perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Bhakti Terhadap Orang Tua Bhakti dalam pengertiannya merupakan wujud hormat dan patuh yang biasanya diberikan kepada atasan atau orang tua. Dalam penulisan ini bhakti yang akan dibahas adalah mengenai bhakti seorang anak terhadap orang tua. Anak dalam mewujudkan bhaktinya terhadap orang tua sudah diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Pasal 321 “Tiap-tiap anak berwajib memberi nafkah, kepada kedua orang tuanya dan para keluarga sedarah dalam garis keatas, apabila mereka dalam keadaan miskin”. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut lebih mengedepankan kebutuhan secara ekonomi dalam hal mewujudkan sikapa Bhakti terhadap orang tua. Berbakti yang merupakan sikap hormat dan patuh dapat dilakukan dengan menjadi anak yang baik serta dapat membanggakan nama keluarganya. Selain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 321, pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan di Pasal 46 ayat 2 “jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya”. Hal tersebut diharapkan setiap anak yang telah berumah tangga tidak melupakan jasa orang tuanya. Dengan selalu menjaga hubungan baik setelah menikah serta masih membantu menyokong kebutuhan orang tuanya merupakan sikap Bhakti yang dapat dilakukan seorang anak yang telah menikah. commit to user 14
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bhakti adalah sikap tunduk dan hormat. Berpijak dari kutipan di atas dapat ditarik simpulan bahwa bhakti anak kepada orang tua adalah sikap hormat seorang anak yang ditujukan kepada orang tua yang telah berjasa dalam kehidupan seorang anak. Dalam Kitab Suci Tri Pitaka bagian Anggutara Nikaya 11. 4 dijelaskan oleh Buddha bahwa terdapat empat lapangan yang utama untuk menanam jasa kebajikan, yang pertama adalah para Buddha, yang kedua adalah para Arahat (orang mencapai kesucian), yang ketiga adalah Ibu dan terakhir adalah ayah. Empat tempat sebagai ladang untuk berbuat kebajikan dituliskan salah satunya ibu dan ayah yang tidak lain adalah orang tua. Ibu dan ayah menjadi sosok yang sangat tepat untuk berbuat kebaikan karena orang tua telah melahirkandan merawat anak-anak hingga tumbuh dengan sehat. Orang tua selalu memberikan segala keperluan yang dibutuhkan oleh anaknya. Mengetahui hal tersebut, sebagai seorang anak seharusnya menjaga orang tuanya dengan penuh kasih sayang dan tidak menyakiti baik secara fisik dan psikis. Dalam agama Islam, manusia khususnya anak memiliki kewajiban terhadap anak setidaknya ada sepuluh kewajiban. Kewajiban tersebut antara lain: memberi makan jika dibutuhkan, memberi pelayanan jika diminta. Hal ini harus kita lakukan dengan ikhlas dan sabar, menyambut jika dipanggil, menaati jika diperintah, berbicara dengan lemah lembut (sopan), memberi pakaian jika diperlukan, jika berjalan bersama tidak boleh mendahului orang tua, menyukai baginya apa yang ia suka bagi dirinya sendiri, menjauhkan dari apa yang tidak disukainya, berdoa memintakan ampun baginya setiap kita berdoa untuk diri kita sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
Anak dalam kedudukan di sebuah keluarga harus selalu berusaha untuk tidak menyakiti orang tuanya. Dengan melaksanakan sepuluh kewajiban yang telah disebutkan di atas, seorang anak dapat mewujudkan rasa baktinya terhadap orang tua. Berbicara dengan sopan serta selalu mendoakan orang tua agar selalu hidup berbahagia sudah menjadi kepuasan bagi orang tua yang telah mengasuh anak hingga menjadi dewasa. Dalam agama Buddha terdapat lima kewajiban anak terhadap orang tua, hal ini tertulis dalam Kitab Suci Tri Pitaka dibagian Digha NIkaya Vol IV. No 31 yaitu: menyokong orang tua, melakukan kewajiban-kewajiban terhadap orang tua, menjaga nama baik dan tradisi keluarga, membuat dirinya pantas menerima warisan, dan melakukan pelimpahan jasa untuk orang tuanya yang telah meninggal. Mewujudkan bakti terhadap orang tua tidak hanya dilaksanakan ketika orang tua masih hidup, tetapi ketika orang tua meninggal hendaknya seorang anak tetap menunjukkan rasa baktinya terhadap orang tua. Dalam agama Islam terdapat lima hak yang harus didapatkan oleh orang tua yang telah meninggal, yaitu: menshalati (mendoakan) kedua orang tuanya, beristighfar untuk mereka berdua, menunaikan janji kedua orang tua, memuliakan teman kedua orang tua, dan menyambung tali silaturahmi dengan kerabat ibu dan ayah. Kelima hal tersebut merupakan wujud bakti yang dapat membuat orang tua bangga. Selain mewujudkan rasa bakti terhadap orang tua yang telah meninggal, kelima hal tersebut jika dilaksanakan juga dapat menjaga hubungan dengan para kerabat kedua orang tua. Dengan terjaganya hubungan antar kerabat orang tua yang telah meninggal maka anak dapat memiliki banyak saudara sehingga dalam kehidupan kedepannya mendapatkan kemudahan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Dalam agama Buddha jika orang tua telah meninggal juga mengadakan semacam upacara yaitu pelimpahan jasa atau pattidana. Upacara tersebut dilaksanakan sebagai wujud kewajiban anak terhadap orang tua yang telah meninggal seperti tertulis dalam Sigalovada Sutta. Dalam penjelasan tentang upacara pelimpahan jasa akan di uraikan dalam sub bab selanjutnya. 2. Buddha Theravada Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu, dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti ajaran para sesepuh. Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5. Diyakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh), sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason). Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (meninggal dunia) tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya). Sidang Agung tersebut diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat (tingkat kesucian tertinggi). Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma. Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi dua. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam peraturan kebbhikhuan (Vinaya), disisi lain kelompok yang ingin mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada. Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada. Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tipitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“pitaka” atau “keranjang”) yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali). Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya. Dalam Theravada terdapat dua jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood). Perkembangan agama Buddha Theravada dimulai dari perhimpunan Theosofi yang bertujuan untuk membina persaudaraan universal melalui penghayatan pengetahuan tentang semua agama termasuk agama Buddha, telah menarik perhatian dan minat orang-orang Indonesia terpelajar. Dari mempelajari agama
Buddha
kemudian
timbullah
dorongan
untuk
menghayati
dan
mengamalkan ajaran agama Buddha. Dari sinilah bermulanya orang-orang Indonesia terpelajar mengenal agama Buddha sampai akhirnya menjadi penganut Buddha. Orang Indonesia terpelajar yang kemudian menjadi umat Buddha melalui Theosofi antara lain M.S. Mangunkawatja, Ida Bagus Jelanti, The Boan An, Drs. Khoe Soe Khiam, Sadono, R.A. Parwati, Ananda Suyono, I Ketut Tangkas, Slamet Pudjono, Satyadharma, lbu Jamhir, Ny. Tjoa Hm Hoey, Oka Diputhera dan lain-lainnya. Meskipun theosofi tidak bertujuan untuk membangkitkan kembali agama Buddha narnun dari theosofi ini lahir penganut agama Buddha yang kemudian setelah Indonesia merdeka menjadi pelopor kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia. Karena itu baik Perhimpunan Theosofi Indonesia maupun Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia secara tidak langsung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
mempunyai andil yang besar dalam kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia. The Boan An yang menjadi pimpinan GSKI dan Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia, kemudian ditahbiskan menjadi Bhikkhu di Burma dengan nama Bhikkhu Ashin Jinarakkhita. Sejak 2500 tahun Buddha Jayanti, tepatnya tahun 1956 saat kebangkitan kembali agama Buddha di bumi Indonesia, Bhikkhu Ashin Jinarakkhita-lah yang memimpin kebangkitan kembali agama Buddha ke seluruh lndonesia. Karena itu Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dinyatakan sebagai Pelopor Kebangkitan agama Buddha secara nasional di Indonesia. Dari bhikkhu Ashin Jinarakkhita lahir tokoh-tokoh umat Buddha di Indonesia seperti Sariputra Sadono, K. Karbono, Soemantri MS, Suraji Ariakertawijaya, Oka Diputhera, I Ketut Tangkas, Ida Bagus Gin dan pimpinan Buddha lainnya yang sampai sekarang masih aktif dalam organisasi Buddhis dan ada pula di antaranya telah menjadi Bhikkhu scperti Ida Bagus Gin vane sekarang dikenal dengan nama Bhikkhu Girirakkhito. Jadi dari Gabungan Tri Dharma Indonesia dan Perhimpunan Theosofi Indonesia serta Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia lahir penganut-penganut agama Buddha yang kemudian bersama-sama dengan Bhikkhu Ashin Jinarakkhita mempelopori kebangkitan kembali agama Buddha dalam tahun kebangkitannya yakni tahun 1956. Nama-nama yang mendampingi Bhikkhu Ashin Jmarakkhita