BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Teori Keagenan Jensen dan meckling (1976) telah mengembangkan suatu teori yang
disebut teori agensi. Teori ini antara lain berpendapat bahwa siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Selanjutnya teori ini menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Pemicu konflik tersebut antara lain adalah dalam hal pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pencarian dana dan bagaimana dana tersebut diinvestasikan (Van Horne,1998:482). Konsep agency theory merupakan hubungan atau kontrak antara prinsipal dengan agen. Yang dimaksud prinsipal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas dari kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan kepetusan dari prinsipal kepada agen, sebagaimana yang dikatakan oleh Jensen dan meckling (1976) :
15
16
“we define an agency relationship as a contract under which one or more persons (the principal engage another person (the agent) toperform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”. Scott (2006:239)
menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak
kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kedua jenis kontrak tersebut seringkali dibuat berdasarkan angka laba, sehingga dikatakan bahwa agency theory mempunyai implikasi terhadap akuntansi. Kontrak kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kontrak kerja antara manajemen dengan pemegang saham. Manajemen (agent) dan pemegang saham (principal) ingin memaksimumkan kemakmurannya masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Pada satu sisi, agen memiliki informasi yang lebih banyak dibanding prinsipal di sisi lain karena manajemen yang mengelola perusahaan secara langsung, hal ini menimbulkan adanya ketidakseimbangan informasi (information asymmetry). Agar pihak manajemen bertindak sejalan dengan kepentingan pemilik perusahaan, dapat dilakukan upaya sebagaimana yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling bahwa pemilik dapat menjamin pihak manajemen akan membuat keputusan yang optimal hanya jika diberikan insentif yang cukup
memadai.
Insentif bisa berupa opsi saham, bonus, mobil yang besarnya sangat tergantung pada seberapa dekat keputusan yang diambil pihak manajemen dan pemilik. Disamping itu dapat juga dilakukan monitoring, dengan mengaudit laporan keuangan perusahaan secara periodik, penunjukan komisaris independen dan
17
sebagainya. Implikasi dari berbagai upaya untuk mengurangi konflik keagenan tersebut adalah timbulnya biaya keagenan (Sadana, 2011:11). 2.1.2
Biaya Agensi Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer
dengan pemegang saham, manajer dengan kreditur atau antar pemegang saham, kreditur dan manajer disebabkan adanya hubungan keagenan atau agency relationship. Pihak prinsipal dapat membatasi perbedaan kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan harus bersedia mengeluarkan biaya pengawasan atau monitoring cost untuk mencegah penyimpangan (hazard) dari agen. Hal tersebut dinamakan dengan biaya keagenan atau agency cost (Hendriksen, 2011: 221). Menurut Megginson (1997)
dalam Suwaldiman (2006)
Kebijakan
dividen dalam teori keagenan digunakan sebagai bonding mechanism untuk mengendalikan agency cost of equity. Pembayaran dividen akan mencegah manajemen untuk melakukan tindakan perquisites karena internal cash flow akan diserap untuk membayar dividen bagi pemegang saham. Perusahaan yang mempunyai mekanisme pengendalian dan struktur kepemilikan yang tersebar luas, biasanya merupakan perusahaan besar dan cenderung membagikan dividen untuk mengurangi konflik keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Sebaliknya perusahaan kecil dengan struktur kepemilikan terpusat pada beberapa individu akan cenderung membayarkan dividennya rendah karena kemungkinan terjadinya konflik keagenan relatif kecil.
18
2.2
Insider Ownership Joher et al (2006) mengemukakan bahwa managerial ownership consists
of directors, managers, and other management team’s member, who hold the company’s shares directly. Artinya bahwa kepemilikan manajerial terdiri dari direktur, manajer, dan manajemen tim anggota lain, yang memegang saham perusahaan secara langsung. Menurut Jensen (1976) dalam Indahningrum (2009) mekanisme untuk mengatasi konflik keagenan antara lain meningkatkan kepemilikan insider sehingga dapat mensejajarkan kepentingan manajer dan pemilik. Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Harjito (2006) Peningkatan insider ownership bermanfaat untuk meningkatkan keselarasan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. insider ownership terjadi apabila pemegang saham suatu perusahaan sekaligus bertindak sebagai manajer perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar tingkat insider ownership suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat keselarasan (alignment) dan kemampuan kontrol terhadap kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.
