7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penuaan Setiap orang pasti akan menjadi tua. Hal ini adalah proses yang tidak dapat dihindari. Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses penuaan. Ada dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis ialah usia sebenarnya sesuai dengan tahun kelahiran, sedangkan usia fisiologis atau biologis ialah usia sesuai dengan fungsi organ tubuh. Maka usia kronologis tidak selalu sama dengan usia fisiologis. Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis.proses penuaan berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2007 ): 1.
Tahap subklinik (usia 25 – 35 tahun) Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal.
2. Tahap transisi (usia 35 – 45 tahun) 7
8
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetes. 3.
Tahap klinik (usia 45 tahun keatas) Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon tiroid. Terjadi penurunan, bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.
2.1.1.Teori Penuaan Teori pokok dari aging terdiri dari 4 teori (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu : 1.
Teori ” wear and tear “ Teori ini mengemukakan bahwa tubuh dan sel mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel.
2.
Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Pertambahan usia menyebabkan penurunan produksi hormon pada organ tubuh yang berakibat terganggunya berbagai sistim tubuh.
3.
Teori Kontrol Genetik
9
Teori ini berfokus pada genetik yang memprogram sandi sepanjang DNA. Setiap orang memiliki kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Penurunan genetik tersebut menentukan umur dan kecepatan proses penuaan. 4.
Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa penuaan terjadi karena akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak dan protein (Suryohusodo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolism sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian.
2.1.2. Faktor-faktor yang mempercepat penuaan Berbagai faktor yang dapat mempercepat proses penuaan (Wibowo, 2003), yaitu: 1.
Faktor lingkungan
10
a. Pencemaran lingkungan yang berwujud bahan-bahan polutan dan kimia sebagai hasil pembakaran pabrik, otomotif dan rumah tangga. b. Pencemaran lingkungan berwujud suara bising yang akan meningkatkan kadar hormon prolaktin dan menyebabkan apoptosis di berbagai jaringan tubuh. c. Kondisi lingkungan hidup kumuh serta kurangnya penyediaan air bersih menyebabkan peningkatan pemakaian energi tubuh untuk meningkatkan kekebalan. d. Pemakaian obat-obat/jamu yang tidak terkontrol pemakaiannya dan merokok. e. Sinar matahari secara langsung yang dapat mempercepat penuaan kulit dengan hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen kulit. 2.
Faktor diet/makanan. Kecukupan akan nutrisi, jenis dan kualitas makanan yang tidak menggunakan pengawet, pewarna, perasa dari bahan kimia terlarang. Zat beracun dalam makanan dapat menimbulkan kerusakan berbagai organ tubuh terutama kerusakan organ hati.
3.
Faktor Genetik Genetik seseorang sangat ditentukan oleh genetik orang tuanya, tetapi faktor genetik dapat berubah karena infeksi virus, radiasi dan zat racun dalam makanan/minuman/kulit yang diserap oleh tubuh.
11
4.
Faktor Psikis Faktor psikis seperti stress memicu proses apoptosis di berbagai organ/jaringan tubuh.
5.
Faktor Organik Secara umum faktor organic adalah rendahnya kebugaran/fitness, pola makan kurang sehat, penurunan Growth Hormone (GH) dan Insulin Growth Factor1 (IGF-1), penurunan testosteron, penurunan melatonin secara konstan setelah usia 30 tahun dan menyebabkan gangguan circadian clock (ritme harian) dan gangguan tidur, peningkatan prolaktin yang sejalan dengan perubahan emosi dan stress, perubahan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).
2.2. Radikal Bebas Radikal bebas adalah atom atau molekul (kumpulan atom) yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron) pada orbit luarnya (Suryohusodo, 2000; Finaud et al., 2006; Halliwel dan Gutteridge, 2007). Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik electron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain (Suryohusodo, 2000). Radikal bebas oksigen merupakan bentuk senyawa oksigen reaktif yang dikelompokkan ke dalam senyawa ROS, yang mempunyai ukuran yang sangat kecil dalam fisiologi sel. Radikal bebas ROS berasal dari respirasi mitokondria,
12
sitokrom P450, xantin oksidase dan NADH/NADPH oksidase. Reactive Oxygen Species merupakan radikal bebas oksigen yang berbahaya bagi tubuh (Simanjuntak, 2006). Famili radikal bebas selain ROS adalah reactive nitrogen species (RNS) dan reactive sulfur species (RSS). ROS merupakan radikal bebas yang berperan penting dalam menimbulkan stress oksidatif serta kerusakan oksidatif dengan mengubah lipid, protein serta DNA (Finaud et al, 2006). Dalam kepustakaan kedokteran pengertian oksidan dan radikal bebas (free radicals) sering dibaurkan karena keduanya memiliki sifat-sifat yang mirip. Aktivitas keduanya sering menghasilkan akibat yang sama walaupun prosesnya berbeda. Oksidan dan radikal bebas dibedakan dari sudut kimia, yaitu oksidan dalam pengertian ilmu kimia adalah senyawa penerima electron
(electron
acceptor). Oksidan dapat mengganggu integritas sel karena dapat bereaksi dengan komponen-komponen sel yang penting untuk mempertahankan kehidupan sel, baik struktural (misalnya molekul-molekul penyusun membran) maupun komponen-komponen fungsional (misalnya enzim-enzim dan DNA). Oksidan yang dapat merusak sel, berasal dari berbagai sumber (Halliwel dan Gutteridge, 2007) yaitu yang berasal dari: asap rokok, polutan, radiasi ultra violet, obat-obatan dan pestisida.
