BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul Gerakan Sosial Petani Jepang (Pemberontakan Shimabara 1637-1638). Dalam bab ini pengkajian dan penelahan terhadap sumber literatur dikembangkan. Pemaparan tinjauan pustaka ini dibagi ke dalam dua bagian yakni tinjauan pustaka yang mengkaji pokok permasalahan (Pemberontakan Shimabara) dan tinjauan pustaka yang dijadikan landasan berpikir untuk mengkaji Pemberontakan Shimabara.
2.1 Tinjauan pustaka mengenai Pemberontakan Shimabara Pemaparan tinjauan pustaka mengenai Pemberontakan Shimabara dibagi ke dalam tiga sub pokok bahasan, antara lain 2.1.1 Kondisi masyarakat masa Tokugawa Untuk mengetahui kondisi masyarakat pada masa Tokugawa, penulis menggunakan buku Pengalaman Jepang karya W. G Beasley. Buku ini mendeskripsikan mengenai kondisi masyarakat Jepang pada masa Tokugawa terutama stratifikasi sosialnya. Stratifikasi sosial pada masa Tokugawa dibagi ke dalam dua bagian yakni stratifikasi sosial dalam segi pemerintahan dan stratifikasi sosial yang terjadi dalam masyarakat desa. Dalam segi pemerintahan, stratifikasi sosial masyarakat dibagi ke dalam tiga bagian yakni :
10
-
Shogun, sebagai tuan tanah feodal yang berhasil mencapai status tertinggi dalam pemerintahan
-
Daimyo, tuan tanah feodal yang memiliki kekuasaan di daerah-daerah
-
Samurai, anggota kelas militer dalam sistem feodal yang merupakan anak buah shogun maupun daimyo. Stratifikasi sosial yang terjadi dalam masyarakat desa membahas
mengenai lapisan masyarakat bawah khususnya petani maupun samurai kelas bawah. Buku ini juga membahas mengenai bentuk kebijakan pemerintah yang diberikan kepada petani terutama mengenai masalah pajak. Buku kedua yang penulis gunakan untuk mengetahui kondisi masyarakat pada masa Tokugawa adalah Langkah-langkah Awal Modernisasi Jepang karya Yeti Nurhayati. Buku ini membahas mengenai kondisi masyarakat dilihat dari mata pencaharian atau profesinya. Secara keseluruhan masyarakat pada zaman Tokugawa dibagi ke dalam empat golongan, yaitu : -
Shi (Bushi) yaitu golongan militer, yang berjumlah 6 % dari jumlah penduduk. Golongan militer merupakan golongan terkecil, tetapi pada kenyataannya mereka merupakan golongan terkuat, tertinggi dan mampu menguasai golongan lainnya
-
No (Nomin) yaitu golongan petani, dengan presentase 80 % dari jumlah penduduk. Golongan ini merupakan golongan yang terbesar dan tingkatannya berada di bawah Bushi, Golongan ini merupakan golongan yang paling susah dan rendah tingkat kehidupannya karena dibebani pajak yang sangat tinggi
11
-
Ko (Shokuin) yaitu golongan pekerja dan Sho (Shonin) golongan pedagang. Ke dua golongan ini merupakan orang-orang kota yang bermata pencaharian sebagai buruh dan pedagang. Walaupun tingkat kedudukannya lebih rendah dari golongan petani namun karena pertumbuhan kota dan kemajuan perdagangan mereka menjadi kaya dan kedudukannya menjadi kuat. Dengan adanya pemaparan mengenai kondisi masyarakat pada masa
Tokugawa, dapat diketahui mengenai dari lapisan masyarakat mana peserta gerakan sosial itu berasal dan bagaimana hubungan munculnya gerakan sosial dengan stratifikasi sosial yang terjadi di dalam masyarakat Jepang.