Insider Ownership
2.3
Free Cash Flow Menurut Kieso (2007:212) free cash flow adalah jumlah dari arus kas
diskresioner yang dimiliki perusahaan untuk membeli tambahan investasi, melunasi hutang, membeli treasury stock atau penambahan likuiditas perusahaan.
19
Sedangkan menurut Ross et. al. (2000) aliran kas bebas merupakan kas yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja atau investasi aset tetap. Aliran kas bebas menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar strategi menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan (Rosdini, 2007). Menurut White et al (2003) dalam Rosdini (2005) free cash flow didefinisikan sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash flow adalah kas dari aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi saat ini. Free cash flow dapat digunakan untuk penggunaan diskresioner seperti akuisisi dan pembelanjaan
modal
dengan
orientasi
pertumbuhan
(growth-oriented),
pembayaran hutang, dan pembayaran kepada pemegang saham baik dalam bentuk dividen. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang, dan dividen.
Free Cash Flow =
2.4
Profitabilitas Nilai pasar suatu saham tergantung kepada perkiraan dari expected return
dan risiko dari arus kas di masa mendatang. Penilaian dari arus kas ini merupakan proses dasar karena laporan keuangan tidak cukup menunjukkan jumlah aktivitas perusahaan di masa mendatang. Namun demikian, beberapa macam analisis
20
profitabilitas yang didasarkan pada laporan keuangan merupakan informasi yang berguna bagi manajer (Muslich,2000:51). Laporan keuangan mencerminkan keadaan
yang telah terjadi di masa lalu,
tetapi laporan tersebut juga
mencerminkan tentang hal-hal yang sebenarnya memiliki arti penting apa yang mungkin terjadi di masa depan. Rasio profitabilitas mencerminkan hasil akhir dari seluruh kebijakan keuangan dan keputusan operasional (Brigham, 2010:146). ROE menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio ini penting bagi pihak pemegang saham untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pengelolaan modal sendiri yang dilakukan pihak manajemen. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisien penggunaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan (Sudana, 2011:22).
Return on Equity=
2.5
Pertumbuhan Perusahaan Brigham dan Gapenski (1996) dalam Indahningrum dan Handayani (2009)
menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan dana dari sumber eksternal yang lebih besar. Untuk itu, perusahaan menggunakan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dana tersebut . Begitu pula yang dikemukakan oleh Van Horne dan Wachowicz (2005:125) bahwa perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan cenderung membutuhkan membutuhkan dana dari pihak eksternal yang lebih besar. Cepatnya pertumbuhan perusahaan akan menyebabkan semakin besar kebutuhan dama
21
untuk ekspansi. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dari luar tersebut, perusahaan diharapkan pada pertimbangan sumber dana yang lebih murah sehingga penerbitan surat utang lebih disukai oleh perusahaan dibandingkan dengan mengeluarkan saham baru, karena biaya emisi untuk pengeluaran saham baru akan lebih besar daripada biaya utang. Tuntutan keuangan perusahaan secara langsung berkaitan dengan seberapa besar harapan untuk tumbuh dan aset apa yang dibutuhkan perusahaan untuk digunakan. Perusahaan harus mengevaluasi profitabilitasnya dan risiko untuk berkembang dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk mendapatkan dana dari pihak ekstern. Sebagai tambahan, perusahaan harus menetapkan biaya dan mempercepat atau memperlancar dalam memperoleh dana. Secara umum, perusahaan yang besar mempunyai cukup akses untuk modal baru sebaliknya perusahaan yang tumbuh cepat mungkin tidak mempunyai cukup dana yang tersedia untuk proyeknya. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan biasanya harus mempertimbangkan seberapa besar sumber internal melalui laba ditahan sehingga kemungkinan membayar sangat kecil untuk dividen. Perusahaan yang lebih mapan dalam posisi yang lebih baik untuk membayar laba ditahan terutama jika perusahaan mempunyai dana yang telah disiapkan (Gitman,2012:576).