2.2.1. Tahapan Pembentukan Radikal Bebas Sumber radikal bebas, baik endogen maupun eksogen terjadi melalui sederetan mekanisme reaksi. 1.
Tahap Inisiasi, yaitu tahap yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.
13
Cu RH + O2 2.
R· + HO2
Tahap Propagasi , yaitu tahap dimana radikal bebas cenderung bertambah banyak dengan membuat reaksi rantai dengan molekul lain. R· + O2
RO2 ·
RO2· + RH
R· + ROOH
3. Tahap Terminasi, yaitu apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan radikal bebas lain atau antara radikal bebas dengan suatu senyawa pembasmi radikal bebas (scavenger). R· + R·
R:R
Reduksi oksigen memerlukan pengalihan empat electron (electrotransfer). Pengalihan ini tidak dapat sekaligus, tetapi dalam empat tahapan yang setiap tahapan hanya melibatkan pengalihan satu elektron. Kendala yang mengharuskan oksigen hanya dapat menerima satu elektron setiap tahap, menyebabkan terjadinya dua hal, yaitu kurang reaktifnya oksigen dan terbentuknya senyawasenyawa oksigen reaktif seperti O2. (radikal superoksida), H2O2 (hydrogen peroksida), OOH. (radikal peroksil), dan OH. (radikal hidroksil).
2.2.2. Sifat Radikal bebas Radikal bebas memiliki dua sifat (Halliwel dan Gutteridge, 2007), yaitu: 1.
Reaktivitas tinggi, karena kecenderungannya menarik electron.
2.
Dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal.
14
Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan terletak pada kecenderungannya untuk menarik elektron. Jadi sama halnya dengan oksidan, radikal bebas adalah penerima elektron. Itulah sebabnya dalam kepustakaan kedokteran, radikal bebas digolongkan dalam oksidan. Namun perlu diingat bahwa radikal bebas adalah oksidan tetapi tidak setiap oksidan adalah radikal bebas (Suryohusodo, 2000 ; Halliwell dan Gutteridge, 2007). Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan oksidan yang bukan radikal. Hal ini disebabkan karena kedua sifat radikal bebas diatas memiliki reaktivitas yang tinggi dan kecenderungan membentuk radikal baru, yang pada gilirannya nanti apabila menjumpai molekul lain akan membentuk radikal baru lagi, sehingga terjadilah reaksi rantai (chain reaction). Diantara senyawa-senyawa oksigen reaktif, radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling berbahaya karena reaktivitasnya sangat tinggi (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Radikal bebas lainnya hanya bersifat perantara yang bisa dengan cepat diubah menjadi substansi yang tak lagi membahayakan tubuh. Namun bila radikal bebas sempat bertemu dengan enzim atau asam lemak tak jenuh ganda, maka merupakan awal dari kerusakan-kerusakan sel yang antara lain berupa (Halliwell dan Gutteridge, 2007): 1.
Kerusakan Deoxyribonucleic Acid (DNA) pada inti sel.
2.
Kerusakan membran sel
3.
Kerusakan protein
4.
Kerusakan lipid peroksida
5.
Proses penuaan.
15
Dalam keadaan normal tubuh kita memiliki mekanisme pertahanan terhadap perusakan oleh radikal bebas yang beragam, efisien dan tersebar di berbagai tempat dalam sel. Menurut konsep radikal bebas, kerusakan sel akibat molekul radikal baru dapat terjadi bila kemampuan mekanisme pertahanan tubuh sudah dilampaui atau menurun (Halliwell dan Gutteridge, 2007).
