32
BAB II PELAKSANAAN PRAKTEK MAWAH DIKECAMATAN INGIN JAYA
A. Mawah Dalam Hukum Islam dan Hukum Adat Aceh. Praktek Mawah telah dipraktekkan di Aceh sejak abad ke 16, praktek ini terus berlangsung sampai dengan sekarang.Praktek Mawah ini sangat populer di Aceh sehingga dengan adanya praktek Mawah ini banyak membantu kehidupan para masyarakat miskin dengan sendiri. Dengan praktek Mawah ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam aktifitas ekonomi, ketersediaan gabah yang cukup, terbantunya ekonomi masyarakat miskin, dapat membuka lapangan pekerjaan, masyarakat yang mempunyai lahannya bisa tergarap, dan meningkatnya produktifitas padi dan gabah sehingga tidak ada lagi lahan dan sawah yang telantar. 52 Konsep Mawah yang terus berkembang diaceh ini menjadi bukti bahwa ketika Indonesia dilanda krisis moneter ditahun 1998 masyarakat aceh khususnya masyarakat pedasaan hampir tidak mengenal dan merasakan dampaknya krisis moneter tersebut. Oleh karena itu praktek dan konsep Mawah ini dapat menjadi pilot projek nasional untuk dikembangkan didaerah lain. Mawahadalah bahagian dari hukum adat Aceh dan sangat sesuai dengan konsep yang ada dalam sistem Islam yaitu Mudharabah.KonsepMawah juga sangat rasional dalam sistim pembagiannya, dimana konsep Mawah memberikan porsi yang besar kepada petani penggarap yang system pembagian telah mempunyai ketentuan 52
Hasil wawancara dengan Tgk Imam Meunasah Lambaro Hamdani
32
33
yaitu 50:50 dan atau menurut perjanjian yang dilakukan antara petani dan pemilik sawah yang mana perjanjian tidak boleh melanggar dan merugikan petani. Misalnya Sistem bagi 3 (tiga) satu untuk pemilik sawah dan 2 (dua) bagian untuk petani penggarap. Ada lagi system bagiannya yaitu dibagi 4 (empat), Disini petani mendapatkan 3 (tiga) bagian dan pemilik sawah mendapatkan 1 (satu) bagian.Pembagian seperti ini terjadikarena letak sawah yang sangat jauh dari pemukiman. Dan yang paling menarikadalah
sistemMawah ini tidak mengenal
pekerja dan majikan, tetapi kerjasama namanya53 Konsep Mawah sangat berperan dalam pembangunan ekonomi masyarakat Aceh,meningkatnyakualitas kehidupan masyarakat petani pedesaan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, dan juga melalui kebijakan penanggulangankemiskinan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, dengan sasaran: 1. Meningkatnya penanganan penduduk miskin danpelayanan bagi penyandang kesejahteraan sosial. 2. Meningkatnya kualitas hidup danperlindungan perempuan dan anak. 3. Meningkatnyapemberdayaan masyarakat desa melaui sektor pertanian.54
Pelaksanaan Mawah yangdipraktekkan dalam masyarakat adalah beraneka ragam,
ada
Mawah
tanah,
Mawah
binatang,
Mawah
kebun,
dan
Mawahgunung.Namun dalam penelitian ini dibatasi kepada Mawah tanah. Dalam
53
Hasil wawancara dengan tgk M ali, ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Besar. Eko Dikdoyo, Pemberdayaan masyarakat desa tertinggal,(Bandung : PT. Cita Pustaka, 2002), hal. 25. 54
34
pelaksanaannya pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada pengelola untuk ditanami tanam-tanaman atau dibuka usaha lain yang produktif yang hasilnya akan dibagi dua dengan pemilik tanah sesuai dengan perjanjian awal. Didalam bahasa Hukum Ekonomi Islam Mawah ini sama dengan bahasa Mudharabah yaitu seseorang memberikan modal dalam hal ini tanah kepada pekerja baik perorangan atau lembaga untuk dikelola dalam suatu usaha yang layak. Bentuk Muamalahnya dalam pengertian tersebut adalah Mudharabah. Mudharabah
diperbankkan
adalah
sistem
pendanaan
oprasional
realita
Bisnis.Sedangkan dalam Mawahbukan dananya yang diberikan tetapi tanahnya. 1. Syarat-syarat untuk sahnya praktek Mawah adalah: a.
