Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-1
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1 TINJAUAN UMUM Studi Pustaka adalah sebuah telaah atau pembahasan suatu materi berdasarkan pada bahan-bahan yang berasal dari buku referensi maupun sumbersumber lain yg bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan. Dari studi pustaka ini diperoleh ketentuan-ketentuan yang diperlukan dalam studi kelayakan dalam hal ini adalah studi kelayakan simpang Jatingaleh Semarang. Studi pustaka berisi uraian global metode penyelesaian, pemilihan alternatif solusi dan pemakaian rumus-rumus yang berkaitan dengan permasalahan sesuai topik Laporan Tugas Akhir ini. Suatu arus lalu lintas dapat dikatakan lancar apabila arus lalu lintas tersebut dapat melewati suatu ruas jalan atau persimpangan tanpa mengalami hambatan atau gangguan dari jalan ataupun arah lain, sehingga pada jaringan jalan tersebut tidak mengalami masalah lalu lintas. Masalah lalu lintas yang timbul di jalan raya dapat disebabkan oleh banyak faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi serta keamanan perjalanan di jalan raya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut secara garis besar yaitu : 1. Faktor jalan (fisik) 2. Faktor lalu lintas (kendaraan) 3. Faktor manusia (pengemudi dan pemakai jalan) 4. Fasilitas jalan Dalam mengevaluasi masalah kemacetan yang terjadi pada suatu ruas jalan perkotaan, jaringan jalan yang akan dievaluasi meliputi : 1. Jalan perkotaan (urban road) 2. Persimpangan, meliputi : a. Persimpangan Sebidang (jalan raya-jalan raya) 1) Persimpangan tanpa lampu (unsignalised intersection) 2) Persimpangan dengan lampu (signalised intersection) Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-2
b. Persimpangan tidak sebidang (jalan raya-jalan raya) c. Persimpangan sebidang (jalan raya-jalan rel) d. Persimpangan tidak sebidang (jalan raya-jalan rel) e. Persimpangan dengan bundaran (roundabout) Adapun masalah-masalah yang akan dianalisis meliputi hal-hal yang menyangkut aspek fisik dan non-fisik jalan yaitu : 1. Kapasitas jalan 2. Tingkat pelayanan 3. Tundaan dan panjang antrean 2.2 JALAN PERKOTAAN Jalan merupakan prasarana perhubungan yang mempunyai kedudukan dan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan Nasional. Dalam UndangUndang RI No. 38 tahun 2004 tentang Jalan, ditetapkan pengertian jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan pada dasarnya mempunyai dua fungsi dasar yang saling bertentangan, karena disatu pihak harus lancar dan disisi lain harus memberikan kemudahan untuk penetrasi ke dalam lahan, yaitu : 1. Untuk menggerakkan volume lalu lintas yang tinggi secara efisien dan aman 2. Untuk menyediakan akses bagi lahan disekitarnya Hal yang penting dari jalan adalah kelancaran, tidak terganggu dan kecepatan arus lalu lintas yang konstan. Jika jalan memiliki akses yang tinggi, maka akan banyak kendaraan yang memperlambat kecepatannya dan membelok keluar jalan, sedangkan kendaraan lainnya memasuki jalan pada kecepatan yang rendah sebelum melakukan percepatan. Akses yang tinggi dan kecepatan yang tinggi adalah saling bertentangan. Jalan harus digunakan hanya salah satu dari kedua fungsi tersebut tetapi bukan untuk kedua-duanya. Jalan perkotaan (urban road) adalah jalan yang mempunyai perkembangan yang permanen dan menerus sepanjang tahun untuk seluruh atau hampir seluruh Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-3
jalan, minimal pada satu sisi jalan tersebut dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000 jiwa. Indikasi penting lebih lanjut tentang jalan perkotaan adalah karakteristik arus lalu lintas puncak pada pagi dan sore hari secara umum lebih tinggi dan terdapat perubahan dalam komposisi lalu lintasnya komposisi kendaraan pribadi (LV) dan sepeda motor (MC) lebih tinggi daripada truk berat (HV). Indikator lain yang membantu adalah pada jalan perkotaan terdapat kereb. Dan selain definisi di atas, maka jalan tersebut dinamakan jalan luar kota. (MKJI 1997) Tujuan analisa perencanaan jalan perkotaan adalah untuk menentukan lebar jalan yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kinerja yang diinginkan pada tahun rencana tertentu, misalnya 5, 10, 15 tahun dan sebagainya. Ini dapat berupa lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur, tetapi dapat juga untuk memperkirakan pengaruh perubahan perencanaan, seperti membuat median atau bahu jalan. Jalan perkotaan dapat dibedakan menjadi beberapa macam tipe jalan, macammacam tipe jalan perkotaan adalah sebagai berikut : (MKJI 1997) 1. Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD) 2. Jalan empat lajur dua arah tak terbagi, yaitu tanpa median (4/2 UD) 3. Jalan empat lajur dua arah terbagi, yaitu dengan median (4/2 D) 4. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D) 5. Jalan satu arah
2.2.1 Klasifikasi Jalan Perkotaan Klasifikasi jalan perkotaan secara umum dapat dibedakan menurut fungsi jalan, kelas jalan dan dimensi kendaraan maksimum ( panjang dan lebar ), penjelasan lebih tentang hal ini dapat dilihat pada uraian dibawah : 1. Klasifikasi jalan perkotaan menurut fungsinya terbagi atas : a) Jalan Arteri, yaitu jalan umum yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.(UU RI No. 38 Tahun 2004) b) Jalan Kolektor, yaitu Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. (UU RI No. 38 Tahun 2004) Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-4
c) Jalan Lokal, yaitu Jalan yang melayani angkutan setempat dengan cirri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. (UU RI No. 38 Tahun 2004) d) Jalan Lingkungan, yaitu Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. (UU RI No. 38 Tahun 2004)
2. Klasifikasi jalan perkotaan menurut kelas jalan Klasifikasi jalan perkotaan menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat ( MST ) dalam satuan ton. Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan Fungsi
Kelas
Arteri
I II III A
Muatan Sumbu Terberat MST ( ton ) >10 10 8
Kolektor
III A III B
8 8
Lokal
III C
8
*)Sumber : Standar Geometri Jalan Perkotaan ( ruas jalan ), RSNI T-142004
3. Klasifikasi jalan perkotaan menurut dimensi kendaraan maksimum Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut Dimensi Kendaraan Maksimum Fungsi
Kelas
Dimensi kendaraan maksimum Panjang ( m )
Lebar ( m )
Arteri
I II III A
18 18 18
2,5 2,5 2,5
Kolektor
III A III B
18 12
2,5 2,5
Lokal
III C
9
2,1
*)Sumber : Standar Geometri Jalan Perkotaan ( ruas jalan ), RSNI T-142004
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-5
2.2.2 Sistem Jaringan Jalan Kota Semarang Letak geografis kota Semarang yang sangat strategis baik dalam skala nasional maupun regional menyebabkan pola dan jenis pergerakan yang ada di Kota Semarang tidak hanya terkonsentrasi terhadap kebutuhan lokal, akan tetapi mempunyai rangkaian terkait dengan pergerakan regional dan nasional. Sistem jaringan jalan di wilayah Kota Semarang dilalui jalur utama yang menghubungkan wilayah-wilayah penting baik antar propinsi maupun di dalam propinsi Jawa Tengah. Kedudukan kota ini berpengaruh terhadap kepadatan lalu lintas yang melalui Kota Semarang. Struktur ruang dan tata guna lahan Kota Semarang menyebabkan dibutuhkannya suatu struktur jaringan jalan yang mampu melayani berbagai aktifitas yang timbul antar pusat-pusat aktifitas (pusat-pusat pengembangan kota). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pola jaringan transportasi (dalam hal ini jaringan jalan) yang dianggap paling sesuai dalam memenuhi kebutuhan baik dalam skala lokal maupun regional tersebut adalah pola jaringan jalan “ jari-jari dan lingkar “ atau “ ring and radial pattern “ (RTRW Kota Semarang Tahun 2000, Bappeda Kota Semarang). Pola jaringan transportasi tersebut diterapkan berdasarkan prinsip-prinsip utama yaitu : 1. Pemisahan lalu lintas antar kota dengan lalu lintas dalam kota 2. Pemisahan lalu lintas berat, sedang, dan ringan 3. Membebaskan pusat kota dan perumahan dari lalu lintas menerus 4. Pengaturan penggunaan jalan sesuai dengan klasifikasi jalan yang bersangkutan 5. Adanya fungsi hirarki dari fungsi jalan Sehubungan dengan pola jaringan jalan “ jari-jari dan lingkar ” atau “ ring and radial pattern ” (RTRW Kota Semarang Tahun 2000, Bappeda Kota Semarang), maka jalan-jalan yang ada di Kota Semarang dibedakan menjadi beberapa sistem jaringan jalan yaitu :
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-6
1. Jalur lingkar dalam Yang mengitari lingkungan pusat kota berfungsi sebagai jalur penanpung dan pembagi arus di pusat kota, melingkari Jl. Toll Seksi C, jalan antara pertemuan Jl. Toll Seksi C dan Jl. Toll Seksi A Jatingaleh, Jl. Toll Seksi B, Jl. Arteri Lingkar Utara, dan Jl. Usman Janatin 2. Jalur lingkar luar Yang menjadi penampung arus kegiatan regional yang masuk dari jalan radial. Fungsinya menampung arus lalu lintas internal ke eksternal atau sebaliknya. Jalur ini sangat penting untuk membebaskan daerah pusat kota dari arus kendaraan berat baik kendaraan barang atau bus-bus antar kota. Jalur yang direncanakan adalah Jl. Genuk – Pedurungan, Jl. Tegal Kangkung, dan Jl. Kedungmundu Raya 3. Jalur radial Sebagai radial regionalterdapat 5 jalur yaitu : ke Pekalongan/Jakarta, ke Boja, ke Surakarta, ke Purwodadi, dan ke Demak/Kudus. Untuk kepentingan lokal sendiri dikembangkan jalur radial lokal antara lain jalur Mijen ke Ngalian, jalur dari Gunung Pati ke Manyaran, dari desa Patemon ke Manyaran, dari Sekaran ke Sampangan Pola hubungan dari konstelasi antara kutub pengembangan dengan pusat-pusat pengembangan maupun arah pengembangan yang direncanakan untuk Kota Semarang menyebabkan terdapatnya beberapa jaringan jalan yang menjadi pusat pelayanan terhadap bebagai aktifitas yang timbul. Jaringan jalan yang menghubungkan antara kutub pengembangan dengan pusat-pusat pengembangan menjadi semacam koridor utama dan pusat pelayanan lalu lintas. Beberapa jaringan jalan yang mempunyai peranan semacam itu antara lain : 1. Arah barat
: Jl. Raya
Semarang
–
Kendal
hingga
Jl. Sugiyopranoto 2. Arah timur
: Jl. Kaligawe
3. Arah timur – tenggara : Jl.
Brig.
Sugiarto
( Jl. Majapahit
),
Jl. Brig. Katamso 4. Arah selatan
: Jl. Setia Budi, Jl. Teuku Umar, Jl. Dr. Wahidin, Jl. Sultan Agung
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-7
Adapun rencana fungsi jaringan jalan di Kota Semarang menurut RTRW Kota Semarang tahun 2000 adalah sebagai berikut : 1. Fungsi Arteri Primer Menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan, meliputi : Jalan Raya Semarang Kendal – Jl. Siliwangi – Jl. Yos Sudarso – Jl. Usman Janatin – Pertigaan Jl. Kaligawe, Jalan Raya Kaligawe (pertigaan jalan toll Seksi B) – Batas Kota Semarang, Jalan Toll Seksi A (Jatingaleh – Srondol) – Jalan Toll Seksi B (Jatingaleh – Krapyak), Jalan Toll Seksi C (Kaligawe – Jangli), Jalan Toll Semarang – Solo, Jalan melintasi kawasan industri Terboyo – Pertigaan Genuk – Pertigaan Jl. Brigjen. Sudiarto – Pudak Payung – Perempatan Jalan Raya Mijen – Pertigaan Podorejo – Jl. Koptu Suyono, Jl. Abdulrachman Saleh – Jalan Toll Semarang Kendal, Jl. Brigjen. Sudirto, Jalan Perintis Kemerdekaan. 2. Fungsi Arteri Sekunder Menghubungkan antar bagian wilayah, dan fungsi lainnya sebagai alternatif dari jalan arteri primer, meliputi : Jl. Jend. Soedirman – Jl. Mgr. Sugiyopranoto – Jl. Pandanaran – Simpang Lima – Jl. Ahmad Yani – Jl. Brijen. Katamso – Jl. Majapahit, Jl. Ronggo Warsito – Jl. Pengapon – Jl. R. Patah – Jl. Widoharjo – Jl. Dr. Cipto – Jl. Kompol Maksum – Jl. Mataram – Jl. Dr. Wahidin – Jl. Teuku Umar – Jl. Setia Budi, Jl. Raya Kaligawe, Jl. Merak – Jl. Mpu Tantular – Jl. Jl. Kol. Sugiono – Jl. Imam Bonjol – Jl. Indraprasta, Jl. Dr. Sutomo – Jl. S. Parman – Jl. Sultan Agung, Jl. Citarum – Pedurungan, Jl. Tentara Pelajar – Jl. Raya Kedungmundu, Jl. Sisingamangaraja – Jl. Papandayan – Jl. WR. Supratman, Jl. Sungaigarang – Jl. Kelud Raya – Jl. Menoreh Raya – Jl. Dewi Sartika – Jl. Raya Sekaran Gunungpati, Jl. Jangli – Jl. Raya Sendangmulyo, Jl. Abdulrachman Saleh (dari pertigaan Jl. Suratmo) – Jl. Raya Manyaran Gunungpati, Jrakah – Perempatan Jl. Lingkar Mijen, Jl. Lingkar Utara Semarang Kendal, Jl. Hanoman Raya – Jl. Lingkar Utara Semarang Kendal, Jl. Gatot Subroto. 3. Fungsi Kolektor Primer Menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan dengan bagian wilayah kota lain, meliputi : Jl. Pramuka, Jl. Raya Gunungpati – Ungaran, Jl. Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-8
Cangkiran – Gunungpati, Jl. Padaan – Jl. Pakis – Kabupaten Kendal, Perempatan Jl. Kuripan dan Jl. Kyai Padak – Jl. Di Kelurahan Wonoplumbon, Jl. Raya Ring Road Mijen – Boja. 4. Fungsi Kolektor Sekunder Menghubungkan antar pusat kegiatan antar bagian wilayah kota, meliputi : Jl. Pemuda, Jl. Hasanudin, Jl. MH. Tamrin, Jl. Gajah Mada, Jl. Pahlawan – Jl. Diponegoro, Jl. Sriwijaya – Jl. Veteran, Jl. Letjen. Suprapto, Jl. Cendrawasih – Jl. MT. Haryono, Jl. Mayjen. Sutoyo – Jl. DI. Panjaitan – Jl. Kartini – Jl. Kelurahan Sambirejo – Pertigaan Jl. Gajah Mada, Jl. Gajah – Jl. Lamper Tengah, Jl. Supriyadi, Jl. Inspeksi Sungai Babon – Jl. Brigjen. Sudiarto – Jl. Sendangmulyo, Jl. Raya Kelurahan Karangroto, Jl. Raya Kudus, Jl. Padi Raya, Jl. Jl. Muktiharjo, Jl. Meteseh – Jl. Sendangmulyo, Jl. Prof. Sudarto, SH – Jl. Meteseh – Jl. Kedungmundu, Jl. Gombel Lama, Jl. Gombel Lama – Jl. Tinjomoyo – Jl. Sekaran, Pertigaan Jl. Setia Budi dengan Jl. Toll Seksi A – Jl. Jatibarang, Jl. Pamularsih – Jl. Simongan, Jl. Di Kelurahan Mangunsari (Gunungpati), Jl. Di Kelurahan Cepoko (Gunungpati), Jl. Di Kelurahan Cangkiran (Mijen), Jl. Mijen – Jl. Nongko Lanang – Jl. Kyai Padak, Jl. Wates, Jl. Kedungpane hingga Jl. Koptu. Suyono, Jl. Di Lingkungan Kawasan Industri Tugu. Mengacu pada RTRW Kota Semarang Jalan Dr. Setia Budi – Jalan Teuku Umar merupakan jaringan jalan dengan fungsi jalan arteri sekunder, karena jalan ini menghubungkan antara kawasan primer (pusat Kota Semarang) dengan kawasan sekunder I (Banyumanik dan Sekitarnya). 2.2.3 Tingkat Pelayanan Ruas Jalan (LOS) Tingkat pelayanan umumnya digunakan sebagai ukuran dari pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume. Setiap ruas jalan dapat digolongkan pada tingkat tertentu yang mencerminkan kondisi pada kebutuhan volume pelayanan tertentu. Dua tolak ukur terbaik untuk melihat tingkat pelayanan pada suatu kondisi lalu lintas terganggu adalah kecepatan Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-9
operasi atau kecepatan perjalanan dan perbandingan antara volume dan kecepatan yang disebut ratio. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi ini, maka ada beberapa parameter yang bisa dilihat, yaitu yang pertama menyangkut ukuran kuantitatif yang dinyatakan dengan tingkat pelayanan, dan yang kedua yang lebih bersifat kualitatif dan dinyatakan dengan mutu pelayanan. Konsep tingkat pelayanan dikembangkan untuk penggunaan di Amerika Serikat dan definisi LOS tidak berlaku secara langsung di Indonesia. Dalam hal ini kecepatan dan derajat kejenuhan dapat digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan. Adapun faktor-faktor yang terdapat pada tingkat pelayanan antara lain : 1. Kapasitas Kapasitas dinyatakan sebagai jumlah penumpang atau barang yang bisa dipindahkan dalam satuan waktu tertentu, misalnya orang/jam atau ton/jam. Dalam hal ini kapasitas atau ukuran tempat sarana transportasi dan kecepatan, serta mempengaruhi besarnya tenaga gerak yang dibutuhkan. 2. Aksebilitas Aksebilitas menyatakan tentang kemudahan orang dalam menggunakan suatu sarana transportasi tertentu dan dapat berupa fungsi dari jarak maupun waktu. Suatu sistem transportasi sebaiknya bisa diakses dengan mudah dari berbagai tempat dan pada setiap saat untuk mendorong orang menggunakannya dengan mudah.