2.3. Rokok Merokok adalah kegiatan menghisap asap dari pembakaran tembakau pada rokok. Perokok sesaat adalah seseorang yang merokok pada saat-saat tertentu, biasanya dilakukan pada saat sedang bersosialisasi dengan lingkungannya ataupun untuk mengurangi stress. Perokok berat adalah bila sudah terjadi ketergantungan secara fisik pada rokok (WHO, 2002). Asap rokok mengandung radikal bebas, oksigen dan karbon yang cukup reaktif dalam hitungan menit (WHO, 2008). Pryor dan Stone melaporkan bahwa komponen gas dan asap rokok mengandung banyak radikal bebas pada setiap kali hisapan. Asap rokok dibedakan menjadi 2 yaitu : asap rokok aktif dan asap pasif. Asap aktif adalah asap rokok yang dihirup dan dihembuskan oleh perokok. Asap pasif adalah asap yang terbentuk dari rokok yang menyala tetapi tidak dihirup oleh perokok. Asap pasif dikenal juga sebagai asap rokok lingkungan yang merupakan gabungan bentuk asap yang dihirup langsung maupun yang tak dihirup oleh
16
perokok. Seseorang bukan perokok yang terekspos asap pasif disebut sebagai perokok pasif (Anonim, 2006).
2.3.1. Kandungan Kimia dari Rokok
Gambar 2.1. rokok dengan beberapa kandungan kimianya (Sumber : Anonim, 2006)
Rokok terdiri dari gabungan bahan kimia yang sangat kompleks yaitu bahan kimia non spesifik dari pembakaran bahan-bahan organik dan bahan kimia yang spesifik dari pembakaran tembakau, dan komponen lain dari rokok seperti nitrosamine spesifik tembakau (Fowles and Bates, 2000).
17
Telah diperkirakan bahwa ada 4000 kandungan kimia dalam asap tembakau. Ada sekitar 400 telah diukur dalam asap utama dan sampingan. Dari sekitar 400 senyawa, ada sekitar 100 yang bersifat toksik (Fowles and Bates, 2000; Anonim, 2006). Kandungan zat beracun dalam rokok : 1.
Nikotin, adalah zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, karena nikotin dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan untuk merokok.
2.
Timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5µg. sebungkus rokok yang habis dihisap dalam 1 hari menghasilkan 10 µg Pb. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke tubuh adalah 20µg/hari (WHO, 2002).
3.
Gas karbonmonoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan haemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya Hb ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernafasan sel-sel tubuh, tetapi karena afinitas gas CO terhadap Hb lebih kuat daripada O2 sehingga akan terbentuk haemoglobin CO lebih banyak.
4.
Tar, adalah komponen dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponenkomponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap. Setelah dingin akan menjadi
18
padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg perbatang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Paru-paru sebagai organ pernafasan pada manusia berfungsi sebagai pertukaran gas antar jaringan tubuh dan lingkungan luar, sehingga paru-paru terus menerus terpapar dengan radikal bebas tanpa bisa dihindari. Paru-paru selalu terpapar oleh asap rokok, pembuangan asap kendaraan bermotor, asap pabrik, herbisida dan partikel debu yang akan menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) dalam paru-paru.
2.4. Stress Oksidatif Stress oksidatif adalah keadaan ketidakseimbangan antara prooksidan dan antioksidan , dimana dalam hal ini jumlah prooksidan di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya sehingga secara potensial dapat menimbulkan kerusakan yang dikenal sebagai kerusakan oksidatif (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Jadi stress oksidatif dapat dipandang sebagai gangguan keseimbangan antara produksi oksidan dan pertahanan antioksidan atau dstruksi oleh ROS seperti anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH-), hydrogen peroksida (H2O2), radikal nitrit oksida (NO), dan peroksinitrit (ONOO-). Ketidakseimbangan oksidanantioksidan ini dapat menyebabkan oksidasi makromolekul yang meliputi lipid, karbohidrat, asam amino, protein dan DNA, diikuti dengan kerusakan seluler dan jaringan.
