7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Institusi Pendidikan Dalam Pengembangan Tata Ruang Kota
2.1.1. Institusi Pendidikan sebagai Infrastruktur perkotaan Grigg mendefenisikan Prasarana dan sarana atau infrastruktur sebagai fasilitas fisik suatu kota atau negara yang sering disebut prasarana umum (Suripin, 2004). Dalam buku laporan tentang Capacity Building in Urban Infrastructure Management (CBUIM), Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah mendefenisikan prasarana dan sarana sebagai berikut : ” Prasarana dan sarana merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan kehidupannya”(Suripin, 2004). Secara lebih lugas dapat dikatakan bahwa infrastruktur perkotaan yang di dalamnya termasuk sarana dan prasarana pendidikan adalah bangunan atau fasilitasfasilitas dasar, peralatan-peralatan, dan instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Infrastruktur merupakan aset fisik yang dirancang dalam
sistem, sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
8
Sebagai suatu sistem yang terdiri dari banyak komponen, maka perencanaan infrastruktur harus mempertimbangkan keterkaitan dan keterpengaruhan antar komponen, beserta dampak-dampaknya. Perencanaan infrastruktur merupakan proses dengan kompleksitas tinggi, multi disiplin, multi sektor, dan multi pengguna (user). Oleh karena itu perencanaan infrastruktur tidak bisa sektoral, namun juga tidak bisa terlalu global. Jika perencanaan terlalu spesifik (bersifat sektoral) tanpa mempedulikan komponen lain, maka akan banyak bertabrakan dengan komponen lainnya. Sebaliknya jika terlalu global, hasilnya tidak akan efektif menurut Grigg (Suripin, 2004).
Perencanaan yang (mungkin) paling baik adalah yang berada
diantaranya, yaitu perencanaan yang didasarkan pada pendekatan permasalahan secara global pada tingkatan yang tepat dengan mempertimbangkan secara matang segala dampak eksternalnya, namun masih berkonsentrasi secara spesifik pada persoalan utama yang ingin dipecahkan. Dalam pengertian diatas perencanaan sarana dan prasana pendidikan sebaiknya tidak berfokus pada sektor pendidikannya saja, tetapi juga harus juga mempertimbangakan sektor sosial-ekonomi masyarakat yang terkait dengannya. Dalam konteks ekonomi, infrastruktur pendidikan sebagai modal sosial masyarakat merupakan tempat bertumpu perkembangan ekonomi sebagai lembaga yang menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa ketersediaan infrastruktur yang memadai. Namun penting bagi tercapainya pembangunan berkelanjutan bahwa pembangunan infrastruktur memiliki kompatibilitas dengan
Universitas Sumatera Utara
9
kondisi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di wilayah pengembangan, sehingga dilakukan penataan ruang agar terbentuk alokasi ruang yang menjamin kompatibilitas tersebut.
2.1.2. Penggunaan Lahan Kegiatan Sektor Jasa Pendidikan Pola penggunaan lahan merupakan indikator kegiatan masyarakat dan taraf kehidupannya. Misalnya, pola penggunaan lahan pada suatu daerah yang menunjukkan mayoritas kegiatan sektor jasa, menunjukkan taraf kehidupan masyarakatnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain yang pola penggunaan lahannya adalah pertanian. Pola penggunaan lahan sejalan dengan kegiatan ekonomi masyarakat. Pada dasarnya ekonomi masyarakat yang berkembang dan kemudian beralih menjadi penyebab meningkatnya kebutuhan atas lahan dan kenaikan nilai lahan. Jadi, pola penggunaan lahan secara fisik yang dimaksud adalah meningkatkan pemanfaatan, mutu dan penggunaan lahan untuk kepentingan penempatan suatu atau beberapa kegiatan fungsional sehingga dapat memenuhi kebutuhan kehidupan dan kegiatan usaha secara optimal ditinjau dari segi sosial ekonomi, sosial budaya, fisik dan secara hukum. Sehingga dari uraian tersebut menjadi jelas bahwa pola penggunaan lahan yang didominasi oleh fungsi pendidikan kemungkinan akan mempengaruhi aktivitas ekonomi disekitarnya. Sutikno dan Malingreau dalam Ahmad (1997), menyebutkan bahwa penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara
Universitas Sumatera Utara
10
permanen ataupun secara siklus terhadap sekumpulan sumberdaya lahan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat dari lahan, guna mencukupi kebutuhan hidupnya, baik berupa kebendaan maupun sprituil ataupun keduanya. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Mangunsukardjo (Ahmad, 1997), bahwa penggunaan lahan merupakan bentuk penggunaan oleh manusia terhadap lahan, termasuk keadaan yang belum terpenuhi untuk mencukupi kebutuhan manusia. Sementara Best dan Sinaga (Ahmad, 1997) memberikan pengertian penggunaan lahan ke dalam aspek keruangan dari semua aktivitas manusia atas lahannya dan secara adaptasi atau yang dapat diadaptasikan terhadap permukaan lahan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Dalam hal ini penggunaan lahan sektor jasa pendidikan merupakan bentuk intervensi manusia terhadap lahan dan bukan bersifat alamiah yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang berdampak pada meningkatnya nilai lahan. Dalam membicarakan penggunaan lahan ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu pertama, penggunaan lahan yang aktual (sekarang) dan kedua, penggunaan lahan potensial. Pengunaan lahan sekarang pada dasarnya merupakan hasil dari berbagai faktor penyebab, sebagian besar berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Penggunaan lahan potensial tidak selalu sama dengan penggunaan lahan sekarang, bahkan sering berbeda dengan penggunaan lahan yang disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kehidupan ekonomi, daya guna dan biaya adalah penting, maka diadakan pengaturan tempat yang ekonomis berhubungan dengan pendapatan masyarakat. Pola penggunaan lahan perkotaan dapat diterangkan dalam teori jalur
Universitas Sumatera Utara
11
sepusat, teori sektor dan teori pusat lipat ganda dihubungkan dengan kehidupan ekonomis (Jayadinata, 1999). Selanjutnya Jayadinata, merumuskan beberapa faktor yang menjadi penentu dalam pola penggunaan lahan yang salah satunya adalah faktor Perilaku masyarakat (social behaviour) yang dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial dan proses sosial yaitu : Sentralisasi, (terkumpulnya penduduk disebabkan oleh prasarana ekonomi) dan desentralisasi. Dan dalam konteks penelitian ini keberadaan institusi pendidikan dapat menyebabkan sentralisasi atau pemusatan konsentrasi penduduk pada satu wilayah. Permasalahan dalam penggunaan lahan sifatnya umum di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang, terutama yang menonjol bersamaan dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan proses industrialisasi. Pemikiran secara intuitif dalam penggunaan lahan sebenarnya telah dilakukan sejak lama, akan tetapi pemikiran untuk menggunakan lahan secara lebih efisien atau dengan cara yang terencana baru memperoleh ujud yang lebih jelas sesudah Perang Dunia I (Sandi, 1980). Dan sesuai paradigma perencanaan pada masa itu bahwa efisiensi dan efektifitas penggunaan lahan diimplementasikan dalam bentuk pembagian zona peruntukan lahan dimana pola guna lahan untuk sektor pendidikan juga dipisahkan secara tersendiri. Sehubungan dengan itu, maka pengendalian dan pengawasan pengembangan lahan menurut Soejarto (1997), didasarkan pada: 1. Kebijakan umum pertanahan (land policy).