2.2.4 Analisa Kinerja Jalan Perkotaan
1. Data Masukan a. Data Umum 1) Penentuan segmen jalan, yaitu panjang jalan yang mempunyai karakteristik yang serupa pada seluruh panjangnya. 2) Data identifikasi segmen meliputi : ukuran kota, tipe daerah (pemukiman, komersial, akses terbatas), panjang segmen, tipe jalan (4/2 D, 4/2 UD, 2/2 UD) dan periode waktu analisa.
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-10
b. Kondisi Geometrik 1) Rencana situasi meliputi : sketsa alinyemen horizontal, tata guna lahan dan marka jalan. 2) Penampang melintang jalan meliputi : lebar jalur jalan tiap arah, lebar bahu efektif (WS), dan median jalan. Untuk menghitung bahu efektif adalah sebagai berikut : Jalan tak terbagi (UD)
: WS = (WS + WSB)/2
Jalan terbagi (D)
: WS1 = WSAO + WSAI (pada arah 1) : WS2 = WSBO + WSBI (pada arah 2)
Jalan satu arah
: WS = WSA + WSB
Keterangan : WSAI : lebar bahu dalam sisi A WSAO : lebar bahu luar sisi A 3) Kereb sebagai batas antara jalur lalu lintas dengan trotoar berpengaruh terhadap dampak hambatan pada kapasitas dan kecepatan. 4) Bahu Jalan : terdapat bahu luar dan bahu dalam, fungsinya adalah untuk memberikan kebebasan samping, tempat pemberhentian darurat,
meminimalkan
efek
kendaraan
mogok,
tempat
pemasangan rambu lalu lintas dan lain-lain. 5) Median yang mempunyai fungsi sebagai pembatas arus lalu lintas yang
berlawanan
arah,
tempat
pemasangan
rambu/kolom
jembatan, cadangan pelebaran jalan. Bentuknya bias berupa tanah terbuka atau konstruksi khusus dengan lebar antara 0,25 m s/d 10 m. 6) Saluran drainase, berupa saluran tepi terbuka atau tertutup berbentuk empat persegi panjang, bujur sangkar, trapezium, atau U, V dan dirancang berdasarkan ketentuan hidrologi. 7) Kondisi pengaturan lalu lintas meliputi : batas kecepatan, pembatasan masuk untuk tipe kendaraan tertentu, pembatasan parkir untuk waktu tertentu, pembatasan berhenti untuk periode waktu tetentu, dan alat pengatur lalu lintas.
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-11
c. Kondisi lalu lintas Arus dan komposisi lalu lintas meliputi penentuan arus jam rencana (km/jam) dan menetukan Ekivalensi mobil penumpang (Emp). Cara menetukan Ekivalensi mobil penumpang (Emp) untuk jalan perkotaan tak terbagi adalah seperti pada Tabel 2.3, sedangkan untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah seperti pada Tabel 2.4. Tabel 2.3 Penentuan Emp Untuk Jalan PerkotaanT Terbagi
Tipe Jalan : Jalan tak Terbagi
Arus lalu Lintas Toatal dua Arah ( Kend/jam )
Emp MC HV
Lebar Jalur lalu lintas WS (m) ≤6 ≤6
Dua lajur Tak 0 1,3 terbagi ≥ 1800 1,2 ( 2/2 UD ) Empat lajur tak 0 1,3 terbagi ≥ 3700 1,2 ( 4/2 UD ) *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
0,50 0,35
0,40 0,25 0,40 0,25
Tabel 2.4 Penentuan Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah Tipe Jalan : Jalan satu arah dan jalan terbagi
Arus lalu lintas per lajur ( kend/jam )
0 Dua lajur satu arah ( 2/1 ) dan 1050 Empat lajur terbagi ( 4/2 D ) 1 Tiga lajur satu arah ( 3/1 ) dan ≥ 1100 Enam lajur terbagi ( 6/2 D ) *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Emp HV
MC
1,3 1,2 1,3 1,2
0,40 0,25 0,40 0,25
d. Hambatan Samping Interaksi antara arus lalu lintas dan kegiatan di samping jalan yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan. Hambatan samping yang berpengaruh diantaranya : 1. Pejalan kaki : bobot = 0,5 2. Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti : bobot = 1,0 3. Kendaraan lambat (missal, becak kereta kuda) : bobot = 0,4 Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-12
4. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan : bobot = 0,7 Tingkat hambatan samping dikelompokkan dalam lima kelas dari sangat rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati. Kelas hambatan samping dapat dilihat dari Tabel 2.5 di bawah ini : Tabel 2.5 Penentuan Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan Kelas Hambatan Samping Sangat rendah
Ko de
Jumlah Kejadian per 200 m per jam (dua sisi) < 100
Kondisi Khusus
Daerah pemukiman, jalan dengan jalan samping Daerah pemukiman, beberapa 100 – 299 Rendah L kendaraan umum, dsb Daerah industri, beberapa toko di 300 – 499 Sedang M sisi jalan Daerah komersil dengan aktifitas 500 – 899 Tinggi H sisi jalan tinggi Daerah komersil dengan aktifitas > 900 Sangat tinggi VH pasar di samping jalan *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 VL
2. Kecepatan Arus Bebas Analisa dengan rumus : FV = ( FVO + FVW ) x FFVSF x FFVCS .................. (1) Keterangan : FV
: Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVO
: Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
FVW
: Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam)
FFVSF : Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping FFVSC : Faktor penyesuaian untuk ukuran kota Untuk menentukan kecepatan arus bebas dasar untuk jalan perkotaan adalah seperti pada Tabel 2.6.
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-13
Tabel 2.6 Kecepatan Arus Bebas Dasar ( FVO ) Untuk Jalan Perkotaan Kecepatan arus bebas dasar ( FVO ) Kendaraan Kendaraan Berat Ringan ( HV ) ( LV ) 52 61 6/2 D atau 3/1 50 57 4/2 D atau 2/1 46 53 4/2 UD 40 44 2/2 UD *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Type Jalan
Sepeda Motor ( MC ) 48 47 43 40
Semua Kendaraan ( rata-rata ) 57 55 51 42
Untuk penentuan faktor penyesuaian lebar jalur efektif pada kecepatan arus bebas pada jalan perkotaan terdapat dalam Tabel 2.7. Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Efektif ( FVW ) Pada Kecepatan Arus Bebas Untuk Jalan Perkotaan Type Jalan
Lebar Jalur Efektif ( m ) Plat lajur 3,00 3,25 Empat lajur terbagi 3,50 atau jalan satu arah 3,75 4,00 Plat lajur 3,00 3,25 Empat lajur tak 3,50 terbagi 3,75 4,00 Total 5 6 7 Dua lajur tak terbagi 8 9 10 11 *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
FVW ( km/jam ) -4 -2 0 2 4 -4 -2 0 2 4 -9,5 -3 0 3 4 6 7
Cara menentukan faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu pada kecepatan arus bebas untuk jalan perkotaan dengan bahu terdapat pada Tabel 2.8.
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-14
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu ( FFVSF ) Pada Kecepatan Arus Bebas Untuk Jalan Perkotaan Dengan Bahu
Type Jalan
Kelas Hambatan Samping ( SFC )
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif rata-rata WS (m) ≤ 0,5
1,0
1,5
≥ 2,0
1,02 Sangat rendah 0,98 Rendah Empat lajur terbagi 0,94 Sedang 4/2 D 0,89 Tinggi 0,84 Sangat Tinggi 1,02 Sangat rendah 0,98 Rendah Empat lajur tak 0,93 Sedang terbagi 4/2 UD 0,87 Tinggi 0,80 Sangat tinggi 1,00 Sangat rendah Dua lajur tak 0,96 Rendah terbagi 0,90 Sedang 2/2 UD atau jalan 0,82 Tinggi satu arah 0,73 Sangat tinggi *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,00 0,96 0,91 0,86 1,01 0,98 0,93 0,86 0,79
1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,02 0,99 0,94 0,90 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85
1,04 1,03 1,02 0,99 0,96 1,04 1,03 1,02 0,98 0,95 1,01 1,00 0,99 0,95 0,91
Cara menentukan faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu pada kecepatan arus bebas untuk jalan perkotaan dengan kereb terdapat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Jarak Kereb Penghalang ( FFVSF ) Pada Kecepatan Arus Bebas Untuk Jalan Perkotaan dengan Kereb Type Jalan
Empat lajur terbagi 4/2 D
Empat lajur tak terbagi 4/2 UD
Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah
Kelas Hambatan Samping ( SFC ) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kereb penghalang Lebar ; Kereb-penghalang WK ( m ) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 1,02 1,01 1,01 1,00 1,00 0,99 0,98 0,97 0,99 0,97 0,95 0,93 0,96 0,93 0,90 0,87 0,92 0,88 0,85 0,81 1,02 1,01 1,01 1,00 1,00 0,99 0,98 0,96 0,98 0,96 0,93 0,91 0,94 0,90 0,87 0,84 0,90 0,85 0,81 0,77 1,00 0,99 0,99 0,98 0,98 0,96 0,95 0,93 0,95 0,92 0,89 0,87 0,88 0,84 0,81 0,78 0,82 0,77 0,72 0,68
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-15
Cara menentukan faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus bebas untuk jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Ukuran Kota ( FFVCS ) Pada Kecepatan Arus Bebas Untuk Jalan Perkotaan Faktor penyesuaian untuk ukuran kota ( FFVCS ) 0,90 0,1 0,93 0,1 – 0,5 0,95 0,5 – 1,0 1,00 1,0 – 3,0 1,03 >3 *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Ukuran Kota ( Juta Penduduk )
3. Kapasitas Analisa dengan rumus : C = CO x FCW x FCSP x FCSF xFCCS ..................... ( 2 ) Keterangan : C
: Kapasitas (smp/jam)
CO
: Kapasitas dasar untuk kondisi ideal (smp/jam)
FCW
: Faktor penyesuaian lebar jalur arus lalu lintas
FCSP
: Faktor penyesuaian pemisah arah
FCSF
: Faktor penyesuaian hambatan samping
FCCS : Faktor penyesuaian ukuran kota Sedangkan penentuan kapasitas dasar untuk jalan perkotaan adalah seperti terdapat pada Tabel 2.11. Tabel 2.11 Kapasitas Dasar ( CO ) Jalan Perkotaan Type Jalan
Kapasitas Dasar ( smp/jam )
Catatan
Empat lajur terbagi atau satu arah
1650
Per lajur
Empat lajur tak terbagi
1500
Per lajur
Dua lajur tak terbagi
2900
Total dua arah
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-16
Untuk penentuan lebar jalur lalu lintas pada jalan perkotaan adalah seperti terdapat pada Tabel 2.12. Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu lintas ( FCW ) Untuk Jalan Perkotaan Lebar Efektif Jalur Lalu lintas ( m ) 3,00 3,25 Empat lajur terbagi atau satu 3,50 1 Per lajur arah 3,75 4,00 3,00 3,25 3,50 2 Empat lajur tak terbagi Per lajur 3,75 4,00 5,00 6,00 7,00 Total kedua 8,00 3 Dua lajur tak terbagi arah 9,00 10,00 11,00 *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 No.
Type Jalan
FCW 0,92 0,96 1,00 1,04 1,08 0,91 0,95 1,00 1,05 1,09 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34
Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah seperti terdapat pada Tabel 2.13. Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kapasitas Pemisahan Arah Jalan Perkotaan Pemisahan arah SP % - %
50-50
55-45
60-40
65-35
70-30
Dua lajur 2/2
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
Empat lajur 4/2
1,00
0,985
0,97
0,955
0,94
FCSP *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Cara menentukan faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu pada jalan perkotaan dengan bahu dapat dilihat pada Tabel 2.14.
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-17
Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu ( FCSF ) Pada Jalan Perkotaan Dengan Bahu Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Type Jalan Lebar bahu efektif rata-rata WS (m) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 1,03 1,01 0,98 0,96 Sangat rendah 1,02 1,00 0,97 0,94 Rendah Empat lajur terbagi 1,00 0,98 0,95 0,92 Sedang 4/2 D 0,98 0,95 0,92 0,88 Tinggi 0,96 0,92 0,88 0,84 Sangat Tinggi 1,03 1,01 0,99 0,96 Sangat rendah 1,02 1,00 0,97 0,94 Rendah Empat lajur tak 1,00 0,98 0,95 0,92 Sedang terbagi 4/2 UD 0,98 0,94 0,91 0,87 Tinggi 0,95 0,90 0,86 0,80 Sangat tinggi 1,01 0,99 0,96 0,94 Sangat rendah Dua lajur tak 1,00 0,97 0,94 0,92 Rendah terbagi 0,98 0,95 0,92 0,89 Sedang 2/2 UD atau jalan 0,95 0,90 0,86 0,82 Tinggi satu arah 0,91 0,85 0,79 0,73 Sangat tinggi *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Kelas Hambatan Samping ( SFC )
Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb-penghalang pada jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.15. Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu ( FCSF ) Pada Jalan Perkotaan Dengan Bahu Faktor penyesuaian untuk hambatan Kelas samping dan jarak kereb penghalang Hambatan Type Jalan Samping Jarak ; Kereb-penghalang WK ( m ) ( SFC ) ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 1,03 1,01 0,98 0,96 Sangat rendah 1,02 1,00 0,97 0,94 Rendah Empat lajur terbagi 1,00 0,98 0,95 0,92 Sedang 4/2 D 0,98 0,95 0,92 0,88 Tinggi 0,96 0,92 0,88 0,84 Sangat Tinggi 1,03 1,01 0,99 0,96 Sangat rendah 1,02 1,00 0,97 0,94 Rendah Empat lajur tak 1,00 0,98 0,95 0,92 Sedang terbagi 4/2 UD 0,98 0,94 0,91 0,87 Tinggi 0,95 0,90 0,86 0,80 Sangat tinggi 1,01 0,99 0,96 0,94 Sangat rendah Dua lajur tak 1,00 0,97 0,94 0,92 Rendah terbagi 0,98 0,95 0,92 0,89 Sedang 2/2 UD atau jalan 0,95 0,90 0,86 0,82 Tinggi satu arah 0,91 0,85 0,79 0,73 Sangat tinggi *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-18
Penentuan faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota pada jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.16. Tabel 2.16 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota FCCS Pada Jalan Perkotaan Ukuran Kota Faktor penyesuaian untuk ukuran kota ( Juta Penduduk ) ( FCCS ) 0,86 < 0,1 0,90 0,1 – 0,5 0,94 0,5 – 1,0 1,00 1,0 – 3,0 1,04 > 3,0 *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
4. Derajat Kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan merupakan perbandingan antara arus total (Q) dan kapasitas jalan (C) sehingga DS = Q/C .......................(3) 5. Kecepatan (V) dan waktu tempuh rata-rata (TT) Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV). Waktu tempuh rata-rata merupakan perbandingan antara panjang segmen (L) dengan kecepatan rata-rata ruang LV (V), sehingga TT = L/V ....................................(4) (Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen dalam detik dapat dihitung dengan : TT x 3600) 6. Tundaan a) Hubungan antara speed dan density Kecepatan / speed diperoleh dari kecepatan yang terdistribusi dalam ruang, biasa disebut space mean speed (Us) sedangkan kepadatan / density merupakan jumlah kendaraan pada panjang ruas jalan tertentu, hubungan keduanya digambarkan dengan metode Greenshield. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan besarnya space mean speed (Us) adalah sebagai berikut :
Us =
L 1 n ∑ ti n t =1
Keterangan :
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
.....................(5)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-19
Us : space mean speed (km/jam) L : Panjang ruas jalan tertentu (m) n
: Jumlah kendaraan yang lewat
i
: Kendaraan ke-I (dari 1-n)
ti : Waktu yang dicatat kendaraan ke-I (detik) b) Penurunan Kecepatan Kendaraan Akibat adanya penurunan kecepatan maka flow yang mengalir pada ruas jalan tersebut akan berkurang dan kepadatan (D) akan bertambah.