19
Pada prinsipnya stress oksidatif dapat diakibatkan oleh (Halliwel dan Gutteridge, 2007): 1. Berkurangnya antioksidan. Misalnya mutasi yang menurunkan pertahanan antioksidan seperti GSH atau MnSOD; diet yang kurang akan antioksidan dan unsur-unsur penting lainnya seperti zat besi, Zn, magnesium dan copper; defisiensi protein seperti kwashiorkor dapat menurunkan kadar GSH; dan kelebihan zat besi sehingga tidak mampu membuat transferrin secara cukup. 2. Peningkatan produksi spesies reaktif. Misalnya, paparan terhadap oksigen yang meningkat; adanya toksin-toksin yang menghasilkan spesies reaktif; dan aktivasi berlebih dari sistem “natural” penghasil spesies reaktif seperti aktivasi yang tidak tepat dari sel-sel fagosit pada penyakit-penyakit inflamasi kronis. Kondisi stress oksidatif yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan proliferasi, adaptasi, kerusakan sel, penuaan (senescence), dan bahkan sampai pada kematian sel, dapat menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan. Stress oksidatif mempunyai peranan yang penting dalam etiologi terjadinya berbagai penyakit kardiovascular, neurologis, obesitas, diabetes, kanker dan juga inflamasi dari proses aging ( Halliwell dan Gutteridge 2007, Garelnabi dkk, 2008). 2.4.1. Rokok dan Stress Oksidatif Telah diketahui bahwa asap rokok dan tar mengandung banyak komponen yang telah teroksidasi, ROS, dan karsinogen, yang dapat merusak DNA, membran
20
dan makromolekul sel-sel. Merokok dapat meningkatkan stress oksidatif bukan hanya melalui produksi ROS dalam tar rokok dan asap tetapi juga melalui penurunan
sistem
pertahanan
antioksidan.
Merokok
menyebabkan
ketidakseimbangan prooksidan dan antioksidan sehingga meningkatkan stress oksidatif yang diikuti oleh kenaikan peroksidasi lipid, kerusakan DNA oksidatif dan gangguan pertahanan antioksidan enzimatik. Sudah terbukti bahwa stress oksidatif adalah kejadian yang penting dalam penyakit yang berhubungan dengan penyakit seperti kanker paru, kanker mulut dan penyakit paru obstruktif kronik (Burlakova dkk, 2010). Karena itu,stress oksidatif merupakan faktor penting dalam kesehatan dan penyakit, sehingga pengukuran stress oksidatif kini menjadi sangat penting dalam kedokteran pencegahan, termasuk kedokteran anti penuaan (Garelnabi dkk, 2008; Palmieri dan Sblendorio, 2010). 2.4.2. Peroksidasi Lipid
Gambar 2.2. Mekanisme Peroksidasi Lipid (Baynes dan Dominiczac, 2005)
21
Peroksidasi lipid adalah suatu reaksi berantai yang menghasilkan radikal bebas secara terus menerus dan peroksidasi lebih lanjut. Peroksidasi (autooksidasi) lipid yang terpajan oleh oksigen bertanggung jawab tidak saja terhadap pembusukan makanan, tetapi juga kerusakan jaringan in vivo. Peroksidasi dapat menyebabkan kanker, penyakit peradangan, aterosklerosis dan penuaan. Efek merugikan diperkirakan disebabkan oleh radikal bebas (ROO•, RO•, OH•) yang dihasilkan sewaktu terbentuknya peroksida dari asam lemak yang mengandung ikatan rangkap yang diselingi metilen yaitu radikal bebas asam lemak yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh ganda alami (Murray, 2009 ). Radikal lipid yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi lipid dan lipid peroksida serta malondyaldehid (MDA) yang larut dalam air dan dapat dideteksi dalam darah. Hal penting dari peroksidasi lipid adalah meningkatnya permeabilitas membran dan mengganggu distribusi ion-ion yang mengakibatkan kerusakan fungsi sel dan organ (Devlin, 2002). Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa radikal bebas bereaksi dengan senyawa PUFA (Poly Unsaturated fatty acid) (Winarsi, 2007) yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap. Reaksi ini dapat terjadi secara alami di dalam tubuh yang diakibatkan oleh pembentukan radikal bebas secara endogen dari proses metabolism di dalam tubuh (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Peroksidasi lipid merupakan proses yang kompleks dimana tampak pada tampilan oksigen dan transisi ion metal atau enzim. Biasanya proses oksidasi ini memiliki tiga tahapan, yaitu :
22
1.
Tahap inisiasi, yaitu reaksi ini terjadi diantara PUFA dengan radikal hidroksil. Terbentuknya atom hydrogen dari grup metilen (-CH2-) dalam PUFA dari spesies reaktif seperti radikal hidroksi (OH•) meninggalkan electron bebas dari karbon (-CH- atau radikal lipid). Radikal karbon distabilisasi dengan penyusunan kembali molekul untuk membentuk diena konjugasi yang dapat berkombinasi dengan oksigen untuk membentuk radikal peroksi ROO• atau RO2• RH
2.
