Masykur Kimsan 250 07 001
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1 Umum Secara umum sistem struktur dibedakan dari kegunaan struktur, seperti struktur jembatan, gedung, tangki, bendungan atau pesawat udara. Secara khusus penamaan ini dibedakan dari fungsi sistem menerima beban luar. Jembatan menerima beban lalu lintas, seperti rangkaian kereta api, mobil; sedangkan bangunan menerima beban dari kegiatan yang ada diatas bangunan, seperti beban ruang kelas, perpustakaan, perkantoran dan gudang.
Dalam kajian
analisis, sistem struktur dibedakan pada dua kategori dasar sistem, yaitu Struktur Kerangka (Portal) dan Struktur Kontinum.
Sistem struktur kerangka merupakan
rakitan beberapa elemen struktur.
Umumnya terdiri dari elemen balok, kolom atau dinding geser membentuk kerangka yang disebut Portal. Sambungan antara elemen pembentuk sistem portal ini biasanya kaku/monolit, serta ukuran penampang elemen (lebar atau tinggi) kecil dibanding dengan bentang elemen. Sistem struktur yang tidak dapat dibedakan unsur elemennya, seperti pelat, cangkang, atau tangki dinamakan sistem struktur kontinum.
2.2 Matriks Kekakuan Elemen Batang (Ruang) Matriks kekakuan batang K M diturunkan dari besarnya gaya pada ujung-ujung batang terkekang penuh akibat setiap perpindahan ujung batang sebesar satu satuan. Untuk sebuah balok dalam ruang, tiap titik ujungnya masing-masing mempunyai 6 macam kemungkinan perpindahan, sehingga total perpindahan Bab II Studi Pustaka
II-1
Masykur Kimsan 250 07 001
titik yang ada pada satu elemen balok adalah 12. Sedangkan gaya ujung yang mungkin timbul adalah 12 gaya yang semuanya selaras dengan perpindahan ujung-ujung balok. Pada gambar 2.1 diberikan batang dalam portal ruang. Pada titik kumpul j terdapat indeks translasi 1, 2, dan 3, dan indeks rotasi 4, 5, dan 6, masing-masing terhadap sumbu batang x M , y M , dan z M . Begitu pula pada titik kumpul k dengan indeks translasi 7, 8, dan 9, dan indeks rotasi 10, 11, dan 12. Tanda panah bermata tunggal menunjukkan translasi, dan bermata ganda menunjukkan rotasi. yM
4
1
5
11
2
8
j
(i)
k
xM
10
9
3 12
6 zM
7
L
Gambar 2.1. Batang portal ruang
Setiap aksi pengekang dinyatakan dengan vektor. Vektor bermata tunggal menyatakan vektor gaya, dan bermata ganda menyatakan momen. Semua vektor digambar dalam arah positif, sehingga pada aksi yang bernilai negatif akan diberi tanda minus pada koefisiennya. Momen terhadap sumbu x M adalah merupakan puntiran atau torsi. Simbol A X menyatakan luas penampang batang. I Y dan I Z masing-masing merupakan momen inersia penampang terhadap sumbu y M dan z M , sedangkan I X adalah sama dengan konstanta puntir J. E dan G
Bab II Studi Pustaka
II-2
Masykur Kimsan 250 07 001
masing-masing adalah parameter dari material batang yang menunjukkan modulus elastisitas dan modulus geser. yM
12 EI z L3
−
j (i)
1 6 EI z L2
12 EI z L3
k
xM
6 EI z L2
zM
Gambar 2.2. Kekakuan batang akibat translasi satuan
Setiap kasus mewakili satu perpindahan tertentu sebesar satu satuan sedangkan perpindahan lain sama dengan nol. Untuk menjabarkan matriks kekakuan batang ini, coba ditinjau salah satu kasus misalnya kasus pada gambar 2.2 dimana pada ujung j diberi perpindahan sebesar satu satuan berupa translasi ke arah sumbu y M (arah 2), sedangkan perpindahan lainnya sama dengan nol. Akibatnya, pada ujung j akan timbul aksi berupa gaya pada sumbu y M , dan momen terhadap sumbu z M , sedangkan puntiran (torsi) tehadap sumbu x M tidak ada. Begitu pula pada ujung k. Besaran dan arah dari tiap-tiap aksi dapat dilihat pada gambar 2. Dengan cara yang sama, untuk kasus perpindahan lain juga dibuat vektornya. Semua kasus digabungkan menjadi satu bentuk matriks. Matriks inilah yang merupakan matriks kekakuan batang yang lengkap.
Bab II Studi Pustaka
II-3
Masykur Kimsan 250 07 001
K Mi =
EAx L 0 0 0 0 0 EAx L 0 0 0 0 0
K M jj K Mi = K M kj
0
0
0
0
0
EAx L
12 EI z L3
0
0
0
6 EI z L2
0
0
0
0
0
0
0
0
12 EI y L3
0 0
0 −
6 EI y L2
0 GI x L 0
−
6 EI y L2 0
4 EI y L
−
0
0
0
0
0
12 EI z L3
0
0
0
6 EI z L2
−
12 EI y L3 0
0 GI x L
0
0
0
6 EI z L2
0
−
6 EI y
0
L2 0
0
2 EI y
0
L
6 EI z L2
0
0
0
4 EI z L
0
6 EI z L2
0
0
0
2 EI z L
0
0
0
0
0
EAx L
0
0
0
0
0
12 EI z L3
0
0
0
0
12 EI z L3
0
0
0
0
0
12 EI z L3
0
0
GI x L
−
0
−
12 EI y
0 0 6 EI z L2
L3 0
−
6 EI y L2 0
0 GI x L 0 0
6 EI y L2 0 2 EI y L 0
−
6 EI z L2 0 0
0
0
0
0
0
0
6 EI − 2z L
2 EI z L
K M jk K M kk
6 EI y L2 0
0 0
6 EI y L2 0 4 EI y L 0
(2.1)
Matriks diatas adalah matriks kekakuan pada sumbu batang (lokal). Jika sumbu batang tidak berimpit dengan sumbu global, maka sebelum dirakit menjadi matriks kekakuan struktur, matriks tersebut harus ditransformasi menjadi matriks kekakuan batang terhadap sumbu struktur.
