang berbeda yang juga memiliki order Bahasa ruang (Language of Space) baik secara fisik dan psikologi, terdapat pada bagaimana ruang mempengaruhi order. Maksudnya adalah, bagaimana ruang dan kebendaanya membuat order kepada lingkupnya. Secara fisik ruang memiliki bahasa yang langsung ( Straight ) semisal properti-properti yang menandakan larangan seperti papan “Dilarang Merokok” dll. Secara psikologis ruang menyampaikan bahasanya secara pragmatis,
dimana order berlaku secara
behavioural, semisal di dalam ruangan ber-ac individu dilarang merokok. Kehadiran “AC” sebagai order membangun behavioural setting kepada kebendaan lain yang ada di lingkup ruang tersebut. Ruang menurut Leibniz adalah sebuah substansi yang terikat dengan waktu, kegunaan dan bagaimana peranan ruang saling terikat dengan konsepsi waktu.
29
Disini keterikatan ruang terhadap waktu kemudian menciptakan bagaimana order berdiri, dimana ruang menciptakan identitas kebendaan yang berbeda, tergantung eksistensi kebendaan itu di dalam waktu. Identitas ruang yang kemudian menciptakan prejudice terhadap kebedaannya sendiri termasuk di dalamnya manusia mampu menciptakan force terhadap kebendaan lainnya untuk mempengaruhi kebendaan yang lain. Maksudnya disini 28
Bryan Lawson, op.cit., hal 11 Cohen Robert. S. Leibniz’ The Methaphysic of Time and Space. Springer Boston University Press: Boston, hal 6.
29
28
adalah keberadaan benda yang berada di dalam lingkup ruang haruslah tepat pada konsepsi waktu, dimana kebendaan dapat mengubah identitasnya sendiri akibat tidak memiliki keterkaitan terhadap konsepsi waktu. Konsepsi ruang dan waktu itu berhugungan dengan asas anti-essensial yang dimiliki oleh identitas berdasarkan Cultural Studies. Discoursive construction which change their meaning according time, place, and usage. Pengertian ini kemudian menjadikan identitas, baik bagi ruang dan kebendaanya adalah sesuatu yang berubah, yang tidak memiliki tatanan idealnya. Dimana identitas ruang ataupun kebendaan sejatinya dapat berubah bergantung pada hal-hal yang mempengaruhinya. Ruang juga memiliki keterikatan dengan jender, dimulai ketika dekade 1970an dimana penelitian tentang hubungan jender dan arsitektur mulai menjamur, hal ini dilihat dari sudut pandang feminisme. 30 Adapun kemunculan feminisme sendiri sudah mulai terlihat sejak tahun 1890 sebagai bentuk pergerakan persetaraan perempuan terhadap represi patriarki. 31 Disinilah kemudian ruang terbagi menjadi sebuah pemahaman yang tidak melulu menyoal wacana fungsi, melainkan lebih mendalam mengenai identitas, bahkan jender. Ketika ruang secara literal terbagi menjadi dua yaitu ruang publik dan ruang pribadi, disitulah kemudian muncul bagaimana kebendaan bisa mengubah identiasnya
30 31
Jane Rendell (Ed). Gender Space Architecture. Routledge: New York. hal 6. Ibid. hal 7.
29
di dalam ruang. Ruang memberikan persepsi identitas sekaligus memberikan intensi dan intervensi kedalamnya. Intensi yang dimaksud adalah bagaimana identitas kebendaan terbentuk melalui pola perpindahannya terhadap ruang dimana ia berada. Intensi inilah yang kemudian menjembatani intervensi identitas antara kebendaan satu dengan kebendaan yang lain, di satu ruang ataupun di ruang yang berbeda. 2.4
Intermedial Performance Ekranisasi membuat sebuah pendekatan intermedia yang fenomenal, karena
ada banyak hal yang kemudian terbawa, salah satu yang paling kongkrit adalah cerita. Secara singkat Intermedialitas secara mendasar melihat hubungan antara satu media secara teori dan media lainnya. 32 Hal ini menggambarkan keterhubungan yang menyatukan satu text (hypertext) dengan text yang lebih awal (hypotext).33 Hypertext yang lahir dari hypotext kemudian menjadi sebuah narasi baru yang antara memiliki keterhubungan langsung atau tidak langsung dengan bentuk intermedia, hal ini juga disebut sebagai hypertekstualitas di dalam ranah sastra. Intermedial Performance sendiri mengedepankan wacana hiperealitas dan membenturkannya dengan realitas pragmatik yang ada. Disini penggunaan unsurunsur pertunjukan dijadikan alat untuk memperlihatkan bentuk aksi, baik dari wacana aksi, aksi aktor, set, dan simulasi realitas yang terkandung di dalamnya.