Universitas Sumatera Utara
12
2. Rencana tata ruang yang pengembangannya telah dilandasi oleh kesepakatan bersama masyarakat. 3. Komitmen nasional mengenai pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk kepentingan perkembangan sosial dan ekonomi. 4. Kriteria pengakomodasian dinamika perkembangan masyarakat. Kesemua hal di atas, perlu didukung oleh fakta-fakta yang akurat, yaitu dari sistem informasi pertanahan, yang salah satunya akan memantau setiap perkembangan yang akan menjadi masukan baru bagi penyesuaian dan pengendalian perkembangan pemanfaatan dan penggunaan lahan dalam pembangunan. Sistem pengembangan lahan di perkotaan adalah sistem yang dipergunakan untuk pengembangan lahan dalam hubungannya mendukung pembangunan kota. Sistem pengembangan lahan ini sifatnya sangat teknis sehingga dapat dikembangkan model-model yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu (Jayadinata, 1999). Di Indonesia, kebijakan pengaturan zona penggunaan lahan sesuai dengan Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang diatur melaui Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kota/kabupaten dimana salah satu nomenklatur zona peruntukannya adalah zona peruntukan lahan untuk pendidikan. Dalam pelaksanaannya, fungsi peruntukan lahan dalam RDTR tidak selalu dapat memenuhi sasaran pembangunan sebagaimana diharapkan. Karena adanya beberapa kendala antara lain: 1. RDTR disusun di atas bidang-bidang tanah yang telah digunakan dan dikuasai oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
13
2. Rata-rata luas penguasaan dan pemilikan tanah yang relatif sempit. 3. Kurangnya penyuluhan untuk dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tujuan, sasaran, manfaat dan pentingnya RDTR. 4. Belum adanya tindakan pengendalian yang efektif terhadap pelaksanaan RDTR. Sebagai subsistem dari penataan ruang, maka tujuan dari penatagunaan tanah tersebut di atas dilakukan atas dasar pengaturan fungsi zona peruntukan dalam RDTR yang telah ditetapkan. Kebijakan peruntukan lahan dalam RDTR merupakan arahan lokasi kegiatan pembangunan pada wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. Tujuan
pengaturan
dan penyelenggaran penatagunaan tanah dalam rangka
pemanfaatan dan pengendalian ruang tersebut akan dapat tercapai apabila tersedia data dan informasi tentang penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah serta data zona peruntukan lahan dalam RDTR yang telah ditetapkan. Dengan demikian pengaturan guna lahan pendidikan merupakan bagian dari suatu sistem tata guna lahan perkotaan.
2.1.3. Institusi Pendidikan Sebagai Bagian Ruang Kota Menurut Krier dan Trancik ( Zahnd, 2002) ruang perkotaan atau urban space terdiri atas street (jalan) dan square (ruang). Sehingga keberadaan gedung-gedung dan sarana dan prasarana pendidikan lainnya yang berbentuk massa bangunan dan koridor jalan akan turut memberi pengaruh pada kesan morfologis kota secara keseluruhan. Secara lebih rinci deskripsi tentang ruang kota dapat dari sisi fisik
Universitas Sumatera Utara
14
morfologis, fungsi dan kepemilikan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dari sisi fisik morfologis kota dipandang sebagai susunan dari street dan square. Secara fungsional, aktifitas yang dimungkinkan berlangsung di ruang perkotaan adalah aktfitas sosial, aktifitas pergerakan dan aktifitas ekonomi. Dari segi kepemilikan, suatu ruang perkotaan dapat secara penuh dimiliki oleh public, dalam hal ini adalah pemerintah daerah setempat. Kepemilikan ruang perkotaan, meski merupakan ruang publik kota, dapat pula kepemilikan privat.Kemungkinan lain adalah kepemilikan ruang perkotaan yang berupa kepemilikan bersama antara pemerintah daerah setempat ( publik) dengan privat, yang biasa disebut sebagai Public Private Partnership. Sehingga dengan demikian keberadaan suatu institusi pendidikan dalam konteks ruang kota dapat dipahami dari sisi fisik morfologis, fungsi dan kepemilikan ruang. Dalam pandangan Zahnd (2002) kota dapat dianalisis sebagai suatu produk fisik yang terdiri atas street dan square dimana secara teoritis dapat dipahami sebagai berikut : 1. Teori Figure/Ground. Teori ini dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara bentuk yang dibangun (Building mass) dan ruang terbuka (Open space). 2. Teori Linkage. Teori ini dipahami dari segi dinamika rupa perkotaan yang dianggap sebagai generator kota. 3. Teori place. Teori ini dipahami dari segi seberapa besar kepentingan tempattempat perkotaan yang terbuka terhadap sejarah, budaya dan sosialisasinya.
Universitas Sumatera Utara
15
Dalam pandangannya, Zahn menyimpulkan bahwa pola perkembangan dasar fisik kota (lihat gambar 2.1) dikenal dengan tiga istilah teknis yaitu : 1. Perkembanngan Horizontal dimana cara perkembangannya mengarah keluar. 2. Perkembangan Vertikal dimana cara perkembangannya mengarah ke atas. 3. Perkembangan intertisial dimana cara perkembangannya dilangsungkan ke dalam.