Pada gambar 2.3a, sumbu x M diambil berimpit dengan sumbu batang dan sumby y M dan z M adalah sumbu utama penampang lintang di ujung j. Matriks kekakuannya adalah K M . Matriks ini harus ditransformasi ke matriks K MS yang juga berorde 12 × 12, yang selaras dengan 12 jenis perpindahan dalam arah sumbu struktur seperti pada gambar 2.3b. Untuk mentransformasi matriks K M ,
Bab II Studi Pustaka
II-4
−
6 EI z L2 0 0 0
4 EI z L
0
Masykur Kimsan 250 07 001
diperlukan suatu matriks rotasi transformasi R T yang elemen-elemennya tergantung pada orientasi sumbu batang.
y
xM
11
yM
8 5
k 9 12
(i) 2 1
7
10
j
4
3 6 x zM
z (a)
11 y 5 4
1
(i)
2 j
12
8 7 k 9
10
3 6 x z (b)
Gambar 2.3. Sistem penomoran perpindahan titik kumpul terhadap koordinat lokal dan global
Ada tiga macam orientasi sumbu batang, yaitu sudut sumbu x M terhadap bidang x-z, sudut antara proyeksi sumbu x M pada bidang x-z dengan sumbu x S (lihat gambar 2.4), dan orientasi arah sumbu utama penampang y M dan z M (lihat gambar 2.5).
Bab II Studi Pustaka
II-5
Masykur Kimsan 250 07 001
yS, yβ
yγ
α
yM
xM
γ
p
k
yps j
γ
xS
β β
zps
xps
α
zγ , z β
xβ
zS zM
Gambar 2.4. Rotasi sumbu batang portal ruang
yγ zpγ
p yM
α
ypγ zγ
α zM
Gambar 2.5. Rotasi terhadap sumbu xM
Dua rotasi pertama adalah β dan γ, sedangkan rotasi ketiga adalah α. Besar sudut
α dapat direpresentasikan oleh titik p. Titik p ini adalah suatu titik bantu yang terletak pada bidang utama batang tetapi bukan pada sumbu batang x M , dan titik ini akan menjadi sumbu penampang y M . Jika, koordinat titik p dinyatakan Bab II Studi Pustaka
II-6
Masykur Kimsan 250 07 001
dengan x pS , y pS , dan z pS, maka hubungan antara α dengan titik p adalah sebagai berikut : z pγ
sin α =
(2.2)
y 2pγ + z 2pγ y pγ
cos α =
(2.3)
y 2pγ + z 2pγ
dimana x pγ = C x x pS + C y x pS + C z x pZ
y pγ = −
CxC y C xz
z pS = −
Cx =
x pS + C xz y pS −
(2.4)
C yCz C xz
(2.5)
z pS
C Cz x pS + x z pS C xz C xz
xk − x j
;
L
(2.6)
Cy =
yk − y j L
Cz =
;
zk − z j L
C xz = C x2 + C y2 (x i , y i , dan z i adalah koordinat titik i) Sedangkan kosinus dan sinus dari sudut β dan γ adalah cos β =
Cx C xz
cos γ = C xz
Bab II Studi Pustaka
sin β =
Cz C xz
sin γ = C y
II-7
Masykur Kimsan 250 07 001
Matriks R T dirakit dari matriks R yang diturunkan dari rotasi ketiga orientasi batang tersebut.
cos β R β = 0 − sin β
0 sin β 1 0 0 cos β
cos γ R γ = − sin γ 0
sin γ cos γ 0
0 1 R α = 0 cos α 0 − sin α
0 0 1
0 sin α cos α
R = Rα Rγ Rβ (2.7) Jika persamaan diatas diperluas, maka diperoleh Cx − C x C y cos α − C z sin α R = C xz C C sin α − C cos α z x y C xz
Cy C xz cos α
− C xz sin α
Cz − C y C z cos α + C x sin α C xz C y C z sin α + C x cos α C xz
dan,
RT
R 0 = 0 0
Bab II Studi Pustaka
0
0
R
0
0
R
0
0
0 0 0 R
(2.8)
II-8
Masykur Kimsan 250 07 001
Akhirnya, matriks kekakuan batang K MS untuk sumbu struktur (global) dapat dihitung dengan perkalian matriks biasa, yaitu : K MS
= R TT K M R T
(2.9)
Untuk mengkonversi analisis portal ruang menjadi portal bidang (2 dimensi), maka hal yang perlu dilakukan adalah memberikan constraint dalam suatu arah tertentu baik translasi ataupun rotasi, dimana koordinat dalam arah tersebut adalah sama untuk setiap koordinat elemen-elemen struktur tersebut. Constraint ini dimaksudkan untuk mereduksi elemen matriks kekakuan elemen agar lebih efisien dalam proses perakitannya menjadi matriks kekakuan struktur.
2.3 Matriks Kekakuan Elemen Batang (Bidang) Apabila ditinjau Portal Bidang sebagai sistem struktur, maka konsep geometri portal bidang adalah konfigurasi dari elemen-elemen lurus dirangkai bersama secara monolit. Bentuk yang paling sederhana adalah elemen balok tunggal dengan perletakan cukup mencegah keruntuhan. Perletakan sendi dan rol pada elemen sederhana merupakan jumlah minimum perletakan untuk menjaga keseimbangan bila batang dibebani.
Pada
portal
bidang,
perpindahan
terjadi
dalam
bidang.
Identifikasi
perpindahan/perubahan pada sistem akibat beban luar dinyatakan dengan perpindahan translasi dan rotasi titik-titik kumpul.
Bab II Studi Pustaka
II-9
Masykur Kimsan 250 07 001
2.3.1 Persamaan Differensial Penentu Elemen Balok Penurunan persamaan diferensial penentu bagi teori Lendutan-Kecil balok lentur menjadi dasar penentuan hubungan antara deformasi dan gaya dalam analisis struktur dengan metoda kekakuan.