R• + H•
Tahap Propagasi, dimana radikal peroksil dapat menarik gugus H lain dari molekul lipid yang lain dan memulai terjadinya reaksi rantai autocatalytic dengan proses oksidasi lipid. Radikal peroksi dapat berkombinasi dengan gugus H dimana gugus ini membentuk lipid peroksid dan peroksid cyclic. Sejak pemisahan gugus H yang dapat terjadi pada reaksi berbeda dari ikatan karbon, peroksidasi dari asam arakhidonat sebagai contoh, dilaporkan dapat memberikan hidroperoksid lipid. R• + O2 RO2•+ RH
RO2· ROOH + R·
Produk sekunder Hidroksiperoksid merupakan produk molekul primer yang tidak stabil dan dapat melemah dan pecah menjadi beberapa produk sekunder termasuk hydroxyl fatty acid, produk-produk epoxides dan produk scission seperti aldehydes (termasuk malondialdehid), keton dan lakton dimana banyak terdapat produk-produk yang bersifat toksik (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Degradasi dari hidrokperoksidasi
23
lipid dapat dipicu oleh adanya ion-ion metal transisi termasuk kandungan dari besi dan garam tembaga. Ion-ion metal menyebabkan pemecahan atom dari ikatan O-O dan menyebabkan pembentukan gugus radikal alkoksi RO• dan juga radikal peroksi RO2•. Pada tampilan thiols atau agen reducing lain seperti asam ascorbat, O2 dapat direduksi menjadi superoxide anion (O2-•), yang kemudian bermutasi menjadi H2O2 atau merubah Fe3+ menjadi Fe2+. Radikal hidroksi (OH•) diproduksi melalui reaksi Fenton antara Fe2+ dan H2O2 dan dapat memicu reaksi beruntun selanjutnya. Reaksi dari besi yang terkandung didalam myoglobin ikan, dan peroksidasi lipid dapat menghasilkan produk-produk yang beraneka ragam , misalnya gas pentane dapat diproduksi dari linoleic acid dan arachidonic acid dan juga gas ethane dan ethylene diproduksi oleh reaksi b-scission yang sama dari asam linoleat dengan hadirnya Fe2+. 3.
Taraf Terminasi
Radikal bebas yang dihasilkan dapat bergabung satu sama lain, atau lebih besar kemungkinannya bergabung dengan molekul-molekul protein, dan akan menghentikan reaksi beruntun. Reaksi berikutnya, yang dapat menyebabkan cross-linking dan kerusakan berat pada protein, dapat dijabarkan seperti dibawah ini ; R·
+
R•
nRO2• RO2·
+
R - R (RO2)
R•
RO2R
Faktor-faktor dan kondisi yang dapat ikut berperan pada oksidasi lipid (Trilaksani, 2003) adalah:
24
a.
Panas, setiap peningkatan suhu sebesar 10ºC laju kecepatan meningkat dua kali.
b.
Cahaya, terutama ultraviolet yang merupakan inisiator dan katalisator kuat.
c.
Logam berat, logam terlarut seperti Fe dan Cu yang merupakan katalisator kuat meski dalam jumlah kecil.
d.
Kondisi alkali dan kondisi basah, ion alkali merangsang radikal bebas.
e.
Tingkat ketidakjenuhan, jumlah dan posisi ikatan rangkap pada molekul lipida berhubungan langsung dengan kerentanan terhadap oksidasi, sebagai contoh asam linoleat lebih rentan dibanding asam oleat ketersediaan oksigen.
2.4.3. Malondialdehid (MDA) MDA terbentuk dari kerusakan membran sel akibat adanya ROS pada fase stress oksidatif. Rangkaian proses peroksidasi yang diawali dengan terjadinya fragmentasi PUFA akan menghasilkan berbagai bentuk aldehid, alkena dan hidroalkena seperti malondialdehid dan 4-hidroksio-2nonenal. Malondialdehid sebagian besar terbentuk dari peroksidari PUFA yang mengandung lebih dari satu ikatan ganda, seperti asam linoleat, arachidonat dan dokosaheksanoat, meskipun sebagian terbentuk pada proses enzimatik metabolism eikosanoid. Tingginya kadar MDA dipengaruhi oleh kadar peroksidasi lipid, yang secara tidak langsung menunjukkan tingginya jumlah radikal bebas (Halliwell dan Gutteridge, 2007 ; Smith et al, 2005) dan menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh penurunan kadar MDA (Winarsi, 2007).