Pertumbuhan Aset =
22
2.6
Dividen
2.6.1
Pengertian dividen
Pengetian dividen menurut Ross et al (1999:857) adalah sebagai berikut : “dividend is a form of payment made by a firm to its owners, either in cash or instock. It also called “the income component” of the return on an investment in stock”. Dividen kas yang dibayarkan merupakan penilaian investor atas suatu saham. Dividen kas ini mencerminkan arus kas kepada pemegang saham dan menginformasikan mengenai kinerja perusahaan saat ini dan yang akan datang. Karena retained earning yaitu laba yang tidak dibagikan sebagai dividen adalah salah satu bentuk pendanaan internal, maka keputusan mengenai dividen dapat mempengaruhi kebutuhan pendanaan eksternal perusahaan. Dengan kata lain, semakin besar dividen kas yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin besar pula jumlah pendanaan eksternal yang dibutuhkan melalui pinjaman hutang atau penjualan saham (Gitman,2006:590). 2.6.2
Kebijakan Pembagian Dividen
Menurut (Sutrisno, 2001: 304) ada beberapa bentuk dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham antara lain: 1.
Pembagian dividen secara tunai atau cash dividend. Pembagian deviden
secara tunai terdiri dari beberapa bentuk yaitu: a)
Kebijakan Pemberian Dividen Stabil
23
Kebijakan pemberian yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan, yaitu: (1) dapat meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai risiko lebih kecil, (2) dapat memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, (3) dapat menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan. b)
Kebijakan Dividen Meningkat Dengan kebijakan ini perusahaan akan membayarkan dividen kepada
pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. c)
Kebijakan Dividen dengan Ratio yang Konstan Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba
yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout ratio.
24
d)
Kebijakan Pemberian Dividen Reguler yang Rendah ditambah Ekstra Kebijakan dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran
dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu. 2.
Pembagian Stock Dividend Salah satu kebijakan yang bisa diambil oleh perusahaan adalah dengan
dengan memberikan dividen tidak dalam bentuk uang, tetapi dividen diberikan dalam bentuk saham. Artinya pemegang saham akan diberi tambahan saham sebagai pengganti cash dividen. Pemberian stock dividen tidak akan mengubah besarnya jumlah modal sendiri, tetapi akan mengubah komposisi modal sendiri perusahaan yang bersangkutan. Karena pada dasarnya pemberian stock dividen ini akan mengurangi pos laba ditahan di neraca dan akan ditambahkan ke pos modal saham. 3.
Kebijakan Stock Split Apabila harga pasar saham suatu perusahaan terlalu tinggi, mengakibatkan
banyak investor kurang berminat terhadap saham perusahaan. oleh karena itu perusahaan bisa mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan jumlah lembar saham melalui stock split yaitu pemecahan nilai nominal saham kedalam nilai nominal yang lebih kecil. Dengan stock split ini jumlah lembar saham menjadi lebih banyak, maka mengakibatkan harga saham turun. Oleh karena itu dengan stock split harga saham menjadi lebih murah, sehingga harga pasar masih dalam trading range tertentu.
25
4.