Perkembangan Interstisial
Perkembangan Horizontal
Perkembangan Vertikal
Gambar 2.1 Pola Perkembangan Dasar Dalam Kota (Zahnd, 1999) Proses perkembangan fisik kota akan membentuk skala perkotaan yang akan menciptakan kesan terhadap konteks suatu kota (tempat). Skala perkotaan merupakan perbandingan hubungan (perbandingan) antara lebar/panjang dan tinggi ruang pada suatu tempat, dan McClusky dalam Zahnd (1999) memberikan suatu standar umum skala perkotaan (lihat gambar 2.2) yang dapat menciptakan 3 (tiga) kategori kesan yaitu kesan sempit, kesan netral atau harmonis dan kesan luas atau sunyi.
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 2.2 Standar skala perkotaan dengan memperhatikan pembatas place secara vertikal (Zahnd, 1999) Ruang perkotaan merupakan tempat berkumpulnya sebagian besar masyarakat ketika berada di dalam bangunan (Madanipour, 1996). Inti dari Ruang Perkotaan adalah kegiatan dan ruang pedestrian. Oleh sebab itu perencanaan fisik kota merupakan suatu pemikiran sistematis mengenai penataan ruang sehubungan dengan adanya kegiatan manusia dan kebutuhannya. Berdasarkan hal tersebut kegiatan pendidikan memerlukan kebutuhan ruang yang perlu direncanakan penjenjangannya disertai lokasinya yang merupakan bagian dari rencana struktur pelayanan kegiatan kota dalam RDTR (Rencana Detail Tata Ruang). Kebutuhan ruang akan selalu meningkat sejalan dengan perkembangan aktivitas masyarakat pada suatu wilayah, sedang keberadaan dan ketersediaan ruang bersifat terbatas. Dalam menyeimbangkan kebutuhan (demand) dan ketersediaan (supply) lahan agar mendekati kondisi optimal, maka perlu dilakukan perencanaan pemanfaatan ruang yang komprehensif melalui perpaduan pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Berkaitan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan maka dapat diartikan bahwa pembangunan sektoral bidang pendidikan sebagai bagian ruang kota harus dapat dipadukan dengan
Universitas Sumatera Utara
17
pembangunan yang bersifat regional yang pada akhirnya akan bermuara pada pengembangan wilayah secara keseluruhan
2.2. Institusi Pendidikan Sebagai Aspek Pengembangan Ekonomi Wilayah 2.2.1. Sektor Jasa Pendidikan dalam Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Suatu perekonomian dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila pendapatan perkapita menunjukkan kecenderungan untuk jangka panjang naik. Kebijaksanaan yang dijalankan dalam mengejar pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah melakukan industrialisasi dalam berbagai sektor sehingga dengan terciptanya industri tersebut, pertumbuhan ekonomi akan dapat dipacu setinggi mungkin. Ini akan meningkatkan aktivitas perekonomian dalam masyarakat tersebut ( Nasution 1997). Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan apabila seluruh balas jasa riel terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya, atau perekonomian mengalami pertumbuhan apabila pendapatan riel masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riel masyarakat pada tahun sebelumnya. Dalam perekonomian, masing-masing sektor tergantung pada sektor lainnya. Satu dengan lainnya saling memerlukan baik dalam tenaga kerja, bahan mentah maupun hasil akhirnya. Sektor perindustrian memerlukan bahan mentah dari sektor pertanian dan pertambangan, dan hasil sektor perindustrian dibutuhkan oleh sektor pertanian dan jasa-jasa . Demikian pula halnya dengan sektor jasa pendidikan yang hasilnya sangat dibutuhkan oleh sektor-sektor lainnya dimana produknya adalah
Universitas Sumatera Utara
18
SDM berupa tenaga kerja terdidik, disisi lain sektor pendidikan juga membutuhkan sektor jasa lainnya yang mendukung proses pendidikan itu sendiri seperti jasa kursus, jasa internet, jasa penggandaan dan percetakan, jasa penyediaan makanan dan minuman, jasa rumah-rumah sewa, dll.
2.2.2. Aspek Ekonomi Pendidikan A. Jasa Pendidikan Sebagai Industri Tenaga kerja Terdidik Konsep pembangunan dalam bidang sosial ekonomi sangat beragam tergantung konteks pengggunaanya. Ahli-ahli ekonomi mengembangkan teori pembangunan yang didasari kepada kapasitas produksi tenaga manusia di dalam proses pembangunan, yang kemudian dikenal dengan istilah Invesment in Human Capital. Teori ini didasari pertimbangan bahwa cara yang paling efisien dalam melakukan pembangunan nasional suatu negara terletak pada peningkatan kemampuan masyarakatnya. Selain itu dihipotesiskan pula bahwa faktor utama yang mendukung pembangunan adalah pendidikan masyarakat. Teori human capital mengasumsikan bahwa pendidikan formal merupakan instrumen terpenting untuk menghasilkan masyarakat yang memiliki produktifitas yang tinggi. Menurut teori ini pertumbuhan dan pembangunan memiliki 2 syarat, yaitu 1. Adanya pemanfaatan teknologi tinggi secara efisien, 2. Adannya sumber daya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi yang ada.