25
MDA dapat bereaksi dengan komponen nukleofilik atau elektrofilik dan dapat berikatan dengan berbagai molekul biologis seperti protein, asam nukleat dan aminofosfolipid secara kovalen. MDA dapat menghasilkan polimer dalam berbagai berat molekul dan polaritas. Efek negatif senyawa radikal maupun metabolit elektrolit ini dapat diredam oleh antioksidan, baik yang berupa zat gizi seperti vitamin A,C, E dan albumin ataupun antioksidan nongizi seperti flavonoid dan gingerol (Winarsi, 2007). Malondialdehid merupakan pusat perhatian pada peroksidasi lipid selama bertahun-tahun karena secara umum diketahui menggunakan metode assay thiobarbituric acid (TBA) (Halliwell dan Gutterigde, 2007). MDA adalah senyawa dialdehida yang merupakan produk akhir bperoksidasi lipid di dalam tubuh. Malondialdehid ini dilaporkan sangat toksik sekali terhadap membran sel, karena dianggap sebagai inisiator suatu reaksi, pelengkap karsinogen, maupun sebagai senyawa mutagen. Senyawa dialdehid ini memiliki tiga rantai karbon, dengan rumus molekul C3H4O2. MDA juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan produk samping biosintesis prostaglandin yang merupakan produk akhir oksidasi lipid membran (Winarsi,2007). Di sisi lain, tingginya kadar MDA plasma juga membuktikan kerentanan membran sel terhadap reaksi oksidasi, akibatnya sel terutama membran sel akan mengalami kerusakan dan berakibat timbulnya penyakit-penyakit degeneratif, kanker, proses penuaan dan lain-lain (Winarsi, 2007).
26
2.5. Antioksidan 2.5.1. Definisi Antioksidan Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah peroksidasi lipid. Sedangkan dalam arti khusus antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Trilaksani,2003). Antioksidan dapat menghambat/memperlambat proses oksidasi. Oksidasi adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen, pelepasan hidrogen, atau pelepasan electron. Proses oksidasi adalah proses alami yang terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana tak terkecuali di dalam tubuh kita (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Dalam pengertian kimia, senyawa-senyawa antioksidan adalah pemberi electron (electron donors), tetapi dalam arti biologis pengertian antioksidan lebih luas lagi, yaitu semua senyawa-senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan (radikal bebas), termasuk enzim-enzim dan protein pengikat logam (Pangkahila, 2007). Jika di suatu tempat terjadi reaksi oksidasi dimana reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal bebas (OH·) maka tanpa adanya antioksidan, radikal bebas ini akan menyerang molekul-molekul lain disekitarnya. Hasil reaksi ini akan dapat menghasilkan radikal bebas yang lain yang siap menyerang molekul yang lainnya lagi. Akhirnya akan membentuk reaksi berantai yang membahayakan. Berbeda halnya bila terdapat antioksidan, radikal bebas
27
akan segera bereaksi dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil dan tidak berbahaya. Reaksi pun berhenti sampai disini. Antioksidan cenderung bereaksi dengan radikal bebas terlebih dahulu dibandingkan dengan molekul yang lain karena antioksidan bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan molekul yang lain. Jadi keefektifan antioksidan bergantung dari seberapa kuat daya oksidasinya dibanding dengan molekul yang lain. Semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan tersebut (Halliwell dan Gutteridge, 2007).
2.5.2. Efek Antioksidan Antioksidan dapat memperlambat oksidasi lipid melalui ikatan oksigen yang bersaingan,
penghambatan
perkembangan
dengan
dari
langkah
menghancurkan
permulaan, atau
memblok
mengikat
radikal
langkah bebas,
penghambatan katalis atau stabilisasi hidroperoksid (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Antioksidan dapat menetralkan (scavenge) bentuk oksigen aktif yang terlibat dalam langkah permulaan oksidasi, atau dapat menghentikan reaksi oksidasi beruntun dengan cara bereaksi dengan fatty acid peroxy radicals untuk membentuk radikal antioksidan yang stabil yang tidak terlalu reaktif untuk reaksi selanjutnya atau membentuk produk-produk non radikal (Howell dan Saeed, 1999). Antioksidan dalam keadaan tertentu juga dapat menjadi prooksidan sehingga mempunyai efek negatif dengan menyebabkan oksidasi di dalam tubuh. Beberapa antioksidan yang dapat menjadi prooksidan (Howes, 2006) adalah :
28
1.
Vitamin C, E
2.
Carotenoid, β carotene
3.
Polyphenolics
4.
Gallic Acid
5.
Asam urat
6.
Human serum ultrafiltrates
7.
Teh hijau
8.
Captopril
9.