θi y δi
balok
q(x) y
Qi
θj δj
Qj
Ni
j
i i
E,I,A,
x
j
Gambar 2.6 Parameter Deformasi Elemen Balok akibat Beban
Jika dikaji elemen balok dengan konfigurasi beban seperti pada gambar 2.6 maka bentuk garis elastis balok y = y(x) ditetapkan dari parameter perpindahan dan rotasi posisi tertentu balok. Dengan demikian : y(0) = δi ; y' (0) = ϕi
(2.10)
y() = δ j ; y' () = ϕ j
δ i dan ϕ i berturut turut lendutan dan putaran sudut yang terjadi di ujung balok i, dan δ j dan ϕ j merupakan lendutan dan putaran sudut di ujung j. Apabila bekerja beban luar q(x) dengan jarak titik tangkap gaya resultan x = a, maka dengan mendefinisikan fungsi tahap satuan H(x) : H = 0 apabila x
a, maka momen lentur M(x)
pada setiap penampang
dinyatakan sebagai EI
d2y dx 2
= − M ( x ) = −M i + Q i x − HPq ( x − a )
(2.11)
hal mana Pq = ∫ q(x)dx dan a jarak Pq dari ujung i . Integrasi persamaan ini menghasilkan :
Bab II Studi Pustaka
II-10
Masykur Kimsan 250 07 001
d2y 1 {− M i + Qi x − HPq ( x - a )}dx 2 dx = EI 0 dx 0 M x Q x 2 HPq (x - a )2 ϕ X = ϕi − i + i − EI 2EI 2EI x
x
∫
∫
(2.12)
Integrasi persamaan(2.12) memberikan : x
dy dx dx = 0
∫
M i x Q i x 2 HPq (x - a )2 dx + − ϕi − EI 2EI 2EI 0
x
∫
y = δ i + ϕi x −
Mi x 2 2EI
+
Qi x 3 6EI
−
HPq 6EI
(x - a )3
(2.13)
Dengan memasukan syarat batas y' () = ϕ j dan y() = δ j ke persamaan (2.12) dan (2.13) dan menyatakan (x-a) = b, diperoleh dua persamaan Pq 2 M il Q il2 − = − ϕ j + ϕi − b EI 2EI 2EI
(2 .14a)
Pq 3 M i l 2 Q i l3 − = −δ j + δ i + ϕi l − b 2EI 6EI 6EI
(2.14b)
Persamaan ini memberikan solusi bagi M i dan Q i Mi =
Pq 4EI 2EI 6EI 6EI ϕi + ϕ j + 2 δi − 2 δ j + 2 ab 2
Qi =
6EI 2
ϕi +
6EI 2
ϕj +
12EI 3
δi -
12EI 3
δj +
(2 .15a)
Pq b 2 ( + 2a ) 3
(2 .15b)
Untuk mendapatkan M j dan Q j sebagai fungsi deformasi dan beban, digunakan persamaan statika dasar. Hasilnya adalah : Mj =
Pq 2EI 4EI 6EI 6EI ϕi + ϕ j + 2 δi − 2 δ j + 2 a 2 b
Qj = −
6EI 2
ϕi −
Bab II Studi Pustaka
6EI 2
ϕj −
12EI 3
δi +
12EI 3
δj +
(2 .16a)
Pq a 2 ( + 2b) 3
(2 .16b)
II-11
Masykur Kimsan 250 07 001
Untuk balok dengan kedua ujung terkekang penuh, dan beban terpusat di tengah bentang δ i = δ j = ϕi = ϕ j = 0 , sehingga Pq
M i = FEM i =
Qi = FEQi =
L2
ab 2
(2.17a)
Pq b 2 ( + 2a )
M j = FEM j =
Q j = FEQ j =
(2.17b)
3
Pq
2
a 2b
(2.18a)
Pq a 2 ( + 2b)
(2.18b)
3
Hubungan gaya aksial N i dan N j , dengan deformasi aksial yang terjadi adalah : ∆i =
N i N j N N j − , dan ∆ j = − i + AE AE AE AE
(2.19)
Persamaan(2.16), (2.17),(2.18) dan (2.19) merupakan dasar penyusunan matriks kekakuan elemen balok lentur yang menerima gaya-gaya ujung dan beban tranversal q(x). Secara umum persamaan (2.16) dan (2.19) menyatakan hubungan antara besaran gaya dan perubahan posisi balok. Menggantikan suku-suku fungsi beban dengan pernyataan umum FEM, FEQ dan FET bagi kedua ujung balok terkekang penuh, di-peroleh persamaan 2.20 (gambar 2.7): q(x)
y δi , Qi
∆i , Ni
δ j,Q j
T i ϕi , M i
E,I,A xT
j
∆ j, N j x
ϕ j, M j
Gambar 2.7 Parameter Gaya, Perpindahan/Rotasi dan Beban Balok Lentur
Bab II Studi Pustaka
II-12
Masykur Kimsan 250 07 001
Apabila gaya yang bekerja pada balok hanya gaya-gaya ujung M i , N i , Q i , dan M j , N j , Q j yang dinyatakan berturut-turut sebagai F 1 , F 2 , F 3 , dan F 4 , F 5 , F 6 , serta parameter perpindahan/rotasi ujung balok ϕi , ∆ i , δ i , ϕ j , ∆ j , δ j berturutturut sebagai
∆1 , ∆ 2 , ∆ 3 ∆ 4 , ∆ 5 , ∆ 6 seperti pada gambar 2.7, maka besaran
gaya dinyatakan sebagai gaya ekivalen yang menyebabkan terjadi perpindahan/rotasi ujung. Perindahan/rotasi ujung ini didefinisikan sebagai derajat kebebasan elemen. Secara umum ada 6 derajat kebebasan. Ujung i balok mempunyai 3 derajat kebebasan, yaitu satu perputaran dan dua perpindahan (∆ 1 , ∆ 2 , ∆ 3 ), sedang ujung j terdapat 3 derajat kebebasan (∆ 4 , ∆ 5 , ∆ 6 ).
EA 0 0 12EI 6EI 0 3 2 6EI 4EI 0 2 EA − 0 0 12EI 6EI 0 − 3 − 2 6EI 2EI 0 2
0 0 0 EA 0 0
EA 12EI − 3 6EI − 2
−
0 12EI 3 6EI − 2
xT − T 2 Pq b ( + 2a ) 6EI ∆ N i 3 2 i Q δ 2EI i Pq 2 i − 2 ab ϕ M i i + = ∆j ( − x T ) N j 0 − T Q j δ j 6EI ϕ Pq a 2 ( + 2b) M j − 2 j 3 P 4EI q a 2b 2 0
(2.20)
y ∆5,F5
∆2,F2
∆6,F6 j
∆1,F1
i
∆3,F3
E,I,A,L
∆4,F4
x
Gambar 2.8 Identifikasi Parameter Gaya dan Deformasi Ujung
Menggunakan persamaan (2.20), hubungan gaya F i dan ∆ I seperti persamaan (2.21).
Bab II Studi Pustaka
II-13
Masykur Kimsan 250 07 001
EA 0 12EI 0 3 6EI 0 2 EA − 0 12EI 0 − 2 6EI 0 2
0
0
6EI 2 4EI 0 6EI 2 2EI
0 0 EA
−
0 0
EA 12EI − 3 6EI − 2
−
0 12EI 3 6EI − 2
0 6EI ∆ F 2 1 1 ∆2 2EI F2 ∆ 3 F3 ∆ = F 0 4 4 ∆ 5 F5 6EI − 2 ∆ 6 F6 4EI
(2.21a) Atau [S]m {Δ}m = {F}m
(2.21b)
Matriks [S]m didefinisikan sebagai MATRIKS KEKAKUAN ELEMEN. Vektor {Δ}m dan {F}m berturut-turut menyatakan derajat kebebasan elemen dan gaya ekivalen ujung.