Universitas Sumatera Utara
19
Sumber daya manusia seperti itu dihasilkan melalui proses pendidikan. Hal inilah yang menyebabkan teori human capital percaya bahwa investasi dalam pendidikan sebagai investasi dalam meningkatkan produktivitas masyarakat. Asumsi dasar yang melandasi keharusan adanya hubungan pendidikan dengan penyiapan tenaga kerja adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk meningkatkan keterampilan dan pengatahuan untuk bekerja. Dengan kata lain, pendidikan menyiapkan tenaga-tenaga yang siap bekerja. Sebagai fungsi investasi, pendidikan memberikan sumbangan yang berarti dalam kenaikan tingkat kehidupan, kualitas manusia dan pendapatan nasional, terutama dalam hal-hal berikut: 1. Proses belajar mengajar menjamin masyarakat yang terbuka (yaitu masyarakat yang senantiasa beresedia untuk mempertimbangkan gagasan-gagasan dan harapan-harapan baru serta menerima sikap dan proses baru tanpa harus mengorbankan dirinya). 2. Sistem pendidikan menyiapkan landasan yang tepat bagai pembangunan dan hasil-hasil riset (jaminan melekat untuk pertumbuhan masyarakat modern yang berkesinambungan). Investasi pendidikan dapat mempertahankan keutuhan dan secara konstan menambah persediaan pengetahuan dan memungkinkan riset dan penemuan metode serta teknik baru yang berkelanjutan. 3. Apabila dalam setiap sektor ekonomi kita dapatkan segala faktor yang dibutuhkan masyarakat kecuali tenaga kerja yang terampil, maka investasi dalam sektor
Universitas Sumatera Utara
20
pendidikan akan menaikan pendapatan perkapita dalam sektor tersebut, kecuali bila struktur sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut tidak menguntungkan. 4. Sistem pendidikan menciptakan dan mempertahankan penawaran keterampilan manusia di pasar perburuhan yang luwes dan mampu mengakomodasi dan beradaptasi dalam hubungannya dengan perubahan kebutuhan akan tenaga kerja dan masyarakat teknologi modern yang sedang berubah Menurut Komaruddin ( Lisnawati, 2008). Menurut Backer (1962) bahwa investasi dalam pendidikan memusatkan perhatian pada manusia sebagai sumber daya yang akan menjadi modal (human capital) bagi capital berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi real income masa yang akan datang melalui penempatan sumber daya dalam bentuk manusia. Human capital di sini merujuk pada tenaga kerja sebagai suatu faktor produksi yang menghubungkan aspek non-ekonomi pendidikan terhadap aspek ekonomi lainnya yang mempunya dua ciri esensial, (Lisnawati, 2008) yaitu : 1. Kualitas tenaga kerja sebagai suatu input produktif tidak dapat dibagi dan digunakan secara terpisah. 2. Kemampuan tenaga kerja tersebut tidak dapat dipindahkan kepada orang lain. Dalam kaitan ini Ace Suryadi dalam Lisnawati (2008) mengungkapkan bahwa menurut teori human capital yang tercermin dalam keterampilan, pengetahuan dan produktivitas kerjanya. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa ada model investasi dalam bentuk sumber daya manusia yang secara langsung atau tidak melakukan hubungan antara indikator pendidikan di satu pihak dan indikator ekonomi di lain
Universitas Sumatera Utara
21
pihak. Model yang dimaksudkan adalah model analisis biaya dan keuntungan pendidikan (cost benefit analysis). Model ini merupakan metodologi yang sangat penting dalam melakukan analisis untuk investasi pendidikan dan dapat membantu pengambilan keputusan untuk memutuskan dan memilih diantara alternatif alokasi sumber-sumber pendidikan yang terbatas agar mampu memberikan kemampuan yang paling tinggi.
B. Peran Institusi Pendidikan Sebagai Sektor Penggerak Ekonomi Jasa pelayanan pendidikan skala regional merupakan pasar potensial bagi kegiatan sektor ekonomi lain yang terkait dengannya. Peningkatan jumlah populasi sebagai akibat migrasi karena pendidikan berarti peningkatan akan permintaan barang-barang kebutuhan. Menurut Pappas dan Hirschey (1995) Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh para pelanggan selama periode tertentu berdasarkan sekelompok kondisi tertentu. Dengan kata lain, permintaan adalah jumlah total yang rela dan mampu dibeli oleh para langganan. Kerangka waktu tersebut dapat satu jam, satu hari, satu tahun, atau periode lainnya. Kondisi-kondisi yang harus dipertimbangkan mencakup harga barang yang bersangkutan, harga dan ketersediaan barang yang berkaitan, perkiraan akan perubahan harga, pendapatan konsumen, selera dan preferensi konsumen, pengeluaran periklanan dan sebagainya. Jumlah produk yang siap dibeli oleh para konsumen, yaitu permintaan produk tersebut, bergantung pada semua faktor ini.
Universitas Sumatera Utara
22
Untuk kegiatan ekonomi lainnya yang berorientasi pasar fokus utamanya adalah pada permintaan pasar, tetapi permintaan pasar semata-mata merupakan gabungan dari permintaan individual atau pribadi, dan gagasan tentang hubungan permintaan pasar diperoleh dengan memahami sifat permintaan individual. Permintaan individual ditetapkan oleh dua faktor : 1). Nilai yang dikaitkan dengan pemerolehan dan penggunaan barang atau jasa yang bersangkutan 2). Kemampuan untuk memperolehnya. Keduanya diperlukan untuk permintaan individual yang efektif. Terdapat dua model dasar untuk permintaan individual, yaitu : satu, yang dikenal sebagai teori perilaku konsumen, berkaitan dengan permintaan langsung untuk produk-produk konsumsi pribadi. Model ini sesuai untuk menganalisis permintaan individual atas barang dan jasa yang secara langsung memuaskan keinginan konsumen. Dalam model ini, nilai suatu barang atau jasa, atau utilitasnya, adalah faktor penentu utama dari permintaan individual. Para individu dipandang berusaha untuk memaksimumkan utilitas total atau kepuasan yang diberikan oleh barang dan jasa yang mereka peroleh dan konsumsi. Proses optimisasi ini mengharuskan
para
konsumen
untuk
mempertimbangkan
utilitas
marginal
(keuntungan berupa kepuasan) dalam memperoleh unit-unit tambahan satu produk tertentu atau dalam memperoleh unit-unit tambahan satu produk tertentu atau dalam memperoleh satu produk dibandingkan produk lainnya. Karakteristik produk,
Universitas Sumatera Utara
23
preferensi (selera) individual dan kemampuan untuk membayar adalah faktor-faktor penentu yang penting dari permintaan langsung. Kedua, Barang-barang dan jasa lainnya diperoleh bukan karena nilai konsumsi langsung mereka, melainkan karena merupakan masukan penting dalam pembuatan atau distribusi produk. Barang dan jasa yang diminta bukan untuk konsumsi pribadi akhir secara langsung tetapi untuk penggunaan mereka dalam menyediakan barang dan jasa lain. Kita mengatakan bahwa permintaan mereka diturunkan dari permintaan akan produk di mana mereka dipergunakan dalam pembuatannya. Jadi, permintaan untuk semua masukan yang dipergunakan oleh sebuah perusahaan adalah permintaan turunan. Dengan kata lain, permintaan turunan adalah permintaan untuk masukan yang dipergunakan dalam produksi. Berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan, maka barang-barang kebutuhan yang dimaksud cenderung merupakan konsumsi langsung bagi konsumen (mahasiswa, dosen dan karyawan) seperti makan, tempat tinggal, penggandaan dan percetakan, dan lain-lain. Namun apabila dikaitkan kembali dengan produk akhir jasa pendidikan berupa ilmu pengetahuan, maka yang dapat dikategorikan sebagai barang konsumsi tidak langsung adalah jasa kursus pendukung lainnya serta barang-barang berupa buku-buku referensi pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