2.1.2 Muncul dan berkembangnya agama Kristen di Jepang Buku pertama yang digunakan penulis dalam pokok bahasan ini adalah Djepang Sepandjang Masa karya Nio Joe Lan. Buku ini membahas mengenai pertemuan awal antara Jepang dengan Eropa, khususnya Portugis yang ditandai dengan hubungan perdagangan terutama perdagangan senjata api, yang pada saat itu merupakan barang yang dianggap populer di kalangan masyarakat Jepang. Hubungan yang terjalin antara Jepang dan Portugis tidak hanya dalam bentuk perdagangan senjata api saja, akan tetapi mulai diperkenalkannya suatu ajaran baru bagi masyarakat Jepang yakni ajaran Kristen yang dipelopori oleh salah seorang pendeta Jesuit yang bernama Francis Xavier. Buku ini penulis gunakan untuk mengetahui awal munculnya ajaran Kristen di Jepang yang merupakan faktor budaya yang mengakibatkan munculnya Pemberontakan Shimabara,
12
Buku kedua yang digunakan penulis adalah Japan : Tradition and Transformation karya Edwin Reischawer dan Albert M Craig. Sama halnya dengan buku Djepang Sepandjang Masa, buku ini membahas mengenai kontak awal antara Jepang dengan Portugis yang ditandai oleh hubungan perdagangan, dengan barang-barang yang diperdagangkannya berupa pakaian wol, tenun, tembakau, jam dan kaca mata, akan tetapi barang yang paling menarik bagi masyarakat Jepang pada masa itu adalah senjata api. Hal itu disebabkan karena kondisi Jepang pada masa itu rawan dengan peperangan. Sama halnya dengan buku yang pertama hubungan yang terjadi antara Jepang dan Portugis tidak hanya dalam perdagangan akan tetapi adanya perkenalan ajaran baru yakni Kristen. Buku ini secara garis besar membahas mengenai proses awal masuk dan berkembangnya ajaran Kristen di Jepang sampai pelarangan ajaran tersebut. Bentuk pelarangan ajaran tersebut mengakibatkan munculnya diskriminasi terhadap para pemeluk agama Kristen. Bentuk diskriminasi inilah di kemudian hari berkembang menjadi salah satu latar belakang munculnya pemberontakan Shimabara. Buku
ketiga
yang
digunakan
untuk
mengetahui
muncul
dan
berkembangnya agama Kristen di Jepang adalah A History of Japan 1615-1868 karya George Sansom. Buku ini membahas mengenai bentuk-bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang terhadap para pemeluk agama Kristen yang ajarannya dianggap sebagai ancaman bagi kebudayaan dan politik Jepang. Bentuk diskriminasi agama yang diwujudkan dalam bentuk penyiksaan inilah yang mengakibatkan munculnya pemberontakan Shimabara.
13
2.1.3 Proses Pemberontakan Shimabara Sumber yang membahas secra khusus mengenai proses pemberontakan Shimabara sangat minim, akan tetapi pembahasan secara umum mengenai proses pemberontakan dapat dilihat dari Encylopedia of Japan dan Langkah-langkah Awal Modernisasi Jepang. Buku Encycopedia of Jepang karya Kodansha ini mendeskripsikan mengenai latar belakang munculnya Pemberontakan Shimabara yang dilihat dari segi ekonomi dan sosialnya yakni pemberlakukan pajak yang sangat tinggi. Buku ini juga mendeskripsikan mengenai pemimpin dari pemberontakan Shimabara yakni Matsuda Shiro Tokisada atau yang dikenal dengan Amakusa Shiro, seseorang yang dianggap sebagai ratu adil atau juru selamat yang mampu membebaskan penduduk Shimabara bebas dari bentuk segala penindasan yang dilakukan oleh penguasa setempat atau daimyo. Buku kedua yang digunakan adalah Langkah-langkah Awal Modernidsasi Jepang karya Yeti Nurhayati. Dalam buku ini terdapat salah satu sub bab yang membahas mengenai Pemberontakan Shimabara. Buku ini mendeskripsikan mengenai latar belakang munculnya pemberontakan Shimabara dilihat dari segi budaya yakni munculnya agama Kristen dan segi sosial ekonominya yakni diberlakukannya pajak yang berlebihan kepada masyarakat Jepang terutama kepada para petani. Buku ini juga menjelaskan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh adanya pemberontakan Shimabara, baik dampak secara internal maupun internal.
14
Untuk melengkapi kekurangan dalam memperoleh data penelitian mengenai
proses
pemberontakan
Shimabara,
maka
penulis
melakukan
penelusuran melalui internet. Beberapa artikel hasil penelusuran internet yang penulis gunakan untuk melengkapi kekurangan tersebut adalah : -
Rebellion at Shimabara tulisan dari Bill Caraway
-
Japan and Christianty tulisan dari John Breen dan Mark Williams
-
Christian Made in Japan tulisan dari Mark Mullins.
