9
BAB II KAJIAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Jasa Kotler dan Armstrong (2010) menyatakan bahwa “Jasa adalah segala aktivitas dan berbagai kegiatan atau manfaat yang ditawarkan untuk dijual oleh suatu pihak kepada pihak lain yang secara esensial jasa ini tidak berwujud dan tidak menghasilkan perpindahan kepemilikan atas apapun“. Selanjutnya Zeithaml dan Bitner dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2011), menyatakan bahwa “Jasa adalah semua kegiatan ekonomi yang menghasilkan output tidak berupa produk fisik atau kontruksi yang secara umum dikonsumsi pada saat diproduksi, dan memberi nilai tambah dalam bentuk (seperti kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan)”. Pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi pelanggan. Sementara perusahaan yang memberikan operasi jasa adalah mereka yang memberikan pelanggan produk jasa baik yang berwujud atau tidak berwujud, seperti transportasi, hiburan, restoran dan pendidikan.
10
Berdasarkan definisi jasa di atas, bahwa di dalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pemberi jasa dan pihak pelanggan, meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadari. Jasa bukan merupakan barang yang berwujud melainkan suatu proses atau aktivitas yang tidak berwujud Menurut Kotler dan Armstrong (2010), terdapat empat karakteristik jasa yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Tidak Berwujud (Intangibility) Jasa berbeda dengan hasil produksi perusahaan. Jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Benda atau barang yang kita beli atau yang kita gunakan sehari-hari adalah sebuah objek, sebuah alat atau sebuah benda, sedangkan jasa merupakan perbuatan, penampilan atau sebuah usaha. Bila kita membeli barang maka barang tersebut dipakai atau ditempatkan di suatu tempat. Tetapi bila membeli jasa maka pada umumnya tidak ada wujudnya. Bila uang dibayar untuk beli jasa, maka pembeli tidak akan memperoleh tambahan benda yang dapat dibawa ke rumah. Walaupun penampilan jasa diwakili oleh wujud tertentu. 2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparability) Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjualan dan baru kemudian dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara serentak. 3. Keberagaman (Variability)
11
Jasa sangat bervariasi karena tergantung pada siapa yang menyediakan dan kapan serta dimana jasa itu dilakukan. Tidak Tahan Lama (Perishability) Jasa tidak dapat disimpan. 2.1.2 Persepsi Persepsi merupakan salah satu dari berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk. Biasanya konsumen yang termotivasi tentang suatu produk telah siap untuk melakukan pembelian. Namun, bagaimana seseorang bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi tertentu. Proses persepsi merupakan serangkaian kegiatan yang melalui beberapa tahapan terlebih dahulu. Berikut ini sebuah model tahapan dari proses persepsi individu yang dikemukakan oleh Sutisna (2002:62):
GAMBAR 2.1 Stimuli TahapanSen Proses Persepsi Pemberia Penglihat sasi n arti an Suara Indra Perh Interpr Bau pene atian etasi Rasa rima Teksture
Tanggap an Perse psi
12
Sumber: Sutisna (2002:62)
Model ini menekankan bahwa persepsi secara substansial bisa saja berbeda dengan realitas. Apakah persepsi individu terhadap suatu situasi benar/tidaknya realitas yang mampu membuktikan itu. Bagaimana individu-individu mungkin memandang satu benda yang sama dengan yang berbeda, faktor-faktor berikut menjelaskan bahwa pihak pelaku persepsi (perceiver), dalam objeknya atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi itu dilakukan akan dapat mempengaruhi terbentuknya suatu persepsi. Seperti yang akan dijelaskan dibawah ini, menurut Robbins (2006:89): 1
Pelaku Persepsi Bila seorang individu memandang pada satu obyek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi ke perilaku persepsi individu itu. Diantara karakteristik pribadi yang lebih relevan yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan (expectation).