24
2.2.3. Sektor Kegiatan Pendidikan Dalam Pandangan Teori Lokasi Teori Ekonomi Wilayah mencakup didalamnya teori lokasi sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang kegiatan ekonomi, atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (Tarigan, 2006). Dalam pandangan teori ekonomi wilayah suatu institusi pendidikan dikategorikan sebagai salah satu aktivitas ekonomi sektor jasa yang memiliki kontribusi terhadap penyediaan tenaga kerja terdidik sebagai produknya. Dan juga sekaligus sebagai pasar potensial bagi kegiatan ekonomi lainnya apabila suatu institusi pendidikan memiliki jumlah populasi yang cukup besar. Dalam pandangan teori pendekatan pasar, Palander menyatakan bahwa barang dan jasa dapat diproduksi berdasarkan pertimbangan batas penduduk minimal dan jangkauan pasar. Batas minimal penduduk adalah penduduk minimum yang dibutuhkan untuk kelancaran dan kesinambungan penawaran barang. Kalau jumlahnya di bawah jumlah tertentu maka pelayanan akan mahal dan kurang efisien, jika meningkat di atas jumlah standar maka pelayanan akan menjadi kurang baik dan kurang efektif. Sedangkan jangkauan pasar (range) adalah jarak yang diperlukan seseorang untuk mendapatkan jasa yang bersangkutan. Lebih jauh lagi dari jarak standar yang ditentukan maka orang akan mencari wilayah lain yang lokasinya lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan akan jasa yang sama. Dalam konteks penelitian ini maka batas penduduk minimal adalah jumlah seluruh populasi kampus USU (Mahasiswa/i, karyawan dan dosen) sebagai pasar yang menyerap produksi kegiatan
Universitas Sumatera Utara
25
usaha di sekitarnya. Sedangkan jangkauan pasar merupakan jarak antara kampus USU dengan lokasi kegiatan usaha. Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang turut mempengaruhi apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat kemudahan di dalam mencapai dan menuju arah suatu lokasi di tinjau dari lokasi lain di sekitarnya (Tarigan, 2006). Menurut Tarigan tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut. Keberadaan Institusi Pendidikan dilihat dari sisi permintaan (pasar) dianggap sebagai suatu pasar. Lokasi penjualan sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari pasar, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjualan (pasar) semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar yang identik dengan penerimaan terbesar. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada dipasar. Institusi pendidikan adalah Pasar, dengan keberadaan Institusi pendidikan maka wilayah sekitarnya merupakan lokasi produksi dimana mahasiswa datang ke “pasar” untuk memenuhi kebutuhannya akan makan minum,tempat tinggal sementara (tempat kos), fotocopy,warnet,wartel, membeli segala kebutuhan kuliahnya dan lain- lain. Untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa, masyarakat membuka usaha di sekitar
Universitas Sumatera Utara
26
Institusi pendidikan agar mahasiswa dapat lebih mudah mendapatkan segala kebutuhannya, aksesibility mudah, lebih efektif dan efisien. Selain hal tersebut diatas, dalam pandangan teori basis ekonomi secara umum dan sederhana dijelaskan oleh Bendavid-Vall bahwa basis ekonomi daerah diartikan sebagai sektor atau sektor-sektor ekonomi yang aktivitasnya menyebabkan suatu daerah itu tetap hidup, tumbuh dan berkembang, atau sektor ekonomi yang pokok di suatu daerah yang dapat menghidupi daerah tersebut beserta masyarakatnya. Sedangkan menurut teori basis ekonomi, pertumbuhan dan perkembangam suatu daerah tergantung kepada adanya permintaan dari luar terhadap produksi daerah tersebut sehingga perekonomian daerah dibagi menjadi sektor basis atau basis ekspor dan sektor non - basis. Sektor basis yang mengekspor produksinya ke luar daerah disebut basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar daerah terhadap sektor basis meningkat, maka sektor basis tersebut berkembang, dan pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor non-basis di dalam daerah tersebut.(Sirojuzilam,2006). Teori basis ekonomi (economic base theory) adalah salah satu teori atau pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perkembangan dan pertumbahan daerah. Ide pokoknya adalah beberapa aktivitas ekonomi di dalam suatu daerah secara khusus merupakan aktivitas-aktivitas basis ekonomi, yaitu dalam arti pertumbuhannya
memimpin
dan
menentukan
perkembangan
daerah
secara
keseluruhan, sementara aktivitas-aktivitas lainnya yang non-basis adalah secara sederhana merupakan konsekuensi dari keseluruhan perkembangan daerah tersebut
Universitas Sumatera Utara
27
menurut Hoover and Giarratani dalam Sirojuzilam (2006). Dengan demikian perekonomian daerah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas-aktivitas basis dan aktivitas-aktivitas bukan basis atau non-basis. Glason (1978) menyatakan bahwa aktivitas-aktivitas basis adalah aktivitas-aktivitas yang mengekspor barang dan jasa ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Sedangkan aktivitas-aktivitas non-basis adalah aktivitas-aktivitas yang menyediakan barangbarang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batasbatas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Ruang lingkup produksi dan daerah pasar sektor non-basis terutama adalah daerah yang bersangkutan atau bersifat lokal. Inti dari teori basis ekonomi adalah proposisinya yang beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah pada akhirnya tergantung kepada permintaan (demand) dari luar terhadap produk-produknya. Suatu daerah tumbuh atau menurun, serta tingkat perkembangannya ditentukan oleh aktivitas basisnya sebagai pengekspor terhadap daerah-daerah lain. Produk-produk daerah yang diekspor ke daerah-daerah lain bisa berbentuk barang-barang dan jasa-jasa, termasuk tenaga kerja mengalir ke luar daerah, atau dalam bentuk bahan-bahan dagangan yang dibeli oleh orang-orang di luar daerah yang bersangkutan. Dalam bahasan teori basis ekspor, aktivitasaktivitas atau industri-industri yang mengekspor ke daerah lain merupakan basis ekonomi atau sektor basis dari daerah yang bersangkutan. Bila permintaan terhadap ekspor daerah tersebut meningkat, maka sektor basis tersebut akan berkembang. Hal ini pada gilirannya akan mendorong suatu perluasan di dalam aktivitas-aktivitas
Universitas Sumatera Utara
28