dalam mempelopori kebangkitan kembali agama Buddha dalam era 2500 tahun Buddha Jayanti tahun 1956 antara lain M.S. Mangunkawatja, Sariputra Sadono, Sasanasobhana, Sosro Utomo, I Ketut Tangkas, Ananda Suyono, R.A. Parwati, Satyadharma, lbu Jayadevi Djamhir, commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pannasiri Go Eng Djan, Ida Bagus Giri, Drs. Khoe Soe Khiam, Ny. Tjoa Hin Hoey, Harsa Swabodhi, Krishnaputra, Oka Diputhera dan sebagainya. Organisasi Buddhis yang mempersiapkan kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia adalah International Buddhis Mission Bagian Jawa dibawah pimpinan Yosias van Dienst, yang banyak mendapat bantuan dari Perhimpunan Theosofi dan Gabungan Sam Kauw. Organisasi Buddhis yang mempelopori kebangkitan danperkembangan agama Buddha di Indonesia sejak tahun 1950-an ialah Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) yang diketuai oleh Sariputra Sadono, kemudian oleh Karbono, Soemantri MS, Oka Diputhera (Sek. Jen) sampai kemudian berganti nama menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI) yang kemudian menjadi Majelis Upasaka Pandita Agama Buddhayana Indonesia. Yang membentuk PUUI adalah Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dalam tahun 1954, sebagai pembantunya dalam menyebarkan agama Buddha di Indonesia. Kemudian Bhikkhu Ashin Jinarakkhita merestui berdirinya Perhimpunan Buddhis Indonesia tahun 1958 dengan Ketua Urnunanya Sariputra Sodono dan Sek. Jen. Sasana Sobhana. Kemudian Ketua Umum PERBUDHI adalah Soemantri MS dengan Sek. Jen. Oka Diputhera. Perbudhi kemudian dilebur menjadi Budhi bersama-sama dengan organisasi Buddhis lainnya. Dalam tahun 1958 berdiri Sangha Suci Indonesia yang kemudian ganti nama menjadi Maha Sangha Indonesia. Maha Sangha Indonesia kemudian pecah melahirkan Sangha Indonesia. Dengan demikian di Indonesia terdapat dua Sangha yakni Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia. Maha Sangha Indonesia dipimpin oleh commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dan Sangha Indonesia dipimpin oleh Bhikkhu Girirakkhito. Tahun 1974 atas prakarsa Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha, Gde Pudja MA, telah diadakan perternuan antara Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia. Hasil dan perternuan tersebut melahirkan Sangha Agung Indonesia yakni gabungan dari Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia. Sebagai Maha Nyaka Sangha Agung Indonesia terpilih Sthavira. Ashin Jinarakkhita. Kemudian setelah Kongres Umat Buddha Indonesia di Yogyakarta, di Indonesia terdapat tiga kelompok Sangha, yakni Sangha Agung Indonesia, Sangha Theravada Indonesia dan Sangha Mahayana Indonesia yang sernuanya tergabung dalam Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI). Sangha Mahayana Indonesia dibentuk tahun 1978. Dewasa ini pengurusnya terdiri atas Bhiksu Dharmasagaro (Ketua Urnum), Bhiksu Dharmabatama (Ketua 1), Bhiksu Sakyasakti (Ketua II), Bhiksu Dutavira (Sekretaris Urnum), Bhiksu Dhyanavira (Sekretaris 1) dan Bhiksu Andhanavira (Sekretaris II). Sangha Mahayana Indonesia inilah yang, mencetuskan ide pembangunan Pusdikiat Buddha Mahayana Indonesia. Cita-cita Sangha adalah menyebarluaskan ajaran Buddha Mahayana
di
Indonesia
dengan
menggunakan
bahasa
Indonesia
serta
menterjemahkan kitab-kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Indonesia (Suarjaya, 2003: 335-340). Pada tanggal 20 Maret 2000, MAGABUDHI secara resmi keluar dari keanggotaan WALUBI, atas desakan dari banyak pengurus daerah. Alasan keluar adalah karena tidak semua anggota WALUBI menerima Sang Buddha Gotama commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
sebagai tokoh sentral atau pendiri agama Buddha. Para tokoh agama Buddha Theravada merasa bahwa WALUBI pada saat itu dijadikan paying oleh aliran yang mengaku beraliran Buddha. 3. Tradisi Pattidana Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu dimasa kini daripada sekedar menunjukkan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu. Menurut arti yang lengkap bahwa tradisi merupakan keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar sekarang masih ada, belum dihancurkan, dirusak, dibuang atau dilupakan. maka, tradisi dapat diartikan warisan, apa yang benar-benar tersisa dari masa lalu. Hal ini senada dengan yang dikatakan Shil, “ Tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini” (Shil, 1981:12 dalam buku Piotr, 2007: 70). Tradisi atau kebiasaan dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Hasan Hanafi dalam Hakim, (2003: 29) mendefinisikan bahwa tradisi merupakan segala warisan masa lampau yang pada masa kita dan masuk dalam kebudayaan yang sekarang berlaku. Artinya bagi pandangan Hanafi bahwa tradisi itu tidak hanya peninggalan sejarah, tetapi juga merupakan persoalan zaman sekarang dengan berbagai tingkatannya. Tradisi merupakan tindakan yang dilakukan oleh nenek moyang dan sampai sekarang masih berlaku atau commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilaksanakan oleh generasi penerusnya. Jadi tradisi seperti upacara pelimpahan jasa yang dijalani oleh masyarakat agama Buddha di Desa Jatisari merupakan salah satu usaha untuk melestarikan sebuah tradisi khususnya tradisi yang dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat agama Buddha. Secara langsung bila adat atau tradisi disandingkan dengan struktur masyarakat melahirkan makna kata kolot, kuno, murni tanpa pengaruh, atau sesuatu yang dipenuhi dengan sifat takliq. Tradisi merupakan sinonim dari kata “budaya” yang keduanya merupakan hasil karya. Tradisi adalah hasil karya masyarakat, begitupun dengan budaya. Keduanya saling mempengaruhi. Kedua kata ini merupakan personifikasi dari sebuah makna hukum tidak tertulis, dan hukum tak tertulis ini menjadi patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar. (Sugono. 2001: 1208). Kebudayaan merupakan sebuah produk yang selalu ada di dalam sebuah masyarakat. Setiap masyarakat tersebut mengembangkan sebuah kebudayaan yang mengandung unsur-unsur khas daerahnya masing-masing. Unsur khas tersebut merupakan sebuah keunikan yang tidak bisa ditemukan pada kebudayaan masyarakat lain. Selain memiliki sebuah ciri khas, masyarakat juga menciptakan kebudayaan dengan memasukkan berbagai unsur nilai dan moral yang dianggap baik oleh masyarakat. Nilai-nilai ini pada akhirnya akan menambah nilai kebudayaan tersebut sebagai sebuah kearifan lokal yang harus dilestarikan. Sampai saat ini di Dieng terdapat upacara pemotongan rambut gimbal yang masyarakat lokal percaya sebagai penolak bala. Anak-anak berambul gimbal disana mendapatkan perlakuan khusus, pada waktu pemotongan rambut itu, segala keinginan si’anak’ gimbal akan dipenuhi. Karena commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
dipercaya, bila tidak dipenuhi akan menimbulkan musibah untuk masyarakat Dieng. Bagi individu (mari kita ambil kasus optimal, terdidik individu) ribuan contoh ini mewakili koeksistensi, dalam substrata yang merupakan pengalaman bersama dan visi yang sama dari kenyataan mengungkapkan melalui peristiwa sejarah, keputusan politik, dan guideposts mereka meninggalkan, karya sastra, atau hanya jejak orang lain dengan yang ia sekarang mengatakan. Percakapan tersebut adalah dua-sisi, jawabannya mencapai kita sebagai secara teratur seperti yang kita cari untuk mengajukan pertanyaan. Di masa lalu sama manusia hidup, menderita, diharapkan dan mati, sehingga kita sekarang ini tidak dapat dipisahkan dari menggemakan, pencarian kita bertemu dapat difahami oleh jawaban. Pada kenyataannya, ada pertukaran permanen antara masa lalu dan masa kini, yang terakhir bermusyawarah mantan sementara ketertarikan kembali membentuk dirinya sendiri di dalam terang dari pengalaman baru (Molnar, 2010: 7). Sebagai sistem budaya, tradisi menyediakan seperangkat model untuk bertingkah laku yang bersumber dari sistem nilai dan gagasan utama (vital). Tradisi juga merupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri dari cara, aspek dan pemberian arti laku ujaran, laku ritual, dan beberapa jenis laku lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol meliputi simbol konstitutif (yang berbentuk kepercayaan), simbol penilaian norma, dan sistem ekspresif (simbol yang menyangkut pengungkapan perasaan) (Mursal Esten, 1999: 22). Jadi, yang menjadi hal penting dalam memahami tradisi adalah sikap atau orientasi pikiran atau benda material atau gagasan yang berasal dari masa lalu commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang dipakai orang di masa kini. Sikap dan orientasi ini menempati bagian khusus dari keseluruhan warisan historis dan mengangkatnya menjadi tradisi. Arti penting penghormatan atau penerimaan sesuatu yang secara sosial ditetapkan sebagai tradisi menjelaskan betapa menariknya fenomena tradisi. Tilaar (2004: 191) menjelaskan bahwa kreativitas, inovasi, enkulturasi, akulturasi di dalam transmisi kebudayaan menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang aktif. Kemampuan kreativitas dan aktivitas manusia adalah proses pendidikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa antara pendidikan dan kebudayaan saling terkait satu dengan yang lainnya. Permasalahan dari latar belakang perubahan sosial budaya dan tradisi pelimpahan jasa/pattidana yaitu bagaimana perubahan bentuk, fungsi dan makna tradisi pattidana yang dipengaruhi oleh perubahan sosial budaya masyarakat serta peranannya dalam pendidikan masyarakat. Kebudayaan
