BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses yang membawa perubahan tingkah laku peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu berdasarkan pengalaman dan latihan terus menerus. Ada beberapa pendapat para ahli tentang belajar, antara lain sebagai berikut: Belajar menurut pandangan Skiner (1958) dalam buku Makna dan Konsep Pembelajaran adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Selanjutnya menurut Gagne (1984) buku Belajar dan Pembelajaraan, belajar adalah suatu proses yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan:(1) stimulus yang berasal dari lingkungan dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Sedangkan menurut Bruner dalam buku Belajar dan Pembelajaran, belajar adalah cara-cara begaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasi informasi secara efektif. Dari berbagai pandangan sejumlah para ahli mengenai belajar, meskipun diantara para ahli tersebut ada perbedaan mengenai pengertian belajar, namun terdapat kesamaan maknanya yaitu setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan tingkah laku pada peserta didik berdasarkan pengalaman tertentu.
6
Selain dari pandangan para ahli di atas mengenai belajar, banyak sekali teori belajar menurut literature psikologi, teori tersebut bersumber dari teori atau aliran-aliran psikologi. Ada tiga rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi yaitu teori disiplin mental, teori behaviorisme, dan teori cognitive gestalt-filed. 1) Teori Disiplin Mental Teori ini berkembang tanpa dilandasi eksperimen atau bisa dikatakan teori belajar ini berdasarkan spekulatif tanpa dilandasi percobaan. Teori disiplin mental (plato, aristoteles) menganggap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplankan atau dilatih. Teori disiplin mental ini mengangap bahwa setiap individu memiliki kemampuan atau potensi-potensi individu. Dalam teori ini anak lebih banyak dilatih mengulang-ulang, menghafal sesuatu sehingga anak akan selalu ingat apa yang mereka hafal atau kerjakan karena seringnya malakukan latihan dalam bentuk ulangan-ulangan. 2) Teori Behaviorisme Dikatakan behaviorisme karena teori ini sangat menekankan tingkah laku manusia yang dapat diamati atau diukur. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan antara parangsang-jawaban atau stimulus-respon sebanyak-banyaknya. Tokoh yang sangat terkenal mengembangkan teori tersebut adalah Thorndike. Thorndike (1874-1949) mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu: 7
a) Belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut. b) Belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan. c) Belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Dari prinsip balajar diatas bisa berarti belajar akan berhasil apabila siswa dalam pembelajaran mempunyai kesiapan, banyak latihan dan ulangan dalam belajar sehingga akan mendapatkan hasil belajar yang baik. 3) Teori Gestalt Teori Gestalt menekankan pada keseluruhan. Keseluruhan dari jumlah bagian-bagian. Keseluruhan tersebut kemudian membentuk satu kesatuan yang bermakna. Menurut Gestalt dalam buku Belajar dan Pembelajaran yang dikembangkan oleh Wertheimer (1880-1943) bahwa belajar dimulai dari keseluruhan, baru kemudian kepada bagian-bagian. Teori Gestalt menganggap bahwa pemahaman merupakan inti dari belajar, dengan kata lain, belajar yang penting mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi siswa mengerti atau memperoleh pamahaman atas sesuatu yang mereka pelajari. Menurut teori Gestalt berarti belajar dimulai dari keseluruhan yang kompleks menuju hal-hal bagian yang sederhana agar mudah dimengerti. Teori ini juga lebih mengutamakan pada segi pemahaman siswa.
8
1. Unsur-Unsur Belajar Cronbach dalam Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan adanya tujuh unsur utama dalam proses belajar yaitu: a) Tujuan. Belajar dimulai karena adanya sesuatu tujuan yang ingin dicapai. b) Kesiapan. Untuk dapat melakukan perbuatan belajar dengan baik, anak atau individu perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik dan psikis, kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu, maupun penguasaan
pengetahuan
dan
kecakapan-kecakapan
yang
mendasarinya. c) Situasi. Kegiatan belajar berlangsung dalam situasi belajar. d) Interpretasi.