Orang yang terkait dengan akadMawah adalah mereka yang cakap bertindak hukum.
b.
Syarat modal yang digunakan : 1) Bentuk tanah atau kebun. 2) Jelas ukurannya. 3) Milik sendiri. 4) Diserahkan lansung kepada pengelola.
c.
Pembagian keuntugan harus jelas sesuai dengan Nisbah(Perbandingan) yang disepakati.
2. Masyarakat Aceh menetapkan beberapa syarat dalam pelaksanaan Mawah yaitu:
35
a.
Tanah yang Dimawahkan kepada pekerja atau pengelola berstatus amanah dan seluruh tidakan pengelola sama dengan tindakan seorang wakil dari pemilik tanah.
b.
Pekerja harus mengelola tanah tersebut sesuai dengan janji yang dibuat.
c.
Pekerja dalam akad berhak mendapatkan keuntungan sesuai dengan kesepakatan bersama.
d.
Jika kerja sama itu mendatangkan keuntungan, maka pemilik
tanah
berhak mendapatkan keuntungan dan tanahnya menjadi milik dia kembali. Akan tetapi bila usaha
itu rugi maka pemilik tanah dan
pengelola tidak mendapatkan apa-apa. 3. Berakhirnya akadMawah Ahli adat aceh sepakat menyatakan akad Mawah akan berakhir bila a.
Masing-masing pihak menyatakan Akad Mawah batal.
b.
Salah seorang yang berakad meninggal dunia. Bila dalam perjanjian tidak disebutkan dilanjutkan oleh ahli warisnya. Akan tetapi bila perjanjian ditulis
atau dinyatakan oleh ahli waris maka usaha tersebut dapat
dilanjutkan walaupun salah seorang yang berjanji meninggal dunia. c.
Salah seorang yang berakad kehilangan kecakapan hukum, seperti gila.
d.
Bila pelaksanaan Mawah dilapangan melarikan diri dalam pelaksanaan tersebut.Namun perjanjian tersbut harus kembali kepada perjanjian semula.
36
B. Gambaran Umum Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh BesarSecara geografi terletak sangat strategis. Kecamatan Ingin Jaya merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Aceh Besar dan berbatasan langsung dengan ibukota Provinsi Aceh, dengan jarak lebih kurang 8 Km dari Ibukota Kecamatan ke kota Banda Aceh.55 Kecamatan Ingin jaya
terbagi atas 6 kemukiman yang membawahi
Gampoeng, yaitu : Mukim Lamteungoh membawahi 6 Gampoeng, Mukim Lamgarot membawahi 7 Gampoeng, Mukim Gani membawahi 10 Gampoeng, Mukim Lamjampok membawahi 10 Gampoeng, Mukim pagar air membawahi 12 Gampoeng dan Mukim Lubok membawahi 5 Gampoeng, Total jumlah Gampoeng di Kecamatan Ingin Jaya yaitu terdapat 50 gampong. 56 Dari 23 kecamatan yang ada di Aceh Besar, Kecamatan Ingin Jaya memiliki jumlah penduduk kedua terbanyak setelah Kecamatan Darul Imarah. Pada tahun 2012 jumlah penduduk di Kecamatan Ingin Jaya mencapai 29.027 jiwa. Dengan luas wilayah sebesar 73,68 km 2, setiap km 2 ditempati penduduk sebanyak 389,60 jiwa pada tahun 2011. 55 persen penduduk Ingin Jaya bermata pencaharian sebagai petani.57 Topografi Daerah kecamatan Ingin Jaya memiliki sungai dan alam datar yang terbentang luas, dengan daerah persawahan dan perkebunan rakyat yang cocok untuk
