BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hematologi Rutin Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan kolid cair yang mengandung elektrolit dan merupakan suatu medium pertukaran antar sel yang terfikasi dalam tubuh dan lingkaran luar (Silvia A. Price & Lorraine M. Wilson : 2005). Spesimen darah sering digunakan untuk pemriksaan hematologi rutin. Hematologi rutin adalah pemeriksaan rutin dan lengkap yang mencakup sel-sel darah dan bagian-bagian lain dari darah, yang meliputi pemeriksaan haemoglobin, jumlah eritrosit, hematokrit, MCV, MCH, MCHC, RDW, leukosit, hitung jenis dan trombosit (Niki Diagnostic Center, 2011). Pada pemeriksaan hematologi rutin (darah lengkap) selalu menggunakan sampel darah segar. Darah segar ( fresh whole blood ) merupakan kontrol yang ideal untuk pemeriksaan darah lengkap karena secara fisik dan biologi identik dengan material yang akan diperiksa (Van Dun, 2007).
2.2 Hitung Jenis Trombosit Pemeriksaan darah hematologi lengkap (biasanya dirujuk sebagai hitung darah lengkap), mencakup indeks sel darah merah, hitung leukosit dan jenis hitung trombosit, pemeriksaan apus darah, dan Laju Endap Darah (LED) (Niki Diagnostic center, 2013). Hasil normal lengkap pada pemeriksaan darah lengkap dan profil biokimia, menunjukkan tampaknya tidak ada penyakit infeksi atau peradangan. Adanya penyakit keganasan yang samar-samar, yang menyebabkan
8
9
gejala sistemik, hampir selalu menghasilkan perubahan hematologi reaktif. Salah satu parameter dari pemeriksaan hematologi rutin adalah hitung jenis trombosit. 2.2.1 Pengertian Trombosit Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa. Produksi trombosit mengikuti pembentukan mikrovesikulus dalam sitoplasma sel yang bersatu (koalesensi) membentuk membrane batas pemisah (demarkasi) trombosit. Produksi trombosit berada dibawah kontrol zat humoral yang dikenal sebagai trombopoietin. Hitung trombosit normal adalah sekitar 250 x 109/L (batas 150400 x 109/L). (KEMENKES, 2011). Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2-4 µm, yang terdapat dalam sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm kubik darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopoetin (Brunner & Suddarth, 2002). Secara ultrastruktur trombosit dapat dibagi atas zona perifer, zona sol gel dan zona organella. Zona perifer terdiri atas glikokalik, suatu membran ekstra yang terletak di bagian paling luar; di dalamnya terdapat membran plasma dan lebih dalam lagi terdapat sistem kanal terbuka. Zona sol gel terdiri atas mikrotubulus, mikrofilamen, sistem tubulus padat (berisi nukleotida adenin dan kalsium). Selain itu juga terdapat
10
trombostenin, suatu protein penting untuk fungsi kontraktil. Zona organella terdiri atas granula padat, mitokondria, granula α dan organella (lisosom dan retikulum endoplasmik). Granula padat berisi dan melepaskan nukleotida adenin, serotonin, katekolamin dan faktor trombosit. Sedangkan granula α berisi dan melepaskan fibrinogen, PDGF (Platelet-Derived Growth Factor), enzim lisosom.
2.2.2 Fungsi Trombosit Trombosit berperan penting dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi cedera vaskuler, trombosit mengumpul pada tempat cedera tersebut. Fungsi utama trombosit adalah pembentuk sumbatan mekanis selama respon haemostati normal terhadap luka vascular. Darah yang sudah tersimpan lebih dari 24 jam tidak lagi mengandung trombosit yang masih berfungsi atau faktor koagulan V dan VIII dalam jumlah. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi serta aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk fungsinya. (Brunner & Suddarth, 2002). Setelah terjadi adhesi trombosit, selanjutnya akan dilepas ADP. Proses ini bersifat reversibel, yang terlihat sebagai gelombang pertama pada tes agregasi trombosit. Bila konsentrasi ADP makin meningkat, terjadilah agregasi trombosit. Selain ADP, juga dilepas serotonin, yang menyebabkan vasokonstriksi, sehingga memberi kesempatan untuk menyiapkan pembentukan sumbat hemostatik primer, yang terdiri atas trombosit dan fibrin. Pada kondisi dimana kadar ADP mencapai titik kritis, terjadilah pengaktifan membran fosfolipid (PF3), yang bersifat ireversibel dan tampak sebagai gelombang kedua dalam grafik tes agregasi trombosit. Membran fosfolipid ini memfasilitasi pembentukan kompleks protein koagulasi yang terjadi secara berurutan.
11
Gambar 2.1 Gambar 2.1. Fungsi Trombosit
AMP siklik merupakan modulator kunci fungsi trombosit. Peranan dari senyawa ini adalah menggabungkan protein yang tergantung AMP siklik, untuk membentuk aktivitas kinase. Kinase sendiri berfungsi untuk fosforilasi protein reseptor, yang akhirnya mengikat kalsium. Apabila kalsium dalam sel trombosit terikat, trombosit bersifat hipoagregrasi. Epinefrin, trombin, kolagen dan serotonin menghambat enzim adenilat siklase, yang bertanggungjawab untuk konversi ATP menjadi AMP siklik. Hambatan ini mengakibatkan penurunan
12
konsentrasi kinase, penurunan fosforilase protein reseptor, peningkatan ion kalsium, yang akhirnya berakibat hiperagregrasi trombosit. Enzim yang bertanggung jawab mengubah AMP siklik menjadi bentuk inaktif adalah fosfodiesterase. Enzim ini dapat dihambat oleh obat antitrombosit dipiridamol sehingga AMP siklik, kinase dan protein reseptor yang telah mengalami fosforilase meningkat dan akibatnya kalsium dalam trombosit akan terikat sehingga trombosit menjadi hipoaktif
Gambar 2.2. Reaksi biokimiawi dalam sel trombosit
Pemajanan kolagen atau kerja trombin menyebabkan sekresi isi granula trombosit, yang meliputi ADP, serotonin, fibrinogen, enzim lisosom, β-tromboglobulin, dan faktor penetral heparin (faktor trombosit 4). Kolagen dan trombin mengaktifkan
13
sintesis
prostaglandin
trombosit.