32
L.C Cahir. Literature to Film: Theory and Practical Approches. McFarland & Company: London, hal 64. 33 G. Ganette. Palimpsest. University of Nebraska Press: Nebraska, 1997, hal 5.
30
Lewat sini realitas yang dibentuk oleh unsur-unsur seni pertunjukan menjadi sebuah realitas yang arbitrer, dimana realitas ini mendapatkan identitas ganda yang kontekstual, baik yang berdiri sebagai sebuah pertunjukan yang merepresentasikan realitas, pun dengan sebuah realitas sebuah pertunjukan. Perluasan ini kemudian menciptakan sebuah wacana baru dalam melihat sebuah representasi. Dimana sebuah pertunjukan berdiri di dalam wahana lain. Maksudnya adalah keberadaan pertunjukan atau unsur pertunjukan menjadi sebuah jalinan yang tak terpisahkan dari apa yang dicoba untuk direpresentasikan. 2.4.1 Performanitas Performance menjadi studi indenpenden yang terpisah dari Studi Drama sejak dibukanya School of Performance Study di berbagai universitas di Inggris34 membawa perubahan signifikan terhadap perkembangan seni pertunjukan, termasuk di dalamnya drama, tari, teater, dan performance art. Sejak era kemunculan School of Performance Study perkembangan pengkajian terhadap seni pertunjukan menjadi sebuah disiplin baru yang ketat dan berkembang, yang akhirnya membawa pada perubahan dan perkembangan dunia seni pertunjukan. Perkembangan dunia seni pertunjukan tidak hanya muncul lewat jalan-jalan akademis saja, akan tetapi muncul juga lewat fenomena budaya, sosial, serta politik. Dimana perkembangan internal seni pertunjukan dipengaruhi oleh hal-hal ekternal di luar tubuhnya. 34
Hans Thiess-Lehmann. Postdramatic Theatre. Penguins Book: New York, hal xxi
31
Secara kongkrit perkembangan seni pertunjukan berada di berbagai beberapa titik dunia, seperti Amerika, dan Eropa (Rusia, Jerman, dan Inggris). Perkembangan ini didasari oleh fenomena sosial yang membuat kesenian menyesuaikan dirinya menjadi tubuh-tubuh baru yang revolusioner. Di tahun 1960an Amerika Serikat sebagai pusat pergerakan kebudayaan kontemporer mengalami apa yang disebut sebagai political Chaos35 dimana hal tersebut terjadi karena berbagai hal, salah satunya adalah terbunuhnya Presiden Amerika John F. Kennedy. Peristiwa ini bukan hanya mempengaruhi gejolak politik internal Amerika, akan tetapi mempengaruhi wacana-wacana kesenian. Amerika yang saat itu sedang berada di dalam puncak kedigjayaannya terpukul, ekonomi kemudian mulai goyah dan industri teater kemudian juga terpengaruh. Dari hal inilah kemudian beberapa seniman mulai melakukan penciptaan-penciptaan karya baru (Avant Garde) yang berpusat pada orientasi kesenian untuk kesenian itu sendiri. Penciptaan ini kemudian membawa pengaruh besar, pada pergerakan seni pertunjukan. Pertunjukan yang biasanya lahir di dalam gedung kini mulai merambah ke ruang publik, invasi pertunjukan-pertunjukan tersebut kemudian menciptakan beberapa genre yang solid, yang kemudian berkembang menjadi genre-genre yang lain. Invasi ruang publik ini kemudian menciptakan wacana ketidakterbatasan pada eksplorasi seni pertunjukan. Ruang publik dengan identitasnya kemudian melahirkan 35
Bakhdi Soemanto (Ed). Pemikiran Teater Avant Garde. UGM Press: Yogyakarta, hal 45.
32
wacana baru mengenai seni pertunjukan itu sendiri. Istilah seperti Guerilla Theatre, Agitprop, Street Theatre dsb mulai akrab menjadi wacana major seni pertunjukan di Amerika. Dalam pembentukannya perkembangan seni pertunjukan ini akhirnya mencapai pada wacana performanitas (Performanity) yang kemudian menjadi wacana besar perkembangan seni pertunjukan di dunia.36 Performanitas sendiri adalah istilah untuk menggambarkan bagaimana gerak pertunjukan berada dalam sebuah disposisi antara bias realitas. 2.5
Semiotika
2.5.1 Pengertian Semiotika Secara etimologis, semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensial sosial yang terbangun sebelumnya dapat diangap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara etimonologis, semiotika dapa didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederatan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.37 Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi / wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic
36 37
Hans Thiess-Lehman. Postdramatic Theatre. Penguins Book: New York, hal 23. Indiwan Seto. Semiotika Komunikasi. Mitra Wacana Media, 2011, hal 5.