Kebijakan Repurchase Stock Repurcahse stock adalah pembelian kembali saham-saham perusahaan
yang dimiliki oleh pemegang saham atau investor. 2.6.3
Kebijakan Dividen Weston dan Copeland (2000:119) mendefinisikan kebijakan dividen
sebagai : “Keputusan untuk menentukan besarnya bagian pendapatan yang akan dibagikan kepada
para pemegang saham dan bagian yang akan diadakan di
perusahaan”. Sartono (2009:292) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai : “Keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam retained earnings guna membiayai investasi di masa yang akan datang”. Dari kedua definisi di di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen dipengaruhi dua kepentingan yang bertolak belakang yaitu kepentingan pemegang saham dengan dividennya dan kepentingan perusahaan untuk melakukan reinvestasi dengan menahan laba. Dari sisi perusahaan, kebijakan dividen sangat penting karena jika perusahaan lebih memilih untuk membagikan laba sebagai dividen maka akan mengurangi laba ditahan dan selanjutnya mengurangi sumber intern perusahaan dan sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Dari sisi pemegang
26
saham dividen merupakan salah satu motivator untuk menanamkan dana di pasar modal. Pemegang saham lebih memilih dividen yang berupa kas dibandingkan dengan capital gain. Selain itu juga pemegang saham juga dapat mengevaluasi kinerja
2.6.4
perusahaan
dengan
menilai
besarnya
dividen
yang
dibagikan.
Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham adalah (Sutrisno, 2001: 304) : 1. Posisi Solvabilitas Perusahaan Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki posisi struktur modal perusahaan. 2. Posisi likuiditas Perusahaan Cash dividend merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, oleh karena itu bila perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian laba digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenerung memberikan dividen lebih besar.
27
3. Kebutuhan Untuk Melunasi Hutang Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa hutang, yaitu hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Hutang-hutang ini harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang-hutang tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus dibayar, semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah deviden yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Disamping itu dengan jatuh temponya hutang, berarti dana hutang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana hutang bisa dengan mencari hutang baru atau meroll-over hutang, dan juga bisa dengan sumber dana intern dengan cara memperbesar laba ditahan. Hal ini tentunya akan memperkecil dividend payout ratio. 4. Rencana Perluasan Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang, menambah modal sendiri, yang berasal dari pemilik, dan juga bisa diperoleh dari internal resources berupa memperbesar laba yang ditahan. Dengan demikian, semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan, semakin kecil dividend payoutnya. 5. Kesempatan Investasi
28
Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi, semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila
kesempatan investasi kurang baik, maka
dananya lebih banyak digunakan untuk membayar dividen. 6. Stabilitas Pendapatan Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjaga-jaga. 7. Pengawasan Terhadap Perusahaan Kadang-kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahaan. Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang resikonya cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya.
29
2.6.5
Teori Dividen Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen menurut
Atmaja (2008:285) terdapat lima teori kebijakan diantaranya adalah 1. Teori “Dividen tidak relevan”. Teori ketidakrelevan dividen adalah teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Penganjur teori ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta risiko bisnisnya. Dengan kata lain, nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh asetnya, bukan bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba ditahan (atau pertumbuhan). Asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Tidak terdapat pajak pendapatan perseorangan atau perusahaan. 2. TIdak terdapat biaya emisi atau jual beli saham. 3. Tingkat leverage keuangan tidak mempunyai pengaruh terhadap biaya modal. 4. Para investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang prospek perusahaan. 5. Distribusi pendapatan mempunyai pengaruh terhadap biaya ekuitas perusahaan
30
2. Teori Bird in the hand Kepercayaan bahwa kebijakan dividen perusahaan merupakan hal yang tidak penting, secara tidak langsung membuat para investor berasumsi bahwa pendaatan yang mereka harapkan melalui retained earning akan berbeda besarnya dengan pendapatan yang berasal dari dividen. Hal ini disebabkan karena dividen lebih bisa diramalkan daripada retained earnings. Manajemen dapat menggontrol dividen, tapi tidak dapat mendikte harga saham.Investor kurang yakin akan menerima pendapatan dari retained earning daripada dividen. Dengan mendapatkan dividen (a bird in the Hand) adalah lebih baik dari pada retained earnings (a bird in the bush) karena pada akhirnya retained earnings tersebut mungkin tidak akan terwujud sebagai dividen di masa yang akan datang. Pandangan yang menyatakan dividen lebih pasti daripada retained earnings disebut “bird in the hand theory. 3. Teori Dividen Residu Teori dividen residu adalah teori yang menyatakan bahwa dividen dibayar dari capital yang sama setelah mendapat keuntungan investasi keuangan. Jika perusahaan memiliki biaya pengembangan yang mungkin secara langsung mempengaruhi kebijakan dividen, maka perusahaan harus menerbitkan jumlah sekuritas yang lebih besar untuk mendapatkan modal yang
dibutuhkan
untuk
kegiatan
investasi.