Pyridoxine, Thiamine, B1
10. Carnitine 11. Α lipoic acid (bentuk oksidasi) 12. Dihydro-lipoic acid 13. Coenzyme Q, ubiquinone 14. NAD(P)H 15. Curcumin (polyphenolic) 16. Melatonin 17. Lycopene 18. Zeaxanthin 19. Zinc
2.5.3. Jenis-jenis Antioksidan Berdasarkan mekanisme pencegahan dampak negatif oksidan, maka antioksidan dapat dibagi menjadi dua golongan (Murray, 2009), yaitu:
29
a)
Antioksidan pencegah Adalah antioksidan yang berfungsi mencegah terbentuknya radikal hidroksil, yaitu radikal yang paling berbahaya bagi tubuh. Yang termasuk ke dalam antioksidan pencegah adalah:
1.
Super Oxide Distimutase (SOD) yang ada di dalam tubuh manusia, yaitu yang berada di mitokondria (Mn SOD) dan di sitoplasma (Cu Zn SOD)
2.
Katalase (Catalase) dalam sitoplasma, dapat mengkatalisir H2O2 menjadi H2O dan O2. Komponen katalase adalah Fe.
3.
Bermacam-macam enzim peroksidase, seperti glutation peroksidase yang dapat merendam H2O2 menjadi H2O melalui sistim siklus redoks glutation
4.
Senyawa yang mengandung gugusan sulfhidril (glutation, sistein, kaptopril) dapat mencegah timbunan radikal hidroksil dengan mengkatalisir menjadi H2O.
b)
Antioksidan pemutus rantai Yaitu zat yang dapat memutuskan rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid. Antioksidan pemutus rantai dapat digolongkan menjadi: 1. Golongan antioksidan eksogen Yang termasuk ke dalam golongan eksogen yaitu vitamin C, vitamin E, betakaroten. 2. Golongan antioksidan endogen Yang termasuk golongan endogen adalah glutation, sistein.
30
Sedangkan berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi 2 kelompok (Abuja dan Albertini, 2001) yaitu: i) Antioksidan sintetik, merupakan senyawa antioksidan yang diperoleh dari hasil sintetis dalam industri secara besar-besaran. Contohnya adalah BHA (Butil Hidroksi Anisol), BHT (Butil Hidroksi Toluen), propel galat, ter-butil hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. ii) Antioksidan alami berasal dari isolasi bahan alam seperti tumbuhan, yang pada umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, asam-asam organic polifungsional juga vitamin C, vitamin E, karotenoid dan berbagai trace element (seperti Se, Zn, Cu dan Mn).
2.5.4. Polifenol Polifenol (polyphenols) adalah mikronutrien yang banyak ditemukan dalam tanaman obat. Ribuan molekul telah teridentifikasi dalam tanaman yang memiliki struktur polifenol (yaitu, adanya beberapa gugus hidroksil pada cincin-cincin aromatic). Molekul-molekul tersebut merupakan metabolit sekunder dari tanaman dan pada umumnya terlibat dalam mekanisme pertahanan terhadap radiasi ultraviolet atau agregasi dari patogen-patogen (Manach et al., 2004). Polifenol dapat dibagi dalam beberapa kelompok sebagai fungsi dari jumlah cincin fenolnya dan elemen-elemen struktural yang mengikat cincin-cincin
31
tersebut satu sama lain, yaitu sebagai kelompok asam fenolik (phenolic acid) , flavonoids, stillbenes, dan lignans (Manach et al., 2004). Polifenol telah lama dikenal memiliki beberapa peran dan efek terhadap kesehatan, antara lain sebagai antioksidan, anti alergi, anti inflamasi, anti virus, antineurodegenerasi, dan antikarsinogenik, sehingga berperan dalam pencegahan terjadinya penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular maupun penyakit kanker. Disamping itu polifenol juga berperan dalam memodulasi aktivitas berbagai enzim dan reseptor sel (Manach et al., 2004 ).
2.5.5. Flavonoid Flavonoid adalah satu kelompok senyawa polifenol yang tersebar luas dalam berbagai tanaman termasuk buah-buahan, sayuran, tanaman herbal, teh, anggur, kacang-kacangan, dan biji-bijian dalam berbagai konsentrasi (Prior, 2003 ; Manach dkk, 2004) Flavonoid dapat dibagi menjadi enam subklas yaitu flavonols, flavones, isoflavones, anthocyanidins dan flavanols (catechins dan proanthocyanidins) (Manach dkk, 2004 ; Prior, 2004). Secara invitro, senyawa flavonoid telah terbukti mempunyai efek biologis yang
sangat
kuat.
Sebagai
antioksidan,
flavonoid
dapat
menghambat
penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang produksi nitrit oksida yang dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh darah, dan juga menghambat pertumbuhan sel kanker. Disamping berpotensi sebagai antioksidan dan pembasmi radikal
32
bebas (free radical scavenger), flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, anti trombotik, anti inflamasi, anti mikroba, anti virus dan anti tumor (Prior, 2003).