mengalami
perkembangan
(dinamis)
seiring
dengan
perkembangan manusia itu sendiri, oleh karenanya tidak ada kebudayaan yang
bersifat
kebudayaan
statis. Faktor-faktor
yaitu:
(1)
perubahan
yang
menjadi
penyebab
perubahan
lingkungan alam, (2) perubahan yang
disebabkan adanya kontak dengan suatu kelompok lain, (3) perubahan karena adanya penemuan (discovery),
(4)
perubahan
yang
terjadi
karena suatu
masyarakat atau bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain, (5) perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu
pengetahuan
atau kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitasnya (Setiadi, 2006: 44; lihat Maran, 2007: 51). Shil menegaskan bahwa, “Manusia tak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering merasa tak puas terhadap tradisi mereka” (Shil, 1981: 322 dalam Sztompka, 2007: 74). Berdasarkan yang dikatakan Shil, maka suatu tradisi memiliki fungsi bagi masyarakat yaitu: a. Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang dianut kini serta di dalam benda yang diceritakan di masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang dipandang bermanfaat. Tradisi seperti onggokan gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan. b. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada. Semuanya memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam tradisi. Biasa dikatakan, “Selalu seperti itu” atau, “ orang mempunyai keyakinan demikian” meski dengan resiko yang paradoksial yakni bahwa tindakan tertentu hanya akan dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di masa lalu atau keyakiPnan tertentu diterima semata-mata karena mereka telah menerima sebelumnya”(Shil, 1981: 21 dalam Sztompka, 2007: 75). c. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga atau anggotanya dalam bidang tertentu.
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan dan kekecewaan
serta
ketidakpuasan
kehidupan
modern.
Tradisi
yang
mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis Sztompka, 2007: 76). Pattidana adalah berdana dengan cara pelimpahan jasa. Pattidana juga diartikan sebagai memberikan inspirasi kebajikan/kebahagiaan bagi makhluk lain. Pattidana sering diterjemahkan sebagai “Pelimpahan Jasa”, (Widiyanto, 2011: 2829). Setelah melakukan jasa-jasa/perbuatan baik, maka seseorang (sanak keluarga) biasanya menyatakan bahwa perbuatan baik ini dilakukan atas nama orang tua yang telah meninggal agar mereka turut berbahagia. Harapannya adalah para orang tua yang telah meninggal mengetahui perbuatan baik yang telah dilakukan dan tumbuh pikirannya ikut berbahagia dalam batin sehingga dapat terlahir kembali di alam bahagia. Sejarah kemunculan tradisi Pattidana ini terdapat di Kitab Suci Tri Pitaka bagian Paramatthajotika (Ilustrasi Arti Tertinggi) yang merupakan kitab komentar Khuddakapatha bagian dari Tri Pitaka. Sejarah kemunculan Pattidana dapat diuraikan sebagai berikut. Pada suatu hari, Raja Bimbisara berdana makanan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Tetapi setelah berdana makanan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau, Raja lupa melakukan pelimpahan jasa. Raja lupa melimpahkan jasa kebajikannya kepada sanak saudaranya yang terlahir di alam peta (alam setan), menjadi makhluk peta selama 92 kalpa. Pada waktu itu raja sibuk memikirkan ”tempat” untuk Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya, tempat untuk tinggal dan menginap. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Malam harinya, Raja Bimbisara tidak bisa tidur, beliau mendengar suarasuara jeritan yang mengerikan, teriakan-teriakan putus asa yang mengerikan. Sepanjang malam raja tidak bisa tidur hingga pagi hari. Pagi harinya, karena tidak bisa tidur semalam suntuk, maka wajah raja menjadi pucat pasi, beliau terganggu oleh jeritan-jeritan putus asa yang mengerikan, suara-suara jeritan dari alam peta. Raja pergi menemui Sang Buddha, raja menceritakan pengalamannya mendengarkan suara-suara jeritan putus asa dan bertanya kepada Sang Buddha: ”Bhante, apakah yang akan terjadi pada diri saya dan ciri-ciri apakah itu, yang mengganggu saya sepanjang malam? Apakah ini suatu pertanda yang buruk bagi saya sebagai raja, Bhante?” Sang Buddha dengan tenang memberi jawaban kepada raja: ”Raja yang agung, tidak akan terjadi apapun pada dirimu raja! Yang terjadi sebenarnya adalah: sanak saudaramu yang terlahir di alam peta menjadi makhluk peta, selama sembilan puluh dua kalpa, mereka telah lama menunggu dan menurut kamma mereka, sudah waktunya mereka mendapatkan pelimpahan jasa.” ”Kalau demikian halnya, apakah mereka bisa mendapatkan pelimpahan jasa hari ini?” Raja bertanya kepada Sang Buddha. Sang Buddha memberikan jawaban bahwa: ”Hal itu bisa dilakukan hari ini.” Raja Bimbisara menjadi semangat dan mengundang Sang Buddha serta bhikkhu Sangha untuk menerima dana makan di istana raja, Sang Buddha menyetujui dengan berdiam diri. Raja kembali ke istana, memberi instruksi kepada pelayan istana untuk mempersiapkan dana makanan yang besar dan meriah kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Beraneka makanan dan minuman dipersiapkan oleh raja, juga kain jubah serta tempat tinggal untuk commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
murid-murid-Nya. Setelah semuanya siap, raja mempersilahkan Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya memasuki ruang istana. Ketika sampai di ruang istana raja, Sang Buddha dengan menggunakan kekuatan batin-Nya, mampu membuka tabir sehingga raja bisa melihat makhluk peta yang jumlahnya ribuan, mereka berdiri berderet-deret dengan tubuh kurus kering tinggal kulit pembalut tulang, urat-urat nadinya menonjol keluar, rambut kusut seperti ijuk – sungguh suatu pemandangan yang mengerikan. Raja merasa kasihan dengan makhluk-makhluk peta tersebut. Raja mulai melayani Sang Buddha dengan mempersembahkan air, dengan pikiran: ”Semoga jasa dari mempersembahkan air ini, jasanya melimpah pada sanak saudaraku yang terlahir di alam peta. Ketika air itu disentuh dan diterima oleh Sang Buddha, saat itu juga muncul keajaiban: di alam peta muncul kolamkolam air yang dalam, persegi empat, airnya jernih, dan di sana juga tumbuh bunga teratai. Raja bisa melihat semua kejadian di alam peta – sekarang makhluk peta bisa minum sepuasnya dan mandi sepuasnya. Tubuh makhluk peta sekarang menjadi segar. Raja semakin bersemangat, raja kemudian mempersembahkan bubur beras kepada Sang Buddha, ketika bubur beras itu disentuh dan diterima oleh Sang Buddha, maka di alam peta seketika muncul makanan-makanan surgawi yang lezat-lezat, sehingga tubuh makhluk peta berubah menjadi segar, sehat dan padat, berisi dan bercahaya. Makhluk peta telah berubah menjadi makhluk surgawi, oleh karena itu, raja semakin bersemangat mempersembahkan kain jubah dan tempat tinggal.Sekarang makhluk peta berubah menjadi makhluk dewa dan dewi dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
istana yang megah. Raja merasa puas dengan kemuliaan yang telah dialami oleh sanak saudaranya menjadi dewa-dewi yang cemerlang. Berdasar penjelasan di atas dapat disimpulkan pattidana adalah pelimpahan jasa yang diperuntukkan untuk para orang tua atau leluhur yang telah meninggal. Melalui pattidana, orang tua yang telah meninggal diharapkan ikut berbahagia atas perbuatan yang baik yang dilakukan keluarga sehingga terkondisi terlahir di alam bahagia. Dengan terlahir ke alam yang bahagia tentunya sebagai anak juga merasa bahagia karena perbuatan berupa upacara pelimpahan jasa dapat membantu orang tuanya sehingga dapat berbahagia. Sebagai bentuk rasa bhakti anak kepada orangtua akan melakukan pelimpahan jasa kepada orang tuanya yang telah meninggal. Anak yang baik akan banyak melakukan perbuatan jasa, misalnya: (1) mempersembahkan makanan, jubah, obat-obatan kepada anggota Sangha, (2) banyak berdana kepada korban bencana alam, anak yatim piatu, para tuna netra atau orang jompo, (3) melepaskan binatang yang hidupnya menderita, (4) mencetak buku-buku pendidikan atau keagamaan yang kemudian kebagikan kepada mereka yang membutuhkan, (5) berdana untuk pembangunan atau pemeliharaan tempat ibadah dan bermeditasi. Setelah melakukan banyak perbuatan jasa, lalu berdoa semoga orang tua atau sanak keluarga yang telah meninggal dunia turut berbahagia atau turut bersimpati mengetahui keturunannya gemar berbuat kebajikan (Enawaty, 2008: 37). Pendapat di atas dapat disimpulkan sebagai anak yang berbakti kepada orang tua akan senantiasa banyak melakukan perbuatan baik atas nama orang tua yang telah meninggal dunia. Kebajikan-kebajikan yang telah dilakukan kemudian dilimpahan kepada orang tua yang telah meninggal dengan upacara pelimpahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