55
Kantor kecamatan Ingin Jaya,.Kecamatan ingin jaya. Ibid 57 Http /www.Statistik,Aceh Besar Dalam Angka.co.id. 56
37
pertanian, sehingga daerah ini cocok untuk ditanami padi, jagung dan aneka sayursayuran dan juga perkebunan mangga. Dari sektor pertanian, komoditi padi sawah merupakan komoditi yang paling banyak ditanam di Kecamatan Ingin Jaya. Pada tahun 2012, luas tanam padi sawah sebesar 3.350 ha dan luas panen 3.072 ha. Jumlah produksi mencapai 19.360 ton dengan tingkat produktivitas 6,30 ton/ha dan jagung menempati urutan kedua dengan produksi 2500 ton permusim tanam Komoditi ketiga terbanyak adalah tanaman mangga, jumlah tanamannya tahun ini sebanyak 13.556 batang dan tanaman produktif yang sedang menghasilkan sebanyak 12.837 batang.Jumlah produksi mangga pada tahun 2011 di Kecamatan ini mencapai 6.515,6 ton permusim. 58 C. Pelaksanaan Mawah di Kecamatan ingin Jaya. Dalam masyarakat ingin jaya dapat ditemukan beberapa cara mempraktek Mawah tanah dan Mawah hewan. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada praktek Mawah tanah. Ada beberapa Hal yang diatur dalam praktek Mawah tanah yaitu seperti yang diungkapkan sebagai berikut: 1. Cara mempraktekkanMawah di Kecamatan Ingin Jaya “Adapun cara mempraktekkanMawaholeh penduduk Desa Lampreh Kemukiman LamtengohKecamatan Ingin Jaya Aceh Besar adalah,“Pertama kali membuat satu perjanjian lisan dengan pemilik sawah tentang pelaksanaan penanaman padi yaitu siapa yang memberikan modalnya, umpamanya uang untuk oprasional mulai dari uang pembelianbibit, uang pembelian pupuk, ongkos angkut dan biaya lain yang diperlukan. Kalau semua modal yang diperlukan untuk cocok tanam itu bersal dari petani maka
58
Http/www.Info Pertanian Aceh Besar.com.id
38
sistem pembagian hasil panen nantinya akan sangat berbeda yang akan diterima nantinya antara pemilik sawah dan petani penggarap”.59 Pendapat ini diperkuat oleh Cut Dek yaitu masih penduduk Gampoeng Lampreh Kecamatan Ingin Jaya, “Sebelum melakukan garapan sawahnya, terlebih dahulu mengadakan perjanjian lisan antara petani penggarap dan pemilik sawah.perjanjiannya itu antara lain siapa yang akan memodali kegiatan persawahan, apakah modalnya berasal dari petani atau pemilik sawah. Karena hal ini akan mempengaruhi pembagian hasil panen nantinya.” (Cut Dek)60 Dari hasil wawancara diatas bahwa terlihat bahwa bentuk praktek Mawah dilakukan melalui perjanjian antara pihak Yaitu pihak petani dan pemilik tanah (sawah). Bentuk perjanjian yang dilakukan melalui perjanjian lisan. Disini dapat kita lihat rasa saling percaya menjadi modal dalam perjanjian, prinsip kejujuran menjadi dasar perjanjian karena tidak ada pegangan jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian yang ada hanya sanksi moral. 2.