⎡ Us D = ⎢1 ⎣ Uf
⎤ ⎥ Dj ⎦
.....................(6)
Keterangan : D : Kepadatan (kend/km) Us : space mean speed (km/jam) Uf : free flow speed (km/jam) Dj : density jam (kend/km) Adapun rumus untuk memperoleh tundaan/delay yang terjadi adalah :
⎡ 1 x flow normal ⎤ ⎡ 1 x flow ⎤ Delay = ⎢ ⎥ − ⎢ 2 ⎥ ........(7) 2 ⎦ ⎦ ⎣ ⎣ Keterangan : flownormal : Jumlah kendaraan survey pada jam tertentu (kend/jam) flow = Us x D (kend/jam) 7. Analisa tingkat kinerja lalu lintas dilakukan sebagai berikut : a) Penentuan kecepatan arus bebas dan kapasitas untuk kondisi dasar tertentu untuk setiap tipe jalan b) Perhitungan kecepatan arus bebas dan kapasitas untuk kondisi jalan sesungguhnya dengan menggunakan tabel berisi faktor penyesuaian yang ditentukan secara empiris sesuai karakteristik geometrik, lalu lintas dan lingkungan jalan yang diamati c) Penentuan kecepatan Sesungguhnya dari kurva kecepatan dan arus yang dinyatakan dengan derajat kejenuhan (DS) Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-20
8. Penilaian Perilaku Lalu lintas Dari analisa jalan perkotaan akan diperoleh nilai kapasitas dan perilaku lalu lintas pada kondisi tertentu yang berkaitan dengan rencana geometrik, lalu lintas dan lingkungan. Karena hasilnya biasanya tidak dapat diperkirakan sebelumnya, mungkin diperlukan perbaikan kondisi yang sesuai dengan keadaan di lapangan sesungguhnya, terutama kondisi geometrik, untuk memperoleh perilaku lalu lintas yang diinginkan berkaitan dengan kapasitas, kecepatan dan sebagainya. Cara yang paling tepat untuk menilai hasilnya adalah dengan melihat derajat kejenuhan dari kondisi yang diamati, dan membandingkan dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur fungsional yang diinginkan dari segmen jalan tersebut. Jika derajat kejenuhan yang diperoleh terlalu tinggi (DS > 0,75), asumsi yang berkaitan dengan penampang melintang jalan dapat diubah, dan membuat perhitungan baru. Perlu diperhatikan bahwa untuk jalan terbagi, penilaian harus dikerjakan dahulu pada setiap arah untuk sampai pada penilaian yang menyeluruh.
2.3 PERSIMPANGAN Persinpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Persimpangan merupakan bagian yang terpenting dari jalan perkotaan sebab sebagian dari efisiensi, keamanan, kecepatan, biaya operasi dan kapasitas lalu lintas tergantung pada perencanaan persimpangan. Setiap persimpangan mencakup pergerakan lalu lintas menerus dan lalu lintas yang saling memotong pada satu atau lebih dari kaki persimpangan dan mencakup juga pergerakan perputaran. Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan dengan berbagai cara, tergantung pada jenis persimpangannya.
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-21
2.3.1 Geometrik Persimpangan Dalam evaluasi
geometrik persimpangan menggunakan buku
referensi “ Standar Geometri Jalan Perkotaan Tahun 2004 “ Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan Direktorat Bina Teknik. Untuk perencanaan jalan raya, bentuk geometriknya harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang optimal terhadap lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Jenis-jenis persimpangan yang ada pada setiap jalan raya adalah cukup beragam, yang ditinjau dari segi struktural dan fungsional. Adapun ragam jenis persimpangan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Persimpangan jalan raya-jalan raya a. Persimpangan Sebidang 1) Persimpangan tanpa lampu (Unsignalised Intersection) 2) Persimpangan dengan lampu (Signalised Intersection) b. Persimpangan tidak sebidang (Interchange) c. Jalinan 2. Persimpangan jalan raya-jalan rel a. Persimpangan sebidang b. Persimpangan tidak sebidang 2.3.2 Persimpangan Sebidang Tak Bersinyal (Unsignalized Intersection) Persimpangan yang dimaksud adalah persimpangan pada satu bidang antara dua jalur atau lebih jalan raya. Pada daerah persimpangan ini terjadi gerakan membelok atau memotong arus lalu lintas lain, dan arus lalu lintas yang saling berpotongan ini jenisnya sama yaitu arus lalu lintas jalan raya. Simpang tak bersinyal dengan berlengan 3 dan 4 secara formil dikendalikan oleh aturan dasar lalu lintas Indonesia yaitu memberi jalan pada kendaraan yang dari kiri. Ukuran kinerja dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometri, lingkungan dan lalu lintas. Anggapan Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-22
bahwa simpang jalan berpotongan tegak lurus dan terletak pada alinyemen datar dan berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0,8 – 0,9. Pada kebutuhan lalu lintas yang tinggi perilaku lalu lintas menjadi agresif dan ada resiko tinggi bahwa simpang tersebut akan terhalang oleh pengemudi yang berebut ruang terbatas pada derah konflik. Perilaku lalu lintas di Indonesia yang diamati pada simpang tak bersinyal dapat berubah apabila diberi pemasangan dan pelaksanaan rambu lalu lintas “ berhenti “ atau “ beri jalan “ pada persimpangan tak bersinyal, atau melalui penegak aturan hak jalan lebih dulu dari kiri. Pada umumnya simpang tak bersinyal dengan pengaturan hak jalan (prioritas dari sebelah kiri) digunakan di daerah pemukiman perkotaan dan daerah pedalaman untuk persimpangan antara jalan lokal dengan arus lalu lintas rendah. Untuk persimpangan dengan kelas dan atau fungsi jalan yang berbeda, lalu lintas pada jalan minor harus diatur dengan tanda “ yield “, “ stop “, “ give way “, atau “ jalan pelan-pelan “.(Hobbs, 1995) Pada volume lalu lintas dengan gerakan membelok (kiri atau kanan) cukup besar
maka pengaturan persimpangan dapat dilakukan dengan
menganalisasi (mengarahkan) kendaraan dengan gerakan membelok tersebut ke dalam lintasan-lintasan yang bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi titik dan daerah konflik.
2.3.2.1 Analisa Simpang Sebidang Tak Bersinyal 1. Data Masukan a. Kondisi Geometrik Mengenai informasi kondisi geometrik simpang b. Kondisi Lalu lintas Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut Arus Jam Rencana, atau Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang sesuai untuk konversi dari LHRT menjadi arus per jam. 1) Perhitungan
arus
penumpang (smp)
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
lalu
lintas
dalam
satuan
mobil
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-23 Konversi
ke
dalam
(smp/jam)
dilakukan
dengan
mengalikan emp pada Tabel 2.17 di bawah :
Tabel 2.17 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada Simpang Nilai emp untuk tiap pendekat
Jenis Kendaraan
Terlindung ( P )
Berlawanan ( O )
LV
1,0
1,0
HV
1,3
1,3
MC
0,5
0,5
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
2) Menghitung arus total dalam smp/jam sebagai berikut :
Fsmp
= ( empLV x LV% + empHV x HV% + empMC x
MC% ) / 100
.....................(8)
3) Konversi nilai arus lalu lintas yang diberikan dalam LHRT melalui perkalian dengan faktor-k
QDH = k x LHRT
.....................(9)
4) Nilai normal variabel umum lalu lintas
Tabel 2.18 Nilai Normal Faktor-k Lingkungan Jalan
Faktor-k ukuran jalan > 1 juta
≤ 1 juta
Jalan di daerah komersil dan jalan arteri
0,07 – 0,08
0,08 – 0,10
Jalan di daerah pemukiman
0,08 – 0,09
0,09 – 0,12
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.19 Nilai Normal Komposisi Lalu lintas Ukuran kota Juta penduduk
Komposisi lalu lintas kendaraan bermotor ( % )
Sepeda Kend. Kend. motor Berat Ringan (MC) (HV) (LV) 35,5 4,5 60 >3J 41 3,5 55,5 1,0 – 3,0 J 57 3,0 40 0,5 – 1,0 34,5 2,5 63 0,1 – 0,5 J 34,5 2,5 63 < 0,1 J *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Ratio kendaraan tak bermotor ( UM/MV ) 0,01 0,05 0,14 0,05 0,05
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-24
Tabel 2.20 Nilai Normal Lalu lintas Faktor
Normal
Rasio jalan minor PMI
0,25
Rasio belok kiri PLT
0,15
Rasio belok kanan PRT
0,15
Faktor smp, Fsmp
0,85
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.21 Kelas Ukuran Kota Ukuran kota
Jumlah penduduk ( juta )
Sangat kecil
< 0,1
Kecil
0,1 – 0,5
Sedang
0,5 – 1,0
Besar
1,0 – 3,0
Sangat besar
> 3,0
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.22 Tipe Lingkungan Jalan Lingkungan Komersial
Keterangan Tata guna lahan komersial ( misalnya pertokoan, rumah makan, perkantoran ) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan. Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan
Pemukiman
masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan. Tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung terbatas ( misalnya karena adanya penghalang
Akses terbatas
fisik, jalan samping, dll )
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
5) Perhitungan rasio belok dan rasio arus jalan minor a) Menghitung arus jalan minor total : QMI = jumlah seluruh arus pendekat jalan minor (smp/jam) b) Menghitung arus jalan utama total : QMA = jumlah seluruh arus pendekat jalan utama (smp/jam) Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-25
QTOT = QMI + QMA
.....................(10)
c) Menghitung rasio arus jalan minor : PMI = QMI / QTOT
.....................(11)
d) Menghitung rasio arus belok kiri dan kanan total : PLT = QLT / QTOT; PRT = QRT / QTOT
...............(12)
e) Menghitung rasio antara arus kendaraan tak bermotor dengan kendaraan bermotor : PUM = QUM / QTOT
.....................(13)
2. Kapasitas Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (CO) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor penyesuaian (F). Dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas.
C = CO x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI ..(14) Keterangan : C
: Kapasitas (smp/jam)
CO
: Kapasitas dasar (smp/jam)
FW
: Faktor penyesuaian labar pendekat
FM
: Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS
: Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU
: Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan
FLT
: Faktor penyesuaian belok kiri
FRT
: Faktor penyesuaian belok kanan
FMI
: Faktor penyesuian rasio arus jalan minor
Nilai kapasitas dasar diperoleh dari Tabel 2.23 berikut ini:
Tabel 2.23 Nilai Kapasits Dasar Tipe simpang IT
Kapasitas dasar (smp/jam)
332 342 324 atau 344 422
2700 2900 3200 2900
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-26
424 atau 444 *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
3400
Variabel-variabel masukan untuk perkiraan kapasitas (smp/jam) dapat dilihat pada Tabel 2.24 di bawah ini :
Tabel 2.24 Ringkasan Variabel-variabel Masukan Model Kapasitas Tipe Variabel
Uraian variabel dan nama masukan
Tipe simpang IT Lebar rata-rata pendekat WI Tipe median jalan utama M Kelas ukuran kota CS Lingkungan Tipe lingkungan jalan RE Hambatan samping SF Rasio kendaraan tak bermotor PUM Rasio belok kiri PLT Lalu lintas Rasio belok kanan PRT Rasio arus jalan minor QMI/QTOT *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Geometri
Faktor Model FW FM FCS FRSU FLT FRT FMI
a) Nilai faktor penyesuaian untuk kapasitas dapat dilihat pada uraian di bawah :
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Gambar 2.1 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat ( FW ) Tabel 2.25 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama Uraian
Tipe M
Tidak ada median jalan utama
Tidak ada
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Faktor Penyesuaian median, ( FM ) 1,00
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-27
Ada median jalan utama, lebar < 3m Sempit Ada median jalan utama, lebar ≥ 3m Lebar *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
1,05 1,20
Tabel 2.26 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota ( FCS ) Ukuran kota Penduduk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota CS (juta ) ( FCS ) 1,05 < 0,1 Sangat kecil 1,00 0,1 – 0,5 Kecil 0,94 0,5 – 1,0 Sedang 0,83 1,0 – 3,0 Besar 0,82 > 3,0 Sangat besar *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.27 Faktor Koreksi Gangguan Samping ( FSF ) Kelas tipe lingkungan jalan RE
Kelas Hambatan Samping SF
Rasio Kendaraan tak Bermotor 0,00
0,93 Tinggi 0,94 Sedang 0,95 Rendah 0,96 Pemukiman Tinggi 0,97 Sedang 0,98 Rendah Akses Terbatas Tinggi/sedang/rend 1,00 ah *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Komersial
0,05 0,88 0,89 0,90 0,91 0,92 0,93 0,95
0,10 0,84 0,85 0,86 0,86 0,87 0,88 0,90
0,15 0,79 0,80 0,81 0,82 0,82 0,83 0,85
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Gambar 2.2 Faktor Penyesuaian Belok Kiri ( FLT ) Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
0,20 0,74 0,75 0,76 0,77 0,77 0,78 0,80
≥0,2 5 0,70 0,70 0,71 0,72 0,73 0,74 0,75
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-28
Faktor penyesuaian belok kiri ( FLT ) = 0,84 + 1,61 PLT
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Gambar 2.3 Faktor Penyesuaian Belok Kanan ( FRT ) Untuk simpang 4 lengan
FRT =1,0
Untuk simpang 3 lengan
FRT = 1,09 – 0,922 PRT
Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor seperti terlihat pada
Tabel 2.28 berikut :
Tabel 2.28 Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor (FMI) IT 422 424 444
FMI 1.19 x PMI2 – 1.19 x PMI + 1.19 16.6 x PMI4 – 3.33 x PMI3 + 25.3 x PMI2 – 8.6 x PMI + 19.5 1.11 x PMI2 – 1.11 x PMI + 1.11 1.19 x PMI2 – 1.19 x PMI + 1.19 322 -0.595 x PMI2 + 0.595 x PMI3 + 0.74 1.9 x PMI2 – 1.19 x PMI + 1.19 342 2.38 x PMI2 – 2.38 x PMI + 1.49 16.6 x PMI4 – 3.33 x PMI3 + 25.3 x PMI2 – 8.6 x PMI + 19.5 324 1.11 x PMI2 – 1.11 x PMI + 1.11 344 -0.555 x PMI2 – 0.55 x PMI + 0.69 *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
PMI 0.1 – 0.9 0.1 - 0.3 0.3 – 0.9 0.1 – 0.5 0.5 – 0.9 0.1 – 0.5 0.5 – 0.9 0.1 – 0.3 0.3 – 0.5 0.5 – 0.9
PMI (Rasio arus jalan minor) =QMI (Arus jalan minor)/QTOT Arus total)
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-29
Atau dengan Grafik pada Gambar 2.4 berikut.
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Gambar 2.4 Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor
3. Perilaku Lalu lintas a. Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan untuk semua simpang, (DS) dihitung sebagai berikut : DS =
Q smp
.....................(15)
C
Dimana : Qsmp
: arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut
Qsmp
= Qkend x Fsmp
Fsmp
: Faktor smp, dihitung sebagai berikut :
Fsmp = (empLVxLV% + empHV x HV% + empMC x MC% )/100 C : kapasitas (smp/jam) b. Tundaan Tundaan pada simpang dapat terjadi karena dua sebab : a) TUNDAAN LALU LINTAS (DT) akibat interaksi lalu lintas dengan pergerakan yang lain dalam simpang Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-30 b) TUNDAAN GEOMETRIK (DG) akibat perlambatan dan percepatan kendaraan yang terganggu dan tak terganggu Tundaan lalu lintas seluruh simpang dan (DTL), jalan minor (DTMI) dan jalan utama (DTMA) ditentukan dari kurva tundaan empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel bebas. Tundaan Geometrik dihitung dengan rumus : Untuk DS < 1,0 DG = ( 1-DS ) x ( pTx6 + ( 1-pT )x3) + DSx4 (det/smp)
.....................(16) Untuk DS > 1,0; DG = 4 Dimana : DS : Derajat kejenuhan PT : Rasio arus belok terhadap arus total 6
: Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak terganggu (det/smp)
4
: Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang terganggu (det/smp)
Tundaan Simpang dihitung dengan rumus : D = DG + DTI
.....................(17)
Dimana : DG : Tundaan geometrik simpang DTI
: Tundaan lalu lintas simpang
c. Peluang Antrean Rentang nilai peluang antrean dihitung sebagai berikut : QP % = 47,71 DS – 24,68 DS2 + 56,47 DS3
.............(18)
Sampai : QP % = 9,02 DS + 20,66 DS2 + 10,49 DS3
2.3.3 Persimpangan Sebidang Bersinyal ( Signalized Intersection )
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
.............(19)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-31
Persimpangan ini adalah pertemuan atau perpotongan pada satu bidang antara dua atau lebih jalur jalan raya dengan lalu lintas masingmasing, dan pada titik-titik persimpangan dilengkapi dengan lampu sebagai rambu-rambu lalu lintas. Simpang bersinyal merupakan bagian dari sistem kendali waktu yang dirangkai kalau sinyal aktuasi kendaraan, biasanya memerlukan metode dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geometric dan tuntutan lalu lintas. Dengan
menggunakan
sinyal,
kapasitas
dapat
didistribusikan
keberbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masing-masing pendekat. Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang = konflik-konflik kedua. Setiap pemasangan lampu lalu lintas bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih fungsi-fungsi dibawah ini, yaitu : 1. Menghindari kemacetan simpang 2. Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur 3. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada persimpangan 4. Mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas pada persimpangan 5. Memutuskan arus lalu lintas tinggi dan menerus sehingga memungkinkan adanya penyeberangan kendaraan lain atau pejalan kaki 6. Mengatur penggunaan jalur lalu lintas 7. Lalu lintas yang lewat dapat dikoordinasikan dengan persimpangan berikutnya untuk menyediakan suatu pergerakan yang kontinyu bagi lalu lintas pada suatu ruas jalan. 8. Untuk menghemat tenaga polisi lalu lintas 9. Memberikan
rasa
aman
bagi
pengemudi
karena
hak/kesempatan untuk melewati suatu persimpangan. Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
memperoleh
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-32
10. Lampu lalu lintas tidak dapat terpengaruh, tetapi tidak pula memihak Meskipun demikian pemasangan lampu lalu lintas tidak selamanya memberikan pemecahan masalah lalu lintas pada persimpangan. Diantaranya bisa dikarenakan oleh pembagian waktu sinyal lampu hijau dan lampu merah yang tidak seimbang. Akibat yang kurang menguntungkan diantaranya yaitu : 1. Pada waktu arus lalu lintas kecil akan menyebabkan penghambatan perjalanan dan pemborosan bahan baker 2. Kecelakaan berupa tabrakan dari belakang bisa bertambah 3. Jika pemasangan lampu kurang baik maka akan menyebabkan penghambatan da mengundang adanya pelanggaran lalu lintas 4. Ada kecenderungan untuk menghindari lampu lalu lintas dengan melewati rute lain 5. Jika pengatur lampu lalu lintas rusak, keadaan lalu lintas pada persimpangan tersebut dapat menjadi tidak terkendali Untuk mengatur lalu lintas pada persimpangan pemasangan lampu lalu lintas dapat dilakukan dengan beberapa alasan sebagai berikut : 1. Kehilangan waktu total atau rata-rata kehilangan waktu kendaraan akan mengecil dengan adanya lampu pengatur lalu lintas, biasanya hal ini berlaku pada persimpangan jalan yang ramai 2. Secara
ekonomis
pemasangan
lampu
lalu
lintas
akan
lebih
menguntungkan 3. Arus utama yang besar perlu dihentikan untuk melewatkan arus lalu lintas yang lebih kecil 4. Ada penyeberangan untuk pejalan kaki, misalnya disekitar sekolah, pasar, pertokoan dan lain-lain 5. Adanya koordinasi antara persimpangan yang berdekatan pada ruas jalan yang sama 6. Jumlah kecelakaan yang terjadi pada persimpangan relatif besar 7. Sebagai pengganti tenaga polisi lalu lintas Sebagai prinsip umum, simpang bersinyal bekerja paling efektif apabila simpang memenuhi keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. Daerah konflik didalam daerah simpang adalah kecil
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-33
2. Simpang tersebut simetris, artinya jarak dari garis stop terhadap titik perpotongan untuk gerakan lalu lintas yang berlawanan adalah simetris 3. Lajur bersama untuk lalu lintas lurus dan membelok digunakan sebanyak mungkin dibandingkan dengan lajur terpisah untuk lalu lintas membelok 4. Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya dibuat lebih lebar daripada lebar standar untuk lalu lintas kendaraan tak bermotor 5. Lajur membelik yang terpisah sebaiknya direncanakan menjauhi garis utama lalu lintas, dan panjang lajur membelok harus mencukupi sehingga arus membelok tidak menghambat pada lajur terus 6. Median harus digunakan bila lebar jalan lebih dari 10 m untuk mempermudah penyeberangan pejalan kaki dan penempatan tiang sinyal kedua 7. Marka penyeberangan pejalan kaki sebaiknya ditempatkan 3-4 m dari garis lurus perkerasan untuk mempermudah kendaraan yang membelok mempersilahkan pejalan kaki menyeberang dan tidak menghalangi kendaraan-kendaraan yang bergerak lurus 8. Perhentian bus sebaiknya diletakkan setelah simpang, yaitu ditempat keluar dan bukan ditempat pendekat Pola urutan lampu lalu lintas yang digunakan di Indonesia mengacu pada pola yang dipakai di Amerika Serikat, yaitu : merah, kuning dan hijau. Hal ini untuk memisahkan atau menghindari terjadinya konflik akibat pergerakan lalu lintas lainnya. Pemasangan lampu lalu lintas pada persimpangan ini dipisahkan secara koordinat dengan sistem kontrol waktu secara tetap atau dengan bantuan manusia.