33
dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks.38 Pandangan tersebut didukung oleh premiger yang mengemukanan bahwa, fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaann itu merupakan tanda-tanda . semiotik
memperlajari
sistem-sisten,
aturan-aturan,
konvensi-konvensi
yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.39 Pembahasan yang luas tentang nama bidang studi yang disebut “semiotika” telah muncul di Negara-negara Anglo Saxon (Segers, 2000: 5). Seseorang menyebut semiologie jika ia berpikir tentang tradisi saussurean. Dalam terbitan-terbitan Prancis istilah-istilah semiologi kerap dipakai. Elements de semiologie misalnya, adalah salah satu judul yang dipakai oleh Roland Barthes (1964). Namun istilah semitics digunakan dalam kaitannya dengan karya Alex Sanders Pierce dan Charles Moris. 40 Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuan Amerika. Istilah keduanya juga mengandung pengertiana yang persis sama, sehingga penggunaan kedua istilah tersebut lebih menunjukan pemikiran pemakaiannya. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencaru jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau 38
Indiwan Seto, op.cit., hal 6. Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet Ke-3. Kencana, Jakarta, 2008, hal 263. 40 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2009, hal 15
39
34
dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (ti sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan degan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetap juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001 : 53).41 2.5.2 Semiotika Metz Perhatian utama semiotika bisa dihubungkan dengan semua hal yang berkaitan dengan sign (tanda), begitulah yang dinyatakan Umberto Eco.42 Dengan itu segala hal yang bertalian dengan tanda bisa dihubungkan dengan semiotika. Semiotika sebagai ilmu pertama kali muncul dalam pembahasan John Locke lewat tulisannya yang berjudul Concerning Human Understanding, tulisan tersebut terbit pertama kali pada tahun 1690 pun begitu perkembangan dan pendalaman semiotik sebagai pondasi keilmuan dikembangkan oleh ahli liguistik dari Swiss yaitu Ferdinand De Saussure (1857 – 1913), dan seorang filosof Amerika Charles Sanders Pierce (1839 – 1914). Istilah yang dipakai Saussure yaitu ‘semiologi’ muncul dalam manuskrip yang ia tulis pada tahun 1894, manuskrip itu kemudian terbit dalam bukunya The Course of General Linguistic yang pertama kali terbit pada tahun 1916. Sementara Saussure menyebut studi terhadap tanda ini sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tanda di kehidupan sosial atau semiologi, lain
41 42
Alex Sobur, op.cit., hal 15. Daniel Chandler. Semiotic; The Basic. Routledge: New York, hal 2.
35
dengan Charles Pierce yang menyebut studi terhadap tanda ini sebagai semeiotic atau semiotic. Walaupun terpisah dan tidak memiliki korespondensi antara satu sama lain baik Saussure dan Pierce memiliki keterkaitan ketertarikan dan pemikiran yang sama terhadap studi ini, pun begitu Pierce banyak mengambil akar pikiran dari Locke tentang logika tanda. Lewat kedua tokoh pondasi semiotika ini kemudian semiotika berkembang menjadi sebuah kajian yang luas. Sign yang tadinya hanya berupa studi linguistik dari Saussure kini berkembang ke berbagai studi, dari seni rupa, seni musik, seni pertunjukan, hingga film. Tentu saja pendekatan dan analisis terhadap disiplin ilmu tersebut tidaklah sama, namun ada kesesuaian yang menjalin erat antara satu dan yang lain. Seperti bagaimana sifat arbitrer pada bahasa bisa berhubungan dengan konsep seni rupa dan seni pertunjukan. Konsep Arbitrer ini ada di dalam delapan sifat bahasa, dan arbitrer termasuk ke dalam salah satunya Arbitrer sendiri adalah ketidakhubungan tanda dan makna, dimana tanda tidak selalu bermakna sama seperti yang telah dikonvensikan. 43 Ketidakberhubungan tanda dan makna ini kemudian menciptakan analisis baru terhadap tanda untuk menemukan maknanya, makna sendiri dapat ditemukan berdasarkan konsepsi tanda tersebut dan dimana wacana tanda itu berdiri. Dalam semiotika, film dapat dilihat menjadi sesuatu yang dapat dibandingkan (Mutatis Mutandis) seperti yang dinyakatan Thomas A. Sebeok dalam analisisnya
43
Abdul Chaer. Linguistik Umum. Rhieneka Cipta: Jakarta.