Perusahaan
umunya
31
menetapkan empat langkah ketika mengambil keputusan atas rasio pembagian dividennya : 1. Menentukan anggaran barang modal yang optimal 2. Menentukan jumlah modal yang dibuthkan untuk membiayai anggaran tersebut. 3. Sedapat mungkin menggunkan laba yang ditahan untuk memenuhi penyertaan modal 4. Membayar dividen hanya jika banyak laba yang tersedia darpada yang dibutuhkan untuk mendukung anggran modal optimal. Kata residual mengandung arti “sisa” dan kebijakan dividen residual menyiratkan bahwa dividen sebaiknya dibayarkan jika ad alaba yang tersisa. Dasar dari kebijakan
ini adalah investor lebih menginginkan
perusahaan menahan laba dan menginvestasikan kembali daripada membagikannya dalam bentuk dividen apabila laba yang diinvestasikan kembali tersebut
dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada
tingkat pengembalian modal yang dihasilkan sendiri oleh investor dari investasi lain dengan resiko yang sebanding. 4. Teori Isyarat Dividen (Dividen Signalling Theory) Sinyal atau isyarat adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi perunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan (Brigham,2001:13). Dividend Signalling Theory merupakan suatu teori yang mendasari dugaan bahwa pengumuman dividen tunai mempunyai kandungan
32
informasi yang mengakibatkan
adanya reaksi harga saham. Teori ini
menjelaskan bahwa prospek perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan adanya asymmetric information anta manajer dan investor perusahaan. Peningkatan dividen dividen yang dibayarkan dianggap sebagai signal yang menguntungkan sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang positif. Sebaliknya penurunan dividen yang dibayarkan dianggap
sebagai
signal
bahwa
prospek
perusahaan
kurang
menguntungkan sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang negatif (Scott,2000:409). Manajer sebagai orang dalam yang mempunyai informasi yang lebih lengkap tentang arus kas perusahaan akan memilih untuk menciptakan isyarat yang jelas mengenai masa depan perusahaan apabila mereka mempunyai dorongan yang tepat untuk melakukannya. Kenaikan dividen yang dibayarkan dapat menimbulkan isyarat yang jelas kepada pasar bahwa prospek perusahaan telah mengalami kemajuan. Penggunaan dividen sebagai alat untuk mengirimkan isyarat yang nyata kepada pasar mengenai hasil kerja perusaahaan pada masa yang akan datang merupakan cara yang tepat walaupun mahal tetapi berarti. Hanya perusahaan yang prospeknya baik yang dapat melakukan hal ini. Sedangkan perusahaan-perusahaan yang kurang sukses tidak dapat melakukan hal yang sama untuk meniru cara ini karena tidak mempunyai arus yang cukup untuk melakukannya. Dengan demikian pasar akan
33
bereaksi terhadap perubahan dividen yang dibayarkan, karena pasar yakin bahwa pemberi isyarat adalah perusahaan yang sukses (Keown, 2005:608). 2.6.6
Dividend Payout Ratio
Definisi Dividend Payout Ratio menurut Van Horne & Machowicz Jr. (1998:483) Dividend Payout Ratio adalah : “Annual cash dividends dividend by annual earnings; or alternatively Dividend per Share. The ratio indicates the percentage of a company’s earnings that’s paid out to shareholder in cash.” Menurut Bambang Riyanto (2001:266) semakin tinggi dividend payout ratio yang ditetapkan perusahaan, makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang pertumbuhannya rendah, maka akan mempunyai rasio yang tinggi. Pembayaran dividen merupakan bagian dari kebijakan dividen perusahaan. Investor yang mengharapkan memperoleh capital gain akan lebih menyukai angka rasio ini yang rendah. Sebaliknya investor yang menyukai dividen ingin angka rasio ini tinggi. Dividend payout ratio dihitung dengan rumus :
DPR=
34
2.7
Kerangka Pemikiran Salah satu cara untuk lebih memahami ekonomi informasi adalah dengan