2. Target dan Obyek
13
Karakteristik dari target yang akan diamati dapat dipengaruhi apa yang dipersepsikan gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target membentuk cara kita memandangnya. Karena target tidak dipandang dalam keadaan tersolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau mirip. 3. Situasi Penting bagi kita melihat konteks obyek atau pariwisata. Unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita. Waktu adalah di mana suatu obyek atau peristiwa itu dilihat agar dapat mempengaruhi perhatian, seperti juga lokasi, cahaya, panas, atau setiap jumlah faktor situasional.
Faktor dalam persepsi Sikap Motif Pengalaman Pengharapan Faktor dalam situasi Persepsi Gambar 2.2 Waktu Keadaan / tempat Faktor yang kerja Mempengaruhi Persepsi Keadaan sosial Faktor pada target Hal baru Gerakan Bunyi Ukuran latar belakang kedekatan
14
Sumber: Robbins (2006:89)
2.1.3
Persepsi Kualitas Pengajar Mandaru (2005 : 119), “ mengatakan kualitas seorang pengajar harus
menjadi prioritas dalam upaya mengembangkan sebuah pola pendidikan yang efektif ”. Diantara pendidik setuju bahwa kualitas pengajar adalah yang paling penting di dunia pendidikan terkait factor yang mempengaruhi prestasi belajar (Gabriel, 2005; Izumi & Evers, 2002; Rice, 2003; Stronge,Gareis, & Little, 2006). Kualitas seorang pengajar ditandai dengan tingkat kecerdasan, ketangkasan, dedikasi, dan loyalitas yang tinggi serta iklas dalam memajukan pendidikan mencerdaskan anak didik. Kualitas tenaga pengajar adalah bagian penting dari proses belajar - mengajar yang merupakan tujuan dari suatu organisasi
15
pendidikan. Kualitas seorang pengajar terhadap mutu pendidikan yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seorang pengajar yang diberikan kepada anak didiknya yang diharapakan mampu meningkatkan kualitas kelulusan, baik dalam kualitas pribadi, moral, pengetahuan maupun kompetensi kerja. Persepsi kualitas pengajar didefinisikan secara operasional adalah suatu proses pengamatan dan menyimpulkan sejauh mana kemampuan guru dalam menjalankan perannya sebagai sumber belajar, fasilitator, pembimbing dan motivator yang selalu dinantikan oleh siswa dalam menyampaikan materi pelajaran dan mencapai tujuan pengajaran. Seorang pengajar yang efektif adalah seorang pengajar yang mengetahui dengan baik tentang subjek yang diajarkan, penuh perhatian terhadap muridnya, memperlakukan siswa dengan baik, menghargai setiap siswa, serta bertanggung jawab atas sepenuhnya terhadap keberhasilan belajar para muridnya untuk mrncapai prestasi yang baik. Terdapat dua set kualitas yang mencirikan seorang guru profesional yang sukses , yaitu karakter profesional dan kompetensi profesional (Whitty, 1996, p.89-90). Karakter profesional meliputi nilai profesional, perkembangan personal dan profesional, komunikasi dan hubungan serta perpaduan dan penerapan. Kompetensi profesional meliputi pengetahuan dan pengertian terhadap siswa dan pembelajarannya, pengetahuan subyek, kurikulum, sistem pendidikan dan peran guru. Disisi lain, Medley and Shannon (1994) meyakini bahwa ada tiga dimensi dari kualitas pengajar:
16
1. Efektifitas pengajar (tingkatan guru mencapai efek yang diinginkan siswa). Kompetensi pengajar meliputi tiga komponen utama; kemampuan antar-perseorangan, prosedur kelas, dan pengetahuan subyek. Komponen pertama terdiri dari bagian-bagian yang dapat dihubungkan dengan kompetensi sosial. Konsep ini sesuai dengan konsekuensinya mencakup kemampuan pengajar untuk berkomunikasi dengan siswa, pendekatan positif terhadap siswa, memahami kesulitan pembelajaran siswa, mengenali siswa secara individu, menjadi seorang yang dapat dipercaya. 