2.2 Landasan Teoritis Dalam mengkaji pemberontakan Shimabara, penulis juga mengkaji bukubuku lain yang dijadikan landasan berpikir, sehingga hasil dari penelitian ini menjadi lebih terarah. Buku pertama yang digunakan sebagai landasan berpikir adalah Ratu Adil karya Sartono Kartodirdjo. Buku ini menjelaskan mengenai ideologi-ideologi yang dipegang para petani dalam melakukan gerakan sosial. Ideologi tersebut antara lain millenarianisme, mesianisme, nativisme dan gerakan perang sabil. Dalam Gerakan sosial petani Jepang (Pemberontakan Shimabara 1637-1638) setidaknya ada dua ideologis yang dipegang oleh para petani, yakni : 1. Gerakan millenarianisme Gerakan ini mengharapkan akan datangnya suatu masa yang lebih baik, yang ditandai dengan berakhirnya ketidakadilan dan dipulihkannya keharmonisan. Gerakan ini dapat dilihat dari adanya suatu pengharapan dari para petani yang
15
tertindas untuk dapat hidup bebas dari segala bentuk tekanan, paksaan maupun ancaman dari pihak penguasa. 2. Gerakan Messianistis Gerakan ini mengharapkan lahirnya seorang juru selamat yang diharapkan mampu menegakan keadilan dan perdamaian di suatu tempat. Masyarakat percaya bahwa sang juru selamat akan mampu membebaskan dirinya dari penyakit, kelaparan dan setiap kejahatan. Corak ideologis messianistis gerakan sosial petani Jepang dapat diketahui dari adanya sosok Amakusa Shiro yang dianggap sebagai juru selamat atau ratu adil dengan gelar “Anak Tuhan” yang diharapkan mampu membawa kedamaian bagi masyarakat yang pada saat itu mengalami ketertindasan oleh penguasa atau daimyo. Buku ke dua yang digunakan adalah The Moral Economy of the Peasant karya James C Scoot. Buku ini memaparkan mengenai bentuk perlawanan petani di Indo Cina. Dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa salah satu penyebab munculnya gerakan perlawanan petani Indo Cina adalah adanya tekanan dan paksaan para tuan tanah dan pemerintah untuk menerapkan cara produksi pertanian baru yang dianggap para petani sebagai ancaman kelangsungan hidupnya. Buku ini digunakan penulis sebagai salah satu bahan perbandingan dengan gerakan sosial petani Jepang. Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak hanya menggunakan sumbersumber pustaka di atas, akan tetapi juga menggunakan literatur yang mengkaji konsep maupun teori dari disiplin ilmu sosial lainnya untuk mempermudah
16
memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang pada tahun 1637-1638. Teori sosial yang penulis gunakan dalam mengkaji fenomenafenomena atau gejala sosial adalah teori konflik dan teori deprivasi relatif a. Teori konflik Teori konflik yang penulis gunakan untuk memahami dan menjelaskan fenomena-fenomena sosial adalah teori konflik versi Dahdenrof. Dalam teorinya, Dahdenrof memandang masyarakat terdiri atas organisasi-organisasi yang didasarkan pada kekuasaan (dominasi satu pihak terhadap pihak yang lain atas dasar paksaan) atau wewenang (dominasi yang diterima dan diakui oleh pihak yang didominasi) yang dinamakan “imperatively coordinated associated”, karena kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda (pihak penguasa memiliki kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan, sedangkan pihak yang dikuasai berkepentingan memperoleh kekuasaan) maka dalam asosiasi akan terjadi polarisasi dan konflik antar dua kelompok. Dalam gerakan sosial petani Jepang, teori konflik ini dijadikan sebagai landasan untuk mengetahui : -
tokoh yang mendominasi serta tokoh yang didominasi dalam masyarakat Jepang tahun 1637-1638
-
kepentingan para pelaku yang mendominasi (penguasa) dan pelaku yang didominasi (para petani)
17
b. Teori Deprivasi Relatif Teori sosial ke dua yang penulis gunakan dalam mengkaji fenomenafenomena atau gejala sosial adalah teori deprivasi relatif. Teori ini dikemukakan oleh Ted Robert Gurr yang biasa dijadikan acuan oleh para peneliti terhadap aksi kekerasan kolektif. Menurut Gurr, kekerasan kolektif terjadi ketika banyak anggota masyarakat menjadi marah, khususnya bila kondisi praktis dan kondisi budaya yang ada merangsang terjadinya agresi terhadap sasaran-sasaran yang dituju. Orang akan menjadi marah apabila terdapat jurang pemisah antara harapan-harapan yang dimilikinya terhadap sesuatu dengan kemampuan mereka untuk memenuhi atau mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Jurang pemisah ini telah melahirkan suatu kondisi yang disebut Gurr sebagai kekecewaan relative (Relative Deprivation). Teori Deprivasi Relatif dijadikan penulis sebagai suatu landasan untuk mengetahui faktor-faktor lain yang mengakibatkan munculnya gerakan sosial di Jepang, selain penindasan, ancaman, siksaan dan paksaan yang dilakukan oleh kalangan elit terhadap masyarakat kecil khususnya petani.
18