pendukung sektor non-basis. Fenomena inilah yang menjadi pokok perhatian penting dari analisis teori basis ekonomi. Dari pembahasan tersebut diatas, maka terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan menunjukkan bahwa keberadaan suatu institusi pendidikan yang memiliki skala pelayanan regional dapat menjadi sektor basis bagi pertumbuhan wilayah sekitarnya. Dimana Produk yang dihasilkan adalah SDM terdidik yang nantinya akan dikirim (migrasi) ke daerah daerah lain. Dan dalam proses memproduksi SDM terdidik tersebut membawa pengaruh kepada munculnya sektor kegiatan ekonomi ikutan sebagai pendukung dalam proses pendidikan pada suatu institusi pendidikan. Dengan adanya ketergantungan sektor kegiatan ikutan terhadap sektor basis juga menimbulkan multiplier efek bagi sektor kegiatan ekonomi lainnya. Konsep multiplier didasarkan pada perputaran uang dan pendapatan dalam suatu sistem kota atau daerah. Uang mengalir dari suatu kota sebagai pengembalian dari penjualan. Pada waktu yang sama, uang mengalir ke luar kota misalnya sebagai upah buruh dari luar daerah. Perputaran uang ini berhubungan dengan pembelian barang dan jasa dari daerah lain yang erat kaitannya dengan aktivitas sektor ekonomi tertentu. Efek multiplier tidak dengan sendirinya terjadi secara terus menerus tanpa batas, tetapi semakin lama nilainya semakin kecil. Alasan ini ditunjukkan dengan adanya kebocoran dalam sistem ekonomi regional. Adanya uang yang mengalir keluar masuk wilayah dengan bebas, turut mempengaruhi besarnya kebocoran ini. Ada tiga efek multiplier yang dihasilkan dalam suatu sistem perekonomian yaitu pengaruh langsung (direct multiplier), pengaruh tidak langsung (indirect
Universitas Sumatera Utara
29
multiplier), dan total effect. Yang dimaksud dengan pengaruh langsung yaitu pengaruh yang ditimbulkan terhadap suatu sektor secara langsung yaitu pengaruh kenaikan permintaan terhadap sektor itu sendiri. Pengaruh tidak langsung yaitu pengaruh yang ditimbulkan terhadap sektor lain akibat kenaikan permintaan di suatu sektor. Jumlah dari kedua pengaruh ini dinamakan pengaruh total (Herawati, 1993). Menurut Hoover dan Giarratani dalam Sirojuzilam (2008) apabila aktivitasaktivitas atau sektor basis telah dapat diidentifkasi, maka kemudian suatu penjelasan tentang pertumbuhan daerah dapat terdiri dari dua bagian yaitu : 1). Penjelasan tentang aktivitas-aktivitas atau sektor basis dan 2) gambaran tentang proses bagaimana
aktivitas-aktivitas
basis
di
suatu
daerah
dapat
menyebabkan
berkembangnya aktivitas-aktivitas non-basis. Selanjutnya dikemukakan bahwa suatu studi tentang basis ekonomi suatu daerah pada umumnya bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas ekspor 2. Memperkirakan dengan beberapa cara berbagai kemungkinan pertumbuhan dari aktivitas-aktivitas tersebut, dan 3. Mengkaji dampak aktivitas ekspor terhadap aktivitas-aktivitas lainnya (non-basis) di daerah tersebut. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pola pembangunan daerah secara keseluruhan, sedangkan kegiatan non-basis
merupakan
kegiatan
yang
perkembangannya
diakibatkan
oleh
pembangunan daerah secara keseluruhan. Menurutnya teori ekonomi basis dapat berfungsi untuk melihat peranan suatu sektor di dalam efek tenaga kerja maupun efek
Universitas Sumatera Utara
30
pendapatan, yaitu dengan cara menentukan apakah sektor itu merupakan sektor basis atau bukan (Sirojuzilam, 2008). Di samping itu, ekonomi basis dapat digunakan untuk : 1. mengidentifikasi kegiatan daerah yang bersifat ekspor 2. meramal pertumbuhan yang mungkin terjadi dalam aktivitas basis 3. mengevaluasi pengaruh kegiatan ekspor tambahan terhadap kegiatan bukan basis. Meningkatnya kegiatan basis di dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa di dalamnya, menimbulkan volume kegiatan non-basis. Peningkatan kegiatan basis disebabkan antara lain oleh a). perkembangan jaringan pengangkutan dan komunikasi, b). perkembangan pendapatan atau permintaan dari luar daerah dan, c). perkembangan teknologi dan usaha-usaha pemerintah pusat atau daerah setempat untuk mengembangkan prasarana sosial ekonomi. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan non-basis. Pengurangan ini disebabkan oleh : a). penurunan permintaan dari luar daerah, b). berkurangnya sumber daya alam, c). perubahan teknologi yang menyebabkan perubahan dalam penggunaan input. Dengan demikian, kegiatan sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak pertama (prime mover role), dimana setiap perubahan dalam kegiatan
Universitas Sumatera Utara
31
ekonomi
tersebut
akan
mempunyai
efek
pengganda
terhadap
perubahan
perekonomian daerah.
2.3
Pengertian Pendapatan, Usaha Kecil dan Mikro Secara leksikal pendapatan diartikan sebagai hasil kerja atau usaha baik dalam
bentuk uang maupun barang. Salah satu bentuk pendapatan adalah upah atau gaji, yang berarti uang yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995). Menurut Maryatmo dan Susilo (1996), pendapatan merupakan jumlah seluruh uang yang diterima oleh keluarga atau seseorang selama jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. Pendapatan masyarakat dengan demikian adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima pada satu tahun tertentu baik itu dari hasil produksi pertanian maupun dari hasil produksi industri dan perdagangan serta sektor-sektor lainnya. Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan yang dilakukan. Jenis kegiatan yang mengikutsertakan modal atau ketrampilan yang memiliki produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, pada akhirnya akan mampu memberikan pendapatan yang lebih besar (Kasasyono,1988). Pendapatan masing-masing orang (personal distribution of income) merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonom untuk menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah
Universitas Sumatera Utara
32
tangga. Terdapat dua cara pendekatan untuk mengetahui atau mengukur pendapatan seseorang, yaitu melalui nilai produksi dan nilai penerimaan (Warpani, 1984). Menurut Djojohadikusumo (1960), bila pendapatan ditinjau dari sudut penerimaan, maka yang termasuk pendapatan adalah: (a) upah, gaji; (b) sewa rumah dan sewa tanah; (c) laba perusahaan; (d) bunga yang diterima dari pinjaman, saham, obligasi dan sebagainya. Sedangkan menurut Todaro (1998), yang termasuk dalam pendapatan adalah gaji, bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan. Pendapatan dengan demikian bukan hanya terdiri dari penawaran tenaga an sich, melainkan juga oleh penguasaan aset-aset sumber pendapatan seperti tanah dan modal (baik secara fisik maupun finansial). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah defenisi dari Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, yaitu (pasal 6) : a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
Universitas Sumatera Utara
33
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Dari Wikipedia (2008), usaha mikro diartikan sebagai model usaha yang paling kecil, biasanya dilakukan di rumah (definisi ini juga digunakan oleh Bank Dunia). Jika dikaitkan dengan jumlah pekerja, usaha mikro menurut definisi Amerika dan Eropa sama, yaitu jumlah pekerja di bawah 10 pekerja. Usaha mikro termasuk dalam kategori usaha kecil. Sedangkan usaha kecil didefinisikan sebagai usaha dengan jumlah pekerja kecil. Definisi kecil bervariasi menurut negara dan industri, namun biasanya di bawah 100 pekerja untuk Amerika Serikat dan di bawah 50 pekerja untuk Eropa. Usaha kecil biasanya dimiliki secara pribadi, atau kongsi (persekutuan), atau sole proprietorship (secara hukum tidak dipisahkan dengan pemiliknya). Contoh-contoh usaha kecil adalah toko kecil, salon, pedagang, ahli hukum, akuntan, restoran, penginapan, fotografer, industri skala kecil. Usaha kecil biasanya independent.