memperluas model tersebut dari satu individu menjadi dua individu. Salah satu dari dua individu ini menjadi agen untuk yang lain yang disebut prinsipal. Inilah yang mendasari teori keagenan. Si agen menutup kontrak untuk melakukan tugastuhas tertentu bagi prinsipal, principal menutup kontrak untuk memberi imbalan pada si agen (Henriksen, 2011:220). Pada umumnya pihak manajemen cenderung menahan kas untuk melunasi kewajiban dan melakukan investasi. Apabila kondisinya seperti ini, jumlah dividen yang akan dibayarkan menjadi relatif kecil. Sementara itu di pihak pemegang saham
tentu saja menginginkan jumlah dividen kas yang tinggi
sebagai hasil dari modal yang mereka investasikan. Kondisi seperti inilah yang dipandang agency theory sebagai konflik antara manajer dan investor ketika kedua kelompok saling berbeda (Keown et al, 2005:617). Jensen dan Meckling (1976) dalam Sudaryanti (2010) menyatakan konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham (prinsipal) dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat menyejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut. Dampak dari adanya mekanisme pengawasan akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost. 2.7.1
Pengaruh Insider Ownership terhadap Kebijakan Dividen Demsey & Laber (1992) seperti dikutip Kartini & Romlah (2006),
menyatakan
bahwa
Insider ownership adalah pemilik perusahaan sekaligus
35
menjadi pengelola perusahaan. Pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring perusahaan yang berarti perusahaan cenderung membayar dividen tinggi, jika manajer memiliki proporsi saham lebih rendah. Penetapan dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di masa mendatang yang dibiayai dari sumber internal. Apabila sebagian pemegang saham
menyukai
dividen tinggi maka menimbulkan perbedaan kepentingan sehingga diperlukan peningkatan dividen. Menurut Demsey & Laber (1992) seperti dikutip Susilawati (2000), masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh insider ownership. Semakin besar inside ownership maka perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan pengelola perusahaan semakin kecil, mereka akan bertindak dengan lebih hatihati, karena mereka akan ikut menanggung konsekuensi yang mungkin timbul dari keputusan yang mereka buat. Adanya kepemilikan saham oleh manajer akan memotivasi mereka untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan dapat menurunkan biaya keagenan. 2.7.2
Pengaruh Free Cash Flow terhadap Kebijakan Dividen Menurut White et al (2003) dalam Rosdini (2005) free cash flow
didefinisikan sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash flow adalah kas dari aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi saat ini. Free cash flow dapat digunakan untuk penggunaan diskresioner seperti akuisisi dan pembelanjaan
modal
dengan
orientasi
pertumbuhan
(growth-oriented),
36
pembayaran hutang, dan pembayaran kepada pemegang saham baik dalam bentuk dividen. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang, dan dividen. Sesuai teori keagenan, apabila perusahaan mempunyai aliran arus kas bebas, manajer perusahaan mendapat tekanan dari pemegang saham untuk membagikannya dalam bentuk deviden. Hal ini dilakukan untuk mencegah pihak manajemen menggunakan free cash flow untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan perusahaan dan cenderung merugikan para pemegang saham. Oleh karena itu, pihak manajemen membagikan free cash flow agar dapat menekan biaya agensi atau agency cost. 2.7.3
Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan yang memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan
masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba merupakan indikator dari kemampuan perusahaan untuk membayar dividen, sehingga profitabilitas dapat dianalisis sebagai faktor penentu terpenting
terhadap
dividen.