jasa. Melalui pelimpahan jasa akan mengkondisikan orang tua yang meninggal dunia akan turut berbahagia. Dalam melaksanakan upacara pelimpahan jasa, umat Buddha akan membacakan paritta atau doa. Paritta adalah kalimat yang penuh perlindungan. Paritta-paritta yang dibacakan dalam upacara pelimpahan jasa antara lain: a. Pubbabhaganamakara berisi tentang memuji Buddha Gotama karena pencapaian penerangan sempurna. b. Saranagamana Patha berisi tentang kalimat perlindungan terhadap Buddha, Dhamma (ajaran Buddha), dan Sangha (perkumpulan para Bhikkhu yang tugasnya menyebarkan Dhamma). c. Pabbatopama Gatha berisi tentang perenungan terhadap kelapukan dan kematian yang mencengkeram semua makhluk hidup dan perenungan berupa kepada setiap makhluk yang mampu menjaga dang mengendalikan perbuatan, ucapan dan pikiran saat kematian datang akan berbahagia di alam surga. d. Ariyadhana Gatha berisi tentang pengembangan terhadap keyakinan, sila (moralitas), dan penembusan terhadap Dhamma. e. Buddhanussati berisi tentang perenungan terhadap Buddha yang telah sempurna dalam tingkah lakuNya dan pembimbing manusia dan Dewa. f. Dhammanussati berisi tentang perenungan terhadap ajaran Buddha (Dhamma) yang tak termakan oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan. g. Sanghanussati berisi tentang perenungan terhadap Sangha sebagai siswa Buddha yang telah bertindak baik dan patut menerima persembahan. h. Sumanggala Gatha I berisi tentang pujian agar semua makhluk mendapatkan berkah serta semoga para dewa melindungi dan semoga dengan kekuatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
Buddha, Dhamma, dan Sangha kesejahteraan selalu melimpah pada semua makhluk. i. Bhavana berisi tentang pegembangan pikiran yang penuh cinta kasih dan mendoakan agar mendiang dapat terlahir di alam yang berbahagia. j. Ettavatatiadipattidana berisi tentang harapan agar semua makhluk hidup berbahagia, dan dengan timbunan jasa kebajikan yang telah dilakukan dapat membantu sanak keluarga agar hidup berbahagia (Dhammadhiro, 2012: 1620). Dalam tradisi pattidana menggunakan air sebagai simbol kebajikan yang telah dilakukan agar melimpah kepada sanak keluarga yang telah meninggal. Air pada tradisi pattidana dituangkan ke gelas atau mangkuk yang kosong. Penuangan air ini sebaiknya dilakukan oleh salah satu sanak keluarga yang mengadakan upacara pelimpahan jasa tersebut. Hal tersebut dilakukan agar orang tua yang telah meninggal dapat berbahagia jika melihat keluarganya atau anaknya masih menghormatinya, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Buddha Gotama sebagai berikut: “Sebagaimana sungai yang meluap, airnya akan mengalir memenuhi lautan; demikianlah persembahan yang akan dilakukan oleh sanak keluarga dari alam manusia menuju ke para mendiang” “Orang yang mengenang budi yang mereka lakukan di waktu lampau bahwa,`Ia memberi ini kepadaku. Ia melakukan hal ini untukku. Ia adalah kerabatku, sahabatku, dan temanku,` patut memberikan persembahan dana kepada mereka yang telah meninggal”. (Paritta suci; Tirokudda sutta bait 8 & 9 )
Jelas dari apa yang telah disampaikan Buddha Gaotama, ketika kita mengetahui kondisi seperti itu, sebagai kerabat yang masih bernafas sampai detik ini hendaknya kita berfikir, apa yang dapat dilakukan untuk mereka terutama yang commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masih mempunyai ikatan persaudaraan dengan kita atau pernah menjadi orang tua kita dikelahiran yang lampau maupun dikelahiran saat ini. Setidaknya kita berusaha untuk memberikan makan ketika mereka lapar, dan memberi minuman ketika mereka haus. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, sebagai saudara yang ingat dengan keluarganya, sebagai kerabat yang ingat dengan leluhurnya tentu kita harus mengingat kembali. 4. Hakikat Orang Tua Orang tua menurut Arifin (1997: 114) adalah orang yang menjadi pendidik dan membina yang berada di lingkungan keluarga, orang tua adalah ayah ibu kandung, orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), orang yang disegani. Orang tua disini adalah ayah dan ibu. Salah satu tugas dan peran orang tua yang tidak dapat dipindahkan adalah mendidik anak‐anaknya. Sebab orang tua memberi kehidupan anak, maka mereka mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak mereka. Jadi tugas sebagai orang tua tidak hanya sekedar menjadi perantara makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya, agar dapat melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya,
maka
diperlukan
adanya
beberapa
pengetahuan
tentang
pendidikan. Mengenai kewajiban orang tua terhadap anak, menurut Wowor (2004: 62) menjelaskan orang tua mempunyai tanggung jawab kepada anak adalah harus dapat menghindarkan anak dari perbuatan yang tidak baik, harus menganjurkan anak untuk selalu berbuat baik dan berguna, memberikan pendidikan yang baik untuk anak. Berdasarkan penjelasan dari Wowor dapat disimpulkan bahwa orang tua memiliki tanggung jawab yang besar untuk anak-anaknya. Orang tua harus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
mengkondisikan anaknya menghindari perbuatan jahat sehingga menjadi anggota masyarakat yang berguna. Orang tua memiliki kewajiban untuk mengkondisikan anak-anaknya berbuat baik dan memberikan pendidikan yang terbaik. Orang tua mengharapkan anaknya menjadi orang yang baik, berbudi pekerti, serta berguna bagi kemasyarakatan. Orang tua harus dapat mengetahui karakter anak sehingga lebih mudah untuk mendidik dan memberikan pendidikan kepada anak. Disamping etika yang baik yang digunakan oleh orang tua dalam memberikan pendidikan juga harus mengajari anak dengan upacan yang benar, berfaedah, tepat pada waktunya, serta bermanfaat bagi anak dan dikembangkan dengan pikiran cinta kasih dan kasih sayang kepada anak (Dhammananda, 2003: 83). Berpijak dari penjelasan Dhammanda dapat disimpulkan orang tua harus mengajari anak dengan ucapan yang benar, berfaedah, tepat pada waktunya. Dengan ucapan yang baik tentunya anak akan mudah dalam bergaul dengan teman-temannya dan orang yang lebih tua. Jasa orang tua amat besar dan sulit terbalas oleh anak-anaknya selama hidupnya. Dalam Kitab Suci Tri Pitaka bagaian Anguttara Nikaya Bab IV ayat 2 Sang Buddha memberikan perumpamaan sebagai berikut : ” Bila seorang anak menggendong ayahnya dipundak kiri dan ibunya di pundak kanan selama seratus tahun, maka anak tersebut belum cukup membalas jasa kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.” Orang tua juga memiliki peran sebagai pola asuh bagi anak-anaknya. Pola asuh orang tua merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anakanaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, menunjukkan otoritasnya, dan memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya (Tarmudji, 2011: 4). Berdasarkan pendapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
Tarmudji orang tua berperan aktif dalam membangun interaksi dengan anakanaknya. Orang tua juga memberikan aturan-aturan demi kebaikan anak-anaknya. Orang tua senantiasa memberikan perhatian kepada anak-anaknya dalam segala kondisi suka maupun duka. Salah satu peran orang tua adalah menjadi guru yang mendidik dan mengajar anaknya. Dalam keluarga dengan penuh cinta kasih orang tua mendidik anaknya agar menghindari kejahatan dan menimbun kebaikkan. Anak yang mendapat pendidikan yang baik akan berbakti dengan menunjang orang tuanya (Mukti, 2006: 321). Berdasarkan penjelasan dari Mukti dapat disimpulkan bahwa orang tua berjasa dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua mendidik anaknya dengan penuh cinta kasih. Tujuan orang tua mendidik anaknya agar menjadi anak yang baik dan berbakti kepada orang tua. Dalam mendidik anak-anaknya, orang tua harus menyeimbangkan antara pendidikan moral, intelektual, emosional dan sosial. Apabila orang tua mampu mendidik anaknya baik secara moral, intelektual, emosional dan sosial maka anak diharapkan dalam perkembangannya menjadi anak yang mudah diterima di masyarakat. Orang tua juga pasti akan bangga jika melihat anaknya menjadi anak yang berguna untuk lingkungan dan masyarakat. Suatu keluarga tidak jarang akan menemui perbedaan cara berpikir moral yang telah menjadi kepribadian masing-masing suami istri dalam suatu rumah tangga bukan saja mengakibatkan gagalnya pembentukan kepribadian anak-anak mereka. Karena tidak jarang maka hal itu malah menjadi sumber utama gagalnya suatu rumah tangga yang dibangun oleh keluarga-keluarga pemula dan rumah tangga pun segera berakhir dengan perceraian. Bahkan juga tidak jarang dapat commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meruntuhkan suatu bangunan keluarga yang telah sekian lama dibina dan dalam suatu persesuaian yang tidak kunjung selesai. Sudah tentu, kondisi keluarga yang gagal terbina dengan baik cenderung melahirkan anak-anak dengan kepribadian yang kurang baik. Bagi suatu keluarga (suami istri) yang memiliki tingkat perbedaan yang tinggi dalam cara berpikir moralnya, maka diantara mereka akan terjadi kondisi saling tarik menarik. Kondisi tarik-menarik dan masa-masa persesuaian cara berpikir moral ini jika berjalan lancar, maka suami atau istri mengikuti dari salah satu cara berpikir moral lainnya. Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa masa-masa penyesuaian ini membutuhkan waktu yang cukup panjang dan memerlukan strategi yang tepat.