Dalam
menghadapi
situasi
individu
mengadakan
interpretasi yaitu melihat diantara komponen-komponen situasi belajar,
melihat
makna
dari
hubungan
tersebut
dan
menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan. e) Respon. Berpegang kepada hasil dari interpretasi apakah individu mungkin apa tidak mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, maka ia memberi respon. f) Konsekuensi. Setiap usaha akan membawa hasil akibat atau konsekuensi entah itu keberhasilan atau kegagalan, demikian juga respon atau usaha belajar siswa.
9
g) Reaksi terhadap kegagalan. Reaksi siswa terhadap kegagalan dalam belajar bermacam-macam. Kegagalan bisa menurunkan semangat siswa, tetapi bisa juga sebaliknya kegagalan bisa membangkitkan semangat berlipat untuk menembus menutupi kegagalan tersebut. B. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah antara guru dan peserta didik, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau siswa. Konsep pembelajaran menirut Corey (1986:195) dalam buku Makna dan Konsep Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Selanjutnya pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) dalam buku yang sama adalah adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Sedangkan menurut Fontana (1981:147), pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dari beberapa pengertian pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang terprogram yang didalamnya terdapat interaksi antara guru dan peserra didik secara disengaja. Dalam pembelajaran terdapat dua karakteristik yaitu:
10
a. Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam berpikir. b. Dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan yang mereka peroleh. Dunkin dan Biddle dalam buku Makna dan Konsep Pembelajaran mengatakan, proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik, jika pendidik mempunyai kompetensi yaitu: (1) kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi (2) kompetensi metodologi. Kompetensi di atas bisa diartikan, jika seorang guru menguasai materi pelajaran, maka diharuskannya juga menguasai metode pengajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan juga mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu memahami karakteristik peserta didik. Jika seorang guru tidak menguasai metode dalam pembelajaran, maka penyampaian materipun tidak akan maksimal. Kegiatan pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan kegiatan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara metodologis berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara pedagogis terjadi pada diri peserta didik.
11
Pembelajaran tidak terjadi seketika saja, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembalajaran. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasikan materi pelajaran, menyampaikan materi pelajaran dan mengelola pembelajaran. Lindgren menyebutkan bahwa fokus sistem pembalajaran mencakup tiga aspek yaitu: a) Siswa. Siswa merupakan faktor yang paling penting sebab tanpa siswa tidak akan ada proses belajar. b) Proses belajar. Proses belajar adalah apa saja yang dihayati siswa apabila mereka belajar, bukan apa saja yang harus dilakukan pendidik untuk membelajarkan materi pelajaran melainkan apa yang akan dilakukan siswa untuk mempelajarinya. c) Sistem belajar. Sistem belajar adalah lingkungan tempat terjadinya proses belajar dan semua faktor yang mempengaruhi siswa atau proses belajar seperti pendidik, kelas dan interaksi didalamnya. C. Hasil Belajar Dengan berakhirnya suatu proses belajar mengajar, maka siswa memperoleh hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Gagne (1985) menyebutkan ada lima macam hasil belajar, diantaranya sebagai berikut:
12
1. Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan oleh guru di sekolah. 2. Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing indivudu dalam memperhatikan, mengingat, dan berpikir. 3. Informasi verbal, yaitu kemampuan mendeskripsikan sesuatu dengan katakata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan. 4. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanankan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. 5. Sikap, yaitu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi, keprecayaan-kepercayaan, serta faktor intelektual. Dari lima macam hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar itu mencakup pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep, dan pembentukan sikap dan perbuatan.