2.3.2 Derajat Kebebasan Dan Matriks Kekakuan Struktur Titik kumpul; 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah perletakan jepit, rol, jepit dan sendi. Tidak terjadi baik perpindahan translasi maupun rotasi di titik 1 dan 3, mengingat sifat perletakan jepit. Titik kumpul 2 dapat “lari” arah horizontal dan berotasi. Karenanya ada dua kebebasan bergerak titik 2 yang didefinisikan sebagai kebebasan derajat dua. Bagi titik 4, tidak mungkin terjadi perpindahan horizontal maupun vertikal; hanya rotasi, sehingga dinyatakan titik 4 mempunyi satu derajat kebebasan. Bagi titik-titik kumpul lainnya, setiap titik dapat berpindah arah dan berotasi. Dengan demikian, derajat kebebasan strukur NX = 2 + 1 + 3 * 9 = 30 . Derajat kebebasan struktur ini dapat dihitung berdasarkan rumus : NX = 3NJ− 3NFJ− 2NPJ− NR
Bab II Studi Pustaka
(2.22)
II-14
Masykur Kimsan 250 07 001
hal mana NJ
= jumlah total titik kumpul, termasuk perletakan
NFJ
= jumlah titik yang sifatnya JEPIT
NPJ
= jumlah titik yang sifatnya SENDI
NR
= jumlah titik yang sifatnya ROL 13
12
13
11 8
12 8
9
10
11
10
6 7
9
5
2
7
6
3
4
1
5 2
1
3
4
Gambar 2.9 Portal Bidang Dengan derajat kebebasan, perpindahan garis elastis yang menyatakan perubahan
posisi
sistem
struktur
dapat
dihitung.
Gambar
2.10
memperlihatkan perubahan posisi sistem secara skematik. Derajat kebebasan titik dinyatakan dengan vektor X i . Arah vektor positif seperti tergambar. Seperti juga halnya dengan elemen, terjadinya perubahan posisi titik kumpul berakibat oleh bekerjanya gaya. Apabila setiap vektor perpindahan/rotasi titik kumpul diakibatkan oleh vektor gaya ekivalen yang bekerja di titik kumpul
Bab II Studi Pustaka
II-15
Masykur Kimsan 250 07 001
tersebut, maka kedua vektor tersebut berpasangan. Gambar 2.11 menyatakan vektor gaya ekivalen yang mengakibatkan terjadinya perpindahan/rotasi titik. X26 Y
X29
12 X27
X25 X14 X17
X5 X6
5
X23
X20 X18
X1
X28
13
X30
X16
8 X15 9
X19
X2
10
X21 11
X4
X10
6
X12
7 X8
X1
1
X1
X9
X7
X2
X24
X3 4
3
2
X
Gambar 2.10 Deformed shape dan vektor perpindahan/rotasi titik kumpul P26 Y
P29
12 P27
P25 P14 P17
P5 P6
P13
5
P23
P20
P18 P16
8 P15 9
P19
10
P4
P2 P21 11 P7
2
P24
P11
P9 6
P10 7
X8
P1
P2
1
P28
13
P30
3
P12 P3
X
4
Gambar 2.11 Vektor Gaya Ekivalen Titik Kumpul
Bab II Studi Pustaka
II-16
Masykur Kimsan 250 07 001
Hubungan antara vektor perpindahan/rotasi dengan vektor beban ekivalen adalah : P1 K 11 K 12 K 13 K 14 . . . .K 1j . . . K 130 P 2 K 21 K 22 K 23 K 24 . . . .K 2j . . . K 230 P3 P K 31 K 32 K 33 K 34 . . . .K 3j . . . K 230 4 . . = K K j2 K j3 K j4 . . . . K jj . . . K j30 Pj j1 . . K 301 K 302 K 303 K 304 . . . K 30j . . . K 3030 P30
X1 X 2 X3 X 4 . . (2.23) Xj . . X 30
atau {P} = [K]{X} Matriks [K] didefinisikan sebagai Matriks Kekakuan Struktur. Unsur matriks K ij merupakan hasil rakitan unsur-unsur matriks elemen yang ujungnya terkait menyusun titik kumpul.
2.3.3 Koordinat Lokal dan Koordinat Struktur Y
3
1
2
1 6
8
7
11 9
2 1
1
3
4
5 X
Gambar 2.12 Sistem Koordinat Global/Struktur
Bab II Studi Pustaka
II-17
Masykur Kimsan 250 07 001
Perakitan matriks [K] dari matriks elemen [S] memerlukan proses transformasi koordinat. Pada perakitan unsur [K] di titik kumpul 8, sistem koordinat
elemen
batang
6
dan
7
yang
[S] m {∆} m ={F} m harus ditransformasikan
menyatakan
hubungan
kedalam sistem koordinat
struktur/global. Gambar 2.12 menunjukkan sistem koordinat struktur/global bagi elemen portal. Posisi koordinat elemen/lokal terhadap koordinat struktur/global untuk elemen batang 6 dan 7 seperti pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Konfigurasi Elemen Portal, Besaran Gaya dan Perpindahan Elemen Sistem Lokal
Bab II Studi Pustaka
II-18
Masykur Kimsan 250 07 001
Gambar 2.14 Transformasi [S] m {∆} m = {F} m ke [k] m {X} m = {P} m Dengan sudut θ yang dibentuk elemen batang 6 terhadap absis X, besaran gaya ujung elemen F1 F2 F3 F4 F5 F6 dinyatakan dengan P1 P2 P3 P4 P5 P6 melalui transformasi koordinat (gambar 2.14) :
0 0 0 P1 F1 cos θ sin θ 0 F 0 0 0 P2 2 − sin θ cos θ 0 F3 0 0 1 0 0 0 P3 = 0 0 cos θ sin θ 0 P4 F4 0 F5 0 0 0 − sin θ cos θ 0 P5 F6 0 0 0 0 0 1 P6
(2.24)
atau {F} m = [T]{P] m .
Juga perpindahan ujung elemen ∆ 1 ∆ 2 ∆ 3 ∆ 4 ∆ 5 ∆ 6 dinyatakan dengan
X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 melalui transformasi koordinat.