Panjang pendeknya waktu yang dibutuhkan antara lain
bergantung pada jauh tidaknya jarak perbedaan yang dimiliki oleh pasangan suami istri tersebut. Adapun strategi yang tepat untuk digunakan adalah dilakukan oleh pihak yang telah memiliki cara berpikir moral yang lebih tinggi karena secara teoritis ada kecenderungan bahwa cara berpikir moral yang lebih tinggi akan dapat menarik cara berpikir moral yang lebih rendah, bukan sebaliknya. Kondisi tarik menarik dan persesuaian cara berpikir moral yang terjadi pada suami istri tidak selalu berakhir dengan lancar sehingga rumah tangga menjadi damai dan tenteram. Tidak jarang ditemukan suatu rumah tangga terbina di dalam suatu kondisi dimana cara berpikir moral antara suami istri tetap berbeda selamanya. Kondisi dan situasi yang demikian diikuti dan disanksikan oleh anakanak setiap saat. Bahkan anak-anak mereka juga ikut serta “bermain” dalam suasana saling mendukung dalam perbedaan cara berpikir moral tersebut. Kondisi demikian, memang tidak salah dan juga tidak berbahaya selama dilakukan dalam commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suasana rumah tangga yang demokratis dan dilandasi oleh suasana cinta kasih keluarga serta dalam nuansa penerapan ketiga prinsip moral yang telah disebutkan. Oleh karena itu, yang menjadi pokok persoalan adalah bagaimana ketiga prinsip moral (kemerdekaan, kesamaan, dan saling terima) benar-benar dimiliki oleh setiap orang tua, baik suami maupun istri dalam suatu keluarga. Jika ketiga prinsip moral tidak menjadi pegangan suatu keluarga, maka hampir dapat dipastikan akan terjadinya kegagalan dalam usaha pembentukan kepribadian anak melalui rumah tangga. Artinya, cara berpikir moral kognitif tidak akan berhasil apabila kondisi prasyarat yang dibutuhkan tidak dipenuhi terlebih dahulu karena peningkatan pertimbangan moral dapat berkembang dalam suasana noninduktif. Adanya perbedaan cara berpikir moral yang dibangun atas pertimbangan moral akan dapat mengubah moral kognitif setiap orang yang ada dalam keluarga. Sebaliknya, tiadanya perbedaan cara berpikir moral dalam bentuk tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi, maka akan menyebabkan kemacetan pertumbuhan moral kognitif orang yang terdapat dalam keluarga. (Sjarkawi, 2011:80). Berdasarkan kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang tua harus memperhatikan lingkungan keluarga sehingga dapat menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman, serasi serta lingkungan yang sesuai dengan keadaan anak. Orang tua juga sangat dibutuhkan dalam pembentukan moral anaknya sehingga dapat mendidik seorang anak menjadi anak yang berbakti terhadap orang tua. Dengan memberi contoh perbuatan moral yang baik serta berpegang pada tiga prinsip moral maka orang tua sudah mengajarkan hal yang baik terhadap anaknya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
5. Hakikat Anak Definisi anak adalah keturunan kedua, yang menurut hukum mempunyai usia tertentu hingga hak dan kewajibanya dianggap terbatas. Dalam hal ini yang dimaksud dengan anak disini adalah anggota dalam suatu keluarga yang berasal dari keturunan orang tua mereka yang keberadaanya merupakan bagian terpenting dalam memfokuskan dalam pemberian bimbingan, arahan dan pemberian pendidikan serta tanggung jawab orang tua lainnya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 4 dituliskan bahwa Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Peraturan tersebut menegaskan hak anak yang harus dilindungi oleh orang tua hingga tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Waktu memasuki dunia sekolah pada umur lima atau enam tahun, anak sudah memiliki kepribadian yang dinamis yang tercermin dalam sikap, kebiasaan dan ide-ide mengenai setiap aspek kehidupan. Sifat-sifat emosional dan sosial ini mempengaruhi kemampuan belajarnya. Kalau anak telah mengalami perlakuan yang penuh kasih sayang serta telah memperoleh latihan-latihan yang diperlukan, akan bergairah sekali belajar, sifat kebocahanya akan ditinggalkan, minatnya akan lebih tertuju pada orang lain dan kesediaannya bekerjasama dengan guru pun akan semakin mantap. Sebaliknya, apabila orang tua tidak berhasil memberikan kasih sayang yang diperlukan, anak berkemungkinan tidak berhasil menjadi murid yang baik dan berhasil, sekolah bahkan menjadi beban tambahan disamping beban keinginan orang tua yang dipikulnya (Mahmud, 1990:144). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
Lebih lanjut lagi, seorang anak belajar bagaimana cara memberikan kasih sayang terhadap sesama dari dalam lingkungan keluarga. Perasaan marah dan kasih sayang seorang anak diwarnai dari rumah dan tempat tinggalnya. Berbagai macam perasaan dan sikap yang menjadi dasar dalam berinteraksi dan berhubungan dengan sesama manusia berawal dari lingkungan rumah tangga. Pengalaman-pengalaman tersebut akan tertanam kuat dalam jiwanya sehingga segala perilakunya dalam menyikapi perkara yang baik atau yang buruk, ego, dan kecenderungannya semuanya tergantung dan bersumber dari kondisi kehidupan rumah tangga (Ningsih, 2008: 7). Dalam kehidupan rumah tangga, anak mampu menjadi meyikapi segala permasalahan tergantung dari kondisi keluarga. Kepribadian anak dalam menyikapi permasalahan juga dapat menentukan kedewasaan anak. Seorang anak dalam menjaga orang tuanya hendaknya mengerti tentang karakteristik orang tuanya agar dalam merawat orang tua di kemudian hari tidak mendapatkan kesulitan yang besar. Kepribadian merupakan ciri atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Menurut Paul Gunadi (Sjarkawi, 2011: 11-12) pada umumnya terdapat lima penggolongan kepribadian yang sering dikenal dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai berikut: a. Tipe Sanguin Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki banyak kekuatan, bersemangat, mempunyai gairah hidup, dapat membuat lingkungannya gembira dan senang. Akan tetapi, tipe ini pun memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
kelemahan, antara lain: cenderung implusif, bertindak sesuai emosinya atau keinginannya. Orang tipe seperti ini sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya dan rangsangan dari luar dirinya, kurang bisa menguasai diri atau penguasaan diri lemah, cenderung mudah jatuh ke dalam percobaan karena godaan dari luar dapat dengan mudah memikatnya dan dia bisa masuk terperosok ke dalamnya b. Tipe Flegmatik Seseorang yang termasuk dalam tipe ini memiliki ciri antara lain: cenderung tenang, gejolak emosi tidak tampak, misalnya dalam kondisi sedih atau senang, sehingga turun naiknya emosi tidak terlihat secara jelas. Orang bertipe seperti ini cenderung dapat menguasai dirinya dengan cukup baik dan lebih introspektif, memikirkan ke dalam, dan mampu melihat, menatap, dan memikirkan masalah-masalah yang terjadi disekitarnya. Orang bertipe ini juga memiliki kelemahan, antara lain: ada kecenderungan untuk mengambil mudahnya dan tidak mau susahnya. Dengan kelemahan ini, mereka kurang mau berkorban demi orang lain dan cenderung egois. c. Tipe Melankolik Orang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: terobsesi dengan karyanya yang paling bagus atau paling sempurna, mengerti estetika keindahan hidup, perasaannya sangat kuat, dan sangat sensitif. Kelemahan dari orang bertipe ini antara lain: sangat mudah dikuasi oleh perasaan dan cenderung perasaan yagn mendasari hidupnya sehari-hari adalah perasaan yang murung. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral, kiranya dapat membantu kelompok ini dalam mengatasi perasaannya yang kuat dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