Universitas Sumatera Utara
34
2.4
Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan upaya pemerataan pembangunan dengan
mengembangkan wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya (Soegijoko, dkk., 1997). Menurut Wibowo, dkk., (1999), pengembangan wilayah merupakan
usaha
mengembangkan
dan
meningkatkan
hubungan
saling
ketergantungan dan interaksi antarsistem ekonomi (economic system), manusia atau masyarakat (social system) lingkungan hidup dan sumberdaya alam (ecosystem). Kondisi ini dapat diterjemahkan ke dalam bentuk pembangunan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun pertahanan keamanan yang seharusnya berada dalam konteks keseimbangan, keselarasan dan kesesuaian. Menurut
Sirojuzilam (2005)
pengembangan
wilayah
pada
dasarnya
merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya. Beberapa indikator yang dapat dipakai dalam mengidentifikasi perkembangan suatu wilayah menurut Hanafiah (1982) antara lain : 1.
Jumlah penduduk.
Universitas Sumatera Utara
35
2.
Pasar tradisional.
3.
Jumlah perusahaan kecil, usaha kecil dan warung lainnya.
4.
Persepsi penduduk dan peran sertanya.
5.
Tingkat kesejahteraan.
6.
Jumlah relatif pengusaha seperti pedagang, penjaga toko dan lain-lain.
7.
Jumlah relatif sarana dan prasarana transportasi. Meskipun banyak konsep tentang wilayah akan tetapi para pakar ekonomi
regional sependapat bahwa tujuan pengembangan wilayah adalah pembangunan dalam wilayah itu sendiri untuk menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor industri dan perdagangan, pertanian, pariwisata, jasa dan perkantoran serta sektor lainnya. Pembangunan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak memperhatikan sekelilingnya. Artinya pembangunan itu harus dapat mempertinggi produktivitas pada suatu wilayah. Miraza (2005) menyimpulkan bahwa, dalam pengembangan wilayah yang terpenting
adalah bagaimana memberdayakan potensi yang ada bagi
kesejahteraan warga, sebagai akhir daripada pembangunan dan pengembangan tersebut. Menurut Purboyo ( Akil, 2001), teori-teori pengembangan wilayah, menganut berbagai azas atau dasar berdasarkan tujuan penerapan masing-masing teori. Berbagai paradigma teori pengembangan wilayah dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local prosperity).
Universitas Sumatera Utara
36
2. Teori yang menekankan pada sumberdaya lingkungan dan faktor alam yang dinilai dapat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah (sustainable production activity). Kelompok penganut teori ini sering disebut
sangat
peduli
dengan
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development). 3. Teori yang memberi penekanan kepada kelembagaan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat lokal, sehingga kajian teori ini terfokus kepada good governance yang bisa bertanggungjawab (responsible) dan berkinerja bagus. 4. Teori yang perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di suatu lokasi (people prosperity). Beragam paradigma teori pengembangan wilayah di atas, bukan saling bertentangan, namun dalam penggunaannya dapat bersinergi. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mengandung muatan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya. Konsep dasar penataan ruang wilayah dan kota dengan pendekatan pengembangan wilayah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin lingkungan hidup yang berkelanjutan dengan memperhatikan comparative advantage di suatu wilayah, serta mengeleminir kesenjangan pembangunan dengan mengurangi kawasan-kawasan yang miskin, kumuh dan tertinggal.
Universitas Sumatera Utara
37
Purnomosidi mengatakan bahwa Strategi pengembangan wilayah mempunyai prinsip dasar; bahwa pembangunan berasal dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat. Untuk merealisir target dan tujuan pengembangan wilayah, prosesnya harus berakar pada kemampuan sumberdaya dan kreativitas seluruh pelaku pembangunan. Maka seluruh usaha yang menjurus pada perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai penyebab berlangsungnya proses berkembangnya wilayah (Hermansyur, 1996). Menurut Misra (1977) pengembangan wilayah ditopang oleh empat pilar (tetraploid discipline) yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota dan teori lokasi. Seperti terlihat pada gambar berikut ini: GEOGRAFI
EKONOMI PENGEMBANGAN WILAYAH
PERENCANAAN KOTA
TEORI LOKASI
Gambar 2.3. Pilar-pilar Pengembangan Wilayah (Misra, 1977) Namun pendapat Misra mengenai pengembangan wilayah ini terlalu sederhana. Aspek biogeofisik tidak hanya direpresentasikan dengan teori geografi maupun teori lokasi. Oleh karena itu menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1) aspek
Universitas Sumatera Utara
38
biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek sosial budaya; (4) aspek kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan.
ASPEK KELEMBAGAAN
ASPEK BIOGEOFISIK
ASPEK SOSIAL
ASPEK EKONOMI
PENGEMBANGAN WILAYAH
ASPEK LOKASI
ASPEK LINGKUNGAN
Gambar 2.4. Pilar-pilar Pengembangan Wilayah (Budiharsono, 2005) Dari gambar diatas dapat dilihat berbagai analisis yang dapat dilakukan terhadap pengembangan wilayah, yaitu aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar ( bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan
Universitas Sumatera Utara
39
dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada diwilayah tersebut. Analisa Pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat dari aspek ekonomi dan aspek lokasinya. Di dalam aspek ekonomi ini terdapat unsur pendapatan masyarakat sekitar (hal ini unit kegiatan usaha) dan didalam aspek lokasi terdapat unsur keterkaitan antara keberadaan lokasi kegiatan jasa pendidikan denagan wilayah sekitarnya.