D. Karakteristik Matematika Ada beberapa karakteristik matematika antara lain: 1. Matematika sebagai alat, matematika dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
13
2. Matematika sebagai pola berpikir deduktif artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenaran apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum). 3. Matematika bersifat hierarkis dan terstruktur, maka dalam matematika tidak boleh terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan artinya perlu mendahulukan belajar tentang konsep. Setiap mata pelajaran memiliki tujuan, begitu juga dengan matematika. Diantara tujuan matematika kelas V yang ada kurikulum KTSP adalah memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memecahkan masalah, merancang model matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Selain itu tujuan matematika adalah agar siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran/materi pelajaran, dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan pembelajaran dari bahan/ materi tersebut yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar dianggap berhasil adalah hal-hal berikut: 1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. 2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok. 14
Namun demikian, yang banyak dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap. Prestasi belajar matematika tidak lain adalah merupakan hasil akhir dari proses belajar matematika. Sebagai perwujudan dari segala upaya yang telah dilakukan selama berlangsung proses tersebut. Hasil belajar yang dicapai setelah terjadi proses belajar adalah merupakan bukti dari proses belajar itu sendiri yang terwujud dalam bentuk nilai. Daya serap terwujud dalam bentuk nilai. Nilai inilah yang dijadikan sebagai ukuran prestasi belajar, Slameto (1998) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam bidang tertentu dan untuk memperolehnya menggunakan test standar sebagai pengukuran keberhasilan seorang siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran matematika yang diukur dengan menggunakan tes standar.
E. Konsep Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan.
15
Bangun ruang terdiri dari bidang alas dan tebal atau tinggi. Konsep dasar dari sebuah volume bangun ruang dapat kita tentukan dengan luas alas sebuah bangun ruang dikalikan dengan tingginya. Volume kubus merupakan bangun ruang yang memiliki ukuran rusuk atau panjang ruas garis yang sama di semua permukaan bidangnya. Kubus dapat dikembangkan menjadi volume bangun ruang lainnya. Sehingga kubus begitu istimewa. Alas kubus merupakan bidang datar persegi. Kubus meniliki unsur-unsur sebagai berikut: a) Sisi/bidang. Sisi kubus adalah bidang yang membatasi kubus. Kubus memiliki 6 buah sisi yang semuanya berbentuk persegi. b) Rusuk. Rusuk adalah garis potong antara dua sisi bidang kubus dan telihat seperti kerangka yang menyusun kubus. c) Titik sudut. Titik sudut adalah titik potong antara dua rusuk. Kubus memiliki 8 buah titik sudut. d) Diagonal
bidang.
Diagonal
bidang
adalah
suatu
garis
yang
menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu sisi atau bidang. e) Diagonal ruang. Diagonal ruang adalah suatu garis yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang. f) Bidang diagonal. Bidang diagonal adalah diagonal bidang beserta dua rusuk yang sejajar membentuk suatu bidang di dalam ruang kubus.
16
Sifat-sifat kubus: a) Semua sisi kubus berbentuk persegi b) Semua rusuk kubus berukuran sama panjang c) Setiap diagonal bidang pada kubus memiliki ukuran yang sama panjang d) Setiap diagonal ruang pada kubus memiliki ukuran yang sama panjang e) Setiap bidang diagonal pada kubus memiliki bentuk persegi panjang. Balok merupakan bangun ruang yang dibatasi enam bidang sisi berbentuk persegi panjang atau gabungan persegi dan persegi dan persegi panjang. Balok memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a) Sisi/bidang yaitu bidang yang membatasi balok. Balok memiliki 6 buah sisi yang berbentuk persegi panjang. b) Rusuk yaitu garis potong antara dua sisi bidang balok dan terlihat seperti kerangka yang menyusun balok. c) Titik sudut yaitu titik potong antara dua rusuk. Balok memiliki 8 buah titik sudut. d) Diagonal bidang yaitu garis yang melintang antara dua titik sudut yang saling berhadapan pada satu bidang. e) Diagonal ruang garis yang melintang antara dua titik sudut yang saling berhadapan pada satu ruang.