sensitivitas yang mereka miliki melalui peningkatan kognitifnya. Dengan demikian, kekuatan emosionalnya dapat berkembang secara seimbang dengan perkembangan moral kognitifnya. d. Tipe Korelik Orang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: cenderung berorientasi pada pekerjaan dan tugas, mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi, mampu melaksanakan tugas dengan setia dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya. Orang yang bertipe ini memiliki kelemahan antara lain: kurang mampu merasakan perasaan orang lain, kurang mampu mengembangkan rasa kasihan pada orang yang sedang menderita, dan perasaannya kurang bermain. Kelompok ini perlu ditingkatkan kepekaan sosialnya melalui pengembangan emosional yang sedang seimbang dengan moral kognitifnya sehingga menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang lain. e. Tipe Asertif Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: mampu menyatakan pendapat, ide, dan gagasannya secara tegas, kritis, tetapi perasaannya halus sehingga tidak menyakiti perasaan orang lain. Perilaku mereka mempertahankan hak sendiri, tetapi tidak sampai mengabaikan atau mengancam hak orang lain, melibatkan perasaan dan kepercayaan orang lain sebagai bagian dari interaksi dengan mereka, mengekspresikan perasaan dan kepercayaan sendiri dengan cara terbuka, langsung, jujur, dan tepat. Karena tipe asertif ini adalah tipe yang ideal maka tidak banyak ditemukan kelemahannya. Oleh karena itu, peningkatan pertimbangan moral kognitif anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
didik secara sadar dan terencana diniatkan untuk mencapai model kepribaian tipe asertif ini (Sjarkawi, 2011: 11-12). Agar anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan terhindar dari pelanggaran-pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan agama sejak dini kepada anak-anak dalam keluarga dan adanya kerja sama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebaik apapun pendidikan moral dalam keluarga tanpa adanya dukungan dari sekolah dan masyarakat, sulit bagi anak-anak untuk memiliki kepribadian yang baik. Begitu juga pendidikan kepribadian di sekolah, tanpa adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat sulit bagi anak untuk memiliki pribadi yang baik. Dengan demikian, ketiga jenis lembaga ini tidak dapat dipisahkan dan harus saling mendukung. Proses pembinaan nilai-nilai agama dalam membentuk kepribadian anakanak dapat dimulai sejak lahir sampai dewasa. Ketika lahir anak sudah diperkenalkan dengan agama. Bersamaan dengan itu, anak-anak dibimbing mengenai nilai-nilai moral, seperti cara bertutur kata yang baik, berpakaian yang baik, bergaul dengan baik, dan lainnya. Kepada anak-anak ditanamkan sifat-sifat yang baik, seperti nilai kejujuran, keadilan, hidup sederhana, sabar dan lainnya. Selain itu, agar anak-anak memiliki nilai-nilai moral yang baik, juga di dalam keluarga, khususnya antara ibu dan bapak harus menjaga harmonisasi hubungan antara keduanya dan harus menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya. Kepribadian merupakan pembawaan atau pola kelakuan seseorang. Anak dalam hal berbakti terhadap orang tuanya harus dimulai dari membentuk kepribadian anak tersebut. Kepribadian meliputi tingkah laku, cara berpikir, perasaan, dan cara sehari-hari dalam berinteraksi dengan keluarga dan orang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Orang tua dapat membentuk kepribadian seorang anak dari sejak dini agar kedepannya ketika anak sudah menginjak dewasa dan berumah tangga sendiri, anak masih ingat akan jasa orang tuanya. Dengan mengingat jasa dari orang tuanya, anak hendaknya mampu menjadi anak yang berBhakti terhadap orang tuanya. Dari hal ini, hubungan antara orang tua dan anak tidak dapat dipisahkan, karena sebaik atau seburuk apapun anak itu merupakan hasil dari didikan orang tua atau lingkungan keluarganya. 6. Landasan Teori a. Hermeneutika Hermeneutika berasal dari kata Yunani; hermencuein, yang artinya diterjemahkan "menafsirkan", kata bendanya: hermeneia artinya "tafsiran". Dalam tradisi Yunani kuno kata hermeneuein dipakai dalam tiga makna, yaitu mengatakan (to say), menjelaskan (to explain), dan menerjemahkan (to translate). Dari tiga makna ini, kemudian dalam kata Inggris diekspresikan dengan kata: to interpret, Dengan demikian perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga hal pokok: pengucapan lisan (an oral recitation), penjelasan yang masuk akal (areasonable explanation), dan terjemahan dari bahasa lain (a translation from another language), atau mengekspresikan (Palmer, 1969: 23). Menafsirkan sesuatu berhubungan dengan proses perubahan. Perubahan yang tadinya belum mengerti menjadi mengerti. Hal ini juga dikemukakan oleh Richard E. Palmer dalam buku “Hermeneuitk” sebuah metode filsafat” karya E. Sumaryono tahun 1999 hal. 24 yang menyatakan bahwa istilah hermeneuitk pada akhirnya dapat diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Perubahan tersebut yang mendasari adanya commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suatu perbedaan yang muncul di setiap individu. Ketika terjadi suatu hal yang memungkinkan kita untuk melakukan suatu perubahan, di situ akan muncul suatu reaksi dan interpretasi dari pikiran kita. Setiap reaksi dan interpretasi yang muncul dalam pikiran kita, belum tentu akan sama dengan reaksi dan interpretasi dari orang lain walaupun kasus yang terjadi sama. Contohnya ketika kita melihat orang memakai topi, ketika melihat orang tersebut pasti bagi yang melihat akan memiliki penafsiran sendiri-sendiri. Ada yang menganggap bahwa orang itu memakai topi karena kepanasan, ada lagi yang menganggap orang itu memakai topi karena untuk bergaya, atau orang tersebut memakai topi untuk menutupi rambutnya yang sudah rontok. Dari contoh tersebut membuktikan bahwa masing-masing pemikiran manusia itu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya walaupun kasus yang dihadapai sama. Bagi Habermas pemahaman hermeneutik adalah pemahaman monologis atas makna, yaitu pemahaman yang mencakup bahasabahasa “murni”, seperti bahasa symbol. Untuk itu yang dibutuhkan oleh hermeneutic adalah kemampuan untuk mengartikan hubungan symbol dengan antar fakta. Habermas menyatakan bahwa ada tiga kelas ekspresi kehidupan yang masing-masing dapat merupakan hasil dan objek dari pemahaman hermeneutik. Ketiga kelas tersebut adalah linguistic, tindakan dan pengalaman. Sebuah ekspresi linguistik manusia dihasilkan dari hermeneutika pengalaman sehari-hari, ekspresi linguistik ini dapat di interprestasikan oleh orang lain yang mengekspresikan pemahamannya melalui tindakan langsung, tindakan ini dapat di interprestasikan oleh orang lain sebagai sebuah pemahaman pengalaman.