2.3.3.1 Analisa Simpang Sebidang Bersinyal
1. Data Masukan a. Geometrik Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau sub pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok kanan dan/atau belok kiri mendapat Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-34 sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu lintas dalam pendekat untuk masing-masing pendekat atau sub pendekat
lebar
efektif
(W)
ditetapkan
dengan
mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan keluar suatu simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok. b. Pengaturan Lalu lintas 1) Pengaturan waktu tetap umumnya dipilih bila simpang tersebut merupakan bagian dari sistem sinyal lalu lintas terkoordinasi. 2) Pengaturan sinyal semi aktuasi (detektor hanya dipasang pada jalan minor atau tombol penyeberangan pejalan kaki) umunya dipilih bila simpang tersebut terisolir dan terdiri dari sebuah jalan minor atau penyeberangan pejalan kaki dan berpotongan dengan sebuah jalan arteri utama. Pada keadaan ini sinyal selalu hijau untuk jalan utama bila tidak ada kebutuhan dari jalan minor. 3) Pengaturan sinyal aktuasi penuh adalah moda pengaturan yang paling efisien untuk simpang terisolir diantara jalanjalan dengan kepentingan dan kebutuhan lalu lintas yang sama atau hampir sama. 4) Pengaturan sinyal terkoordinasi umumnya diperlukan bila jarak antara simpang bersinyal yang berdekatan adalah kecil (≤ 200 m). 5) Fase Sinyal umumnya mempunyai dampak yang besar pada tingkat kinerja dan keselamatan lalu lintas sebuah simpang daripada jenis pengaturan. Waktu hilang sebuah simpang bertambah dan rasio hijau untuk setiap fase berkurang bila fase tambahan diberikan. Maka sinyal akan efisien bila dioperasikan hanya pada dua fase, yaitu hanya waktu hijau untuk konflik utama yang dipisahkan. Tetapi dari sudut keselamatan lalu lintas, angka kecelakaan umumnya berkurang bila konflik utama antara lalu lintas Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-35 belok kanan dipisahkan dengan lalu lintas terlawan, yaitu dengan fase sinyal terpisah untuk lalu lintas belok kanan. 6) Belok Kiri Langsung sedapat mungkin digunakan bila ruang jalan yang tersedia mencukupi untuk kendaraan belok kiri melewati antrean lalu lintas lurus dari pendekat yang sama, dan dengan aman bersatu dengan lalu lintas lurus dari fase lainnya yang masuk ke lengan simpang yang sama. 7) Pemeriksaan Ulang Waktu Sinyal yang sering untuk menurunkan tundaan dan gas buangan. 8) Waktu Kuning sebaiknya dijadikan 5 detik pada sinyal dijalan kecepatan tinggi. 9) Penempatan Tiang Sinyal dilakukan edemikian rupa sehingga setiap gerakan lalu lintas pada simpang mempunyai dua tiang sinyal, yaitu : a) Sebuah sinyal utama ditempatkan didekat garis stop pada sisi kiri pendekat b) Sebuah sinyal kedua ditempatkan pada sisi kanan pendekat Kondisi lingkungan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.29 Tabel 2.29 Tipe Lingkungan Jalan Lingkungan Komersial
Keterangan Tata guna lahan komersial ( misalnya pertokoan, rumah makan, perkantoran ) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan. Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan
Pemukiman
masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan. Tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung terbatas ( misalnya karena adanya penghalang
Akses terbatas
fisik, jalan samping, dll )
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
c. Nilai normal variabel umum lalu lintas Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-36 Data lalu lintas sering tidak ada atau kualitasnya kurang baik. Nilai normal yang diberikan pada Tabel 2.30 sampai
Tabel 2.33 di bawah dapat digunakan untuk keperluan perencanaan sampai data yang lebih baik tersedia. Tabel 2.30 Nilai Normal Faktor-k Lingkungan Jalan
Faktor-k ukuran jalan > 1 juta
≤ 1 juta
Jalan di daerah komersil dan jalan arteri
0,07 – 0,08
0,08 – 0,10
Jalan di daerah pemukiman
0,08 – 0,09
0,09 – 0,12
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.31 Nilai Normal Komposisi Lalu lintas Komposisi lalu lintas kendaraan bermotor ( % )
Ukuran kota Juta penduduk
Ratio kendaraan tak bermotor ( UM/MV )
Sepeda Kend. Kend. motor Berat Ringan (MC) (HV) (LV) 35,5 4,5 60 >3J 41 3,5 55,5 1,0 – 3,0 J 57 3,0 40 0,5 – 1,0 34,5 2,5 63 0,1 – 0,5 J 34,5 2,5 63 < 0,1 J *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
0,01 0,05 0,14 0,05 0,05
Tabel 2.32 Nilai Normal Lalu lintas Faktor
Normal
Rasio jalan minor PMI
0,25
Rasio belok kiri PLT
0,15
Rasio belok kanan PRT
0,15
Faktor smp, Fsmp
0,85
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.33 Kelas Ukuran Kota Ukuran kota Sangat kecil
Jumlah penduduk ( juta ) < 0,1
Kecil
0,1 – 0,5
Sedang
0,5 – 1,0
Besar
1,0 – 3,0
Sangat besar
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
> 3,0
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-37 *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
d. Arus Lalu lintas Perhitungan dilakukan persatuan jam untuk satu atau lebih periode. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri QLT, lurus QST dan belok kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekatan terlindung dan terlawan. Jenis kendaran dibagi dalam beberapa tipe, seperti terlihat pada Tabel 2.34 dam memiliki nilai konversi pada tiap pendekat seperti tersaji pada Tabel 2.35. Tabel 2.34 Tipe Kendaraan No.
Tipe Kendaraan
Definisi
1
Kendaraan tak bermotor ( UM )
Sepeda, becak
2
Sepeda bermotor ( MC )
Sepeda motor, colt, pick up, station
3
Kendaraan ringan ( LV )
Wagon
4
Kendaraan berat ( HV )
Bus, truk
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.35 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada Simpang Jenis Kendaraan
Nilai emp untuk tiap pendekat Terlindung ( P )
Berlawanan ( O )
LV
1,0
1,0
HV
1,3
1,3
MC
0,2
0,4
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Setiap pendekatan harus dihitung perbandingan belok kiri (PLT) dan belok kanan (PRT) dengan formula sebagai berikut:
PLT =
LT ( smp/jam ) RT ( smp/jam ) ; PRT = ......(20) Total ( smp/jam ) Total ( smp/jam )
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-38 Keterangan : LT : arus belok kiri (smp/jam) RT : arus belok kanan (smp/jam)
e. Model Dasar Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut :
C = S x g/c
...................(21)
Keterangan : C = Kapasitas (smp/jam) S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrean dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam smp per-jam hijau) g
= Waktu hijau (detik)
c
= Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)
Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu lintas lainnya.
2. Persinyalan a. Fase sinyal Untuk merencanakan fase sinyal dilakukan dengan berbagai alternatif untuk evaluasi. Sebagai langkah awal dilakukan control dengan dua fase. Jumlah fase yang baik adalah fase yang menghasilkan kapasitas besar dan rata-rata tundaan rendah. Bila arus belok kanan dari satu kaki dan atau arus belok kanan dari kiri lawan arah terjadi pada fase yang sama, arus ini dinyatakan sebagai terlawan (opposed), sedangkan arus belok kanan yang dipisahkan fasenya dengan arus lurus atau belok Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-39 kanan tidak diijinkan, maka arus ini dinyatakan sebagai terlindung (protected).
b. Waktu merah semua (all red) dan Lost Time (LT) Dalam analisa perencanaan, waktu antara hijau (intergreen) dapat diasumsikan berdasarkan nilai pada Tabel 2.36 dibawah ini.
Tabel 2.36 Nilai Normal Waktu antar Hijau Ukuran Lebar Jalan Rata-rata Nilai Lost Time Persimpangan (m) (LT) ( detik/fase ) 4 6–9 Kecil 5 10 – 14 Sedang >6 > 15 Besar *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Waktu merah semua dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut :
⎡L + I L ⎤ Merah semua = ⎢ EV EV − AV ⎥ ...................(22) VAV ⎦ ⎣ VEV Keterangan : LEV dan LAV
: Jarak dari garis henti ke titik konflik untuk masing-masing kendaraan yang berangkat dan yang datang (m).
IEV
: Panjang kendaraan yang berangkat (m).
VEV dan VAV : Kecepatan masing-masing kendaran yang berangkat dan yang dating (m/dt). Periode merah semua antar fase harus sama atau lebih besar dari LT setelah waktu All Red ditentukan, total waktu hilang (LT) dapat dihitung sebagai penjumlahan periode waktu antara hijau (IG).
LTI = Σ ( Merah Semua + Kuning )I = Σ IGi .........(23)
3. Penentuan Waktu Sinyal a. Pemilihan tipe pendekat (approach) Pemilihan tipe pendekat/approach yaitu termasuk tipe terlindung/protected (P) yaitu arus berangkat tanpa konflik Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-40 dengan
lalu
lintas
dari
arah
berlawanan
atau
tipe
terlawan/opposed (O) yaitu arus berangkat dengan konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan. b. Lebar efektif pendekat/approach (We = Width effective) 1) Untuk semua tipe pendekat (P dan O) Jika WLTOR > 2,0 meter, maka We = Wmasuk, tidak termasuk belok kiri. Jika WLTOR < 2,0 meter, maka We = WA, termasuk gerakan belok kiri. Keterangan : WA
: Lebar pendekat
WLTOR : Lebar pendekat dengan belok kiri langsung 1) Untuk tipe pendekat P Jika Wkeluar < We x ( 1 – PRT - PLTOR ), We sebaiknya diberi nilai baru = Wkeluar. Keterangan : PRT
: Rasio kendaraan belok kanan
PLTOR : Rasio kendaraan belok kiri langsung c. Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metode Webster (1966) untuk meminimumkan tundaaan total pada suatu simpang. 1) Waktu Siklus
c = ( 1,5 x x LTI + 5 ) / ( 1 – ΣFRcrit ) ...................(24) Keterangan : c
= Waktu siklus sinyal (detik)
LTI
= Jumlah waktu hilang per siklus (detik)
FR
= Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)
FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal ΣFRcrit = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut 2) Waktu Hijau
gi = ( c – LTI ) x FRcrit / ΣFRcrit Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
...................(25)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-41 Keterangan : gi
= Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)
d. Arus jenuh dasar ( So ) 1) Untuk tipe pendekat P
So = 600 x We smp/jam hijau
...................(26)
2) Untuk tipe pendekat O So ditentikanberdasarkan grafik arus jenuh dasar (So) untuk pendekat tipe O. Sebagai fungsi dari lebar efektif (We), arus belok kanan dari arah diri (QRT) dan arus belok kanan dari arah lawan (QRTO). e. Faktor Koreksi Penetapan faktor koreksi untuk nilai arus lalu lintas dasar kedua tipe approach (protected dan opposed) pada simpang adalah sebagai berikut : a) Faktor koreksi ukuran kota (FCS), sesuai Tabel 2.37.
Tabel 2.37 Faktor Koreksi Ukuran Kota ( FCS ) untuk Simpang Jumlah Penduduk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota ( dalam juta ) ( FCS ) 1,05 > 3,0 1,00 1,0 – 3,0 0,94 0,5 – 1,0 0,83 0,1 – 1,0 0,82 < 0,1 *)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
b) Faktor koreksi hambatan samping ditentukan sesuai
Tabel 2.38 berikut : Tabel 2.38 Faktor Koreksi Gangguan Samping ( FSF ) Lingkungan Jalan Komersial ( COM )
Hambatan Samping Tinggi
Tipe Fase Terlawan Terlindung
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Rasio Kendaraan tak Bermotor 0,00 0,93 0,93
0,05 0,88 0,91
0,10 0,84 0,88
0,15 0,79 0,87
0,20 0,74 0,85
≥0,25 0,70 0,81
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-42
Sedang Kecil Pemukiman ( RES )
Tinggi Sedang Kecil
Akses Terbatas ( RA )
Tinggi/sedang/ kecil
Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung
0,94 0,94 0,95 0,95 0,96 0,96 0,97 0,97 0,98 0,98 1,00 1,00
0,89 0,92 0,90 0,93 0,91 0,94 0,92 0,95 0,93 0,96 0,95 0,98
0,85 0,89 0,86 0,90 0,86 0,92 0,87 0,93 0,88 0,94 0,90 0,98
0,80 0,88 0,81 0,89 0,81 0,89 0,82 0,90 0,83 0,91 0,85 0,93
0,75 0,86 0,76 0,87 0,78 0,86 0,79 0,87 0,80 0,88 0,90 0,90
0,81 0,82 0,72 0,83 0,72 0,84 0,73 0,85 0,74 0,86 0,75 0,88
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
c) Faktor penyesuaian kelandaian (FG) ditentukan dari gambar C-4:1 (MKJI 1997) sebagai fungsi dari kelandaian ( GRAD ). d) Faktor koreksi parkir (FP) ditentukan oleh formula :
⎛ Lp ⎞ ( WA - 2 ) x ⎜ - g⎟ Lp 3 ⎠ ⎝ − WA Fp = 3 g
................(27)
Keterangan : FP
: Faktor koreksi parkir
LP
: Jarak antara garis henti dan kendaraan yang parkir pertama
WA
: Lebar pendekat/approach
g
: Waktu hijau
e) Penentuan faktor koreksi untuk nilai arus jenuh dasar tipe pendekat protected (P) tanpa median, jalan dua arah dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk dihitung dengan rumus :
FRT = 1,0 + PRT x 0,26
...................(28)
f) Faktor koreksi belok kiri ( FLT ) untuk tipe pendekat ( P ) tanpa LTOR dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk, dihitung dengan rumus :
FLT = 1,0 – PLT x 0,16 Keterangan :
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
...................(29)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-43 PRT
: Rasio belok kanan
PLT
: Rasio belok kiri
f. Perhitungan
untuk
menentukan
nilai
arus
jenuh
(S)
menggunakan formula :
S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT .......(30) Keterangan
:
SO : Arus jenuh dasar FCS : Faktor koreksi ukuran kota FSF : Faktor koreksi hambatan samping FG : Faktor koreksi kelandaian FP : Faktor koreksi parkir FRT : Faktor koreksi belok kanan FLT : Faktor koreksi belok kiri g. Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh faktor koreksi. Perbandingan keduanya menggunakan rumus berikut :
FR = Q/S
...................(31)
Sedangkan arus kritis dihitung dengan rumus :
PR = ( FRerit ) / IFR
...................(32)
Keterangan : IFR
: Perbandingan arus simpang Σ ( FRerit )
Q
: Arus lalu lintas ( smp/jam )
S
: Arus jenuh ( smp/jam )
h. Waktu siklus sebelum penyesuaian ( cua ) dan waktu hijau. Waktu siklus dihitung dengan rumus : c ua =
( 1,5 x LTI + 5 ) ( 1 - IFR )
...................(33)
Adapun waktu siklus yang layak untuk simpang adalah seperti terlihat pada Tabel 2.39. Tabel 2.39 Waktu Siklus yang Layak untuk Simpang Tipe Pengaturan
Waktu Siklus ( det )
2 fase
40 – 80
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-44 3 fase
50 – 100
4 fase
60 – 130
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Waktu hijau ( green time ) untuk masing-masing fase menggunakan rumus : ...................(34)
gi = ( cua – LTI ) x PRi
Sedangkan
waktu
siklus
yang
telah
disesuaikan
(c)
berdasarkan waktu hijau yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang ( LTI ) dihitung dengan rumus : c = Σ g + LTI
...................(35)
Keterangan : g
: waktu hijau dalam fase-I (detik)
LTI
: Total waktu hilang per siklus (detik)
PRi : Perbandingan fase FRkritis / Σ ( FRkritis ) 4. Kapasitas dan Derajat Kejenuhan a. Kapasitas untuk tiap lengan dihitung dengan rumus : C = S x g/c
...................(36)
Keterangan : C : Kapasitas (smp/jam) S : Arus jenuh (smp/jam) g
: Waktu hijau (detik)
c
: Waktu siklus yang disesuaikan (detik)
b. Derajat kejenuhan (DS) dihitung dengan rumus : DS = Q/C
...................(37)
Keterangan : DS : arus lalu lintas (smp/jam) C : Kapasitas (smp/jam) e. Rasio arus dihitung dengan rumus : FR = Q/S
Keterangan : FR : Rasio arus d. Rasio arus simpang Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
...................(38)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-45 ...................(39)
IFR = ΣFRcrit
Keterangan : ΣFRcrit
: Rasio arus kritis ( = tertinggi )
e. Rasio fase dihitung dengan rumus : ...................(40)
PR = FRcrit / IFR
Keterangan : PR : Rasio fase
5. Perilaku Lalu lintas a. Jumlah antrean Nilai dari jumlah antrean (NQ1) dapat dicari dengan formula : 1) Bila DS > 0,5, maka : ⎧ NQ 1 = 0,25 x C x ⎨(DS - 1) + ⎩
(DS - 1)2 + [8 x (DS - 0,5)] ⎬
.