17
f) Bidang diagonal yaitu dua buah diagonal bidang yang sejajar. Sifat-sifat balok antara lain: a) Semua sisi berbentuk persegi panjang b) Rusuk-rusuk yang sejajar memiliki ukuran sama panjang c) Setiap diagonal bidang pada sisi yang berhadapan memiliki ukuran yang sama panjang. d) Setiap diagonal ruang pada balok memiliki ukuran yang sama panjang. e) Setiap diagonal bidang pada balok memiliki bentuk persegi panjang. F. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Ada beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif menurut beberapa ahli, antara lain: Menurut Davidson & Kroll (1991; 262) menyatakan bahwa pengertian pembelajaran kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ide – ide dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah dalam tugas mereka. Dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran dilaksanakan dengan membagi siswa ke dalam kelompok kecil agar siswa mampu bekerja sama, berbagi pendapat dalam mencari solusi untuk pemecahan masalah belajar yang ditugaskan pada kelompok mereka. Dengan demikian siswa akan belajar bersosialisasi secara positif karena diberikan tanggung jawab sebagai anggota kelompok. Otomatis siswa akan lebih terfokus untuk menyelesaikan masalah
18
dari pada melakukan hal – hal yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran. Slavin (1995) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam pengertian kedua, pembelajaran kooperatif mengharuskan pada penggunaan kelompok kecil ketika terjadi proses pembelajaran agar siswa bekerja sama untuk memperoleh kondisi belajar yang maksimal dalam mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini untuk mencapai tujuan belajar maka harus diciptakan terlebih dahulu kondisi belajar yang efektif. Sedangkan menurut Zaenurie, model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap kelompok mempunyai kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kerja kesetaraan gender. Sedangkan menurut pengertian ke tiga, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilaksanakan secara kelompok, namun setiap kelompok mempunyai kemampuan yang berbeda (tinggi, sedang dan rendah), bila disuatu ras terdapat berbeda – beda ras, budaya, suku, agama, maka siswapun dikelompokan secara heterogen, tidak dalam satu ras, budaya, suku dan agama. Sehingga siswa dalam satu kelompok merasa diberi pembagian kelompok yang adil, tidak yang pintar semua, dan dengan pencampuran antara ras, budaya, suku
19
dan agama siswa tidak membeda – bedakan teman. Mereka dapat mengambil hikmah bergaul dan mempunyai tujuan yang sama untuk menyelesaikan masalah. Jadi, dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja dalam suatu tim dengan perbedaan intelegensi, jenis kelamin, budaya, ras, agama dan suku, untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk tujuan bersama. Hal ini memungkinkan saling mendorong untuk sukses dalam kelompok dengan bekerja sama secara kolaboratif agar tercapai tujuan bersama. Siswa dapat mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesamanya yang sangat bermanfaat bagi kehidupan diluar sekolah yang akan menyebabkan siswa aktif untuk bersosialisasi positif di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Prinsip-prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. 2. Setiap anggota (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompoknya mempunyai tujuan yang sama. 3. Setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 4. Setiap anggota kelompok ( siswa) akan dikenakan evaluasi.
20
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta pretanggung jawaban secara individual atas materi yang ditangani dalam kelompok. Dengan pembelajaran kooperatif siswa akan belajar bertanggung jawab, memiliki rasa adil diantara kelompoknya, belajar untuk jadi seorang pemimpin dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam hal ini siswa tidak mengedepankan kepentingan individu akan tetapi kepentingan bersama yang ingin dicapai. Sebab model pembelajaran kooperatif selain unggul dalam membantu siswa untuk
memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat
berguna untuk membantu siswa menumbuhkan semangat kerja sama. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Bila memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda. 4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok dari pada individu. Dari ciri-ciri yang telah diuraikan, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dilaksanakan secara kelompok dengan kemampuan yang berbeda-beda baik dari segi intelektual maupun ras, suku jenis kelamin dan budaya yang heterogen. Pengelompokan seperti ini sangat bagus agar kelompok
21
– kelompok tersebut tidak berat sebelah dan siswa merasa diperlakukan secara adil. Hal ini juga akan memicu interaksi yang positif. Sehingga dalam kelompok siswa yang kemampuannya rendah dan sedang akan terbantu oleh siswa yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Siswa yang memiliki kemampuan rendah dan sedang akan belajar keras karena memiliki tanggung jawab terhadap kelompok. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi pun akan dibantu oleh siswa yang memiliki kemampuan sedang dan rendah sesuai kemampuannya karena pasti merekapun mempunyai kemampuan. Dengan demikian terbentuklah interaksi yang positif antar siswa selama proses pembelajaran. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif : 1. Fase tingkah laku Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. 2. Fase menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan. 3. Fase mengorganisasikan siswa Mengorganisasikan
siswa didalam
kelompok
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
belajar
yaitu
guru
membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
22
4. Fase membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas. 5. Fase evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. 6. Fase memberi penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai baik hasil belajar individu maupun kelompok.