Bentuk pembagian hasil antara pemilik sawah dan pekerja. Adapun bentuk bagi hasil yang di dapatkan setelah panen adalah 2/3 untuk
Zainun sebagai petani penggarap dan 1/3
untuk pemilik sawah, semua bagian
masing-masing itu didapatkan setelah di potong seluruh biaya yang diperlukan untuk menggarap sawah dan juga untuk memotong padi danpemberian zakat padi apabila hasil panen kami ini sampai nisab untuk membayar zakat. Menurutnya ada beberapa bentuk Mawah yaitu, pemilik sawah menyerahkan tanahnya dan memberikan modal dalam bentuk seperti bagi hasilnya akan berbeda yaitu 60:40. 60 untuk penggarab dan 59 60
Zainun,wawancara tanggal 10 April 2014 Cut dek, wawancara tanggal 12 April 2014
39
40 untuk pemilik sawah dan ada juga 50:50: menurut perjanjian antara petani penggarap dan pemilik sawah.61 Pendapat ini diperkuat oleh Cut Dek yang masih juga penduduk Gampoeng Lampreh Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar, “Pembagian hasil Mawah blang (sawah) menurut Cut Dek ini agak sedikit berbeda yaitu hanya berbeda dalam persoalan bayar zakat, dimana menurut Cut Dek system beliau kerjakan ini, pembayaran zakat dibayar oleh pemilik sawah (blang) setelah hasil panennya dibagi terlebih dahulu., kemudian baru hasil bagian pemilik sawah itu yang dibayarkan zakatnya”.62 Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa bagi hasil yang dilakukan sesuai dengan sumbangsih para pihak dalam perjanjian Mawah, jika banyak hasil, maka keduanya akan menerima porsi yang banyak dan juga adanya unsur pemberian zakat untuk membersihkan dan mensucikan harta dari pernyataan Cut Dek, sehingga membuat sistem bagi hasil Mawahini bisa membantu masyarakat miskin lainnya dengan sampainya nisab untuk membayar zakat. 3.
Bentuk keuntungan yang diperoleh oleh petani penggarap. Bentuk keuntungan yang diperoleh adalah petani penggarap memperoleh
sawah untuk digarap, tidak perlu mengeluarkan modal unutk menyewa dan tentu pada akhirnya memperoleh hasil panen dari garapan sawah tersebut.63 Mengenai manfaat Mawah didalam masyarakat Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, telah mewawancarai beberapa informan, yaitu: 1. Solusi bagi penggarap yang tidak memiliki lahan. 61
Op. Cit. zainun. Op.cit. Cut Dek 63 Op.cit.Zainun 62
40
“Manfaatnya bagi masyarakat dengan berlakunya Mawah adalah para petani khususnya tidak lagi mendapat tekanan dari pihak-pihak yang secara langsung meminjamkan uangnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan dengan adanya praktek Mawah ini juga banyak terbantu tidak lagi mengeluarkan biaya yang besar untuk menyewa sebidang tanah garapan untuk pertanian serta petani sangat menguntungkan dari hasil panen yang didapat, karena praktek Mawah ini sudah ada ketentuannya dalam pembagian menurut ketentuan masing-masing”.64 “Manfaat yang lain dari pelaksanaan adalah masyarakat sangat petani tidak mempunyai sawah garapannya sendiri sehingga dengan adanya praktek mawah ini maka petani dapat memperoleh sawah garapan dengan system bagi hasil dengan tidak menyewa lahan garapan.Dan bagi pemilik sawah tidak perlu menanami padi pada lahannya itu tetapi hanya cukup memawahkan sawahnya itu untuk bercocok tanam. Dengan demikian sudah terjadi suatu hubungan timbal balik antara pemilik sawah dan petani penggarap. Dari hasl wawancara diatas terlihat bahwa petani penggarap sangat terbantu dengan adanya Sistem Mawah yang berkembang dalam masyarakat adat Aceh, sehingga para petani yang tidak memiliki sawah sendiri tidak perlu untuk menyewa lahan pertanian untuk garapannya. 2. Menghindari Praktek Ekonomi Riba. ‘Manfaat bagi masyarkat sangat positif dengan berjalannnya praktek Mawah ini. Karena konsep Mawah ini sangat Rasional dan sangat sesuai dengan konsep syari’ah islam, dengan adanya praktek Mawah ini juga sangat membantu masyarakat miskin yang sama sekali tidak mempunyai lahan sawahnya sendiri. Praktek Mawah juga mempunyai peranan dalam perputaraan roda ekonomi, konsep Mawah juga dapat meingkatkan produktifitas padi, praktek mawah juga menampung banyak lapangan pekerjaan dan masyarakat yang lahan tidur dapat tergarap secara maksimal.65 3. Meningkatkan Taraf Ekonomi Masyarakat. “Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat sangat luas dan berguna, karena dengan adanya praktek Mawah, khusus masyarakat yang tidak 64
Hasil wawancara dengan Imam Mukim LamtengohKecamatanIngin Jaya Teungku Abdul
65
Hasil wawancara Imam Meunasah gampong Lambaro Tgk Hamdani
Kaher.