⎫
C
⎭
.................(41)
2) Bila DS < 0,5, maka : NQ1 = 0
Jumlah antrean kendaraan dihitung, kemudian dihitung jumlah antrean satuan mobil penumpang yang datang selama fase merah (NQ2) dengan formula : NQ 2 = c x
1 - GR Q x 1 - GR x DS 3600
...................(42)
Keterangan : NQ1
: Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau
sebelumnya NQ2
: Jumlah antrean smp yang datang selama fase
merah DS
: Derajat kejenuhan
Q
: Volume lalu lintas (smp/jam)
c
: Waktu siklus (detik)
GR
: gi/c
Untuk antrean total (NQ) dihitung dengan menjumlahkan kedua hasil tersebut yaitu NQ1 dan NQ2 : Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-46 ...................(43)
NQ = NQ1 + NQ2
Panjang antrean ( QL ) dihitung dengan formula : QL = NQ max x
20 Wmasuk
...................(44)
b. Kendaraan terhenti Angka henti (NS) sebagai jumlah rata-rata per smp untuk perancangan dihitung dengan rumus di bawah ini : NS =
( 0,9 x NQ ) x 3600 (Q x C)
...................(45)
Perhitungan jumlah kendaraan terhenti ( NSV ) masing-masing pendekat menggunakan formula : ...................(46)
NSV = Q x NS
Sedangkan angka henti total seluruh simpang dihitung dengan rumus : NStotal = Σ NSV/Σ Q
...................(47)
Rasio kendaraan terhenti, yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang, I dihitung sebagai : ...................(48)
Psv = min ( NS,1 )
c. Tundaan ( Delay ) Tundaan lalu lintas rata-rata tiap pendekat dihitung dengan menggunakan formula :
DT = (A x C) +
(NQ 1 x 3600) C
...................(49)
Keterangan : DT
: Rata - rata
tundaan lalu lintas tiap pendekat
(detik/smp) c
: Waktu siklus yang disesuaikan (detik)
A
: 0,5 x ( 1 – GR )2 / ( 1 – GR x DS )
C
: Kapasitas (smp/jam)
NQ1
:jumlah smp
yang
sebelumnya ( smp/jam )
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
tersisa
dari fase hijau
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-47 Tundaan geometrik rata-rata (DG) masing-masing pendekat :
DG =
( 1 - PSV ) x (PT x 6) (PSV x 4)
...................(50)
Keterangan : PSV : Rasio kendaraan berhenti dalam kaki simpang (= NS) PT : Rasio kendaraan berbelok dalam kaki simpang Tundaan rata-rata tiap pendekat (D) adalah jumlah dari tundaan lalu lintas rata-rata dan tundaan geometrik masingmasing pendekat :
D = DT + DG
...................(51)
Tundaan total pada simpang adalah :
Dtot = D x Q
...................(52)
Sedangkan tundaan persimpangan rata-rata adalah :
D=Σ(QxD)/ΣQ
...................(53)
Tingkat pelayanan pada simpang ditentukan dalam Tabel 2.40, sebagai perbandingan dengan MKJI 1997.
Tabel 2.40 Tingkat Pelayanan Simpang Tingkat Pelayanan
Delay/tunadan ( menit )
A
>5
B
5,1 – 15
C
15,1 – 5
D
40,1 – 60
E
> 60
*)Sumber : Indonesian Highway Capacity Mannual 1997
Peluang antrean ( QP % ) Rentang nilai peluang antrean dihitung sebagai berikut :
QP % = 47,71 DS – 24,68 DS2 + 56,47 DS3
..........(54)
Sampai :
QP % = 9,02 DS + 20,66 DS2 + 10,49 DS3
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
...........(55)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-48
2.3.4 Persimpangan Tidak Sebidang (Interchange) Simpang susun / interchange adalah suatu bentuk persimpangan jalan yang tidak sebidang dimana bangunan ini diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi dan aksesbilitas suatu jalan ke lokasi tertentu seperti pusat pertumbuhan, lokasi industri, tempat wisata, pelabuhan dan jalan masuk kejaringan jalan nasional arteri primer. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam geometrik simpang tak sebidang adalah topografi medan, proyeksi dan karakter lalu lintas, lahan yang tersedia, dampak terhadap daerah sekitarnya serta lingkungan keseluruhan, kelangsungan hidup ekonomi, serta kendala-kendala segi pembiayaan. Bentuk simpang tak sebidang yang paling sederhana dan umumnya paling murah adalah bentuk belah ketupat (Diamond). Bentuk ini terutama digunakan pada situasi dimana jalan bebas hambatan memotong jalan arteri bukan jalan bebas hambatan. Aliran lalu lintas pada jalan bebas hambatan tidak terputus, kecuali bila terdapat lalu lintas lain yang keluar atau masuk melalui ramp, tetapi lalu lintas pada jalan arteri cukup kompleks, karena jalan harus melayani dua buag gerakan terus dan empat gerakan belok kiri. Dua diantara gerakan membelok ini harus menggunakan lajur dalam atau lajur membelok terpisah. Bila volume lalu lintas cukup besar, umumnya diperlukan lampu lalu lintas.(Oglesby, 199) Simpang tak sebidang yang umum untuk perpotongan antara jalan bebas hambatan dan jalan arteri adalah bentuk semanggi (Cloverleaf). Pada simpang tak bersinyal pada jenis ini, jalan arteri yang memotong letaknya terpisah. Selain itu kedelapan gerakan membelok dapat dilakukan bebas dari perpotongan dimana lintasan kendaraan harus memotong. Kendaraan yang berbelok keluar dari bagian kiri jalan, kemudian memasuki simpang tak sebidang tersebut. Kemudian bergabung dengan lalu lintas pada jalan yang dimasuki. (Oglesby, 1993) Simpang tak sebidang ini juga ada berbentuk yang lain, yaitu merupakan suatu diagram sebuah bundaran Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
yang digabungkan dengan
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-49
sebuah lintas atas (Overcrossing) atau lintas bawah (Undercrossing). Bentuk ini efektif hanya bila digunakan untuk menarik volume lalu lintas yang relatif rendah dari beberapa jalan local. Putaran lalu lintas sebidang merupakan kelemahan bundaran. Hal ini karena kendaraan yang akan berbelok ke kanan harus berbelok ke kiri dan harus memutar 270o sepanjang jalur yang cukup panjang. Walaupun tidak berbahaya, gerakan ini tidak menyenangkan karena jari-jari kelengkungan kecil serta landainya relatif curam. (Oglesby, 1993) Adapun secara umum dapat dikatakan bahwa keuntungan, kerugian, dan ciri-ciri simpang tidak sebidang adalah sebagai berikut : 1. Dapat menampung lalu lintas yang tinggi 2. Tundaan minimum, konflik ditiadakan/diminimalkan 3. Biaya pembangunan mahal dan perlu lahan luas 4. Pengaturan pergerakan didistribusikan pada tiap lajur 5. Prinsip pergerakan : manajemen pergerakan pada ruang dan waktu yang berbeda 6. Kriteria kapasitas : lamanya tunadaan dan panjang antrean
2.3.5 Jalinan Jalinan merupakan pertemuan dua atau lebih jalur yang memiliki dua lajur sehingga mengakibatkan terjadinya titik konflik antara dua lajur tersebut. Jalinan dapat didefinisikan menurut keadaan lingkungan atau keadaan geografis lokasi jalinan. Untuk mencari lebar masuk rata-rata (WE) adalah :
WE =
W1 + W2 2
...................(56)
Rasio dihitung dengan membagi antara lebar masuk rata-rata dengan lebar jalinan antara lebar masuk. Kemudian hitung rasio antara lebar jalinan dan panjang jalinan. Untuk mencari kapasitas dasar jalinan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
CO = 135 x WW1,3 x ( 1 + WE/WW )1,5 x ( 1 – pw/3 )0,5 x ( 1 + WW/LW )-1,8 ...................(57) Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-50
Dimana : WW
: Lebar jalinan
WE/WW
: Rasio lebar masuk rata-rata / lebar jalinan
pw
: Rasio menjalin
WW/LW
: Rasio lebar / panjang jalinan
Kapasitas bagian jalinan masing-masing dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
C = CO x FCS x FRSU
(smp/jam)
...................(58)
Dimana : C
: Kapasitas
CO
: Kapasitas dasar
FCS
: Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU
: Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor.
2.3.5.1 Jalinan Bundaran Pada umumnya bundaran dengan peraturan hak jalan (prioritas dari kiri) digunakan didaerah perkotaan dan pedalaman bagi persimpangan antara jalan dengan arus lalu lintas sedang. Pada arus lalu lintas yang tinggi dan kemacetan pada daerah keluar simpang, bundaran tersebut mudah terhalang yang mungkin menyebabakan kapasitas terganggu pada semua arah. Bundaran paling efektif jika digunakan untuk persimpangan antara jalan dengan ukuran dan tingkat arus yang sama. Karena itu bundaran sangat sesuai untuk persimpangan antara dua lajur atau empat lajur. Perubahan dari simpang bersinyal atau tak bersinyal menjadi bundaran dapat juga didasari oleh keselamatan lalu lintas, untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas antara kendaraan yang berpotongan. Bundaran mempunyai keuntungan yaitu mengurangi kecepatan semua kendaraan yang berpotongan, dan membuat mereka hati-hati terhadap resiko konflik dengan kendaraan lain.
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-51 Tingkat kecelakaan lalu lintas pada bundaran empat lengan
diperkirakan
sebesat
0,30
kecelakaan/juta
kendaraan
masuk,
dibandingkan dengan 0,43 pada simpang bersinyal dan 0,60 pada simpang tak bersinyal, karena itu bundaran lebih aman dari persimpangan sebidang yang lain. Dampak terhadap keselamatan lalu lintas akibat beberapa unsur perencanaan geometrik antara lain : 1. Dampak denah bundaran Hubungan antara tingkat kecelakaan dan jari-jari bundaran tidak jelas. Jari-jari yang lebih kecil mengurangi kecepatan pada daerah keluar yang menguntungkan bagi keselamatan pejalan kaki yang menyeberang. Jari-jari yang kecil juga memaksa kendaraan masuk memperlambat kecepatannya sebelum memasuki daerah konflik yang mungkin menyebabkan tabrakan depan belakang lebih banyak dari bundaran yang lebih besar. 2. Dampak pengaturan lalu lintas Pengaturan tanda “ beri jalan “ pada pendekat, yang memberikan prioritas pada kendaraan yang berada dalam bundaran mengurangi tingkat kecelakaan bila dibandingkan dengan prioritas dari kiri (tidak diatur). Jika ditegakkan cara ini juga efektif untuk menghindari penyumbatan bundaran. Pengaturan sinyal lalu lintas sebaiknya tidak diterapkan pada bundaran, karena dapat mengurangi keselamatan dan kapasitas. Sebagai prinsip umum, bundaran mempunyai kapasitas tertinggi jika lebar dan panjang jalinan sebesar mungkin. Beberapa saran umum lainnya tentang perencanaan bundaran adalah sebagai berikut : a) Bagian jalinan bundaran mempunyai kapasitas tertinggi jika lebar dan panjang jalinan sebesar mungkin. b) Bundaran dengan hanya satu tempat masuk adalah lebih aman daripada bundaran berlajur banyak. c) Bundaran harus direncanakan untuk memberikan kecepatan terendah pada lintasan di pendekat, sehingga memaksa
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-52 kendaraan menyelesaikan perlambatannya sebelum masuk bundaran.
d) Radius pulau bundaran ditentukan oleh kendaraan rencana yang dipilih untuk membelokkan di dalam jalur lalu lintas dan jumlah lajur masuk yang diperlukan. e) Bundaran dengan satu lajur sirkulasi sebaiknya dengan radius 10 m, dan untuk dua lajur sirkulasi radius minimum 14 m. f) Daerah masuk ke masing-masing bagian jalinan harus lebih kecil dari lebar bagian jalinan. g) Pulau lalu lintas tengah pada bundaran sebaiknya ditanami dengan pohon atau obyek lainyang tidak berbahaya terhadap tabrakan, yang membuat simpang mudah dilihat oleh pengemudi kendaraan yang datang. h) Pulau lalu lintas sebaiknya dipasang dimasing-masing lengan untuk mengarahkan kendaraan yang masuk sehingga susut menjalin antara kendaraan menjadi kecil. Adapun langkah-langkah analisa bundaran sebagai berikut : 1. Menghitung dan memasukkan jumlah kendaraan pada bundaran 2. Menghitung arus menjalin total (QW) dan arus total (Qtot) 3. Menghitung rasio menjalin (PW) Dimana :
PW = QW/Qtot
...................(59)
4. Menghitung parameter geometri bagian jalan 5. Menghitung perilaku lalu lintas Tundaan lalu lintas :
Untuk DS > 0,6 = 1 / ( 0,59186 – 0,52525DS ) – ( 1 – DS ) x 2 Untuk DS < 0,6 = 2 + 2,68982 x DS – ( 1 – DS ) x 2 ...................(60) Tundaan lalu lintas total :
DTtot = Q x DT
...................(61)
Tundaan lalu lintas bundaran
DTR = Σ ( Qi x DTi ) / Q , masuk ; I = 1,…,n, Tundaan lalu lintas bundaran rata-rata : Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
........(62)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-53
D = DTR + 4
...................(63)
6. Peluang antrean
QP% = 26,65DS – 55,55DS2 + 108,57DS3 ...................(64) Sampai :
QP% = 9,41DS + ( 29,967 DS4,619 )
...................(65)
2.3.5.2 Jalinan Tunggal Jalinan tunggal adalah bagian jalinan jalan antara dua gerakan lalu lintas yang menyatu dan memencar (MKJI 1971). Kecepatan tempuh bagian jalinan tunggal dihitung dalam dua langkah sebagai berikut : 1. Perkiraan kecepatan arus bebas Kecepatan arus bebas ditentukan dari persamaan berikut :
VO = 43 x ( 1 – pw/3 )
...................(66)
Dimana : VO
: Kecepatan arus bebas (km/jam)
pw
: Rasio aris jalanan / rasio total
Model kecepatan arus bebas menganggap bahwa geometrik membatasi kecepatan masuk. Jika informasi kecepatan bebas yang lebih baik tersedia maka sebaiknya dipergunakan. 2. Perkiraan kecepatan tempuh Kecepatan tempuh (V) ditentukan dari persamaan sebagian berikut :
V = VO x 0,5 ( 1 + ( 1 – DS )0,5)
...................(67)
Dimana : VO
: Kecepatan arus bebas (km/jam)
DS
: Derajat kejenuhan
3. Waktu tempuh jalinan tunggal Jalinan tunggal memiliki waktu tempuh dengan menggunakan rumus sebagai berikut maka waktu tempuh akan dapat dicari antara lain :
TT = LW x 3,6/V Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
...................(68)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-54
Dimana : LW
: Panjang jalan
V
: Kecepatan tempuh
2.3.6 Pemilihan Simpang Secara
umum
ada
beberapa
pertimbangan
yang
harus
dipertimbangkan dalam memilih jenis simpang yang akan digunakan dalam perencanaan yaitu : 1. Pertimbangan ekonomi 2. Perilaku lalu lintas ( kualitas lalu lintas ) 3. Pertimbangan keselamatan lalu lintas 4. Pertimbangan lingkungan 5. Pertimbangan volume kendaraan 6. Pertimbangan pengaturan simpang Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai kriteria untuk memilih jenis simpang yang akan digunakan dalam perencanaan, yaitu : a) Pertimbangan ekonomi Pemilihan tipe simpang yang paling ekonomis (simpang bersinyal) didasarkan pada analisa biaya siklus hidup (BSH), ambang arus lalu lintas yang menentukan tipe simpang yang paling ekonomis untuk masing-masing didapatkan dari analisa BSH. Seluruh biaya pemakai jalan yang relevan (biaya operasi kendaraan, biaya waktu, biaya kecelakaan, biaya polusi) dan lainnya telah diperhitungkan. Analisa BSH menghitung biaya total yang diproyeksikan ke tahun 1 (Nilai bersih sekarang) terkecil, yang merupakan alternatif terbaik untuk rentang arus lalu lintas yang diteliti. Dengan membandingkan biayabiaya yang dinyatakan sebagai biaya per kendaraan per kilometer
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-55
tersebut, rencana alternatif yang mempunyai biaya total terendah adalah yang paling ekonomis. Dengan
membandingkan
hasil
berbagai
tipe
simpang
pada
Gambar 2.5 juga mungkin untuk mendapatkan petunjuk mengenai simpang mana yang harus dipilih untuk analisa rinci sebagai fungsi dari arus masuk persimpangan total.