G. Model Cooperative Learning Dengan Tipe NHT Salah satu model Cooperative Learning adalah dengan tipe NHT (Number Head Together). NHT adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Kagan (1993) yang melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pembelajaran. Model ini merupakan salah satu dari banyak model cooperative learning
atau variasi
karena tipe NHT salah satu variasi atau model
cooperative learning, maka semua prinsip dasar cooperative learning melekat pada tipe ini, ini berarti dalam tipe NHT ada saling ketergantungan positif antar siswa, ada tanggung jawab perorangan, serta ada komunikasi antar anggota kelompok.
23
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dibagi dalam kelompok berdasarkan nomor yang sama kemudian setelah dikelompokan, diarahkan
untuk
membagi
kedalam
nomor-nomor
secara
berurutan.
Pembelajaran kooperatif ini merujuk pada pandangan konstruktivisme yang memuat pemahaman bahwa siswa telah mempunyai pengetahuan awal tinggal diarahkan untuk memahami dan mengembangkan konsep yang telah mereka miliki. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut: 1. Semua siswa menjadi siap semua. 2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa memiliki tanggung jawab terhadap kelompok sehingga semua siswa menjadi siap dan sungguhsungguh dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini ketidakseriusan siswa bisa diminimalisir. Siswa yang kemampuannya kurang dapat diajari oleh siswa yang pandai. Sehingga pembelajaran dapat menjadi bermakna karena berjalan secara efektif. Namun demikian dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT selain mempunyai kelebihan, tipe ini juga mempunyai kelemahan. Kelemahan dalam tipe ini antara lain : 1. Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama.
24
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. Model pembelajaran tipe NHT tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama oleh karena itu guru harus pandai menempatkan model ini yang cocok dengan jumlah siswa. Selain itu tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. Namun demikian, siswa akan siap semua karena merasa memiliki tanggung jawab kelompok. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang terdiri dari 6 langkah sebagai berikut : 1. Penomoran (Numbering) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan diberi nomor. Sehingga tiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda. Pemberian nomor pada siswa dalam satu kelompok disesuaikan dengan banyaknya siswa dalam kelompok itu. Dalam pembagian tim, hendaknya setiap tim terdiri dari siswa dengan kemampuan yang bervariasi : satu orang kemampuan tinggi, 2 orang kemampuan sedang, dan satu orang berkemampuan rendah. Disini ketergantungan positif yang dikembangkan, dan yang kurang terbantu oleh orang lain yang berkemampuan tinggi bersedia membantu, meskipun mereka tidak di panggil untuk menjawab. Bantuan yang diberikan dengan motivasi tanggung jawab atau nama baik kelompok, yang paling lemah diharapkan antusias dalam memahami permasalahan dan jawabannya karena mereka merasa merekalah yang akan ditunjuk guru untuk menjawab.
25
2. Pemberian tugas Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. 3. Berpikir Bersama (Head Together) Siswa berpikir bersama menyatukan pendapatnya dan meyakinkan bahwa tiap anggota dalam kelompoknya telah mengetahui jawaban tersebut. 4. Pemberian jawaban (Answering) Guru memanggil satu nomor tertentu, dan nomor yang dipanggil memberikan jawaban hasil kerja samanya. 5. Pemberian Tanggapan Tanggapan dari kelompok lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. 6. Kesimpulan Guru dan murid membuat kesimpulan. Dalam cooperative learning tipe NHT ini akan memudahkan siswa menerima materi pelajaran akibat berpikir bersama (head together). Siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna serta dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Pada pembelajaran kooperatif tipe NHT aktivitas belajar lebih banyak berpusat pada siswa, dalam proses diskusi dan kerja kelompok guru hanya berfungsi sebagai fasilitator dan interaksi antara siswa dengan guru maupun antar siswa membuat proses berpikir siswa lebih optimal dan siswa mengkontruksi ilmu yang dipelajarinya menjadi pengetahuan yang akan bermakna dan tersimpan dalam ingatannya. Hal ini bisa memupuk minat dan
26
perhatian siswa dalam pelajaran matematika, yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan prestasinya.
27