Bab II Studi Pustaka
II-19
Masykur Kimsan 250 07 001
0 0 0 X1 ∆1 cos θ sin θ 0 ∆ 0 0 0 X 2 2 − sin θ cos θ 0 ∆ 3 0 0 1 0 0 0 X 3 = 0 0 cos θ sin θ 0 X 4 ∆ 4 0 ∆ 5 0 0 0 − sin θ cos θ 0 X 5 ∆ 6 0 0 0 0 0 1 X 6
(2.25)
atau {∆} = [T]{X} Matriks [T] didefinisikan sebagai matriks transformasi koordinat dari sistem koordinat elemen kedalam sistem kordinat global/struktur, Mengisikan ketentuan kedua persamaan ini kedalam persamaan (2.21)
[S] {∆} m
m
= {F}m
akan diperoleh matriks kekakuan elemen yang ditinjau dari sistem koordinat global/struktur sebagai berikut :
Bab II Studi Pustaka
II-20
Masykur Kimsan 250 07 001
Bab II Studi Pustaka
II-21
Masykur Kimsan 250 07 001
Perkalian matriks
[ T]T[S][ T] merupakan
transformasi matriks kekakuan
elemen [S] menjadi matriks kekakuan elemen pada sistem koordinat struktur. Dinamakan hasil perkalian sebagai matriks kekakuan elemen [k] m =
[ T]T[S][ T] . Hasil perkalian unsur ketiga matriks merupakan unsur matriks [k] m . Indeks dalam kotak persegi 1, 2, 3, 4, 5, 6 menyatakan besaran arah positip gaya dan perpindahan kedua ujung elemen dalam sistem koordinat struktur/global.
Matriks kekakuan elemen [k] m menjadi bagian dari penyusunan unsur matriks kekakuan struktur [K]. Meninjau penyusunan unsur matriks kekakuan struktur di titik kumpul 8, maka prosedur menggabungkan indeks unsur kekakuan elemen [k] m dengan sebutan derajat kebebasan struktur haruslah ditetapkan dari posisi indeks derajat kebebasan elemen. Untuk elemen 6 indeks unsur elemen 4, 5, dan 6 sama dengan indeks derajat kebebasan 13, 14, dan 15; sedangkan bagi elemen 7 indeks unsur elemen 1, 2, dan sama dengan indeks derajat kebebasan struktur 13, 14, dan 16. Persamaan (2.30) menjelaskan posisi indeks elemen dengan indeks struktur di titik kumpul 8.
Dapat diamati di persamaan (2.30), indeks derajat kebebasan elemen terhadap sistem sumbu lokal selalu sama bagi setiap elemen balok, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 , hal mana sumbu x elemen selalu pada arah bentang balok. Indeks derajat kebebasan elemen pada sistem koordinat struktur atau global, disesuaikan dengan urutan penomoran derajat kebebasan sistem struktur yang dibentuk oleh unsur-unsur elemen struktur. Identifikasi derajat kebebasan ini dinyatakan dari derajat kebebasan titik-titik kumpul yang merakit sistem.
Bab II Studi Pustaka
II-22
Masykur Kimsan 250 07 001
Bab II Studi Pustaka
II-23
Masykur Kimsan 250 07 001
4
[k ]6
4
1
5
2
6
3
13
4
14
5
15
6
=
[k ]7 =
13
1
14
2
15
3
16
4
17
5
18
6
5
6
13
14
15
indeks derajat kebebasan
4
5
6
indeks derajat kebebasan
1
2
3
k 11 k 21 k 31 k 41 k 51 k 61
k 12
k 13
k 14
k 15
k 22
k 23
k 24
k 25
k 32
k 33
k 34
k 35
k 42
k 43
k 44
k 45
k 52
k 53
k 54
k 55
k 62
k 63
k 64
k 65
k 16 k 26 k 36 k 46 k 56 k 66
13
14
15
16
17
18
1
2
3
4
5
6
k12
k13
k14
k15
k 22
k 23
k 24 k 25
k 32
k 33
k 34 k 35
k11 k 21 k 31 k 41 k 51 k 61
k 42
k 43
k 44 k 45
k 52
k 53
k 54 k 55
k 62
k 63
k 64 k 65
(2.30a)
indeks derajat kebebasan struktur indeks derajat kebebasan
k16 k 26 k 36 k 46 k 56 k 66
(2.30b)
Berdasarkan persamaan (2 .30) unsur K ij bagi derajat kebebasan di titik kumpul 8 adalah :
( = (k
) ); K
( = (k
) ); K
(
7 6 7 K1313 = k 644 + k11 ; K1414 = k 55 + k 722 ; K1515 = k 666 + k 33
K1314
6 54
+ k 721
1315
6 64
7 + k 31
1413
)
= K1314 ; K1513 = K1315 .
Nilai ini merupakan unsur dari matriks struktur [K], sehingga persamaan (2.23) menjadi :
Bab II Studi Pustaka
II-24
Masykur Kimsan 250 07 001
Mengalikan persamaan (2.26) dengan matriks invers [T]−1 :
[T]−1[S][T]{X} = [T]−1[T]{P} [T]−1[S][T]{X} = {P}
(2.27)
Dapat dibuktikan matriks invers [T]−1 juga merupakan matriks transpose [T]T : cos θ sin θ 0 T [T] = 0 0 0
sehingga
- sinθ cos θ 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0
0 0 0 cos θ sin θ 0
0 0 0 - sinθ cos θ 0
[T]−1 [S][T]{X} = [T]− T [S][T]{X} [T]T [S][T]{X} = {P}
Bab II Studi Pustaka
0 0 0 0 0 1
(2.28)
(2.29)
II-21
Masykur Kimsan 250 07 001
Bab II Studi Pustaka
II-22
Masykur Kimsan 250 07 001
Bab II Studi Pustaka
II-23
Masykur Kimsan 250 07 001
Bab II Studi Pustaka
II-24
Masykur Kimsan 250 07 001
Bab II Studi Pustaka
II-25
Masykur Kimsan 250 07 001
Bab II Studi Pustaka
II-26
Unsur matrik k kij dihitung menggunakan persamaan sebagaimana yang telah diturunkan sebelumnya, dengan θ elemen sesuai posisi elemen terhadap absis -X koordinat struktur. Dengan mengisikan unsur-unsur matrik K ij dari rakitan unsur matrik ∑ k kij , terbentuklah matriks kekakuan struktur untuk keseluruhan sistem struktur.
2.4 Matriks Massa (Lump Mass) Elemen Matriks massa harus memenuhi beberapa kondisi agar dapat digunakan dalam verifikasi ataupun debugging, yaitu: Matriks Simetri, Simetri secara fisik, tidak berubah dan positif. Matriks simetri adalah
. Matriks massa juga
harus mencerminkan kesimetrisan dalam hal fisik elemen.
Secara umum, perakitan matriks massa dari suatu elemen sebagian besar adalah sama dengan perakitan matriks kekakuan elemen. Matriks massa untuk elemen tunggal dibentuk pada koordinat lokal, kemudian ditransformasikan ke koordinat global dan kemudian dirakit menjadi matriks massa struktur yang persis sama dengan matriks kekakuan struktur. Secara praktis, perakitan matriks kekakuan dan matriks massa dapat dibuat identik.