36
tentang Cheremis Song.44 Bentuk perbandingan ini terlihat dari bagaimana bentuk narasi text. Bagi Metz sendiri film adalah bahasa, dan bahasa memiliki simbol, disinilah kemudian semiotika berusaha membedah simbol dengan referensi yang ada. Sinematografi menurut Metz memiliki aturan “gramatika” sendiri, pun begitu ia tidak bersifat Arbitrer. Hal ini menimbulkan gagasan kodifikasi reveral yang mengarah pada satu titik tujuan. Metz juga menggambarkan bawah film tidak memiliki unit referalnya sendiri, ia tidak memiliki hubungan langsung terhadap bentuk ekspresi secara fonetik. Maksudnya disini adalah film menggambarkan segala sesuatu sebagai bentuk referensi terhadap realitas melalui framing yang dihadirkan melalui shot. Framing dalam Metz sendiri adalah bentuk ekspresi secara fonetik sebagai representasi realitas. Ia menjelaskan mengenai bagaimana realitas seolah diciptakan untuk menampilkan sebuah ruang naratif baru, ruang naratif ini dibangun lewat shot. Mezt menggambarkan prinsip shot dalam merepresentasikan realitas di luar ekspresi fonetik: 1. Shot tidak terbatas seperti bilangan, tidak seperti kata-kata, akan tetapi masih bisa di formulasikan dalam berbagai bentuk. 2. Shot dibuat di dalam film sebagai usaha ungkap yang dibuat oleh film maker. 3. Shot menghadirkan berbagai macam kuantitas informasi yang belum teridentifikasi, dimana titik fokus bisa berubah sesuai dengan kemauan dan kemampuan penonton. 44
Christian Metz. On Film Languange. University of Chicago Press: Chicago, hal 71.
37
4. Shot adalah unit diskursif, sebuah asersif. 5. Hanya sebagian kecil makna dari sebuah shot yang mengandung makna secara pragmatis. Lewat ini, kunci analisis dari Metz adalah representasi shot terhadap penciptaan kembali realitas. Dengan ini film dapat dibedah lewat cara yang sama bagaimana kalimat dibedah perfrasenya. Hal ini kemudian menjadikan film sebuah susunan gramatikal yang dapat dilihat dan dibedah secara langsung. Dimana shot sebagai unit diskursif bisa dilihat sebagai hal yang memiliki muatan informasi baik literal, metaforik, ataupun seperti yang Metz jelaskan yaitu Pragmatis. Makna-makna yang terkandung di dalam shot tersebut kemudian menciptakan bangunan struktural makna yang bisa dikaji secara bersamaan, dan memiliki kecenderungan makna yang sama. Lewat Shot muatan informasi dapat disajikan secara literal, maksudnya adalah konsepsi realitas adalah realitas itu sendiri. Shot merepresentasikan realitas secara langsung kepada penonton. Literal disini adalah realitas dalam shot masuk ke dalam konsepsi realitas yang akrab, tanpa adanya hambatan makna dan referensi-referensi makna yang berjauhan. Lain dengan shot yang menghadirkan makna Literal, shot yang menghadirkan makna
metaforik
memiliki
kecenderungan
pembahasaan
yang
kompleks.
Pembahasaan shot sebagai penanda makna tentunya memiliki kausalitas sendiri, disini shot dijadikan sebagai median untuk menciptakan makna, makna adalah tujuan. Shot yang metaforik menurut Metz menunjukan bahwa bentuk, gerak, dan komposisi 38
adalah sebuah bangunan strutural yang mengarah pada pembentukan makna di balik makna semantik. Disini makna memiliki referennya sesuai dengan kotekstualitas, maksudnya adalah makna diciptakan lewat komponen-komponen yang memiliki referen di luar keabsahan shot tersebut. Sedangkan Shot yang memiliki makna pragmatis, adalah shot yang bertujuan untuk mengedepankan realita di benak penonton, mengedepankan realita disini adalah shot memiliki tujuan untuk merefleksikan realitas film ke dalam realitas yang dimiliki penonton, sehingga penonton dapat menjadi serangkaian wahana untuk menciptakan makna yang dimiliki shot tersebut.
39