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada dasarnya setiap objek yang ada itu netral, hanya saja objek tersebut akan menjadi bernilai karena adanya suatu subjek. Subjek disini berperan sebagai sesuatu yang memberi makna terhadap objek tersebut. Objek tidak akan berubah jika tidak ada subjek. Husserl menyatakan bahwa objek dan makna tidak pernah terjadi secara serentak atau bersama-sama, karena pada awalanya objek itu bersifat netral. Maka, subjek sangat berperan dalam munculnya suatu makna. Dari situlah maka mulai muncul suatu ilmu tentang penafsiran akan segala sesuatu yang disebut dengan istilah hermeneuitk (Sumaryono, 1999: 30). Menurut Gadamer dalam hermeneutika tertarik pada proses pemahaman. Pemahaman harus diletakkan dalam tradisi historis , suatu waktu dan tempat teks ditulis. Hermeneutik berlangsung di luar analisis teks menuju ke konteks historisnya. Ada 3 pendapat menurutntya tentang hermeneutika yakni: 1) Kegiatan hermeneutik diterapkan pada sesuatu di luar apa yang dikatakan menuju pada sesuatu yang secara alami ketika dikatakan makna sehari-hari dan situasi dimana percakapan itu terjadi. 2) Hermeneutik
dilakukan
dengan
cara
memadukan
horizon
pelaku
hermeneutic dan horizon teks sasaran. Benturan dengan horizon lain akan memunculkan kesadaran yang berupa asumsi dan dugaan tentang horizon suatu makna yang belum disadari. Dalam hal ini hermeneutika adalah penjembatan atau mediasi bukannya rekonstruksi.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Pembacaan sebagai bagian dari hermeneutik melibatkan aplikasi sehingga pembaca menjadi bagian dari yang ia mengerti. Karena itu ketermilikan, partisipasi, bahasa sebagai medium berpengalaman tentang dunia adalah landasan yang nyata bagi pengalaman hermeneutik. Dalam
perkembangan
selanjutnya,
Ricoeur
mengembangkan
hermeneutikanya dengan berbasis pada teks. Dia memanfaatkan dikotomi langue dan parole serta mencarikan posisi eksplanasi dan pemahaman dalam sebuah penafsiran. Dan kaidah-kaidah teks menurutnya ada 3 kategori,yakni: 1) Teks selalu mengalami pelepasan konteksnya dari kondisi sosio-historis pengungkapannya semula, karena itu teks selalu membuka diri sendiri terhadap seri pembacaan yang tidak terbatas. 2) Teks merupakan suatu langue dan parole. Begitu juga dalam proses pemahamannya. Ketika dianggap sebagai langue maka teks harus diperlakukan sesuai dengan aturan linguistic sekuat mungkin. Dan ketika dianggap sebagai parole maka teks adalah perbincangan dan pada saat inilah teks ditafsirkan. Penafsiran menurut pandangannya merupakan dialektika antara dua kegiatan tersebut. 3) Penafsiran merupakan proses dinamis yang mekanisme pengujian kebenaran hasilnya harus diserahkan pada proses negosiasi dan debat. b. Teori Perubahan Sosial Menurut Wiliam F. Ogburn, ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur imaterial. Maclver lebih suka membedakan antara utilitarian commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
elements dengan cultural elements yang didasarkan pada kepentingankepentingan manusia yang primer dan sekunder. Semua kegiatan dan ciptaan manusia dapat diklasifikasikan ke dalamh kedua kategori tersebut di atas. Sebuah mesin ketik, alat pencetak, atau sistem keuangan, merupakan utilitarian elements karena benda-benda tersebut tidak langsung memenuhi kebutuhankebutuhan manusia, tetapi dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhankebutuhannya. Utilitarian elements disebutnya civilization. Artinya, semua mekanisme dan organisasi yang dibuat manusia dalam upaya menguasai kondisi-kondisi kehidupannya, termasuk di dalamnya sistem organisasi sosial, teknik, dan alat-alat material. Pesawat telepon, jalan kereta api, sekolah, hukum, dan seterusnya dimasukkan ke dalam golongan tersebut (Soekanto, 2013: 262). Teori-teori mempersoalkan
mengenai perbedaan
perubahan-perubahan antara
masyarakat
perubahan-perubahan
sosial
sering dengan
perubahan-perubahan kebudayaan. Perbedaan demikian tergantung dari adanya perbedaan pengertian tentang masyarakat dan kebudayaan. Apabila perbedaan pengertian tersebut dapat dinyatakan dengan tegas, maka dengan sendirinya perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan kebudayaan dapat dibedakan. Dewasa ini proses-proses pada perubahan-perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut: 1) Tidak ada masyarakat berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau sangat cepat. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Karena lembaga-lembaga sosial tadi sifatnya interdependen, maka sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu saja. Proses awal dan proses-proses selanjutnya merupakan suatu mata rantai. 3) Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencangkup kemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai lain yang baru. 4) Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal nalik yang sangat kuat. 5) Secara tipologis, perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai berikut: - Social progres: the circulation of various rewards, facilities, and personnel in an axisting structure. - Segmentation: the proliferation of structural untis that do not differ qualitatively from existing units. - Structural change: the emerge of qualitatively new complexes of roles and organization - Change in group structure: the shifts in the composition of group, the level of consciousness of group, and the relations among the groups in society (Soekamto, 2013: 268). commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah untuk menentukan garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan budaya. Hal ini disebabkan tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan, dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Hal itu mengakibatkan bahwa garis pemisah di dalam kenyataan hidup antara perubahan sosial dan kebudayaan lebis sukar lagi untuk ditegaskan. Biasanya antara kedua gejala itu dapat ditemukan hubungan timbal balik sebagai sebab dan akibat. Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut: 1) Perubahan Lambat dan Cepat Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetanrentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaankeadaan,
dan
kondisi-kondisi
baru,
yang
timbul
sejalan
dengan
pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan. 2) Perubahan Kecil dan Perubahan Besar Agak sulit merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas karena batas-batas pembedanya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil merupakan perubahancommit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Penrubahan mode pakaian, misalnya, tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat secara keseluruhan karena tidak mengakibatkan perubahanperubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sebaliknya suatu proses industrialisasi yng berlangsung pada masyarakat agraris, misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Berbagai lembaga kemasyarakatan akan ikut terpengaruh misalanya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan kekeluargaan, sratifikasi masyarakat, dan seterusnya. 3) Perubahan yang Dikehendaki dan Perubahan yang Tidak Dikehendaki Perubahan yang dikehendaki merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan
perubahan
di
dalam
masyarakat.
Pihak-pihak
yang
menghendaki perubahan dinamakan angent of change, yaitu seseorang atau kelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Perubahan sosial yang tidak dikehendaki merupakan perubahanperubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Apabila perubahan yang tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki. commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan demikian keadaan tersebut tidak mungkin diubah tanpa mendapat halangan-halangan masyarakat itu sendiri atau dengan kata lain, perubahan yang dikehendaki diterima oleh masyarakat. Konsep perubahan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki tidak mencakup apakah perubahan-perubahan tadi diharapkan atau tidak diharapkan oleh masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan dan diterima oleh masyarakat. Bahkan para agent of change yang merencanakan perubahan-perubahan yang dikehendaki telah memperhitungkan terjadinya perubahan-perubahan yang tidak terduga di bidang-bidang lain. Pada umumnya sulit mengadakan ramalan tentang terjadinya perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki. Karena proses tersebut biasanya tidak hanya merupakan akibat dari suatu gejala sosial, tetapi berbagai jenis gejala sosial (Soekamto, 2013: 271-273). Durkheim adalah penganut teori perubahan sosial bertahap, mengenal dua tahap perkembangan masyarakat yang disebut dengan evolusionistic unlinier. Menurut Emile Durkheim, dengan perspektif structural fungsional, menyatakan bahwa struktur yang pertama kali berubah adalah struktur penduduk. Perubahan ini akan menyeret perubahan yang lain. Pada awalnya memang selalu bertolak dari kondisi yang seimbang. Tetapi proses waktu yang berkembang menjadikan populasi jumlah penduduk meningkat pesat (selisih jumlah angka kelahiran dengan perkembangan angka kematian). Terjadi perubahan penduduk, yaitu tingkat kepadatan penduduk, menjadikan kondisi tidak seimbang (Salim, 2002: 54-55). commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perubahan sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat tidak dapat lepas dari beberapa faktor atau penyebabnya. Sebab perubahan sosial yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri antara lain: 1) Bertambah atau Berkurangnya Pendudukya Pertambahan penduduk yang sangat cepat di pulai jawa menyebabkan terjadi perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemasyarakatan. Misalkan, orang langsung mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan selanjutnya yang sebelumnya belum dikenal. Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain. Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya, dalam bidang pembagian kerja dan stratifikasi sosial, yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. Perpindahan penduduk telah berlangsung bratus-ratus ribu tahun lamanya di dunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya manusia penduduk bumi ini. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencaharian utamanya berburu, perpindahan sering kali dilakukan, yang tergantung dari persediaan hewan-hewan buruannya 2) Penemuan-penemuan Baru Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangaka waktu yang tidak terlalu lama disebut inovasi. Proses tersebut meliputi penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Apabila ditelaah lebih lanjut perihal penemuan-penemuan baru terlihat ada beberapa faktor pendorong yang dipunyai masyarakat. Bagi individu pendorong tersebut antara lain: a) Kesadaran individu-individu akan kekurangan dalam kebudayaannya b) Kualitas ahli-ahli dalam suatu kebudayaan c) Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaaan masyarakat 3) Pertentangan Masyarakat Pertentangan masyarakat mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan – pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok. Umumnya masyarakat tradisional di Indonesia bersifat kolektif. Segala kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan individu walaupun diakui, tetapi mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya, yang dalam hal–hal tertentu dapat menimbulkan perubahan– perubahan. 4) Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi Revolusi yang meletus pada Oktober 1917 di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan – perubahan besar negara rusia yang mula – mula mempunyai bentuk kerajaan absolut berubah menjadi diktator ploretariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk negara sampai keluarga batih, mengalami perubahan – commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
perubahan yang mendasar (Soekanto, 2013, 275 – 281).