Perbedaannya adalah kemungkinan penggunaan matriks diagonal pada matriks massa elemen yang berdasar pada metode direct lump mass. Komponen diagonal dari matriks massa dapat disimpan dalam bentuk vektor saja. Jika seluruh komponen matriks adalah positif, maka akan sangat mudah di-inverskan karena invers dari matriks diagonal adalah matriks diagonal juga.
Berikut adalah komponen-komponen matriks massa untuk translasi dan rotasi dari elemen batang: untuk Dan untuk
Dimana : Massa jenis penampang : Luas Penampang : Panjang Elemen : koefisien rotasi (tergantung jenis penampang)
2.5
Analisis Dinamik untuk Sistem Struktur Berderajat Kebebasan Tungal (SDOF) Untuk dapat melakukan analisis dinamik struktur terhadap pengaruh gaya eksitasi ataupun misalnya akibat pergerakan tanah (gempa), pertama-tama perlu dilakukan adalah membuat suatu model struktur yang sederhana yang mencerminkan sifat-sifat mekanisnya, contoh menara air sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 2.15.
Gambar 2.15. Contoh Struktur SDOF (Chopra, Anil. K. ; Dynamics of Structures)
Pada struktur seperti menara air, terdiri dari massa m yang terkumpul pada puncak menara, batang tidak bermassa memberikan kekakuan lateral k ke struktur, dan redaman viskus (dikenal juga sebagai dashpot) didefinisikan sebagai koefisien redaman c yang mendisipasi energi getaran sistem
Pada saat sistem struktur mengalami gaya eksitasi
, maka persamaan
dasar getaran dapat dirumuskan sebagai berikut: (2.32)
Karena pergerakaan sistem dapat digambarkan dalam satu displacement, maka sistem ini disebut sistem berderajat kebebasan satu (SDOF). Massa dan kekakuan sistem dapat diperoleh dari dimensi struktur dan ukuran elemen strukturnya. Namun redaman tidak dapat dihitung dari properties struktur, melainkan dapat diperoleh dari data hasil percobaan getaran bebas dan harmonik.
Dengan membagi persamaan (2.32) dengan m maka persamaan gerak tersebut akan memberikan dua parameter sistem. (2.33)
Dimana: dan
kedua parameter tersebut di atas dikenal sebagai frekuensi sudut getar alami (rad/sec) dan rasio redaman. Berdasar atas ω n maka dapat diperoleh parameter yang lain, yaitu periode getar alami (T n ) didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk suatu sistem yang bergetar bebas tanpa gaya luar dan tak teredam untuk menyelesaikan satu siklus getar. (2.34)
Suatu sistem melakukan
siklus dalam 1 detik getaran bebas, hal ini
didefinisikan sebagai frekuensi getar alami
dalam satuan hertz (Hz
atau putaran per detik).
Properties getaran alami ω n , T n , dan f n tergantung hanya pada massa dan kekakuan dari struktur. Properties tersebut berlaku untuk sistem yang bergetar dalam rentang perilaku linier.
2.6
Frekuensi alami dan ragam getar (mode shapes) Untuk Sistem Struktur MDOF Perhitungan frekuensi alami dan ragam getar dari sistem struktur yang berderajat kebebasan banyak (lebih dari satu) / MDOF bisa dilakukan dengan menyelesaikan problem matriks nilai eigen, yang diperoleh dari persamaan getaran bebas tanpa redaman. Secara umum, masalah nilai eigen pada matriks didefinisikan sebagai: (2.35)
Dimana: : Matriks Kekakuan dari sistem struktur : Matriks Massa dari sistem struktur : Frekuensi alami dari sistem struktur : Vektor Ragam Getar (Mode Shapes)
Solusi non-trivial harus memenuhi syarat berikut:
Persamaan diatas dikenal dengan persamaan karakteristik yang menghasilkan solusi
buah nilai real positif yang diketahui sebagai nilai eigen dari
persamaan tersebut yaitu frekuensi alami dari sistem struktur. Dengan mensubtitusikan kembali nilai-nilai frekuensi alami yang diperoleh ke persamaan 2.35 dan menyelesaikan
persamaan tersebut, maka diperoleh
kemungkinan solusi vektor ragam getar yang merupakan perbandingan gerakan dari tiap-tiap joint untuk tiap-tiap frekuensi alami.
Solusi persamaan getaran bebas yang lengkap biasanya diekspresikan dalam bentuk matriks
yaitu:
dan
Vektor ragam getar memiliki sifat keortogonalitas yaitu: ; untuk
, dan
; untuk
Jika diekspresikan dalam bentuk perkalian matriks, bentuk umumnya adalah sebagai berikut:
(2.36) (2.37) Dengan Dimana
dan
merupakan matriks diagonal yang dikenal dengan
matriks modal massa dan matriks modal kekakuan.Nilai amplitude dari vektor ragam getar merupakan nilai perbandingan relatif yang dapat dinormalisasi melalui prosedur yang ditetapkan.
Jenis normalisasi yang biasa digunakan adalah normalisasi terhadap matriks massa sebagaimana yang dicantumkan dibawah ini: (2.38)
Atau
Dimana
adalah komponen normalisasi ke- dari vektor modal ke- . Sifat
ortogonalitas dari vektor modal yang talah dinormalisasi terhadap massa adalah sebagai berikut: ; untuk ; untuk
, dan
Sehingga, sifat keortogonalitas dalam bentuk matriks adalah: (2.39) (2.40) Dimana
adalah matriks identitas.
2.7 Metode Fungsi Respon Frekuensi Persamaan matematika umum getaran untuk sistem satu derajat kebebasan (SDOF) sebagaimana yang telah disebutkan pada persamaan 2.32 adalah :
Dengan mengasumsikan bahwa gaya merupakan fungsi harmonik yang berupa
dan nilai redaman bersifat linear dan viscous,
kemudian kedua sisi dari persamaan diatas dibagi dengan
maka persamaan
diatas menjadi: (2.41) Dimana
,
dan
.