41
mempunyai sawahnya sendiri dapat terbantu dengan sendirinya, sehingga masyarakat bisa menikmati hasil panen yang menjanjikan sehingga masyarakat dapat menghidupi keluarga dan meyekolah anak-anaknya”.66 “Manfaat lainya adalah bagi masyarakat kurang mampu, dimana orang tersebut sudah mendapatkan sawah untuk digarap dan sudah ada tempat untuk bercocok tanam dan ketika padi sudah panen tentunya akan mendapatkan bagi hasil yang sangat memadai yaitu, kalau sawahnya itu dekat maka akan mendapatkan bagian 1:2, satu bagian untuk pemilik tanah dan dua bagian untuk petani penggarap dan kalau sawahnya jauh maka pembagiannnya bias 1:3 atau bagi empat. Tentu sangat menguntungkan dengan adanya praktek Mawahini.Keuntungannnya didapati oleh keduabelah pihak”.67 Dari hasil wawancara diatas bahwa petani Mawahyang menggarap lahan orang lain sangatlah terbantu dan menguntungkan, sehinggah sistem Mawah ini sangat cocok dan sesuai dengan sistem bagi hasil yang ada dalam syri’ahIslam yaitu Mudharabah dan perlu dipertahankan serta dilestarikan sebagai kekayaan adat daerah Aceh 4. Bentuk problem yang dihadapi oleh petani penggarap. “Problem-problem yangdihadapi di lapangan adalah apabila terjadi kekosongan padi artinya padi tidak berisi atau gagal panen, maka seperti petani penggarap seperti kami akan mengalami kerugian yang sangat besar yaitu tidak mendapatkan hasil panen, maka kerja petani selama empat bulan akan sia-sia, karena tidak ada ganti rugi. Dan problem yang lain adalah apabila petani tidak mengerjakan secara sungguh-sungguh yang mengakibatkan hasil panen sangat kurang, maka kami untuk priode mendatang tidak akan mendapatkannnya lagi sawah tersebut dari pemiliknya, karena sawahnya itu sudah diberikan pengelolaannya kepada orang lain. Kemudian masalah yang lain apabila petanitidak punya modal dan pemilik sawah juga dalam kondisi yang sama maka petani akan kesusahan dalam memperoleh modal kerja”68
66
wawancara dengan Imam Meunasah Gampong Lampreh Tgk M Junet. Wawancara dengan pemilik sawah, syarbeini. Penduduk desa lampreh ingin jaya 68 Op.cit. Zainun 67
42
Dari hasil keterangan diatas jelas terlihat akan profesionalitas para petani dan disinilah dituntut kesungguhan kerja para penerima lahan garapan, sehingga petani penggarap betul-betul menerima sawah garapan sebagai amanah yang harus dijaga, sehingga dimasa yang akan datang petani dengan mudah mendapatkannya kembali sawah tersebut. Selain memiliki manfaat yang sangat berguna bagi masyarakat, Mawah juga memiliki kendala yang dihadapi masyarakat dalam pelaksanaannya. Berikut hasil wawancara dari para informan: “Kendala yang dihadapi oleh pelaksana bagi hasil Mawah adalah sulitnya memperoleh biaya, dikarenakan tidak adanya lembaga-lembaga yang memberikan pinjaman pada petani dan kendala yang lain adalah kalau musim kering sering panennya itu gagal yang mengakibatkan ruginya pihak petani pengggarap yang sama sekali mengharapkan air tadah hujan karena air irigasi sering tidak lancar. Dan kendala yang lain yang dihadapi petani adalah kalau petani penggarap mendapatkan lahan garapannya itu