Perubahan-
perubahan yang terjadi karena pemberontakan atau revolusi baru-baru ini sering dapat di lihat di layar televisi. Pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat Mesir atau Suriah secara langsung dapat menimbulkan pergolakan dalam masyarakat negara tersebut. Keempat faktor yang dapat menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan diatas akan dijadikan penulis sebagai referensi tentang faktor apa yang menyebabkan perubahan konsep upacara pelimpahan jasa yang dilakukan oleh umat Buddha di Desa jatisari. Masyarakat menjadi tempat yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang terjadi, karena di lingkungan masyarakat akan ditemukan beragam pola pikir yang dapat menimbulkan ideide dan dapat mampu merubah pandangan hidup suatu masyarakat.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan bhakti terhadap orang tua dalam pandangan agama Buddha masih terbatas. Dalam kajian pustaka ini penulis merujuk beberapa buku, skripsi, thesis, atau jurnal yang memiliki hubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Jurnal yang ditulis oleh Faturochman (2001), yang berjudul “Revitalisasi Peran Keluarga” menuliskan tentang era modern yang telah menimbulkan rasa takut karena pada masa ini telah terjadi perubahan keluarga yang sangat besar. Sementara itu sebagian manusia masih mengidealkan keluarga seperti yang ada pada pra-modern. Kekhawatiran ini sering diproyeksikan ke masa depan yang berarti mengasumsikan bahwa di pasca modern nanti masalah keluarga akan lebih buruk dari yang sekarang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
ini. Tampaknya kecemasan ini tidak perlu menjadi begitu besar. Justru di pasca modern ini sistem dan proses dalam keluarga mendekati sistem dan proses seperti pada era pra-modern. Di jaman pasca modern ini muncul kecenderungan baru seperti rumah sebagai tempat kerja (putting out system dan akibat kemajuan teknologi seperti internet yang menyebabkan orang tidak perlu setiap saat ke pabril atau ke kantor), kesadaran global, mengentalnya identitas sosial, dan lainnya. Artinya, secara alamiah keluarga bisa lebih kuat di masa mendatang. Tidak berarti bahwa semuanya akan berjalan sendiri. Ide Stephen R. Covey seperti di kutip di atas berperan sangat besar dalam memperkuat keluarga sehingga vital kembali. Namun itu semua tergantung juga pada besarnya pengaruh luar yang ternyata sering tidak mempedulikan keluarga sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan dan otonomi sendiri. Jurnal yang di tulis oleh Faturochman lebih mengarah kepada memperkuat sebuah keluarga sehingga memiliki pengaruh yang besar bagi anggota keluarga itu sendiri. Untuk membentuk keluarga yang kuat tidak lepas dari pengaruh yang dapat berasal dari luar lingkungan keluarga seperti lingkungan dimana keluarga tersebut tinggal. Penelitian ini membahas tentang seberapa besar sebuah keluarga dapat saling menghormati dan menghargai antar anggota keluarganya, khususnya kepada anggota keluarga yang telah meninggal. Dhammananda (2003:83) metode untuk pelimpahan jasa juga merupakan wujud bhakti terhadap orang tua, khususnya bagi orang tua yang telah meninggal dunia. Praktek ini cukup sederhana, pertama dilakukan suatu perbuatan baik. Pelaku perbutan baik hanya perlu berharap agar kebaikan yang telah diperolehnya terkumpul pada seseorang secara khusus. Harapan ini dapat sepenuhnya batiniah atau dapat commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disertai dengan ungkapan kata-kata. Dari kajian tersebut memberi pemahaman bahwa untuk melaksanakan upacara pelimpahan jasa membutuhkan modal berupa kebaikan atau perbuatan baik yang telah dilakukan. Pelimpahan jasa adalah upacara menyalurkan jasa-jasa kebaikan yang telah dilakukan kepada leluhur yang telah meninggal. Dalam mewujudkan dan memberikan bhakti terhadap leluhur yang telah meninggal pelimpahan jasa merupakan salah satu cara untuk mewujudkan rasa bhakti tersebut. Tesis yang ditulis oleh Sawitri (2012), berjudul “Perubahan Bentuk, Fungsi Dan Makna Tari Srimpi Ludimadu” menuliskan tentang asal usul dan proses penciptaan Tari Srimpi Ludiramadu, faktor-faktor yang mendorong perubahan bentuk, fungsi dan makna yang baru, proses perubahan bentuk, fungsi, dan makna yang baru serta tanggapan masyarakat terhadap perubahan bentuk, fungsi dan makna Tari Srimpi Ludiramadu. Tesis ini sangat berguna bagi penulis karena teori yang digunakan sama yaitu teori perubahan sosial. Penggunaan teori tersebut diharapkan juga mampu menemukan jawaban atas penelitian yang dilakukan oleh penulis.
C. Model Penelitian. Konsep upacara pattidana dalam agama Buddha merupakan merupakan suatu tuntunan agar seorang anak mampu menghormati dan berbhakti kepada orang tuanya. Bhakti seorang anak terhadap orang tua pada jaman sekarang sudah mulai berubah, hal ini terjadi karena beberapa faktor antara lain karena faktor lingkungan dan hubungan sosial seorang anak. Faktor dari lingkungan contohnya seorang anak yang hidup disuatu daerah yang memiliki pola hidup yang tidak baik atau tidak sehat. commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan faktor yang lainnya seperti pergaulan seorang anak dan moralitas seorang anak. Bhakti dalam agama Buddha yang akan dijadikan referensi adalah konsep bhakti menurut agama Buddha aliran Theravada. Teori yang digunakan dalam penulisan ini dipakai untuk membedah konsep bhakti menurut agama Buddha aliran Theravada. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat dan menjadikan anak berbhakti terhadap orang tuanya.
Tradisi Pattidana
Konsep lama tradisi Pattidana sebagai wujud bhakti
Konsep bhakti
Konsep baru tradisi pattidana sebagai wujud bhakti
Perubahan bentuk, fungsi dan makna Tradisi Pattidana
Faktor yang mempengerahui perubahan bentuk, fungsi dan makna tradisi pattidana
Reaksi masyarakat agama Buddha Gambar 1. Kerangka Berpikir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Alur pikir yang melandasi model penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tradisi pattidana merupakan wujud Bhakti terhadap orang tua yang telah meninggal merupakan cerminan sikap hidup yang harmonis. Tradisi pattidana bertujuan untuk memberikan semua jasa kebajikan kepada orang tua yang telah meninggal agar dalam kehidupan berikutnya orang tua yang telah meninggal dapat terlahir di alam yang berbahagia. 2. Konsep tradisi pattidana pada dasarnya berbuat kebaikan yang hasil perbuatan baik tersebut ditujukan kepada orang tua atau leluhur yang telah meninggal. 3. Konsep bhakti terhadap orang tua dalam agama Buddha menganjurkan agar anak mampu untuk mampu menjaga nama baik keluarga, mempertahankan kekayaan keluarga dan memberikan jasa-jasa kebajikan atau pelimpahan jasa kepada orang tua atau leluhur yang telah meninggal dunia. 4. Konsep tradisi pattidana yang dipahami oleh masyarakat agama Buddha di Desa Jatisari, Kec. Jatisrono, Kab. Wonogiri adalah dengan mengadakan tradisi tersebut dengan megundang umat Buddha untuk membaca permohonan atau doa dan ada juga yang hanya menyerahkan tradisi pattidana tersebut kepada pandita atau ketua vihara. 5. Perubahan bentuk, fungsi dan makna dalam tradisi pattidana dipengaruhi oleh beberapa faktor. Teori perubahan sosial digunakan untuk mencari penyebab perubahan bentuk, fungsi dan makna tradisi pattidana yang dilaksanakan sebagai wujud bhakti terhadap orang tua. 6. Nilai-nilai tradisi pattidana memberikan pemahaman tentang rasa bhakti atau patuh serta terima kasih terhadap jasa-jasa orang tua atau leluhur yang telah meninggal dengan cara berbuat baik seperti berdana, menolong orang lain atau mengadakan pelepasan terhadap makhluk hidup. Perbuatan baik yang telah dilakukan serta commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaan tradisi pattidana yaitu dengan membaca parrita/doa diharapkan mampu membantu orang tua atau leluhur yang telah meninggal dapat terlahir di alam yang berbahagia 7. Reaksi masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi pattidana adalah melihat reaksi masyrakat setelah melihat terjadinya perubahan bentuk, fungsi serta makna dari tradisi pattidana.
commit to user