Terjadi
pelepasan
diasilgliserol
(yang
mengaktifkan fosforilasi protein melalui protein kinase C) dan inositol trifosfat (yang menyebabkan pelepasan ion kalsium intrasel) dari membran, yang menyebabkan pembentukan suatu senyawa yang labil yaitu tromboksan A2, yang menurunkan kadar adenosin monofosfat siklik (cAMP) dalam trombosit serta mencetuskan reaksi pelepasan. Tromboksan A2 tidak hanya memperkuat agregasi trombosit, tetapi juga mempunyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar cAMP trombosit. Salah satu zat yang berfungsi demikian adalah prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh sel endotel vaskular. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vaskular normal. ADP dan tromboksan A2 yang dilepaskan menyebabkan makin banyak trombosit yang beragregasi pada tempat cedera vaskular. ADP menyebabkan trombosit membengkak dan mendorong membran trombosit pada trombosit yang berdekatan untuk melekat satu sama lain. Bersamaan dengan itu, terjadi reaksi pelepasan lebih lanjut yang melepaskan lebih banyak ADP dan tromboksan A2 yang menyebabkan agregasi trombosit sekunder. Proses umpan balik positif ini menyebabkan terbentuknya massa trombosit yang cukup besar untuk menyumbat daerah kerusakan endotel. Setelah agregasi trombosit dan pelepasan tersebut, fosfolipid membran yang terpajan (faktor trombosit, platelet faktor 3) tersedia untuk dua jenis reaksi dalam kaskade koagulasi, yang bergantung pada ion kalsium. Reaksi pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa, dan X dalam pembentukan faktor Xa. Reaksi kedua
14
(protrombinase) menghasilkan pembentukan trombin dari interaksi faktor Xa, Va, dan protrombin (II). Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang ideal untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein tersebut yang penting. Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi pelepasan, dan protein kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang irreversibel pada trombosit-trombosit yang beragregasi pada lokasi cedera. vaskular. Trombin juga mendorong terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk. Platelet Derived Growth Factor (PDGF) yang ditemukan dalam granula spesifik merangsang sel-sel otot polos vaskular untuk memperbanyak diri, dan ini dapat mempercepat penyembuhan vaskular setelah cedera. Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah dapat lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah yang menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat timbul akibat kerusakan endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan membetuk emboli. Emboli tersebut mengandung endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pembuluh darah tersebut bila timbul di pembuluh darah otak akan menyebabkan stroke iskemik, dan bila timbul di jantung dapat menimbulkan sindroma koroner
15
akut, sedangkan bila timbul di daerah ekstermitas menimbulkan penyakit arteri perifer. 2.2.3
Peran Trombosit pada perdarahan
Mekanisme yang menghentikan perdarahan terdiri atas tiga fase. Pada fase pertama, fase vaskuler, pembuluh yang cedera segera berkonstitusi. Spasme pembuluh darah ini sudah mencukupi pada perdarahan kapiler. Pada fase kedua, atau fase trombosit, trombosit akan teragregasi disekitar tempat perdarahan. Sel kecil ini dengan cepat tertarik ke endothelium yang cedera dan membentuk sumbatan longgar. Sumbatan trombosit efektif menghentikan perdarahan dari pembuluh darah kecil seperti venula, dan merupakan perlindungan sementara pada cedera yang lebih besar. Fase ketiga atau fase koagulasi, dimulai melalui jarak intrinsic maupun ekstrinsik. Reaksi berantai akan terjadi dimana protein darah secara berurutan teraktivasi sampai faktor Xa terbentuk. Pada titik ini, faktor Xa akan berinteraksi dengan faktor V, kalsim, dan substansi trombosit untuk merubah protrombin menjadi thrombin. Benang-benang fibrin akan terbentuk disela-sela sumbatan trombosit. Bekuan fibrin kemudian distabilisasi lebih lanjut oleh pembentukkan ikatan antara molekul-molekul, yang dikatalisasi oleh protein plasma lainnya, faktor VIII. Kemudian pembuluh yang rusak akan tertambal dan aliran darah didaerah itu akan melambat. Pada akhirnya sebagian besar bekuan fibrin akan mengalami lisis atau dilarutkan oleh system protein plasma lain (sistemplasmin), yang mengakibatkan fibrinolisis.
16
2.2.4 Kelainan Fungsi Trombosit Kelainan perdarahan dapat disebabkan oleh kekurangan trombosit ataupun faktor pembekuan dalam sirkulasi darah. Fungsi trombosit dalam plasma darah dapat terganggu akibat insufisiensi sumsum tulang, kerusakan limfa meningkat, atau abnormalitas trombosit beredar (Brunner & Suddarth, 2002). Kelainan fungsi trombosit dicurigai pada pasien yang memperlihatkan perdarahan kulit dan mukosa serta pada orang dimana waktu perdarahan memanjang walaupun hitung trombosit normal. Kelainan ini bisa oleh karena herediter atau akuisita. Kelainan herediter jarang dapat menghasilkan cacat pada setiap fase berbeda reaksi trombosit yang menyebabkan pembentukkan sumbat trombosit. Kelainan herediter seperti: penyakit Pool simpanan trombosit, trombastenia (penyakit Glanzmann), syndrome Bernard-Soulier, dan penyakit Von Willebrand. Sedangkan untuk kelainan akuisita
pada terapi aspirin, terapi sulfinpirazon,
hiperglobulinemia yang bersamaan dengan myeloma multiple atau penyakit Weldenstorm, uremea pada penyakit hati dan kelainan mieloproliferatif. Pada klien dengan tidak ada riwayat obat, jumlah megakariosit sumsum normal atau berlebihan dan tak ada abnormalitas sumsum lainnya, ITP merupakan diagnosis biasanya. Ada beberapa faktor pengganggu dari hitung jenis trombosit, diantaranya yaitu : jumlah trombosit umumnya meningkat pada dataran tinggi, setelah olahraga, trauma atau dalam keadaan senang dan dalam musim dingin. Nilai trombosit umumnya menurun sebelum menstruasi dan selama kehamilan. Yang harus diwaspadai pada pemeriksaan Trombosit yaitu : pada 50% pasien yang mengalami
17
peningkatan trombosit ditemukan keganasan, pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah trombosit yang ekstrim (>100x103/mm3) akibat gangguan myeloproliferatif, lakukan penilaian penyebab abnormalnya fungsi trombosit. Nilai kritis trombosit, penurunan trombosit hingga < 20 x 103/mm3 terkait dengan kecendrungan pendarahan spontan, perpanjangan waktu perdarahan, peteki dan ekimosis. Dalam kesehatanan penurunan jumlah trombosit dikenal dengan trombositopenia. Trombositopenia didefinisikan sebagai kondisi terjadinya penurunan jumlah trombosit dari rentang normal populasi sehat. Umumnya rentang trombosit normal adalah sekitar 150.000-400.000/µL.