Profitability
(profitabilitas)
adalah
tingkat
keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen.
37
Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston, 2006:156). Jika perusahaan mengumumkan peningkatan dividen maka investor akan menganggap kondisi perusahaan saat ini dan akan datang relative baik dan sebaliknya. Pada sisi lain penambahan dividen memperkuat posisi perusahaan unutk mencari tambahan dana dari pasar modal sehingga kinerja perusahaan dimonitor oleh tim pengawas pasar modal. Pengawasan ini menyebabkan manajer berusaha mempertahankan kinerja dan tindakan ini menurunkan konflik keagenan. Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan oleh return on equity (ROE). Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik (Harahap, 2007:305). Meningkatnya profitabilitas dapat tercermin pada meningkatnya return on equity akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. 2.7.4
Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen Pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen. Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Semakin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang, perusahaan lebih senang untuk menahan labanya dari pada membayarkannya sebagai dividen kepada pemegang saham Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established
38
dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana extern lainnya, maka keadannya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi (Riyanto, 2001:268). Dalam penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diproksi dengan pertumbuhan aset. Aset adalah aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, semakin besar aset maka diharapkan semakin besar pula hasil operasional yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar (kreditur) terhadap perusahaan. Kepercayaan kreditur yang meningkat terhadap perusahaan memungkinkan proporsi hutang semakin lebih besar dari modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditur atas dana yang ditanamkan ke dalam perusahaan dijamin oleh besarnya aset yang dimiliki perusahan. Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan yang semakin cepat membuat semakin besar kebutuhan
dana
diwaktu
mendatang
untuk
membiayai
pertumbuhanya.
Perusahaan tersebut biasanya akan lebih senang untuk menahan pendapatanya daripada dibayarkan sebagai dividen dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Dividen memegang peranan penting pada struktur modal, semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan, akan semakin besar tingkat kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi maka semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang dan semakin besar kemungkinan perusahaan menahan keuntungan dan tidak membayarkannya sebagai dividen (Janifairus,2012).
39
Teori Agensi
Pemegang saham (Prinsipal)
Mekanisme Pengawasan
Manajer (Agen)
Biaya Agensi
Laporan Keuangan
Kondisi Keuangan
Alternatif mengurangi Biaya Agensi
Insider Ownership
Free Cash Flow
Tingkat Profitabilitas
Kebijakan Dividen
Gambar 2.1 Gambar Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan Perusahaan
40
Selanjutnya hubungan variabel dapat digambarkan sebagai berikut :
Insider Ownership(INSDR) Free Cash Flow(FCF) Kebijakan dividen (DPR)
Profitabilitas(ROE)
Pertumbuhan perusahaan (pertumbuhan aset )
Gambar 2.2 Hubungan Variabel Keterangan : Variabel X = Insider Ownership(X1 = INDSR) = Free cash flow (X2 = FCF) = Profitabilitas (X3 = ROE) = Pertumbuhan perusahaan (X4 =Asset Gowth) Variabel Y = Kebijakan Dividen (DPR) = Pengaruh Secara Simultan = Pengaruh Secara Parsial
41
2.8
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran dan uraian penelitian ini, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H1 : Insider ownership berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Dividen. H2 : Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap Kebijakan Dividen. H3 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Kebijakan Dividen. H4 : Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Dividen. H5 : Insider ownership, Free Cash Flow, Profitabilitas dan Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap Kebijakan Dividen.
Insider ownership, free cash flow, dan Profitability ratio terhadap Dividend Payout ratio
Pengaruh return on asset,debt to equity ratio, asset growth dan cash ratio terhadap dividend payout ratio
Marnis (2010)
Jossie Basten Janifairus Rustam Hidayat Achmad Husaini (2012)
3.
Pengaruh Insider Ownership, Institusional Ownership, Dispersion of Ownership, pertumbuhan perusahaan, dan risiko perusahaan terhadap Kebijakan Dividen
2.