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Gambar 2.5 Perbandingan Berbagai Tipe Simpang Sebagai Fungsi Arus Lalu lintas b) Perilaku lalu lintas (kualitas lalu lintas) Tujuan analisa operasional simpang bersinyal yang sudah ada, biasanya untuk penyesuaian simpang dan untuk perbaikan kecil pada geometrik simpang agar perilaku lalu lintas yang diinginkan dapat dipertahankan, baik pada ruas jalan/sepanjang rute maupun pada jaringan jalan bersinyal. Untuk semua jenis simpang, perilaku lalu lintas berupa derajat kejenuhan > 0,75 selama jam puncak tahun rencana disarankan untuk dihindari. c) Pertimbangan keselamatan lalu lintas
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-56
Angka kecelakaan lalu lintas pada simpang bersinyal diperkirakan sebesar 0,43 kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan dengan 0,60 pada simpang tak bersinyal dan 0,30 pada bundaran. d) Pertimbangan lingkungan Pertimbangan lingkungan didasarkan pada pengaruh kadar emisi kendaraan, asap kendaraan dan emisi kebisingan
untuk masing-
masing jenis simpang. Emisi gas buang kendaraan dan atau kebisingan umumnya bertambah akibat percepatan atau perlambatan kendaraan yang sering dilakukan, demikian juga akibat waktu berhenti. Sehingga dari aspek lingkungan jenis simpang yang paling baik adalah persimpangan yang dapat memberikan kadar emisi paling rendah. e) Pertimbangan volume kendaraan, kapasitas dan desain simpang 1) Desain simpang sebidang bersinyal digunakan untuk volume lalu llintas ringan sampai sedang. Simpang ini hanya membutuhkan lahan yang relatif kecil. Kriteria kapasitas simpang ini berdasarkan lamanya tundaan dan panjang antrean. Untuk simpang sebidang bersinyal, volume lalu lintas simpang total yang dijinkan berkisar antara 1350 – 5700 kend/jam. 2) Desain simpang sebidang tak bersinyal digunakan untuk volume lalu llintas ringan. Desain simpang ini tidak memerlukan lahan yang luas. Kriteria kapasitas simpang ini berdasarkan gap-
acceptance. Untuk simpang sebidang tak bersinyal volume lalu lintas simpang total yang dijinkan berkisar antara 1350 – 3550 kend/jam. 3) Desain jalinan digunakan untuk volume lalu llintas ringan sampai sedang dengan pergerakan kendaraan menerus. Desain simpang ini memerlukan lahan yang relatif besar. Kriteria kapasitas simpang ini berdasarkan gap-acceptance. Secara umum jalinan tidak dianjurkan untuk digunakan pada jalan raya arteri di dalam kota. Untuk jalinan volume lalu lintas simpang total yang dijinkan berkisar antara 1900 – 4450 kend/jam.
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-57
4) Simpang susun biasa digunakan pada pertemuan dua jalan arteri atau jalan lokal dengan jalan toll, desain digunakan untuk volume lalu lintas berat/tinggi. Desain simpang ini memerlukan lahan yang relatif luas. Kriteria kapasitas simpang ini berdasarkan lamanya
tundaan
dan
panjang
antrean.
Untuk
simpang
susun/interchange volume lalu lintas simpang total yang dijinkan berkisar > 4800 kend/jam. f) Pertimbangan pengaturan simpang Hal ini juga perlu dipertimbangkan agar kendaraan-kendaraan yang melakukan gerak konflik tidak saling bertabrakan. Dalam menentukan sistem pengaturan simpang dapat digunakan pedoman pada Gambar 2.6 yang menentukan jenis pengaturan persimpangan yang digunakan berdasarkan volume lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan ( Roads and Traffic in Urban
Areas, 1987 dan Menuju Lalu lintas dan Angkutan Jalan Yang Tertib, 1996 )
*)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Gambar 2.6 Kriteria Penentuan Pengaturan Simpang
2.3.7 Tingkat Pelayanan / LOS ( Level Of Sevice ) Tingkat pelayanan ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri dari enam tingkat. Tingkat-tingkat ini disebut A, B, C, D, E dan F dimana A Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-58
merupakan tingkat pelayanan tertinggi. Keterangan lebih lengkap tertera pada
Tabel 2.41 di bawah.
Tabel 2.41 Tingkat Pelayanan Tingkat Pelayanan A B
Karakteristik Arus bebas; volume rendah dan kecepatan tinggi; pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki Arus stabil; kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas; volume pelayanan yang dipakai untuk desain jalan luar kota Arus stabil; kecepatan dikontrol oleh lalu lintas; volume
C
pelayanan yang dipakai untuk desain jalan perkotaan Mendekati arus yang tidak stabil; kecepatan rendah
D Arus yang tidak stabil; kecepatan yang rendah dan berbedaE
beda; volume mendekati kapasitas
Arus terhambat; kecepatan rendah; volume di bawah kapasitas; F
banyak berhenti
*)Sumber : Pengantar dan Perencanaan Transportasi ( Edward K. Morlok )
2.4 PERTUMBUHAN LALU LINTAS Untuk memeperkirakan pertumbuhan lalu lintas di masa yang akan datang dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
LHRn = LHRo ( 1 + i )n
...................(69)
Keterangan : LHRn
: LHR pada n tahun yang akan datang
LHRo
: LHR pada tahun sekarang
i
: Pertumbuhan lalu lintas (%)
n
: Selisih waktu tahun yang akan datang dengan tahun sekarang Dalam penentuan nilai pertumbuhan ( i ) dari LHR, dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain :
1. Jumlah Penduduk
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-59
Jumlah penduduk mempengaruhi pergerakan lalu lintas, karena setiap aktivitas kota secara langsung akan menimbulkan pergerakan lalu lintas, di mana subyek dari lalu lintas tersebut adalah penduduk. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan dibidang ekonomi dari suatu daerah, semakin meningkat PDRB suatu daerah maka arus pergerakan lalu lintas sebagai wujud distribusi pembangunan akan meningkat pula.
3. Jumlah kepemilikan kendaraan Pertumbuhan ekonomi disuatu daerah akan menuntut terpenuhinya sarana angkutan yang memadai dan tercermin dengan adanya peningkatan kepemilikan kendaraan yang ada. Akibatnya akan terjadi peningkatan jumlah arus lalu lintas Dari ketiga variabel bebas sebagai penentu tingkat pertumbuhan lalu lintas di atas, maka langkah selanjutnya melakukan beberapa analisa :
1. Analisis Aritmatik Pn = Po + nr
r=
PO − Pt tO − tt
...................(70)
Keterangan : PO
: Data pada tahun terakhir yang diketahui
Pt
: Data pada tahun pertama yang diketahui
to
: Tahun terakhir yang diketahui
tt
: Tahun pertama yang diketahui
2. Analisis Geometrik Pn = Po ( 1 + r )n
...................(71)
Keterangan : PO
: Data pada tahun terakhir yang diketahui
Pn
: Data pada tahun ke n dari tahun terakhir
n
: Tahun ke n dari tahun terakhir
r
: Rata-rata daru (data pada pertumbuhan aritmatik dibagi data yang diketahui x 100%)
3. Analisis Regresi Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-60
Analisis regresi digunakan untukmemperoleh persamaan estimasi dan untuk mengetahui apakah dua variabel yaitu variabel tidak bebas (dependent) dan variabel bebas (Independent) mempunyai hubungan atau tidak. Persamaan estimasi tersebut yaitu :
Y = A + BX
...................(72)
Keterangan : Y
: Variabel tidak bebas (dependen )
X
: Variabel bebas (Independent)
A
: Konstanta/intersep
B
: Koefisien regresi/slope garis regresi
Harga A dan B dapat dicari dengan persamaan :
B=
(∑ X − ∑ Y ) nx∑ X − (∑ X )
nx∑ XY −
2
2
,
A=
∑ Y − (Bx∑ X) n
...(73)
Keterangan : Y
: Rata-rata/mean dari nilai variabel tidak bebas (dependent)
X
: Rata-rata/mean dari nilai variabel bebas (independent)
n
: Jumlah pengamatan
Dari perhitungan dengan cara regresi linear di atas dapat diprediksikan pertumbuhan lalu lintas sebesar X %. Data lalu lintas di persimpangan merupakan data yang diperoleh dari hasil survey yang dilakukan pada tahun pengamatan, misalkan tahun pengamatan tahun 2003, sehingga untuk menghitungnya perlu ditinjau dengan menggunakan angka pertumbuhan lalu lintas. Angka pertumbuhan lalu lintas diperoleh dengan melakukan cek silang dari data lalu lintas data harian rata-rata dari 5 tahun sebelumnya yaitu data dari tahun 1998 sampai tahun 2002. Untuk memprediksikan lalu lintas di persimpangan untuk tahun 2004 sampai 2007 dapat dihitung dengan rumus :
F = P ( 1 + i )n Data 2003 = Data 2003 Data 2004 = Data 2003 ( 1 + i )1 Data 2005 = Data 2004 ( 1 + i )2 Data 2006 = Data 2005 ( 1 + i )3 Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-61
Data 2007 = Data 2006 ( 1 + i )4 Dimana : i = angka pertumbuhan
4. Analisis Korelasi Seringkali analisis regresi digunakan secara bersamaan dengan analisis korelasi. Analisis regresi digunakan untuk memeperoleh persamaan estimasi dan untuk mengetahui apakah dua varibel mempunyai hubungan atau tidak, sedangkan analisis korelasi digunakan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara kedua varibel tersebut. Ada dua pengukuran yang biasa digunakan dalam pengukuran keeratan hubungan yaitu koefisien determinasi dan koefisien korelasi. a. Koefisien Determinasi Untuk mengetahui sampai seberapa jauh kecepatan atau kecocokan garis regresi yang terbentuk dalam mewakili kelompok data hasil observasi dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi ( R2 ), yaitu merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangan dari variabel independent terhadap variabel dependent. Ada dua kondisi ekstrim dari nilai R2 ini yaitu bila nilai R2 = 1 berarti variabel X dan Y mempunyai hubungan yang sempurna dan jika R2 = 0 maka tidak hubungan sama sekali antara kedua variabel tersebut. Dengan demikian nilai R2 akan berkisar antara 0 dan 1 ( 0 ≤ R2 ≤ 1 ). Koefisien determinasi R2 dapat diperoleh dengan rumus :
R2 =
S 2 xy S XX S YY
...................(74)
b. Koefisien Korelasi Koefisien korelasi ( r ) adalah ukuran yang digunakan unutk menentukan tingkat keeratan hubungan linear antara dua variabel. Nilai ( r ) merupakan besaran yang tidak mempunyai satuan dan terletak antara -1 dan 1 (-1 ≤ r ≤ 1 ). Koefien korelasi (r) dapat dicari dengan menggunakan rumus :
r=
S XY
(S XXS YY )
2.5 STUDI KELAYAKAN (Feasibility Study/FS) Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
...................(75)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-62
Menurut Woodhead, dkk buku terjemahan (1992-1994), penelitian kelayakan (Assessment of Feasibility) meliputi penentuan apakah penyelesaian terhadap suatu masalah itu sesuai, dapat diterima, dan dapat dicapai. Aspek-aspek ini sangat penting karena keputusan implementasi umumnya dikaitkan dengan kelayakan sistem atau proyek yang diusulkan. Sedangkan dalam implementasinya yang dianalisis adalah kelayakan dari suatu proyek. Sedangkan definisi studi kelayakan proyek adalah suatu kegiatan penelitian atau studi yang dilakukan secara komprehensif dari berbagai aspek dalam usaha mengkaji tingkat kelayakan dari suatu proyek. Hasil dari studi kelayakan adalah rekomendasi mengenai perlu tidaknya proyek yang dikaji untuk dilanjutkan pada tahap lebih lanjut. Penilaian Kelayakan dibedakan menjadi 5 macam yaitu : 1. Kelayakan Perekayasaan (Engineering Feasibility) mengharuskan agar sistem mampu mejalankan fungsi yang harus dikehendaki. Prosedur analisis perancangan ini seperti yang diuraikan buku-buku pegangan standar tentang perekayasaan dapat digunakan menunjukkan kemampuan sistem yang diusulkan dalam menjalankan fungsinya. Selain itu penyusunannya dan penerapan sistem harus dimungkinkan pula. 2. Kelayakan Ekonomi (Economiy Feasibility) jika nilai total dari manfaat yang dihasilkan sistem tersebut melebihi biaya yang ditimbulkan. Kelayakan ekonomi tergantung pada kelayakan perekayasaan karena suatu sistem harus mampu menghasilkan keluaran yang dihasilkan guna menghasilkan manfaat 3. Kelayakan Keuangan (Finance Feasibility) dapat atau mungkin pula tidak berkaitan dengan kelayakan ekonomi. Pemilik proyek harus mempunyai dana yang cukup untuk membiayai pemasangan dan pengoperasian sistem, sebelum sistem tersebut dinyatakan layak secara keuangan. Pemilik mungkin mampu dan bersedia membiayai suatu sistem untuk memenuhi tujuan-tujuan nonekonomi. Mungkin pula ada proyek yang layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara keuangan karena pemiliknya tidak mampu mendapatkan cukup dana untuk menerapkan sistem itu. 4. Kelayakan
Lingkungan
(Environment
Feasibility)
mencakup
penilaian
konsekuensi-konsekuensi lingkungan dan sistem yang diusulkan. Karena Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-63
meningkatnya perhatian masyarakat terhadap pengaruh jangka pendek dan jangka panjang terhadap lingkungan, maka pengembangan dan penerapan sebagian besar sistem perekayasaan yang berukuran apapun mengharuskan penelaahan ini menghasilkan apa yang dikenal dengan perumusan dampak lingkungan. 5. Kelayakan Politik dan Sosial (Politics and Social Feasibility) terjamin jika persetujuan politik yang diperlukan dapat diperoleh dan jika pemakai sistem potensial beraksi secara positif terhadap penerapan sistem. Setiap sistem harus dikaji ulang pada berbagai tahap perencanaan. Biasanya dukungan politik diperoleh
setelah
pembuktian
kelayakan
perekayasaan
dan
ekonomi
dikemukakan. Kelayakan politik dan sosial dapat paling baik dicapai melalui partisipasi aktif dari semua wakil kelompok yang berkepentingan dalam perancangan sistem yang diusulkan. Dalam laporan Tugas Akhir ini penilaian kelayakan hanya ditinjau dari kelayakan teknis dan kelayakan ekonomi. Pada studi kelayakan data primer dan data sekunder dikumpulkan secara lengkap sehingga analisis teknis dan ekonomi dapat dilakukan lebih detail. Kegiatan studi kelayakan merupakan tindak lanjut dari rekomendasi formulasi kebijakan alternatif solusi. Dalam hal ini ada beberapa kriteria tentang halhal yang memerlukan studi kelayakan yaitu : a. Menggunakan dana publik yang cukup besar b. Mempunyai sifat ketidakpastian dan resiko cukup tinggi c. Memiliki indikasi kelayakan yang tinggi, dan lain-lain Lingkup kegiatan studi kelayakan meliputi : a. Kajian terhadap kondisi existing pada wilayah studi b. Pengambilan data fisik, ekonomi dan lingkungan c. Prediksi hasil analisis kuantitatif untuk setiap alternatif solusi d. Kajian penggunaan alternatif teknologi dan standar yang berkaitan dengan kebutuhan analisa e. Studi komparasi alternatif solusi pada model desain yang ada Fungsi kegiatan studi kelayakan adalah untuk menilai tingkat kelayakan alternatif solusi yang ada dan untuk menajamkan analisis kelayakan bagi satu atau lebih alternatif solusi yang unggul. Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-64
Maksud dari suatu studi kelayakan proyek adalah untuk mengkaji sejauh mana tingkat kelayakan suatu proyek yang akan dilaksanakan, sedemikian agar sumber daya yang terbatas dapat dialokasikan secara tepat, efisien, efektif. Sedangkan tujuan studi kelayakan proyek adalah dalam skala yang luas, dengan terbatasnya sumber-sumber yang tersedia pemilihan antara berbagai macam proyek dapat dilakukan, sedemikian sehingga hanya proyek-proyek yang benarbenar layak saja yang terpilih. Pada Laporan Tugas Akhir ini analisa kelayakan dibatasi hanya pada analisa Kelayakan Perekayasaan dan Kelayakan Ekonomi.