Kriteria penggolongan berat ringannya
trombositopenia telah dikembangkan oleh National Cancer Institute (NCI). Kriteria ini menggolongkan berat ringannya trombositopenia sebagai derajat satu jika jumlah trombosit sekitar 75.000-150.000/µL, derajat dua jika jumlah trombosit sekitar 50.000- <75.000/µL, derajat tiga jika jumlah trombosit sekitar 25.000- <50.000/µL, dan derajat empat jika jumlah trombosit < 25.000/µL (Sysmex, 2013). Sedangkan jumlah trombosit > 50 x 103/mm3 tidak secara umum terkait dengan perdarahan spontan. Ketika ditemukan hasil trombositopenia pada pemeriksaan darah subyek tanpa tanda dan gejala trombositopenia, maka sangat diperlukan pengetahuan seorang pemeriksa dalam menentukan apakah subyek tersebut benar-benar menderita trombositopenia
atau
(pseudothrombocytopenia).
hanya Kasus
suatu
kasus
trombositopenia
trombositopenia palsu
palsu
dipemeriksaan
laboratorium umumnya disebabkan karena trombosit yang diperiksa menggumpal
18
karena terpapar antikoagulan EDTA. Oleh sebab itu perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan sediaan apus darah tepi dan jika telah dipastikan maka perlu pengambilan sampel darah kedua untuk pengulangan pemeriksaan namun dengan antikoagulan sitrat. Mekanisme terjadinya trombositopenia umumnya bisa disebabkan karena gangguan produksi trombosit di sumsum tulang ataupun bisa juga disebabkan karena pemakaian trombosit yang berlebihan karena berbagai sebab (Sysmex, 2013). Pasien dengan trombositopenia, jika hasil trombosit menurun sampai dibawah 20.000/mm3 maka gejala klinis yang akan muncul seperti : petekia, perdarahan hidung dan pendarahan setelah pembedahan atau pencabutan gigi. Jika trombosit kurang dari 5000/ mm3, dapat terjadi perdarahan system saraf pusat dan gastrointestinal yang fatal (Brunner & Suddarth, 2002). Sedangkan pada pasien dengan peningkatan jumlah trombosit dari nilai normal atau dikenal dengan istilah trombositosis, memiliki gejala klinis seperti : anemi ringan, lekositosis, perdarahan (epistaksis, easy bruising, petekie, spenonegali ringan pada 40% penderita, splenonegali moderate pada 20-50% penderita, hepatomegali, limfadenopati, ulkus peptikum,varises gaster dan esofagus, Gout (Brunner & Suddarth, 2002). Trombopoietin, suatu ligan reseptor faktorpertumbuhan megakariosit (c-mpl /murine myeloproliferative leukemia virus), saat ini dikenal sebagai regulator humoral
utama
produksi
megakariosit
dan
trombosit.
Trombopoietin
mempengaruhi pertumbuhan megakariosit mulai dari sel induk sampai produksi trombosit. Sitokin-sitokin lain (interlekin 1, interlekin 6, interlekin 11) juga
19
mempengaruhi produksi trombosit pada berbagai tingkat, kemungkinan bekerja sinergi dengan trombopoietin.Trombosit matur berperan penting dalam regulasi kadar
trombopoietin
plasma.
Trombosit
mempunyai
reseptor
terhadap
trombopoietin (c-mpl) dan memobilisasi trombopoietin dari plasma. Pada keadaan trombositopeni, terjadi peningkatan kadar trombopoietin plasma karena berkurangnya pengikatan trombopoietin oleh trombosit. Peningkatan kadar trombopoietin plasma ini akan merangsang megakariopoiesis. Sebaliknya pada keadaan
tombositosis,
deplesi
plasma
trombopoietin
akan
menurunkan
megakariopoiesis. Mekanisme regulasi ini mengatur produksi trombosit.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Laboratorium Ada dua faktor yang mempengaruhi proses pemeriksaan laboratorium. Faktorfaktor tersebut yaitu : variasi analitik dan non analitik. Yang termasuk dalam variasi analitik adalah peralatan, metode, bahan pemeriksaan dan reagen. Yang termasuk variasi non analitik terbagi menjadi tiga : preanalitik, analitik dan pasca analitik. Preanalitik merupakan tahap awal yang sangat menentukan kualitas sampel yang didapat, kemudian akan sangat mempengaruhi proses berikutnya yaitu proses analitik dan pasca analitik (Buletin Prodia, 2007). Dalam proses preanalitik sering terjadi kesalahan. yang terjadi sebelum spesimen pasien diperiksa untuk analit oleh sebuah metode atau instrument tertentu. Kegiatan yang terkait dengan proses preanalitik adalah ketatausahaan (clerical), persiapan pasien (patient preparation),
20
pengumpulan spesimen (spesimen collection) serta penanganan sampel (sampling handling) (Sukorini, dkk, 2010). Analitik adalah tahap pengerjaan sampel sampai diperolehnya hasil pemeriksaan (Buletin Prodia, 2007). Sama halnya dengan preanalitik, pada tahap analitik juga rentan terjadi kesalahan. Kesalahan- kesalahan analitik yang terjadi selama proses pengukuran sering disebabkan oleh kesalahan sistematis. Kegiatan yang terkait dengan proses analitik adalah reagen (reagent), peralatan (instrumens), control dan bahan bakuan (control and standart), serta ahli teknologi (technologist) (Sukorini dkk, 2010). Pasca analitik adalah tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benarbenar valid (Buletin Prodia, 2007). Kesalahan pasca analitik terjadi setelah pengambilan sampel, proses pengukuran dan mencakup kesalahan seperti kesalahan penulisan (Sukorini, dkk, 2010). Secara ringkas penjelasan tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. QUALITY CONTROL
.