Berdasarkan persamaan diferensial, diketahui bahwa respon dari sistem dengan redaman menghasilkan dua nilai amplitudo dan sudut fasa yang berbeda untuk nilai frekuensi yang sama. Adanya fasa ini karena pengaruh dari gaya redaman. Berdasarkan hal tersebut, maka solusi partikular dari persamaan 2.41 adalah (2.42)
Atau demi mempermudah perhitungan dapat ditulis menjadi (2.43) Dimana konstanta
dan
sehingga menghasilkan
dan
(2.44)
Dengan mencari turunan pertama dan kedua dari persamaan 2.43, kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.41, lalu memasukkan nilai-nilai pada kondisi batas
dan
, sehingga diperoleh 2 (dua) persamaan berikut
(dalam bentuk matriks): (2.45) Solusi persamaan diatas adalah dan Dengan mensubstitusikan nilai
(2.46) dan
di persamaan 2.46 ke persamaan
2.44, lalu dilanjutkan dengan mensubstitusi nilai
dan
ke persamaan 2.42,
maka akan dihasilkan solusi partikular yaitu: (2.47) Solusi yang lengkap dari sistem struktur SDOF dengan redaman (
)
adalah (2.48) Dimana
dan
adalah koefisien dari solusi partikular sebagaimana
didefinisikan pada persamaan 2.47 dan
dan
dapat ditentukan dengan
kondisi-kondisi batas yang diketahui. Komponen pertama dari persamaan
2.48 disebut transient response dan komponen partikularnya disebut steasystate response.
Fungsi Respon Frekuensi (FRF) merupakan sebuah persamaan yang diperoleh dari manipulasi matematika dari persamaan 2.44 setelah memasukkan nilai-nilai yang diketahui. Di beberapa literatur, FRF kadang didefinisikan sebagai amplitudo perpindahan terhadap gaya amplitudo gaya dinamik (
yang dinormalisasi
. Sehingga, dengan melakukan
manipulasi terhadap persamaan 2.44, FRF dapat didefinisikan sebagai berikut: (2.49)
atau dalam bentuk magnitude nilai kompleks dapat dituliskan menjadi
Dimana: : FRF (SDOF) untuk gaya frekuensi eksitasi ( ) tertentu. : Frekuensi Eksitasi Luar yang diberikan pada Degree of Freedom tertentu. (rad/sec) : Frekuensi alami sistem struktur (rad/sec) : Rasio Redaman
Berikut disajikan hubungan antara FRF untuk SDOF dan frekuensi eksitasi luar dengan rasio redaman 2% dan variasi periode alami struktur yaitu antara 0.1 – 2 detik.
30
H
25
T=0.1 sec
20
T=0.5 sec
15
T=1 sec
10
T=2 sec
5 Ω (rad/sec)
0 0
20
40
60
80
100
Gambar 2.16 Hubungan antara FRF dan Ω SDOF (ξ = 2%)
Tampak pada gambar 2.16, bahwa respon frekuensi akan tinggi untuk frekuensi eksitasi yang mendekati frekuensi natural dari sistem. Untuk sistem dengan derajat kebebasan banyak (MDOF) dengan redaman klasik, Fungsi Respon Frekuensi antara derajat kebebasan
dan
didefinisikan dengan: (2.50) adalah respon dari DOF
akibat gaya eksitasi harmonik tunggal
dengan satu unit amplitudo yang diberikan di DOF . FRF ini adalah respon yang dikenal dengan Receptance Function, dimana respon didefinisikan dalam perpindahan dan input berupa gaya eksitasi harmonik.
Fungsi
dapat disusun dalam bentuk matriks sebagai definisi daripada
Receptance Function yaitu:
(2.51)
Berikut ini disajikan contoh sederhana analisis FRF yang terdiri dari 3 DOF (bangunan geser 3 lantai) seperti yang terlihat pada gambar 2.17.
1
kip.s2/in
2
kips/in
rad/sec 3
Gambar 2.17. Hasil FRF untuk gaya eksitasi 5 rad/sec
Perbedaan pemberian gaya eksitasi akan memberikan hasil respon yang berbeda dari tiap-tiap DOF. Berikut disajikan tabel perbandingan nilai FRF dengan pemberian gaya eksitasi yang berbeda untuk sistem struktur yang sama pada gambar 2.17.
Tabel 2.1. Perbandingan nilai FRF untuk gaya eksitasi yang berbeda pada struktur yang sama.
Untuk kasus yang lebih umum, matriks Receptance untuk sistem MDOF dengan viscous damping diekspresikan dengan: (2.52)
Oleh karena matriks Receptance bersifat simetris (bersifat resiprok), maka: (2.53) Dimana
dan
berturut-turut adalah Transformasi Fourier dari
perpindahan dan input gaya riwayat waktu pada derajat kebebasan ke- . Dalam analisis yang lebih lanjut, untuk melihat variasi pengaruh jenis transformasi yang digunakan, misalnya transformasi Hilbert-Huang ataupun transformasi Wavelet (diskrit), maka melalui persamaan 2.53 dapat dilakukan hal tersebut, yang kemudian dapat disesuaikan kemudian sesuai dengan jenis transformasi yang digunakan.
Secara matematis, perpindahan, kecepatan dan percepatan berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu, dengan mengetahui salah satu FRF dari respon parameter (perpindahan, kecepatan atau percepatan), maka nilai respon FRF yang lain dapat ditemukan. Dengan demikian, mobilitas dapat diekspresikan sebagai: (2.54) Percepatan dapat diekspresikan dengan: (2.55) Dan matriks percepatan diekspresikan dengan:
(2.56)
Tabel 2.2 memperlihatkan beberapa perbedaan dari formula FRF.
Tabel 2.2 Formula FRF
Beberapa jenis formula FRF diatas dimaksudkan untuk penyesuaian terhadap data lapangan yang diperoleh, yang selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil analisis numerik untuk ditarik kesimpulan mengenai kerusakan elemen struktur. Dalam domain Fourier atau Frekuensi ( ), persamaan 2.32 berupa persamaan ekivalen getaran. Hal ini memiliki kegunaan dalam mengkonversi persamaan diferensial ke dalam persamaan aljabar. Setelah itu, persamaan 2.32 diubah ke dalam bentuk transformasi Fourier. Sehingga persamaan tersebut berubah menjadi: (2.57)
Dimana
adalah fungsi impedansi.
Berdasarkan persamaan 2.57, maka sistem respon
dengan input
(diketahui) dapat dicari dengan persamaan: (2.58) Dimana: (2.59)
Nilai
dikenal dengan Fungsi Respon Frekuensi (FRF) dari sistem. FRF
menghubungkan transformasi Fourier input sistem dengan transformasi Fourier dari respon sistem.