2.5.1 Pendekatan Analisis Kegiatan Studi Kelayakan
Metode pendekatan yang digunakan dalam studi kelayakan ada 2 cara yaitu : a. Metode before and after project b. Metode with and without project Metode yang lazim digunakan adalah metode with and without project. Dalam hal ini digunakan metode pendekatan pembandingan kondisi dengan proyek (with project) dan tanpa proyek (without project), dan atas dasar pendekatan kebijakan publik atau pendekatan economic analysis. Pendekatan dengan proyek diasumsikan sebagai suatu kondisi, dimana diperlukan
suatu
investasi
yang
besar,
yang
dilaksanakan
untuk
meningkatkan kinerja simpang. Sedangkan untuk pendekatan tanpa proyek diasumsikan sebagai suatu kondisi, dimana tidak ada investasi yang dilaksanakan
untuk
meningkatakan
kinerja
simpang,
kecuali
untuk
mempertahankan fungsi pelayanan simpang, yaitu pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala. Tahapan analisis yang dilakukan antara lain : a. Formulasi dari sasaran analisis simpang, monitoring dan evaluasi manfaat proyek dimasa mendatang b. Formulasi dari satu atau lebih alternatif solusi yang potensial c. Analisis
ekonomi
untuk
memeperoleh/membandingkan
ekonomi dari seluruh alternatif solusi Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
kelayakan
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-65
d. Analisis kelayakan menyeluruh yang menggabungkan hasil analisis ekonomi dengan aspek non ekonomi yang relevan
2.5.2 Aspek yang Ditinjau
Ada beberapa aspek yang ditinjau dalam kegiatan studi kelayakan meliputi : a. Aspek teknis b. Aspek lingkungan dan keselamatan c. Aspek ekonomi d. Aspek lain-lain Dalam laporan Tugas Akhir ini analisa studi kelayakan hanya ditinjau dari aspek teknis dan ekonomi 1. Aspek Teknis
1) Lalu Lintas a. Untuk evaluasi manfaat ekonomi perlu diketahui besarnya volume lalu lintas sekarang dan prakiraan lalu lintas masa depan. b. Pertumbuhan lalu lintas dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan. Prakiraan pertumbuhan lalu lintas merupakan kombinasi dari pertumbuhan normal dengan satu atau lebih jenis pertumbuhan lainnya. Keseluruhan lalu lintas akan akan tumbuh dengan suatu nilai pertumbuhan normal. c. Analisis lalu lintas menghasilkan LHR, yang merupakan lalu lintas harian rata-rata.yang diperoleh dari pencacahan lalu lintas selama beberapa hari penuh. d. Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diawali dengan suatu faktor k. Nilai k ini tergantung pada karakteristik fluktuasi dalam waktu dari arus lalu lintas diwilyah studi dan besarnya resiko yang diambil untuk terlampauinya prakiraan pertumbuhan lalu lintas. 2) Geometrik
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-66
Jenis persimpangan jalan dan metode pengendaliannya ditetapkan sesuai dengan hirarki jalan dan volume lalu lintas yang melewatinya. Jenis pengendalian persimpangan dapat berupa pengendalian tanpa rambu, dengan rambu hak utama, dengan alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL), dengan jalan layang (flyover) dan underpass, atau dengan persimpangan tak sebidang lainnya. 2. Aspek Lingkungan dan Keselamatan
Hal-hal yang mungkin timbul yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan harus dianalisis lebih dalam mengenai dampak terhadap lingkungan. Alternatif
solusi
yang
terpilih
diharapkan
dapat
meningkatkan
keselamatan lalu lintas. Biaya kecelakaan lalu lintas merupakan komponen dari biaya proyek seumur rencana, pengurangan biaya kecelakaan akan menjadi manfaat dari peningkatan simpang. Biaya kecelakaan dihitung sebagai hasil perkalian jumlah kecelakaan dengan biaya satuan kecelakaan, menurut klasifikasi dari kecelakaan. 3. Aspek Ekonomi
Biaya-biaya yang tidak diperhitungkan sebagai komponen biaya dalam analisis ekonomi, yaitu : a. Selisih total biaya operasi kendaraan antara kondisi dengan proyek dan kondisi tanpa adanya proyek diperhitungkan sebagai manfaat. b. Biaya kecelakaan lalu lintas berhubungan langsung dengan lalu lintas yang melewati simpang. Penurunan biaya kecelakaan, yang menggambarkan peningkatan dalam keselamatan, diperhitungkan sebagai manfaat. 4. Aspek lain-lain
Aspek lain-lain meliputi aspek non ekonomi yang dapat mempengaruhi kelayakan suatu produk secara keseluruhan. Aspek-aspek ini dapat diperhitungkan pada waktu menentukan rekomendasi akhir dari studi ini melalui suatu metode multi kriteria.
2.5.3 Biaya Operasi Kendaraan Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-67
Menurut Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB), Biaya Operasi Kendaraan (BOK) merupakan suatu nilai yang menyatakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian suatu kendaraan. Penghematan BOK merupakan penghematan yang diperoleh oleh pengendara kendaraan setelah adanya proyek dengan relatif bila tidak ada proyek tersebut. Biaya operasi kendaraan terdiri atas biaya tetap/fixed
cost dan biaya tidak tetap (running cos ). Karena yang diperhitungkan sebagai manfaat adalah selisih dalam BOK, maka yang perlu dihitung adalah biaya tidak tetap saja, baik untuk kondisi dengan proyek maupun untuk kondisi tanpa proyek.BOK terdiri atas beberapa komponen, sebagai berikut : a. BOK tidak tetap (Running Cost) terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut : 1. Konsumsi bahan bakar, yang dipengaruhi oleh jenis kendaraan, kelandaian jalan, kecepatan operasi, dan kekasaran permukaan jalan 2. Konsumsi minyak pelumas, yang dipengaruhi oleh jenis kendaraan dan kekasaran permukaan jalan 3. Pemakaian ban, yang dipengaruhi oleh kecepatan operasi dan jenis kendaraan 4. Biaya pemeliharaan kendaraan, yang meliputi suku cadang dan upah montir, yang dipengaruhi oleh jumlah pemakaian dan kondisi permukaan jalan b. Biaya Tetap (Fixed Cost), meliputi : 1. Asuransi 2. Bunga Modal 3. Depresiasi 4. Nilai Waktu Data-data dasar yang diperlukan untuk perhitungan BOK adalah sebagai berikut : 1. Harga satuan bahan bakar bensin (Rp/liter) 2. Harga satuan bahan bakar solar (Rp/liter) 3. Harga satuan minyak pelumas untuk mesin berbahan bakar bensin (Rp/liter) Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-68
4. Harga satuan minyak pelumas untuk mesin berbahan bakar solar (Rp/liter) 5. Harga ban baru (Rp) 6. Harga kendaraan baru (Rp) 7. Harga kendaraan terdepresiasi (Rp) 8. Jarak tempuh rata-rata tahunan kendaraan (km) 9. Asuransi (Rp) 10. Tingkat suku bunga (%) 11. Umur kendaraan (tahun) Untuk analisa BOK juga dibutuhkan beberapa variabel analisa yaitu : 1. Kecepatan Perjalanan (Travel Speed) Kecepatan kendaraan merupakan faktor yang sangat penting dalam perhitungan biaya operasi kendaraan, karena kecepatan kendaraan mempengaruhi konsumsi bahan bakar, minyak pelumas serta ban. 2. Kondisi Lalu lintas Untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi lalu lintas. 3. Geometrik Jalan Data geometrik jalan yang dikumpulkan meliputi data panjang jalan dan kelandaian jalan 4. Kekasaran Permukaan Jalan (Road Surface Roughness) Survey kekasaran permukaan jalan (road surface roughness) dilakukan dengan memakai alat Bump Integrator (BI). Ada banyak model yang bisa digunakan untuk analisa BOK, namun disini hanya akan akan dijelaskan 2 model untuk analisa BOK. Berikut adalah uraian tentang model analisa Biaya Operasi Kendaraan yaitu :
1. Model yang digunakan IRMS (Intra-Urban Road Management System)
Dalam metode ini Biaya Operasi Kendaraan yang merupakan penyesuaian dari metode HDM III (Highway Design Manual), model diatur berdasarkan nilai IRI (International Roughness Index) sebesar 3, berarti kondisi jalan sangat baik atau ideal, dengan kata lain bahwa nilai Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-69
IRI yang lebih dari 3, untuk model Biaya Operasi Kendaraan-nya harus dikalikan dengan cost index yang diperoleh dari analisa regresi. Formulasi yang digunakan untuk memperoleh Biaya Operasi Kendaraan adalah sebagai berikut :
⎡ ⎛b⎞ ⎤ BOK index = ⎢a + ⎜ ⎟ + cV 2 + d (V * IRI ) + e IRI 2 ⎥ ⎣ ⎝V⎠ ⎦
(
)
........(76)
Konstanta-konstanta tersebut akan ditunjukkan oleh Tabel 2.42 dibawah ini :
Tabel 2.42 BOK Indeks Constant
1/V
V2
V * IRI
IRI2
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Car
0,6655
26,902
0,00000246
0,0001020
261,4
0,99
Utility
0,5348
30,022
0,00000893
0,0001360
213,5
0,99
Small Bus
0,4430
33,180
0,00001010
0,0003120
273,3
0,99
Light Bus
0,5014
28,039
0,00001850
0,0000678
441,8
0,99
Light Truck
0,5278
25,520
0,00000093
0,0003330
290,0
0,99
Medium Truck
0,4937
21,674
0,00002300
0,0003580
390,0
0,99
Heavy Truck
0,5499
17,427
0,00002250
0,0003990
531,3
0,99
Vehicle
r2
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Dimana : V
: Kecepatan pada ruas jalan (km/jam)
IRI
: Roughness (m/km)
a,b,c,d,e
: Koefisien yang telah diestimasikan pada tabel diatas
exp
: Konstanta exponensial (2,718282)
r
2
: Koefisien kuadrat dari korelasi perkalian
Dimana untuk kendaraan berat dalam studi ini konstanta regresinya diasumsikan sebagai rata-rata dari bus besar dan truck medium, dan untuk sepeda motor konstanta regresinya sebesar 0,3 dari konstanta mobil dan untuk kendaraan tidak bermotor digunakan nilai sebesar 0,5 dari konstanta mobil. Metode ini biasa digunakan oleh Bina Marga.
2. Model PCI (Non-Toll Road),
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-70
Model ini menggunakan persamaan-persamaan yang bergantung pada besarnya kecepatan tempuh. Persamaan BOK ini meliputi : 1. Konsumsi bahan bakar (liter/1000 km) 2. Konsumsi minyak pelumas (liter/1000 km) 3. Konsumsi pemakaian ban (ban/1000 km) 4. Biaya pemeliharaan (depresiasi/1000 km) 5. Biaya mekanik (jam kerja/1000 km) 6. Biaya suku bunga (interest/1000 km, sebesar 1/2 nilai depresiasi) 7. Asuransi (asuransi/1000 km, sebesar nilai depresiasi) 8. Nilai waktu Berdasarkan model perhitungan BOK , maka hanya akan diperhitungkan faktor-faktor tertentu yang dianggap memberikan pengaruh terhadap komponen-komponen yang memberikan kontribusi relatif besar terhadap nilai BOK. Faktor-faktor yang dimaksud adalah kondisi geometri jalan, lalu lintas dan kekasaran permukaan jalan (roughness). Untuk selanjutnya model yang digunakan dalam laporan ini untuk analisa BOK adalah Model PCI (Non-Toll Road).
2.5.4 Komponen-Komponen BOK
...................(77)
1. Persamaan Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar = basic fuel ( 1 + ( kk + kl + kr )) Dimana : basic fuel dalam liter/1000 km kk
: koreksi akibat kelandaian
kl
: koreksi akibat kondisi lalu lintas
kr
: koreksi akibat kekasaran jalan (roughness)
a) Konsumsi bahan bakar Gol I
: 0,05693V2– 6,42593V+ 269,18576
b) Konsumsi bahan bakar Gol IIA
: 0,21692V2-24,11549V+ 954,78624
c) Konsumsi bahan bakar Gol IIB
: 0,21557V2-24,17699V+ 947,80862
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-71
Faktor koreksi konsumsi bahan bakar dinyatakan dalam Tabel 2.43 dan Tabel 2.44 berikut :
Tabel 2.43 Tabel Faktor Koreksi Akibat Kelandaian Koreksi Kelandaian Negatif ( kk ) Koreksi Kelandaian Positif ( kk )
g < -5 %
-0,337
-5 % ≤ g ≤ 0 %
-0,158
0%≤g ≤5% g≥5%
0,400 0,820
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Tabel 2.44 Tabel Faktor Koreksi Akibat Kekasaran dan ( v/c ) Koreksi Lalu lintas ( kl )
Koreksi Kekasaran ( kr )
0 ≤ v/c ≤ 0,6
0,050
0,6 ≤ v/c ≤ 0,8
0,185
v/c ≥ 0,8
0,253
< 3 m / km
0,035
≥ 3 m/ km
0,085
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
...................(78)
2. Persamaan Konsumsi Minyak Pelumas
Berdasarkan survey literatur, dengan kruteria kemudahan dalam mengimplementasikan moel, maka dipilih spesifikasi model yang dikembangkan dalam GENMERRI, yaitu model yang dipakai oleh Bina Marga. Model ini memperhatikan pengaruh dari kecepatan perjalanan dan kekasaran permukaan jalan (roughness) terhadap konsumsi minyak pelumas. Pada Tabel 2.45 dapat dilihat konsumsi dasar minyak pelumas (liter/km) untuk jalan non tol yang dimodifikasi dari model ini. Konsumsi dasar ini kemudian dikoreksi lagi menurut tingkatan roughness seperti yang terlihat pada Tabel 2.46 pada halaman berikut.
Tabel 2.45 Konsumsi Dasar Minyak Pelumas ( liter/km ) Jenis Kendaraan
Kecepatan ( km/jam )
Golongan I
Golongan IIA
Golongan IIB
10 – 20
0,0032
0,0060
0,0049
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-72
20 – 30
0,0030
0,0057
0,0046
30 – 40
0,0028
0,0055
0,0044
40 – 50
0,0027
0,0054
0,0043
50 – 60
0,0027
0,0054
0,0043
60 – 70
0,0029
0,0055
0,0044
70 – 80
0,0031
0,0057
0,0046
80 – 90
0,0033
0,0060
0,0049
90 – 100
0,0035
0,0064
0,0053
100 - 110
0,0038
0,0070
0,0059
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Konsumsi dasar minyak pelumas untuk jalan non tol dirumuskan sebagai berikut : a) Konsumsi minyak pelumas Gol I
: 0,00037 V2 – 0,04070 V + 2,20403
b) Konsumsi minyak pelumas Gol IIA
: 0,00209 V2 – 0,24413 V + 13,29445
c) Konsumsi minyak pelumas Gol IIB
: 0,00186 V2 – 0,22035 V + 12,06486
Tabel 2.46 Faktor Koreksi Konsumsi Minyak Pelumas Nilai Kekasaran
Faktor Koreksi
< 3 m /km
1,00
> 3 m / km
1,50
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
2. Persamaan Konsumsi Ban
...................(79)
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kondisi atau umur ban, yaitu : 1. Rolling Friction, yaitu gesekan antara ban dengan permukaan jalan 2. Gaya Longitudinal dan Transversal yang menyebabkan gesekan pada sebagian permukaan ban. Gaya tersebut terjadi akibat pengereman, akselerasi dan tikungan 3. Gesekan akibat Driving Force, yang diakibatkan tekanan udara yang terjadi pada saat kendaraan melakukan tanjakan dan atau pengurangan kecepatan Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-73
Dengan memperhaitkan kriteria kesederhanaan dan kemudahan dalam mengimplementasikan model, maka digunakan model PCI sebagai berikut : a) Golongan I
: Y = 0,0008848 V – 0,0045333
b) Golongan IIA
: Y = 0,0012356 V – 0,0064667
c) Golongan IIB
: Y = 0,0015553 V – 0,0059333
Dimana
: Y = Pemakaian ban per 1000 km : V = Kecepatan berjalan ( Running Speed )
3. Persamaan Pemeliharaan
...................(80)
Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya suku cadang dan upah montir/tenaga kerja yang berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan non tol, sedangkan menurut PCI persamaannya sebagai berikut : 1. Suku Cadang a) Golongan I
: Y = 0,0000064 V + 0,0005567
b) GolonganIIA : Y = 0,0000332 V + 0,0020891 c) Golongan IIB : Y = 0,0000191 V + 0,0015400 Dimana : Y = Pemeliharaan suku cadang per 1000 km 2. Montir a) Golongan I
: Y = 0,00362 V + 0,36267
b) Golongan IIA : Y = 0,02311 V + 1,97733 c) Golongan IIB : Y = 0,01511 V + 1,21200 Dimana
: Y = Jam montir per 1000 km
4. Persamaan Depresiasi
...................(81)
Biaya depresiasi berlaku unutk perhitungan BOK pada jalan tol maupun non tol. Persamaannya adalah sebagai berikut : a) Golongan I
: Y = 1/(2,5 V + 125 )
b) Golongan IIA
: Y = 1/(9,0 V + 450 )
c) Golongan IIB
: Y = 1/(6,0 V + 300 )
Dimana : Y = Depresiasi per 1000 km, sama dengan ½ nilai depresiasi dari kendaraan. Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-74
5. Persamaan Bunga Modal
...................(82)
Biaya bunga modal per kendaraan-km yang dilambangkan dengan INT dan diekspresikan sebagai fraksi dari harga kendaraan baru diberikan dalam persamaan berikut :
INT = AINT / AKM Dimana : AINT = Rata-rata bunga modal tahunan dari kendaraan yang diekspresikan sebagai fraksi dari kendaraan baru = 0,01 (ANV / 2) AINV = Bunga modal tahunan dari kendaraan baru AKM = Rata-rata jarak tempuh tahunan ( kilometer ) kendaraan Bunga modal juga dapat diperhitungkan dengan metode Road User Cost
Model ( 1991 ), besarnya biaya bunga modal per kendaraan per 1000 km ditentukan oleh persamaan berikut :
BUNGA MODAL = 0,22 % x ( harga kendaraan baru ) ...................(83)
6. Persamaan Asuransi
Biaya asuransi berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol maupun jalan non tol. a) Golongan I
: Y = 38/( 500 V )
b) Golongan IIA
: Y = 6/( 2571,42857 V )
c) Golongan IIB
: Y = 61/( 1714,28571 V )
Dimana: Y = Asuransi per 1000 km 7. Persamaan Nilai Waktu
...................(84)
Nilai waktu atau nilai penghematan waktu didefinisikan sebagai jumlah uang yang rela dikeluarkan oleh seseorang untuk menghemat satu satuan waktu perjalanan. a) Golongan I
:Y=-
b) Golongan IIA
: Y = 1000 / V
c) Golongan IIB
: Y = 1000 / V
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-75
Sampai saat ini, belum didapatkan besaran nilai waktu yang berlaku untuk Indonesia. Dibawah ditampilkan besaran nilai waktu beberapa kajian yang pernah dilakukan.