1.
Judul Penelitian
Nama Penelitia n Christina Heti Tri Rahmaw ati (2011)
No.
Return on asset,Debt to equity ratio, Asset growth Cash ratio, dan Dividend payout ratio
Hasil penelitian menunjukkan Return on asset, Asset groth dan cash ratio berpengaruh signifikan terhadap dividen payout ratio, sedangkan debt to equity rati tidak berpengaruh terhadap dividend payuot ratio.
Hasil penelitian menunjukan insider ownership, free cash flow, net profit margin, dan total assets turn over memiliki hubungan dengan dividend payout ratio sedangkan return on equity terbukti tidak memiliki hubungan dengan dividend payout ratio
Hasil penelitian menunjukkan Insider Ownership,dispersion of ownership berpengaruh tidak signifikan terhadap kebijakan dividen, Institusional Ownership, tingkat pertumbuhan dan risiko perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.
Hasil Penelitian
Menggunakan variabel return on asset,cash ratio, dan debt to equity ratio. Subjek penelitian pada perusahaan barang konsumsi tahun 2008-2010.
Menggunakan 3 variabel bebas, tahun penelitian 2004-2008, subjek penelitian semua perusahaan di BEI
Menggunakan 5 variabel bebas, subjek penelitian semua perusahaan di BEI, tahun penelitian 20032006, pertumbuhan diprolsikan oleh pertumbuhan penjualan
Perbedaan Penelitian
Menggunakan variabel Asset growth.
Menggunakan variabel insider ownership, free cash flow, dan profitabilitas yang diproksikan oleh return on equity
Menggunakan variabel insider ownership dan perumbuhan perusahaan
Persamaan Peneltiam
2.9
Inisder ownership, free cash flow, profitability dan dividend payout ratio
Insider Ownershiip, Institusional Ownership, Dispersion Onwership, pertumbuhan perusahaan, resiko dan kebijakan dividen
Variabel Penelitian
42
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Muhammad Asril Arilaha (2007)
Albertus Karjono Rony Frans Donal Matondang (2010)
Achmad Zaipul (20100
4.
5.
6.
Pengaruh Cash Position, Growth potential, Return on equity, Debt to equity ratio,firm size, Investment terhadap Dividend payout raio
Faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Pengaruh Free cash flow, profitabilitas ,likuiditas dan leverage terhadap Kebijakan dividen
Cash Position, Growth potential, Return on equity, Debt to equity ratio,firm size, Investment dan Dividend payout raio
Cash position, profitability,gro wth potential,, firm size dan debt to equity ratio dan dividend payout ratio.
Free Cash flow, profitabilitas, likuiditas,levera ge dan kebijakan dividen
Hasil Pemelitian menunjukkan bahwa Growth potential, return on equity dan Firm Size berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio sedangkan variabel Cash raio, debt to equity ratio, dan Investment tidak berpnegaruh terhadap dividend payout ratio
Hasil penelitian menunjukkan hanya profitability yang berpengaruh terhadap dividend payout ratio sedangkan variabel lain tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa Free cash flow, likuiditas dan leverage tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen sedangkan profitabilitas mempunyai engaruh signifikan terhadap kebijakan dividen
Menggunakan 6 variabel bebas, subjek penelitian perusahaan barang konsumsi, tahun penelitian tahun 2006-2010
Menggunakan 6 variabel bebas, tahun penelitian 20062008.
Tahun penelitian 2004-2007, profitabilitas yang diproksikan oleh return on Asset.
Menggunakan variabel profitabilitas yang diproksikan oleh return on equity dan Perrtumbuhan perusahaan diproksikan oleh Asset Growth.
Subjek penelitian perusahaan manufaktur, menggunakan variabel Asset Growth
Mneggunakan 4 variabel bebas, menggunakan variabel free cash flow, subjek penelitian perusahaan nmanufaktur di BEI.
43
44