Dalam beberapa kondisi, fungsi input gaya (transformasi Fourier) sistem dapat ditemukan dalam sebuah integral
yang diekspresikan dengan: (2.60)
Dengan cara yang sama respon sistem (
)juga dapat diekspresikan dengan: (2.61)
Rasio dari persamaan 2.60 dan 2.61 dapat dicari untuk menentukan ekspresi dari FRF yaitu:
(2.62)
Sehingga, nilai
dapat diturunkan dari invers transformasi Fourier
,
yaitu: (2.63)
Dengan demikian, spektrum frekuensi adalah fungsi yang kontinyu dalam yang berbeda dengan spektrum frekuensi yang diperoleh untuk fungsi waktu periodik yang hanya terdiri dari komponen diskrit saja. Jadi, nilai merepresentasikan sebuah nilai amplitudo yang kontinyu terdistribusi sepanjang nilai rentang frekuensi sehingga merepresentasikan pula nilai unit amplitudo untuk tiap-tiap unit frekuensi yang biasa dikenal dengan spectral density.
Dalam mengevaluasi integral dari persamaan 2.63 untuk memperoleh nilai , terkadang ditemukan kesulitan-kesulitan secara matematis. Kesulitan yang dimaksud adalah rumitnya proses integral itu sendiri jika dilakukan evaluasi integral secara analitis dan tidak secara numerik. Selain itu, ada beberapa situasi yang mengakibatkan transformasi Fourier tidak bisa diaplikasikan. Untuk mengatasi permasalahan ini, melalui manipulasi matematika, telah ditemukan transformasi Fourier yang dimodifikasi yang dikenal dengan transformasi Laplace.
Dalam praktiknya, fungsi dari input gaya sangat tidak beraturan sekalipun periodik. Situasi ini masih bisa diatasi dengan melakukan diskritisasi dan mengaplikasikan prosedur simulasi numerik terhadap sinyal tersebut.
2.7.1 Metode curvature FRF Metode ini diusulkan oleh Sampaio et al. (1999). Metode ini merupakan ekstensi dari prosedur yang diusulkan oleh Pandey et al. (1991) yang berdasarkan pada curvature ragam getar (mode shape).
Metode yang berdasarkan perbedaan curvature ragam getar berdasarkan pada reduksi kekakuan (akibat kerusakan) akan menyebabkan perubahan magnitude curvature yang signifikan disetiap elemen. Oleh karena curvature merupakan karakteristik elemen dan nilainya bergantung pada besar reduksi kekakuan, maka perubahan curvature dapat digunakan dalam mendeteksi terjadinya kerusakan dan melokalisasi kerusakan di elemen yang terjadi kerusakan. Perbedaan curvature ragam getar dilakukan terpisah untuk tiaptiap ragam getar. Sehingga, keterbatasan metode ini terjadi apabila analisis hanya dilakukan pada ragam getar awal, sedangkan kerusakan tidak sensitif terhadap ragam getar awal.
Sebagai ekstensi dari metode perbedaan curvature ragam getar, pendekatan yang dilakukan pada metode perbedaan curvature FRF meliputi
seluruh
rentang frekuensi yang ditentukan, dan bukan hanya frekuensi alami saja. Hal inilah yang dilakukan untuk mengatasi keterbatasan yang terjadi pada metode perbedaan curvature ragam getar sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Metode ini menggunakan pendefinisian sesuatu yang sama dengan “ragam
getar operasional”, untuk tiap-tiap frekuensi dan respon frekuensi pada beberapa lokasi dalam sistem struktur.
Curvature FRF untuk frekuensi
didefinisikan sebagai: (2.64)
Dimana: : Receptance FRF yang diukur pada lokasi
akibat input gaya pada
lokasi . : jarak antara dua lokasi pengukuran berurutan : dan
atau dan
Untuk gaya yang diberikan pada lokasi , perbedaan absolute curvature FRF antara struktur yang rusak dan tidak pada lokasi
dalam rentang frekuensi
yang ditentukan, didefinisikan sebagai: (2.65)
Pada akhirnya, perubahan curvature FRF dari beberapa lokasi ditambahkan. Hal ini akan menghasilkan suatu parameter
untuk poin pengukuran yang
didefinisikan sebagai: (2.66)
Berdasarkan penelitian sebelumnya, keuntungan dari penggunaan metode ini adalah bahwa metode ini diharapkan dapat menentukan lokasi kerusakan secara tepat. Akan tetapi, metode ini tidak dapat dilanjutkan dalam menentukan taraf kerusakan struktur.
2.7.2 Metode indeks kerusakan dengan Energi Receptance Metode ini berdasar pada konsep Receptance-Energy. Indeks yang diperoleh digunakan untuk memprediksi lokasi kerusakan dan mengetahui taraf kerusakan. Indeks ini diperoleh dengan mengolah data FRF yang diukur (Receptance atau Acceleration). Indikator kerusakan dapat dilihat dari variasi energy Receptance di tiap-tiap elemen struktur berdasarkan frekuensi eksitasi yang diberikan. Untuk 1 (satu) elemen balok/kolom, energy receptance didefinisikan sebagai: (2.67) Dimana: Panjang Elemen Curvature Receptance untuk sebuah frekuensi Ω
Indeks kerusakan
adalah luas area di bawah kurva
di
sepanjang elemen. Dengan cara yang sama, integral pada persamaan 2.67 dapat dievaluasi dengan 2 (dua) nilai batas
dan
. (2.68)
Curvature receptance dapat dihitung secara numerik dengan menggunakan persamaan 2.64 menggunakan magnitude receptance (dikarenakan receptance adalah fungsi kompleks).
Sistem struktur diasumsikan terbagi dalam
elemen
. Untuk
elemen ke- , energi receptance dapat dituliskan sebagai berikut: (2.69) Dimana: ,
: koordinat node dari elemen
Terdapatnya kerusakan terlihat dari variasi nilai integral. Rasio dari energi receptance antara struktur yang rusak dan yang tidak rusak didefinisikan sebagai (2.70) Dimana
adalah energi receptance struktur yang rusak. (2.71)
Untuk suatu rentang frekuensi yang diberikan sebagai gaya eksitasi terhadap struktur, indeks lokalisasi kerusakan untuk lokasi ke- dan untuk gaya eksternal yang diberikan pada titik
didefinisikan sebagai: (2.72)
Dimana penjumlahan seluruh elemen diskrit struktur meliputi rentang frekuensi yang ditentukan. Untuk rentang frekuensi tertentu, damage severity index untuk lokasi ke- , untuk gaya yang diberikan pada titik
didefinisikan sebagai (2.73)
Setelah indeks lokalisasi kerusakan diperhitungkan, maka nilai indikator yang dinormalisasi adalah: (2.74) Dimana : : Nilai rata-rata dari indeks lokalisasi kerusakan : Standar deviasi dari indeks lokalisasi kerusakan Berdasarkan penelitian terdahulu, metode ini sangat baik dalam mendapatkan taraf kerusakan struktur, akan tetapi perlu dengan cermat memilih jenis frekuensi eksitasi yang perlu diberikan kepada struktur agar identifikasi lokasi kerusakan dapat dengan tepat dilakukan.