Non Analytical Pre Analytical
Clerical
Patient Preparation
Sampling Collection
Specime Handling In Analytical
Reagents Instruments
Control Analytic &Standart Method
Technologist
Post Analytical Calculation Gambar 2.1 Faktor - Faktor (Stamm,1982)
Method Clerical Information Evaluation Handling yang Mempengaruhi Mutu Pemeriksaan Laboratorium
21
2.4 Preanalitik 2.4.1 Pengertian Preanalitik yaitu tahap mulai mempersiapkan pasien, menerima spesimen, memberi identitas spesimen, mengambil spesimen, mengirimkan spesimen, menyimpan spesimen sampai dengan menguji kualitas air/reagen/antigenantisera/media (DepKes RI,1997 dalam Riswanto, 2010). 2.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Preanalitik Ketelitian dalam memperhatikan hasil laboratorium sangat diperlukan. Jika hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan klinisi, ada kecendrungan untuk mengatakan hasil pemeriksaan tersebut adalah kesalahan laboratorium tanpa memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Ada beberapa keterangan - keterangan yang mungkin apabila tampaknya tidak ada kesesuaian hasil laboratorium dengan yang diharapkan dan jika keputusan klinis penting tergantung pada hasil laboratorium tersebut, maka pemeriksaan harus diulang. (Gandasoebrata, 2006). Keterangan-keterangan tersebut adalah : Hasil benar, tetapi signifikansinya hilang sehingga bisa menjadi bukti dari diagnose yang dilupakan. Hasil benar, tetapi telah terpengaruh oleh variable-variabel dari pasien, misalnya terapi, obat-obatan. Hasil benar, tetapi pasien termasuk salah satu dari 5% orang normal yang diluar dua standard deviasi dari angka rata-rata. Hasil benar, tetapi diberikan pada pasien yang salah. Kesalahan seperti ini dapat dibuat pada beberapa titik sepanjang perjalanan penyakit. Berdasarkan probabilitas-probabilitas ini, tampaknya bukan merupakan kesalahan lab tetapi lebih pada kesalahan pengumpulan sampel atau kesalahan menempelkan label.
22
Hasil salah, ini dapat disebabkan oleh: masalah pengumpulan atau transportasi, kesalahan computer atau petugas lab, kesalahan teknis, masalah dengan sampel, misalnya interferensi terhadap tes dari variable pasien yang mempengaruhi metode yang digunakan. a. Mempersiapkan Pasien Banyak faktor pada pasien yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium sehingga persiapan pasien perlu diperhatikan. Pengirim pasien mempunyai tugas memberitahukan kepada pasien mengenai persiapan yang perlu dilakukan sebelum datang ke laboratorium. Faktor-faktor pada pasien yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan yaitu: (1) Makanan dan Minuman Makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium pada beberapa jenis pemeriksaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti pemeriksaan laju endap darah, dipengaruhi secara tidak langsung oleh makanan dan minuman karena akan mempengaruhi reaksi dalam proses pemeriksaan sehingga hasilnya menjadi tidak benar. Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar analit. Perubahan cepat dapat terjadi dalam waktu 2 – 4 jam setelah konsumsi alkohol dan akibat yang terjadi adalah peningkatan kadar glukosa, laktat, asam urat dan terjadinya asidosis metabolik. Perubahan lambat berupa peningkatan aktifitas gamma glutamyl transferase (gamma-GT), GOT, GPT, trigliserida, kortisol, dan MCV. Cafein menyebabkan hampir seluruh pemeriksaan substrat dan enzim dalam darah akan meningkat
23
karena terjadi hemokonsentrasi, terutama pemeriksaan hemoglobin, hitung jenis lekosit, hematokrit, elektrolit. Beberapa makanan yang memiliki kandungan zat besi yang lebih banyak dari yang lain, seperti daging merah memiliki kadar zat besi lebih tinggi daripada susu sapi (Estridge et al. 2000). Zat besi tersebut akan digunakan untuk membentuk gugus heme dari haemoglobin oleh sel darah merah dalam sumsum tulang belakang (Silverthorn, 2009). Dari penjelasan diatas tidak disebutkan bahwa makanan dan minuman dapat mempengaruhi nilai trombosit. (2) Obat-Obatan Yang diberikan baik secara oral, maupun cara lainnya akan menyebabkan terjadinya respon tubuh terhadap obat tersebut. Ada beberapa contoh obat yang mempengaruhi
hasil
pemeriksaan
laboratorium.