kepunyaan orang-orang yang sifatnya kapitalis yang selalu mengharapkan hasil panennya itu dibagi 2 (dua), padahal sawahnya itu sangat jauh dari jangkauan yang mengakibatkan besarnya biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh petani penggarap, padahal bagian yang sebenar kalau seperti kejadian diatas yaitu dibagi 4 (empat), satu bagian untuk yang punya tanah dan 3 ( tiga) bagian bagi petani penggarab”.69 Pendapat ini juga mendapat masukan dari Mukim Lamtengoh dan Imam Meunasah Gampoeng Lampreh, Imam Meunasah Gampoeng Lambaro, Kecamatan Ingin Jaya. “Kendala yang dihadapi oleh masyarakat adalah, adanyakelemahan pemerintah dalam megendalikan harga gabah, karena diwaktu panen selalu saja harga gabah murah, sehingga petani sangat dirugikan dan kalau tidak ada musim panen maka padinya cukup mahal. Ini adalah kendala yang dihadapi petani secara umum khususya petani penggarap sawah bagi hasil Mawah. Padahal kalau pemerintah mengontrol harga pembelian diwaktu panen, maka 69
Ali Muhammmad, hasil wawancara Ketua Majelis Adat Aceh Besar
43
sudah barang tentu petani akan sangat beruntung, Hal yang demikian, karena rata-rata masyarakat menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kemudian kendala yang lainnya adalah kendala diwaktu bajak sawah, dimana ongkos bajaknya itu sekarang sangat mahal, dikarenakan biaya ongkos traktor yang tinggi dan juga petani sekarang harus membayar upah yang agak tinggi kepada orang lain diwaktu masa tanam tiba, kalau tidak mengupahkan orang untuk membantunya menanami padi sekaligus, maka padinya akan tidak serentak menguning dan panen. Ini berakibat kepada terganggunya hasil yang diakibatkan oleh serangan tikus dan burung yang berujung kepada rendahnya produktivitas hasil panen.”70 Dari hasil analisa diatas sangat dituntut peran pemerintah ketika dari musim tanam sampai dalam mengendalikan harga gabah sewaktu panen tiba guna membantu petani dalam menggapai keberhasilan panennya, sehingga petani benar-benar untung. “Adapun kendala yang dihadapi petani penggarap adalah, kendala modal, masalah dengan air sehingga hasil panen terganggu, pupuk yang mahal, ongkos bajak sawah yang mahal serta ongkos untuk menanam padi yang mahal, kesemuanya ini sangat menjadi kendala bagi petani.”71 “Dalam pelaksanaan dilapangan tentunya banyak kendala yang dihadapi, umpamanya pembagian air yang tidak merata yang diakibatkan oleh irigasi yang kurang maksimal, dan mahalnya segala sesuatu yang diperlukan untuk mengolah sawah, tentunya ini semua tidak sesuai dengan harga gabah yang petani jual sangat murah diwaktu panen. Jadi kalau panennya sedikit maka akan tidak cukup untuk mengimbangi biaya yang dikeluarkan.”72
Berdasarkan hasil analisa lapangan diatas, maka petani banyak menemukan kendala-kendala dalam melaksanakan pekerjaannya dan kendala tersebut ternyata sangat mempengaruhi produktifitas hasil pertaniannya, sehingga hasil akhir yang diterima petani Mawahsangat minim. 70
Op.cit, Abdul Kaher Wawancara dengan Imam menasah Gampong Lambaro Tgk Hamdani 72 Wawancara dengan Imam meunasah Gampong Lampreh Tgk MJunet. 71