Tabel 2.47 Nilai Waktu Setiap Golongan Kendaraan Rujukan
Nilai waktu ( Rp/jam/kendaraan ) Golongan I
Golongan IIA
Golongan IIB
PT. Jasa Marga ( 1990-1996 )
12,287
18,534
13,768
Padalarang-Cileunyi ( 1996 )
3,385-5,425
3,827-38,344
5,716
Semarang ( 1996 )
3,411-6,221
14,541
1,506
IHCM ( 1995 )
3,281
18,212
4,971
PCI ( 1979 )
1,341
3,827
3,152
7,067
14,670
3,659
8,880
7,960
7,980
JIUTR Northern Extension ( PCI, 1989 ) Surabaya-Mojokerto ( JICA, 1991 ) *)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Beberapa modifikasi dilakukan dengan ‘memilih’ nilai waktu yang terbesar antara nilai waktu dasar yang dikoreksi menurut lokasi dengan nilai waktu minimum seperti terlihat pada persamaan berikut :
Nilai waktu = maksimum {(k x nilai waktu dasar), nilai waktu maksimum} k adalah nilai faktor koreksi pada Tabel 2.49 dengan asumsi bahwa nilai waktu dasar tersebut hanya berlaku untuk daerah DKI-Jakarta dan sekitarnya. Untuk daerah lainnya perlu dilakukan koreksi sesuai dengan PDRB per kapitanya; DKI-Jakarta dan sekitarnya dianggap mempunyai nilai faktor koreksi 1,0.
Tabel 2.49 merangkum beberapa faktor koreksi nilai waktu menurut daerah, sedangkan Tabel 2.48 merangkum nilai waktu minimum yang digunakan.
Tabel 2.48 Nilai Minimum ( Rp/jam/kendaraan ) No
Kabupaten/Kodya
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Jasa Marga
JIUTR
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-76 Gol
Gol
IIA
IIB
8,200
12,369
6,000
9,051
Gol I 1
DKI-Jakarta Selain DKI-
2
Jakarta
Gol
Gol I
Gol IIA
9,188
8,200
17,022
4,246
6,723
6,000
12,455
3,107
IIB
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Tabel 2.49 PDRB atas Dasar Harga Konstan Tahun 1995 PDRB ( Juta
Jumlah
PDRB per kapita
Nilai
Rupiah )
penduduk
( Juta Rupiah )
Koreksi
DKI-Jakarta
60,638.217
9,113.000
6,65
1,00
2
Jawa Barat
60,940.114
39,207.000
1,55
0,23
3
Kodya Bandung
6,097.380
2,356.120
2,59
0,39
4
Jawa Tengah
39,125.323
29,653.000
1,32
0,20
5
Kodya Semarang
4,682.002
1,346.352
3,48
0,52
6
Jawa Timur
57,047.812
33,844.000
1,69
0,25
7
Kodya Surabaya
13,231.986
2,694.554
4,91
0,74
8
Sumatera Utara
21,802.508
11,115.000
1,96
0,29
9
Kodya Medan
5,478.924
1,800.000
3,04
0,46
No
Lokasi
1
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Dengan demikian, nilai waktu yang berlaku untuk DKI-Jakarta adalah sebesar Rp 12,287 per kendaraan per jam, sedangkan nilai waktu untuk daerah lainnya dapat dihitung dengan mengalikan faktor koreksi dengan nilai waktu yang berlaku untuk DKI-Jakarta. 2.5.5 Kekasaran Pemukaan Jalan (Roughness)
Kekasaran kenyamanan
permukaan
mengemudi.
jalan
Kekasaran
sangat
mempengaruhi
permukaan
jalan
tingkat
merupakan
perbandingan dari kondisi profil vertikal badan jalan terhadap panjang jalan itu sendiri. Tingkat kenyamanan dan kinerja dinyatakan dengan 2 cara, yaitu dengan skala Indeks Kondisi Jalan (Road Condition Index = RCI) dengan metode pengamatan secara langsung (visuil) dan dengan alat Roughometer yang dinyatakan dalam International Roughness Index (IRI) dinyatakan dalam m/km. Data kekasaran permukaan jalan ini hanya digunakan sebagai data penunjang dalam perhitungan biaya operasi kendaraan. Semakin kecil Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-77
nilai IRI maka kondisi jalan semakin baik (rata dan teratur). Skala RCI bervariasi antara 2-10 dengan pengertian sebagai berikut :
Tabel 2.50 Skala Indeks Kondisi Jalan ( RCI ) Nilai RCI 8 – 10 7–8 6–7
Kondisi Permukaan Jalan Secara Visuil Sangat rata dan teratur Sangat baik, umumnya rata Baik Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak rata Rusak, bergelombang, banyak lubang Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan hancur Tidak dapat dilalui, kecuali dengan kendaraan 4 WD ( Jeep )
5–6 4–5 3–4 2–3 ≤2 *)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Tabel 2.51 Konversi Nilai RCI ke IRI RCI
IRI
7,6
4
6,4
6
5,3
8
3,5
12
2,3
16
*)Sumber : LAPI-ITB ( 1997 )
Dimana : RCI = 10 x e( -0,0501 x IRI^1,220326 )
.....................(85)
2.5.6 Analisa Kelayakan Perekayasaan/Teknis
Analisa kelayakan teknis dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan dari suatu proyek dimaksud dari segi teknis. Analisa ini pada dasarnya adalah usaha untuk menjawab apakah proyek dimaksud cukup andal, aman dan dapat dipertanggungjawabkan.
2.5.7 Analisa Kelayakan Ekonomi
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-78
Analisis ekonomi dari proyek transportasi sangat diperlukan, oleh karena proyek transportasi pada umumnya merupakan proyek yang berhubungan langsung dengan kepentingan umum (publik) dimana arus pengembalian atas modal yang ditanam bukan berupa arus pengembalian finansial, tetapi manfaat-manfaat langsung yang dirasakan oleh masyarakat luas seperti : berupa penghematan biaya operional kendaraan, penghematan waktu perjalanan, dll. Analisis ekonomi suatu proyek transportasi juga diperlukan oleh karena proyek transportasi menyangkut biaya investasi yang besar dan umur pengembalian proyek yang panjang. Pertimbangan lain untuk menggunakan analisis ekonomi ialah apabila pertimbangan pemerataan (equity) pembangunan diperlukan, juga karena terdapat external benefits (third parties effects). Di dalam analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total, atau produktivitas atau keuntungan yang didapat dari sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil daripada proyek-proyek tersebut. Hasil itu disebut the social returns atau the economisc returns daripada proyek. Secara garis besar evaluasi kelayakan ekonomi yang dilakukan meliputi : a. Analisis ekonomi, terdiri atas : 1) Break Even Point / Pay-back Period 2) Benefit Cost Ratio ( B/C-R ) 3) Net Present Value ( NPV ) 4) Economic Internal Rate of Return ( EIRR ) 5) First Year Rate of Return ( FYRR ) b. Analisis kepekaan / sensitivity analysis Untuk mengurangi ketidak tepatan pengambilan keputusan yang diakibatkan oleh ketidakpastian atau kesalahan peramalan dan perkiraan, maka dilkukan analisa kepekaan (sensitivity analysis) terhadap hasil yang ada. Analisis ini dilakukan dengan merubah nilai-nilai impak, dalam hal ini adalah dengan merubah komponen benefit dan cost sebesar 10 %, kemudian hasilnya dibandingkan kembali dengan hasil dasar. Analisis ini Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-79
dilakukan untuk menunjukkan seberapa peka parameter ekonomi yang didapatkan untuk dibandingkan dengan perubahan variabel yang digunakan. Dalam mengevaluasi kelayakan suatu proyek, dapat dilakukan dengan menganalisis kelima komponen tersebut di atas, atau apabila memungkinkan, dapat menganalisis hanya dengan dua atau lebih dari kelima komponen tersebut. 1. Analisis BEP/Pay-back Period
Metode ini mengacu pada asumsi bahwa komponen manfaat dan komponen biaya pada dasarnya mempresentasikan kondisi ‘cash-flow’. Dengan melakukan analogi cash flow dari kegiatan komersial, maka metode ini menggunakan indeks ‘pay-back period’, yaitu suatu indeks yang menggambarkan lamanya waktu yang dibutuhkan agar total inflow /keuntungan sama dengan total outflow/modal. Indeks ini dikenal juga dengan waktu ‘break-even’, dengan metode ini suatu proyek dikatakan layak jika pay-back period-nya kurang dari time horizon yang direncanakan. 2. Analisis Benefit Cost Ratio (B/C-R)
Benefit cost ratio adalah perbandingan antara present value benefit dibagi dengan present value cost. Hasil B/C-R dari suatu produk dikatakan layak secara ekonomi, bila nilai B/C-R adalah lebih besar dari 1 (satu). Metode ini dipakai untuk mengevaluasi kelayakan produk dengan membandingkan total manfaat terhadap total biaya yang telah didiskonto ke tahun dasar dengan memakai nilai suku bunga diskonto (discount rate) selama tahun rencana. Persamaan untuk metode ini adalah sebagai berikut :
B/C - R =
Present Value Benefits Pr esent Value Cost
......................(86)
Nilai B/C-R yang lebih kecil dari 1 (satu), menunjukkan investasi ekonomi yang tidak menguntungkan. 3. Analisis Net Present Value (NPV)
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-80
Metode ini dikenal sebagai metode present worth dan digunakan untuk menentukan apakah suatu rencana mempunyai manfaat dalam periode waktu analisis. Hal ini dihitung dari selisih present value of the benefit (PVB) dan present value of the cost (PVC). Dasar dari metode ini adalah bahwa semua manfaat (benefit) ataupun biaya (cost) mendatang yang berhubungan dengan suatu produk didiskonto kenilai sekarang (present values), dengan menggunakan suatu suku bunga diskonto. Persamaan umum untuk metode ini adalah sebagai berikut : −1 ⎡ ⎛ ⎛ ⎛ r ⎞⎞i ⎞ ⎤ NPV = ∑ ⎢(b i − c i ) ⎜ ⎜⎜ 1 + ⎜ ⎟⎟ ⎟ ⎥ ⎜ ⎝ ⎝ 100 ⎠ ⎟⎠ ⎟ ⎥ i=0 ⎢ ⎝ ⎠ ⎦ ⎣ n -1
........................(87)
Dengan pengertian : NPV
: Nilai sekarang bersih
bi
: Manfaat pada tahun i
ci
: Biaya pada tahun i
r
: Suku bunga diskonto ( discount rate )
n
: Umur ekonomi produk
Hasil NPV dari suatu produk yang dikatakan layak secara ekonomi adalah yang menghasilkan nilai NPV bernilai positif. S 4. Analisis Economic Internal Rate of Return
Economic
Internal
Rate
of
Return
(EIRR)
merupakan
tingkat
pengembalian berdasarkan pada penentuan nilai tingkat bunga (discount
rate), dimana semua keuntungan masa depan yang dinilai sekarang dengan discount rate tertentu adalah sama dengan biaya kapital atau
present value dari total biaya. Dalam perhitungan nilai EIRR adalah dengan cara mencoba beberapa tingkat bunga. Guna perhitungan EIRR dipilih tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif yang terkecil dan tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil. Selanjutnya diadakan interpolasi dengan perhitungan :
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-81
EIRR = i 1 + ( i 2 − i 1 )
NPV1 NPV1 − NPV2
.....................(88)
Dengan pengertian : EIRR : Economic Internal Rate of Return i1
: Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil
i2
: Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil
NPV1 : Nilai sekarang dengan menggunakan i1 NPV2 : Nilai sekarang dengan menggunakan i2 5. Analisis First Year Rate of Return (FYRR)
Analisis manfaat-biaya digunakan untuk membantu menentukan waktu terbaik untuk memulai proyek. Walaupun dari hasil analisis proyek bermanfaat, tetap saja ada kasus penundaan awal proyek pada saat lalu lintas terus bertambah untuk menaikkan laju pengembalian pada tingkat yang diinginkan. Cara terbaik untuk menentukan waktu dimulainya suatu proyek adalah menganalisis proyek dengan range waktu investasi untuk melihat mana yang menghasilkan NPV tertinggi.
First year rate of return (FYRR) adalah jumlah dari manfaat yang didapat pada tahun pertama setelah proyek selesai, dibagi dengan present value dari modal yang dinaikkan dengan discount rate pada tahun yang sama dan ditunjukkan dalam persen. Persamaan untuk metode ini adalah sebagai berikut :
FYRR = 100 .
bj
j −1
∑c i=0
i
(1 + (r 100))
j −i
Dengan pengertian : FYRR : First Year Rate of Return
2.5.8
J
: Tahun pertama dari manfaat
bj
: Manfaat pada tahun j
ci
: Biaya pada tahun i
r
: Suku bunga diskonto (discount rate)
Pemilihan Alternatif dan Rekomendasi
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
......................(89)
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα a. Pemilihan
II-82 alternatif
dapat
dilakukan
dengan
berbagai
metode
pengambilan keputusan yang lazim dan disepakati oleh pelaksana studi dan pengambil keputusan. Apabila tidak ada kesepakatan, metode dengan membandingkan nilai indikator-indikator dari aspek teknis, lingkungan, keselamatan dan ekonomi antar alternatif, dapat digunakan. Indikator yang digunakan untuk setiap aspek meliputi : 1. Teknis 2. Lingkungan 3. Ekonomi 4. Indikator lain yang mungkin dilakukan b. Masing-masing indikator dapat diberi bobot sesuai dengan kebutuhan yang ada c. Nilai dari masing-masing indikator dapat dinormalisasikan dengan rentang antara 0 – 10 d. Alternatif terbaik ditentukan berdasarkan hasil perhitungan nilai rata-rata tertimbang dari seluruh indikator yang ada e. Kelayakan proyek tidak hanya tergantung pada kelayakan ekonomi, untuk memperhitungkan aspek non ekonomi, ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain metode Multi Kriteria, dan lain-lain
2.6 STUDI TERKAIT Banyak studi-studi sebelumnya yang pernah dilakukan terkait dengan simpang Jatingaleh, studi-studi tersebut membahas tentang bagaimana memecahkan permasalahan lalu lintas pada simpang Jatingaleh. Disini hanya akan dijelaskan tentang beberapa studi yang terkait dengan penyusunan Tugas Akhir ini. Studi-studi yang pernah dilakukan sebelumnya diantaranya adalah : 1. Studi yang dilakukan oleh Andi P. Siagian dan Benhard S. Studi ini membahas tentang Analisa Kinerja Lalu lintas Persimpangan Pada
Jalan Dr. Setia Budi – Jalan Teuku Umar ( Depan Pasar Jatingaleh ) Semarang Studi ini menghasilkan dua alternatif solusi pemecahan permasalahan persimpangan yang dapat dilakukan yaitu : a) Pembangunan Overpass Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ
Βαβ ΙΙ Στυδι Πυστακα
II-83
b) Pembangunan simpang susun/interchange 2. Studi yang dilakukan oleh Abdul Kholiq dan Ika Putri P Studi ini membahas tentang Evaluasi Kinerja Simpang Jatingaleh dan
Pemecahannya Studi ini menghasilkan alternatif solusi pemecahan permasalahan persimpangan yang dapat dilakukan yaitu : a) Perbaikan geometri simpang (peningkatan ruas jalan/penambahan jumlah lajur/pelebaran ruas jalan) Dalam Laporan Tugas Akhir ini, hasil analisa dari studi-studi tersebut akan dijadikan sebagi sumber bahan analisa Studi Kelayakan Simpang Jatingaleh. Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini akan dianalisa tentang kelayakan dari solusi-solusi tersebut. Lebih lanjut akan diuraikan adalah tentang kemampuan solusi-solusi tersebut dalam hal yang paling dapat memberikan keuntungan atau paling layak untuk dapat digunakan sebagai solusi terbaik untuk memecahkan permasalahan lalu lintas pada simpang Jatingaleh. Sehingga diakhir nanti dapat diambil suatu kesimpulan dari studi kelayakan ini mengenai alternatif solusi terbaik untuk simpang Jatingaleh.
Τυγασ Ακηιρ Στυδι Κελαψακαν Σιµπανγ ϑατινγαλεη Σεµαρανγ