2.5.6. Centella Asiatica
33
Gambar 2.3. Daun Pegagan dalam keadaan segar (Sumber Anonim, 2010) 2.5.6.1. Deskripsi Tanaman Centella Asiatica adalah tanaman herbal yang telah dikenal sejak berabadabad yang lalu. Di Brazil dikenal sebagai Cairucu Asiatico atau Gotukola atau Pegagan di Indonesia. Centella asiatica yang termasuk famili Apiaceae (Umbelliferae) berasal dari India, China, Indonesia, Australia, dan Madagaskar (Anonim, 2010) Tanaman ini telah digunakan selama berabad-abad dalam pengobatan Ayurvedic untuk mengobati beberapa penyakit, seperti insanity, asthma, leprosy, ulcers, eczema dan untuk penyembuhan luka (Brinkhaus, 2000; Pitella et al, 2009). Pegagan adalah tanaman perennial dengan ukuran 0,1 – 0,8 m. Batang pendek, percabangan batang merayap atau stolon. Daun tunggal dalam susunan roset atau spiral, 2-10 daun, bentuk ginjal, dengan pangkal yang melekuk ke dalam lebar, tepi beringgit-bergigi, 5-9 cm, tangkai daun 1-50 cm panjangnya, pada pangkal
34
berbentuk pelepah. Bunga tersusun dalam susunan payung, tunggal atau majemuk terdiri dari 2-3, berhadapan dengan daun, bertangkai 0,5-5 cm, semula tegak, kemudian membengkok ke bawah, daun pembalut 2-3, tangkai bunga sangat pendek (Anonim, 2010).
2.5.6.2. Kandungan Kimia (Shakir, 2006) - Terpenoid : triterpen, asiatikosid, sentelosid, madekasosid, brahmosid, brahminosid, asam asiatisentoat, asam madekasat, asam brahmat, asam asiatat, thankunisid, isothankunisid, asam madasiatat, asam senelat, asam betulinat, asam indosentat, centellasaponin B, C dan D.
Gambar 2.4. Struktur kimia dari Triterpenoid (Sumber : Anonim,2007)
35
- Flavonoid
: kuersetin, kaemferol, macam-macam glikosida, katekin, rutin,
naringin. - Minyak atsiri :
β-kariofilen, trans-β-farnasen, dan germakren D sebagai
komponen utama, α-pinen dan β-pinen. - Asam Amino : alanin dan serin (aminobutirat, aspartat, glutamate, histidin, lisin dan treonin). - kandungan lain : hidrokotilin (alkaloid), valerian, asam lemak (asam linoleat, asam linolenat, lignosen, asam oleat, asam palmitat, asam stearat), fitostenol, polisakarida, polyne-alkene, alkaloid, sterol, karotenoid, tannin, klorofil, pectin, garam anorganik, dll. 2.5.6.3. Kandungan nutrient pegagan (Kormin,2005)
Tabel 2.1. Kandungan Nutrien dari Pegagan
36
2.5.6.4. Aktivitas antioksidan pada Centella Asiatica Pegagan telah lama dikenal memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Kandungan poliphenol ditemukan di pegagan mulai dari daun, akar dan batang. Adanya kandungan polifenol yang tinggi pada pegagan memiliki efek antiinflamasi dan antioksidan yang kuat (Kormin, 2005). Kandungan flavonoid termasuk apigenin, kaemferol, quercetin dan rutin juga didapatkan dengan menggunakan Thin layer Chromatography (TLC). Flavonoid memiliki fungsi sebagai antioksidan primer, chelators dan superoxide anion scavengers , serta memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat dalam melawan peroxy radicals dibandingkan dengan vitamin E, vitamin C dan glutathione (Kormin, 2005). Mekanisme kerja ekstrak pegagan sebagai antioksidan dapat melalui 3 jalan berikut ini: superoxide free radical scavenging activity, inhibition of linoleic acid peroxidation and radical scavenging activity, DPPH (Vimala et al., 2003). Pegagan juga dapat mencegah kerusakan oksidatif yang ada pada beberapa kelainan neuropatologis termasuk stroke, Parkinson, dan Alzheimer serta dapat memperbaiki keadaan neurological antioksidan yang berhubungan dengan penuaan (Pitella et al., 2009). Asiaticoside yang terdapat dalam pegagan dapat meningkatkan level antioksidan pada tahap awal penyembuhan luka (Kormin, 2005).