2.5
Penelitian Sebelumnya Suharyanto (2007), dengan judul Tesis “Dampak Keberadaan IPB terhadap
Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya terhadap Perekonomian Kabupaten Bogor”, dimana metode penelitiannya menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi untuk melihat kontribusi keberadaan kampus IPB terhadap masyarakat sekitar serta analisis I-O untuk melihat peran keberadaan IPB dalam menunjang perekonomian wilayah Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi keberadaan kampus IPB, khususnya kampus Darmaga, dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan Kabupaten Bogor sangat
Universitas Sumatera Utara
40
dirasakan. Oleh karena itu pengembangan wilayah perlu dikelola secara terpadu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan, terutama masyarakat sekitar IPB, institusi IPB dan Pemerintah Kabupaten Bogor. Santoso (2009), dengan judul penelitian “Karakteristik dan Persebaran Warung makan di sekitar Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2009 (Studi kasus di Desa Pabelan dan Gonilan Kecamatan Kertasura Kabupaten Sukoharjo)”. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran persebaran warung makan di sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta serta karakteristik pewarung dan usahanya. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pewarung yang mengusahakan warung makan. Metode analisa yang digunakan adalah metode analisa tabel frekuensi dan tabel silang, sedangkan untuk mengetahui persebaran digunakan analisa tetangga terdekat. Hasil penelitiannya yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain adalah bahwa sebagian besar pewarung memanfaatkan tempat tinggal dalam berjualan (58,1%). Sebagian besar pewarung berusaha lebih dari 3 tahun (55,9%). Tenaga kerja yang digunakan sebagian besar dari keluarga (53,8%) dan kebanyakan jumlah antara 1 – 2 orang (43,0%). Penjualan per hari kurang dari Rp. 150.000 (69,9%). Hariyani (2006), judul penelitian “Pengaruh Kampus Terhadap Ruang Urban: Kasus Ruang Urban Pada Akses Masuk Kampus Universitas Gajah Mada”. Dalam penelitiannya kajian spasial dilakukan pada akses-akses masuk kawasan kampus yang berupa penggal jalan. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa keberadaan kampus UGM berpengaruh terhadap terbentuknya ruang urban oleh
Universitas Sumatera Utara
41
deretan bangunan yang mengapit akses-aksesnya, tetapi tidak menciptakan karakter enclosure. Rasio ruang yang terbentuk oleh lebar bangunan terhadap tinggi bangunan adalah 1,6:1 hingga 2,5:1. Ruang urban yang terbentuk di sekitar Kampus UGM memiliki grain halus/kecil karena pengguna ruang urban didominasi oleh mahasiswa yang memiliki keterbatasan pendapatan. Skala perkotaan yang terbentuk masih memiliki skala yang manusiawi dengan dibuktikan oleh lebar jarak antar bangunan dan tinggi bangunan yang rata-rata memiliki rasio 1,9:1 atau 23 m:12 m.
2.6
Kerangka Pemikiran Dalam konteks teori basis ekonomi dengan melihat skala pelayanannya,
keberadaan Kampus USU dapat dikategorikan sebagai sektor basis bagi wilayah sekitarnya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa basis ekonomi daerah diartikan sebagai sektor atau sektor-sektor ekonomi yang aktivitasnya menyebabkan suatu daerah itu tetap hidup, tumbuh dan berkembang, atau sektor ekonomi yang pokok di suatu daerah yang dapat menghidupi daerah tersebut beserta masyarakatnya. Dalam hal ini sektor yang mempunyai pengaruh disebut sebagai sektor basis dan sektor yang dipengaruhi disebut sebagai sektor non basis. Setiap perubahan dalam sektor basis tersebut akan mempunyai efek pengganda (multiplier efek) terhadap perubahan perekonomian daerah sekitarnya. Berkembangnya aktivitas ekonomi masyarakat disekitar kampus ( penelitian ini dibatasi pada kegiatan jasa Usaha kecil) bila ditinjau dari teori pendekatan pasar disebabkan karena letak lokasinya yang berada dalam daerah jangkauan pasar yaitu
Universitas Sumatera Utara
42
Kampus USU. Jangkauan pasar (range) adalah jarak yang diperlukan seseorang untuk mendapatkan jasa yang bersangkutan. Lebih jauh lagi dari jarak standar yang ditentukan maka orang akan mencari wilayah lain yang lokasinya lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan akan jasa yang sama. Salah
satu
indikator
yang
dapat
dipakai
dalam
mengidentifikasi
perkembangan suatu wilayah menurut (Hanafiah., 1982) adalah Jumlah perusahaan kecil, usaha kecil dan warung lainnya. Sehingga keterkaitan penelitian ini dengan pengembangan wilayah disebabkan karena lokus dari penelitian ini adalah kegiatan sektor informal yang termasuk dalam kategori indikator tersebut diatas. Walaupun dalam penelitian ini lokus penelitian hanya membahas tentang usaha kecil dan warung di sekitar kampus USU. Dampak fisik keberadaan kampus USU dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif dari pada pola tata ruang wilayah yang ada di sekitar kampus USU. Salah satu pandangan dalam teori perancangan kota (urban design), bahwa kota dilihat sebagai “produk”. Berkaitan dengan pandangan tersebut maka beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisis kota sebagai produk adalah (Zahnd, 2000): Selanjutnya kerangka berpikir dituangkan dalam bagan kerangka pemikiran (Gambar 2.5).
Universitas Sumatera Utara
43
KEBERADAAN KAMPUS USU
Aspek Pengembangan Wilayah TUMBUHNYA AKTIVITAS EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR KAMPUS USU
PENDAPATAN USAHA KECIL DAN WARUNG
Pendapatan pada masa aktif perkuliahan
POLA TATA RUANG SEKITAR KAMPUS
Pendapatan pada masa libur semester
Analisis deskriptif
Uji Dua Sampel Berpasangan (Paired Sample T Test)
Dampak Keberadaan Kampus USU Terhadap Wilayah Sekitarnya
Gambar 2.5 Bagan Alir Kerangka Pemikiran 2.7 Hipotesis Penelitian Sesuai masalah, dan tujuan penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
44
“Ada perbedaan rata-rata pendapatan usaha kecil dan warung pada saat masa perkuliahan dibandingkan dengan rata-rata pendapatan pada saat masa libur semester”
Universitas Sumatera Utara