Obat-obat
yang
dapat
menurunkan hasil hemoglobin diantaranya: antibiotika, aspirin, obat-obat antineoplasma,
doksapram
(Dopram),
Indometasin
(Indocin),
sulfonamida,primaquin, rifampin, trimetadion (Tridione). Sedangkan obat-obat yang dapat meningkatkan hasil haemoglobin diantaranya: metildopa (Aldomet), gentamisin (Kee, 2012). Obat-obatan yang dapat menurunkan nilai leukosit yaitu: Antibiotik (Penicillin, sefalotin, kloramfenikol), asetaminofen (Tylenol), sulfonamid, propiltiourasil, barbiturate,
agen
kemoterapi
kanker,
diazepam
(valium),
diuretic
(furosemide;Lasix, asam etakrinik; Edecrin, klordiazepoksid (Librium), agen hipoglikemi oral, indometasin (Indocin), metildopa (Aldomet), rifampin, fenotiazin. Untuk obat-obatan yang dapat meningkatkan nilai leukosit
24
diantaranya: Aspirin, antibiotic (Ampicillin, eritromisin, kanamisin, metisillin, tetrasiklin, vankomisin, streptomisin), komponen emas, prokainamid (Pronestil), triamteren (Dyrenium), alopurinol, kalium yodin, hidantoin derivative, sulfonamid 9kerja lama), heparin, digitalis, epinefrin, litium (Kee, 2012). Obat-obatan yang terbukti mempengaruhi fungsi trombosit seperti: Aspirin, digunakan luas pada trombositosis di mana ini nyata efektif dalam mencegah thrombosis. Pada orang yang telah menderita serangan iskhemik selintas (transientischaemic attack), aspirin ditunjukkan mengurangi secara bermakna insiden serangan selanjutnya, “major stroke”, dan kematian. Sulfin pirazon dapat menurunkan frekuensi kematian mendadak pada pasien yang mrninggalkan rumah sakit setelah infark miokard. Dipiridamol telah ditunjukkan mengurangi komplikasi tromboemboli pada pasien dengan klep jantung buatan dan memperbaiki hasil dalam mencakup operasi”by pass” (Kee, 2012). Selain itu obat seperti heparin, kinin, antineoplatik, penisilin, asam valproat juga dapat menyebabkan
trombositopenia.
Kontrasepsi
oral
menyebabkan
sedikit
peningkatan (kementrian Kesehatan RI, 2011) Untuk mengetahui konsumsi obat sebelum pemeriksaan laboratorium, petugas menanyakan nama obat yang dikonsumsi oleh pasien. Jika minum obat, maka peneliti mencatat pada lembar check list persiapan preanalitik yang telah disediakan. (3) Aktivitas Fisik Aktivitas fisik dapat menyebabkan perubahan kadar substrat dan enzim pada laju endap darah, hemoglobin dan hitung sel darah. Aktifitas fisik dapat menyebabkan
25
shift volume antara kompartemen di dalam pembuluh darah dan interstitial, kehilangan cairan karena berkeringat, dan perubahan kadar hormon. Akibatnya akan terjadi perbedaan besar antara kadar glukosa darah di arteri dan vena, serta terjadi perubahan konsentrasi gas darah, asam urat, kreatinin, creatin kinase, GOT, LDH, hemoglobin, hitung sel darah dan produksi urine. Olahraga berat dapat menguras energi yang menghasilkan persenyawaan, adenosine Triphosphate (ATP) dari sel otot. Aktivitas fisik seperti berlari, naik turun tangga dalam jangka waktu lama atau melakukan aktivitas berat (olahraga gym atau marathon) pada malam hari sebelum pengambilan darah (Narayanan, 2000). Aktifitas fisik menurut Recommenden Dietary Allowances (RDA) dalam Penelitian yang berjudul Aktifitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fastfood), dan Keterpaparan Media Serta Faktor-Faktor Lain Yang Berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa SD Islam Al-Azhar 1 jakarta Selatan oleh Nuri Rahmawati tahun 2009, aktifitas fisik dibedakan dalam beberapa kategori seperti :istirahat, sangat ringan, ringan, sedang dan berat. Adapun kegiatan-kegiatan yang dikelompokkan dalam kategori tersebut adalah sebagai berikut : a.
Istirahat : tidur, berbaring atau bersandar
b.
Sangat ringan : duduk dan berdiri, melukis, menyetir mobil, pekerja laboratorium, mengetik, menyapu, menyetrika, memasak, bermain kartu dan bermain alat music
c.
Ringan : berjalan dengan kecepatan 2,5-3 mph, bekerja di bengkel, pekerjaan yang berhubungan dengan listrik, tukang kayu, pekerjaan yang berhubungan
26
dengan restoran, membersihkan rumah, mengasuh anak, golf, memancing dan tenis meja. d.
Sedang : berjalan dengan kecepatan 3,5-4 mph, mencabut rumput dan mencangkul, menangis dengan keras, bersepeda, ski, tenis dan menari.
e.
Berat : berjalan mendaki, menebang pohon, menggali tanah, basket, panjat tebing dan sepak bola
Aktivitas fisik yang mempengaruhi hasil trombosit adalah aktifitas ringan-berat. Sesuai dengan penjelasan kegiatan-kegiatan yang dikategorikan dalam aktivitas fisik ringan-berat, merupakan kegiatan-kegiatan yang menghabiskan energy dan bisa memicu lelah, berkeringat, perubahan tanda vital seperti nadi bahkan mungkin tekanan darah. Untuk mengetahui aktivitas fisik pasien, petugas menanyakan kepada pasien aktivitas fisik yang dilakukan sebelum pengambilan darah. (4) Trauma Dalam hal ini trauma yang dimaksud adalah trauma yang menyebabkan perdarahan. Luka perdarahan akan menyebabkan antara lain terjadinya penurunan kadar substrat maupun aktivitas enzim yang akan diukur termasuk kadar haemoglobin dan hematokrit. Hal ini disebabkan karena terjadi pemindahan cairan tubuh ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadinya pengenceran darah. Konsentrasi Hemoglobin berfluktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka bakar. Sel darah merah dan leukosit juga akan meningkat pada paien dengan trauma luka bakar.