2. Kompetensi pengajar ( tingkatan guru yang memiliki pengetahuan dan kemampuan). Kompetensi kedua ini meliputi yang dalam istilah umum disebut kemampuan mendidik. Seperti kemampuan untuk mengorganisir dan mendidik dalam cara yang menarik dan fleksibel, menggunakan metode pengajaran yang baik. Meskipun rasa percaya diri dan konsep diri seorang siswa bergantung pada banyak kondisi latar belakang sama halnya dengan pengalaman sekolahnya sebelumnya, pemahaman kita adalah bahwa kompetensi pengajar yang tinggi dapat mengarahkan pada perkembangan positif siswa secara individu. Sebaliknya, seorang pengajar yang tidak kompeten dapat dengan buruk mempengaruhi tingkah laku siswa terhadap pembelajaran serta merendahkan konsep diri mereka. 3. Performa pengajar (cara pengajar berkelakuan baik dalam proses pengajaran). Komponen ketiga berhubungan dengan pengetahuan subyek yang dimiliki pengajar dan kemampuan mereka untuk susunan isi. Komponen yang berbeda ini dinilai secara alamiah salik berkaitan. 2.1.4
Persepsi Kualitas Pelayanan
17
Menurut Olsen dan Wyckoff (dalam Yamit, 2010: 22) definisi secara umum dari kualitas jasa pelayanan adalah perbandingan antara harapan konsumen dengan kinerja kualitas pelayanan. Collier dalam Yamit (2010, 22) memiliki pandangan lain dari kualitas jasa pelayanan ini, yaitu lebih menekankan pada kata pelanggan, pelayanan, kualitas dan level atau tingkat. Pelayanan terbaik pada pelanggan (excelent) dan tingkat kualitas pelayanan merupakan cara terbaik yang konsisten untuk dapat mempertemukan harapan konsumen (standar pelayanan eksternal dan biaya) dan sistem kinerja cara pelayanan (standar pelayanan internal, biaya dan keuntungan). Pelayanan terbaik pada pelanggan dan tingkat kualitas dapat di capai secara konsisten dengan memperbaiki pelayanan dan memberikan perhatian khusus pada standar kinerja pelayanan baik standar pelayanan internal maupun standar pelayanan eksternal. Beberapa pengertian yang terkait dalam definisi kualitas jasa pelayanan adalah: 1) Excellent adalah standar kinerja pelayanan yang diperoleh 2) Customer adalah perorangan, kelompok, departemen atau perusahaan yang menerima, membayar output pelayanan (jasa dan sistem) 3) Service adalah kegitan utama atau pelengkap yang tidak secra langusung terlibat dalam proses pembuatan produk, tetapi lebih menekankan pada transaksi antara pembeli dan penjual. 4) Quality adalah sesuatu yang secara khusus dapat di raba atau tidak dapat di raba dan sifat yang di miliki produk atau jasa.
18
5) Levels adalah suatu pernyataan atas sistem yang digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi. 6) Consistent adalah tidak memiliki variasi dan semua pelayanan berjalan sesuai standar yang di tetapkan. 7) Delivery adalah memberikan pelayana yang benar dengan cara yang benar dan dalam waktu yang tepat. Russel (2005) mengungkapkan bahwa tujuan penting bagi lembaga pendidikan adalah memberikan kualitas pelayanan yang dirasakan kepada siswa. Tanggung jawab paling penting untuk mengelola semua aspek layanan mereka kepada siswa adalah dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan yang dirasakan siswa (helgesen 2006). Schertzer and Schertzer (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan kepuasan siswa adalah persepsi positif kualitas pelayanan. Apabila persepsi kualitas pelayanan sudah positif dari siswa sehingga dapat menambah nilai lembaga bimbingan belajar tersebut. Zeitham, Berry dan Parasuratman (2010:10) telah melakukan penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasi dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima karakteristik kualitas pelayanan itu adalah : 1. Tangibles (bukti langsung) yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. 2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.