27
Trauma yang mengakibatkan perdarahan spontan dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan penurunan trombosit dibawah 20.000. Pasien dengan peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis akan dapat menurunkan konsentrasi trombosit dalam darah (Kementrian Kesehatan, 2011). Keadaan tubuh yang mengalami trauma (perdarahan), trombosit berperan mencegah tubuh kehilangan darah akibat perdarahan dan melakukan fungsi utamanya didinding pembuluh darah. Berdasarkan perdarahan yang terjadi dapat diklasifikasikan perdarahan kelas I sampai kelas IV. Perdarahan Kelas I, terjadi perdarahan sampai 15% dari volume darah (kurang dari 750cc) sehingga tidak ada tanda-tanda perubahan pada tekanan darah dan nadi. Perdarahan kelas II, perdarahan terjadi antara 15-30% dari volume darah (perdarahan 750-1500cc pada dewasa) sehingga mulai terjadi penurunan tekanan nadi dan takipnea. Perdarahan kelas III, perdarahan terjadi 30-40% (perdarahan kira-kira 2000cc) sehingga terjadi takikardia, takipnea dan mulai menimbulkan kelainan perfusi. Perdarahan kelas IV, terjadi perdarahan lebih dari 40% sihingga terjadi kehilangan kesadaran, nadi dan tekanan darah tidak dapat ditentukan. Berdasarkan kelasnya, perdarahan kelas II-IV dapat mempengaruhi nilai trombosit, karena dari gejala klinis yang muncul pada pasien dengan perdarahan kelas II-IV mencerminkan terjadinya perubahan substrat dan analit dalam darah (Tabrani Rab, 2000). Seperti diketahui bahwa waktu perdarahan belum kelihatan memanjang jika jumlah trombosit belum mencapai < 100.000/µL, namun pada jumlah trombosit < 20.000/µL maka mulai tampak manifestasi klinis sedangkan pada jumlah
28
trombosit < 10.000/µL dapat terjadi perdarahan spontan, misalnya pendarahan gusi, epistaksis, menoragia. Oleh sebab itu jumlah trombosit berperan penting sebagai faktor prediksi risiko perdarahan (Sysmex, 2013). Trauma perdarahan dapat kita ketahui dengan bertanya kepada pasien, apakah pasien sempat mengalami trauma yang mengakibatkan perdarahan sebelum pemeriksaan laboratorium. (5) Variasi Harian Pada tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu dalam tubuh dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh fluktuasi harian (variasi diurnal). Variasi ini bisa berpengaruh pada eosinofil yang jumlahnya akan lebih rendah pada malam sampai pagi hari dibandingkan pada siang hari (Direktorat Laboratorium Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2004). Variasi diurnal yang terjadi antara lain : a) Besi serum. Besi serum yang diambil pada sore hari akan lebih tinggi kadarnya daripada pagi hari. b) Glukosa. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari, sehingga apabila tes toleransi glukosa dilakukan pada siang hari, maka hasilnya akan lebih tinggi daripada bila dilakukan pada pagi hari. c) Enzim. Aktifitas enzim yang diukur akan berfluktuasi disebabkan oleh kadar hormon yang berbeda dari waktu ke waktu. d) Eosinofil. Jumlah eosinofil menunjukkan variasi diurnal, jumlahnya akan lebih rendah pada malam hari sampai pagi hari daripada siang hari. e) Kortisol, kadarnya akan lebih tinggi pada pagi hari daripada pada malam hari
29
f)
Kalium, Kalium darah akan lebih tinggi pada pagi hari daripada siang hari.
Variasi diurnal dapat diketahui dengan melihat jam pengambilan darah. Karena dari keterangan tersebut dapat diketahui bagaimana variasi diurnal pasien. Dari penjelasan diatas, variasi diurnal tidak dijelaskan bahwa dapat mempengaruhi trombosit. (6) Stress Ketika orang mengalami stress yang berat, akan memperlihatkan tanda-tanda cepat lelah, sakit kepala, mudah lupa, bingung, gugup, kehilangan gairah seksual, kelainan pencernaan, dan tekanan darah tinggi. Stress yang bersifat konstan dan terus menerus akan mempengaruhi kerja kelenjar adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon. Adrenalin, tiroksin, dan kortisol sebagai hormon utama stress akan naik jumlahnya dan berpengaruh secara signifikan terhadap system homeostasis. Kortisol atau biasa disebut dengan steroid hormon mempengaruhi sebagian besar dari system pertahanan tubuh, termasuk sel darah putih dan molekul-molekul lain yang bertanggung jawab terhadap system imunitas. Perasaan cemas merupakan salah satu respon individu dalam menghadapi stress. Klasifikasi stress menurut Stuart dan Sundeen (2001) mengklasifikasikan tingkat stress menjadi tiga, yaitu : stress ringan yang sering terjadi pada kehidupan seharihari dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang terjadi. Stress sedang, pada tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya. Stress berat, pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian pada hal-
30
hal lain. Semua prilaku ditujukan untuk mengurangi stress dan keadaan ini individu memerlukan banyak pengarahan. Sebuah penelitian dengan subjek mahasiswi Fakultas Kedokteran di Pakistan pada tahun 2002 menghasilkan perubahan yang kurang bermakna pada jumlah sel darah merah,
peningkatan trombosit dan netrofil serta terjadinya penurunan
jumlah eosinofil, limfosit dan monosit. Banyak stressor melibatkan aktivitas fisik, namun pada manusia sebagian besar penyebabnya adalah aspek psikologis, contohnya; frustasi, kebosanan, tekanan, trauma, konflik dan perubahan social. Salah satu respon individu dalam menghadapi stress adalah perasaan cemas. Berat ringannya cemas yang terjadi dapat diukur derajatnya dengan menggunakan banyak cara, salah satunya adalah Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) (Tim Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa FK UNDIP, 2006). Pada penelitian ini, peneliti mengukur derajat kecemasan dengan menggunakan Visual Analog Scale for Anxiety (VAS). Suatu garis lurus yang mewakili tingkatan kecemasan dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi kategori cemas yang dirasakan. VAS dapat merupakan pengukuran tingkat kecemasan yang cukup sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian, dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Pengukuran dengan VAS pada nilai nol dikatakan tidak ada kecemasan, nilai 10-30 dikatakan sebagai cemas ringan, nilai antara 40-60 cemas sedang, diantara 70-90 cemas berat, dan 100 dianggap panik.
31
0
10
20
30
40
Gambar 2.2 Skor Kecemasan VAS Society, 2000)
50
60
70
80
90
100
(the International Anesthesia Research
Skor cemas yang mempengaruhi trombosit adalah 40-60 (cemas sedang), 70-90 (cemas berat) dan 100 (panik). Dikatakan mempengaruhi trombosit karena pada tingkat cemas sedang-panik, banyak stressor yang mempengaruhi sehingga melibatkan aktivitas fisik. Dengan banyaknya aktivitas fisik yang dilakukan oleh pasien sebagai cara pengalihan stress (cemas) maka akan memperlihatkan tandatanda cepat lelah, sakit kepala, mudah lupa, bingung, gugup, kehilangan gairah seksual, kelainan pencernaan, dan tekanan darah tinggi. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa stress yang bersifat demikian akan mempengaruhi kerja kelenjar adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon. Hormon utama stress akan naik jumlahnya dan berpengaruh secara signifikan terhadap system homeostasis. b. Menerima Spesimen Secara umum bagian penerimaan spesimen harus memeriksa kesesuaian antara spesimen yang diterima dengan permintaan formulir pemeriksaan dan mencatat kondisi spesimen tersebut pada saat diterima. Hal-hal yang perlu dicatat yaitu volume, warna, kekeruhan, bau, konsistensi. Spesimen yang tidak sesuai atau tidak memenuhi syarat hendaknya ditolak. Dalam keadaan spesimen yang diterima tidak dapat ditolak (karena diterima melalui pos) maka perlu dicatat dalam buku penerimaan spesimen dan formulir hasil pemeriksaan.
32
c. Memberi Identitas Spesimen Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal penting. Baik pada saat pengisian surat pengantar atau formulir permintaan pemeriksaan, pendaftaran, pengisisan label wadah spesimen maupun pada formulir hasil pemeriksaan. Pada surat pengantar atau formulir permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat secara laengkap: tanggal permintaan, tanggal dan jam pengambilan, identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat) atau identitas spesimen, identitas pengirim (nama, alamat, nomor telepon), diagnosis atau keterangan klinik, obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian, jenis spesimen, lokasi pengambilan spesimen, volume spesimen, pemeriksaan laboratorium yang diminta, nama pengambil spesimen, transport media atau pengawet yang digunakan. Label wadah
spesimen yang akan dikirim ke laboratorium
harus memuat:
tanggal pengambilan spesimen, identitas pasien atau identitas spesimen serta jenis spesimen. Sedangkan untuk label wadah spesimen yang diambil dilaboratorium harus memuat: tanggal pengambilan spesimen, nomor atau kode spesimen. Keterangan lain yang dianggap perlu, misal: penjelasan mengenai persiapan pasien yang tidak mungkin dilaksanakan, penjelasan hasil pemeriksaan hanya berlaku untuk spesimen tersebut. Pada waktu pemberian identitas ini dapat terjadi kekeliruan, terutama pada laboratorium dengan jumlah pasien atau spesimen yang banyak.
33
d. Mengambil Spesimen Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan spesimen yaitu: (1) Waktu Pengambilan Pada umumnya pengambilan spesimen dilakukan pada pagi hari terutama untuk pemeriksaan kimia klinik, hematologic dan imunologi. Karena pada umumnya nilai normal berdasarkan nilai pada pagi hari. Namun ada beberapa pemeriksaan yang waktu pengambilan spesimennya harus disesuaikan dengan perjalanan penyakit dan fluktuasi harian. (2) Volume Spesimen Volume yang diambil harus mencukupi kebutuhan pemeriksaan laboratorium yang diminta atau dapat mewakili objek yang diminta atau dapat mewakili objek yang diperiksa. Pengisian tabung dengan benar adalah salah satu persyaratan untuk analisis laboratorium yang benar. Tabung harus diisi sesuai dengan volume tabung yang dipersyaratkan. Ketidakcukupan pengisian tabung akan bisa memicu hasil MCV dan RBC yang tidak benar. Bagaimanapun semua itu akan menyebabkan perubahan morphologi dalam WBC dan RBC. Pengisian tabung yang berlebih akan mengakibatkan rendahnya konsentrasi EDTA. Keadaan ini memicu adanya bekuan.
34
Gambar 2.3 Sampel Darah EDTA dengan Volume Berbeda ( Sysmex, 2011) (3) Cara Pengambilan Spesimen Pengambilan spesimen harus dilaksanakan oleh tenaga yang terampil dengan cara yang benar, agar spesimen tersebut mewakili keadaan yang sebenarnya. Untuk memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti berikut : Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling, lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi hemolisis, untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam media dilakukan dengan cara aseptik, pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru, homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan, jangan mengkocok tabung keras-keras agar tidak hemolisis.
35
(4) Lokasi Pengambilan Sebelum pengambilan spesimen harus ditetapkan terlebih dahulu lokasi pengambilan yang tepat sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Misalnya, spesimen untuk pemeriksaan yang mengguanakan darah vena umumnya diambil di vena cubiti daerah siku. Spesimen darah arteri umumnya diambil dari arteri dipergelangan tangan atau femoralis daerah lipatan paha. Spesimen darah kapiler diambil dari ujung jari tangan III atau IV bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki atau cuping pada bayi. Jangan mengambil spesimen darah pada ekstremitas yang terpasang infuse karena hemoglobin, hematokrit, lekosit, trombosit, eritrosit menurun pada semua jenis infuse. (5) Peralatan Untuk Pengambilan Spesimen Secara umum peralatan yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat seperti: bersih, kering, tidak mengandung bahan kimia atau deterjen, terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat yang ada pada spesimen, mudah dicuci dari bekas spesimen sebelumnya. (6) Penghomogenan/Pencampuran Penampungan sampel khususnya untuk tes hematologi memakai antikoagulan. Antikoagulan yang lazim dipakai adalah garam Ethylen Diamine Tetra Acetate (EDTA) seperti Na2
EDTE,
K2EDTA dan K3EDTA. Yang lazim dipakai adalah
K3EDTA, yang dijual dalam bentuk tabung vakum. Darah dengan K3EDTA menunjukkan stabilitas yang lebih baik karena pHnya mendekati pH darah. Perbandingan jumlah darah dengan antikoagulan harus tepat karena bila darah yang ditampung lebih banyak dari seharusnya akan didapatkan mikrotrombi
36
didalam penampung yang menyebabkan hitung trombosit menurun dan dapat menyumbat alat. Bila darah yang ditampung lebih sedikit sehingga antokoagulan yang ada berlebihan, akan mengakibatkan eritrosit mengerut sehingga nilai hematokrit lebih rendah, Mean Corpuscular Volume (MCV) mengecil dan nilai Konsentrasi
Hemoglobin
Eritrosit
Rata-Rata
(KHER)
akan
meningkat
(Windarwati dkk, 2005). Jika dasar-dasar pengambilan spesimen yang penghomogenannya tidak bagus akan menghasilkan konsentrasi RBC yang tinggi dengan konsentrasi PLT yang rendah. Yang kemudian muncul medis yang tidak masuk akal. Kumpulan peraturan-peraturan dari SIS ( Sysmex Information System) Work Area Manager for X-Class haematology systems mengevaluasi hasil tes secara otomatis dalam berbagai kasus, yang mengungkapkan fakta-fakta dari kemungkinan ketidakcukupan penghomogenan spesimen. Pada gambar 2.4 ditampilkan bahwa pada hasil laboratorium sebelah kiri dengan penghomogenan sampel yang benar sedangkan pada hasil laboratorium sebelah kanan dengan penghomongenan sampel yang tidak benar. Kemudian hasil laboratoriumnya dibandingkan.
37
Gambar 2.4 Blood count of a patient on the KX-21N (left) – comparison of the results after correct and after poor mixing
d.Mengirimkan Spesimen Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium lain, sebaiknya dikirim dalam bentuk yang relative stabil. Untuk itu perlu diperhatikan persyaratan pengiriman spesimen antara lain : kecepatan, tidak terkena sinar matahari langsung, kemasan harus sesuai dengan keselamatan kerja, kemasan diberi label yang bertuliskan “Bahan Pemeriksaan Infeksius” atau “Bahan Pemeriksaan Berbahaya”, suhu harus diperhatikan yaitu jika spesimen memerlukan suhu dingin gunakan es dan jika spesimen memerlukan beku dapat digunakan es kering. e. Menyimpan Spesimen Spesimen yang sudah diambil harus segera dikirim ke laboratorium untuk diperiksa, karena stabilitas spesimen dapat berubah. Faktor-faktor yang
38
mempengaruhi stabilitas spesimen antara lain : terjadinya kontaminasi oleh kuman dan bahan kimia, terjadinya metabolisme oleh sel-sel hidup pada spesimen, terjadinya penguapan, pengaruh suhu dan
terkena paparan sinar
matahari. Beberapa spesimen yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan dengan memperhatikan jenis pemeriksaan yang akan diperiksa. Beberapa cara penyimpanan spesimen anatar lain : disimpan pada suhu kamar, disimpan dalam lemari es dengan suhu 0ºC - 8ºC, penyimpanan spesimen lebih dari sehari harus dalam lemari es dengan suhu -20ºC, dapat diberikan bahan pengawet dan untuk penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum atau lisat. Berikut adalah syarat penyimpanan spesimen untuk pemeriksaan hematologi.
Tabel 2.1 Persyaratan Penyimpanan Sampel Hematologi JENIS PEMERIKSAA N Hematokrit
SPESIMEN JENIS JUMLAH Darah
2 ml
Eritrosit
Darah
2 ml
LED Westergren
Darah
2 ml
LED Wintrobe
Darah
2 ml
Lekosit
Darah
2 ml
Haemoglobin
Darah
2 ml
Sediaan apus darah Trombosit
Darah
2 ml
Darah
2 ml
Sumber :
ANTIKOAGULAN / PENGAWET Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah Na, EDTA 1-1,5 mg/ml darah
WADAH
Tabung plastik Tabung plastik Tabung plastik Tabung plastik Tabung plastik Tabung plastik Tabung plastik Tabung plastik
MAKSIMUM BATAS PENYIMPANAN Suhu kamar (6 jam) Suhu kamar (6 jam) Suhu kamar (2 jam) Suhu kamar (2 jam) Suhu kamar (2 jam) Stabil Suhu kamar (1 jam) Suhu kamar (1 jam)
(Departemen Kesehatan RI, 1997 : 76 )
Mendapatkan sampel darah yang sesuai dengan prosedur merupakan bagian yang penting dalam proses preanalitik. Dalam kenyataannya, salah satu alat yang kita
39
temukan sebagai persyaratan yaitu waktu dan metode pada kegiatan pengumpulan spesimen untuk mendapatkan spesimen test darah yang akan mempengaruhi hasil laboratorium hematologi. Transportasi dan penyimpanan spesimen jarang diperhatikan sebagai bagian subordinat dalam proses preanalitik. Namun, dalam hematologi ada beberapa parameter yang harus segera atau dalam waktu singkat ditindak lanjuti setelah darah diambil. Dengan memperhatikan bagian tersebut akan diperoleh hasil laboratorium yang tepat dan sahih. Berbagai sumber menjelaskan cara penyimpanan dari spesimen hematologi dalam suhu ruang. Waktu penyimpanan ini tercantum dalam tabel di bawah. Waktu ini bisa berubah-ubah sesuai dengan metode test atau teknologi atau tergantung dari reagen yang digunakan oleh system analisis.
Tabel 2.2 Guidelines for Storage times of EDTA blood samples PARAMETER Hematokrit Sel darah merah Sel darah putih Trombosit Apusan Darah
PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG
24 jam 12 jam 24 jam 12 jam 3 jam
PROSES PERANAN PENTING Meningkat Menurun Menurun Menurun WBC Degenerasi
Sumber: (Sysmex, 2011: 1)
Oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan intruksi dari pabriknya. Persyaratan dasar untuk laboratorium diagnostic yang tepat dan handal merupakan kesempurnaan fungsi dari system analitik dan preanalitik yang benar.
40
Tahap preanalitik selalu tidak diketahui kuantitasnya oleh laboratorium rutin rumah sakit dan laboratorium pribadi. Karenanya kemudian muncul pertanyaan, “Apakah kesalahan Preanalitik dapat teridentifikasi dalam hasil lab?” Dengan menggunakan sampel percobaan akan ditunjukkan. Seperti contoh, abnormal histograms/scattergrams dan atau kombinasi dari beberapa parameter bisa mengindikasi kesalahan dalam preanalitik.