19
3. Responsivevess (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimilik oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan. 5. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan. 2.1.5
Persepsi Fasilitas Belajar Menurut Sulastiyono (1999:27) yang dimaksud dengan fasilitas adalah
penyediaan perlengkapan-perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada para pemakai dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya atau kegiatankegiatannya, sehingga segala kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan baik. Dimensi fasilitas dikaitkan dengan aksesibilitas fasilitas fisik yang melindungi kegiatan akademik dan non akademik. Berdasarkan berbagai penelitian, dimensi ini disebutkan sebagai bukti fisik, ciri-ciri fisik, dan masalah fisik. Selain itu ada penelitian yang memodifikasi dimensi ini untuk beberapa dimensi tertentu yang dikenal sebagai entertaining facilities, dan computing facilities (Athiyaman 1997, Ford, Joseph et al. 1999, Sohail and Shaikh 2004). Berdasarkan penelitian dari Sohail dan Shaikh (2004). Fasilitas fisik dari lembaga pendidikan terdiri dari pencahayaan dari ruang kelas, gedung, penampilan gedung, desain ruang gedung, kebersihan, dan kenyamanan ruang kelas dan ruang belajar. Dua studi yang dilakukan oleh Leblanc dan Nguyem (1997) dan Sohail dan
20
Shaikh (2004), siswa secara keseluruhan kualitas pelayanan yang dirasakan siswa dapat dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam mengakses fasilitas yang ditawarkan lembaga pendidikan tersebut. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh lembaga pendidikan seperti sekolah, universitas maupun tempat kursus sebaiknya merupakan fasilitas yang dapat menunjang kegiatan belajar-mengajar agar dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal dimana sarana tersebut dapat digunakan oleh guru untuk mengajar dan digunakan oleh siswa untuk belajar maupun melakukan kegiatan lainnya yang berguna sebagai sarana mengembangkan bakat dan kemampuan siswa. Jenisjenis fasilitas itu antara lain dapat berupa perpustakaan, laboratorium, pusat computer dan internet, program pendidikan bahasa, kantor yang melayani para alumni dan sebagainya. Fasilitas belajar mempunyai fungsi yang cukup penting dalam kegiatan belajar. Dengan adanya fasilitas belajar, maka kegiatan belajar akan menjadi lebih mudah dan dapat berjalan dengan baik tanpa adanyahambatan dalam belajar. Menurut Mudhoffir (1992)“ fungsi fasilitas belajar adalah untuk menunjang dan menggalakan kegiatan program pusat sumber belajar agar semua kegiatan tersebut dapat berjalan dengan efisien”. Adanya fasilitas yang baik, sumber-sumber belajar seolah-olah memiliki kekuatan.Semua peralatan dapat berdaya gunadan siswa semakin rajin serta akantekun belajar dengan fasilitas yang ada. 2.1.6
Persepsi Harga Harga adalah nilai pertukaran atas manfaat suatu produk (bagi konsumen
maupun bagi produsen) yang umumnya dinyatakan dalam satuan moneter. Harga
21
terbentuk dari kompetensi produk untuk memenuhi tujuan kedua belah pihak, produsen dan konsumen. Produsen memandang harga adalah sebagai nilai barang yang mampu memberikan manfaat keuntungan diatas biaya produksi sedangkan konsumen memandang harga adalah sebagai nilai barang yang mampu memberikan manfaat atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Menurut Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh Bob Sabran (2009:67), harga adalah salah satu elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, elemen lain menghasilkan biaya. Harga merupakan elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan, fitur produk, saluran, dan bahkan komunikasi membutuhkan banyak waktu. Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008:345), harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk dan jasa atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa. Dari definisi tersebut menjelaskan bahwa harga adalah unsur penting dalam sebuah perusahaan dimana dengan adanya harga maka perusahaan akan mendapatkan income bagi keberlangsungan perusahaan. Selain itu, harga juga merupakan alat yang nantinya dijadikan proses pertukaran terhadap suatu barang atau jasa oleh konsumen. Harga seringkali digunakan sebagai indicator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu bang atau jasa (tjiptono,2002). Nilai (value) dapat didefinisikan antara manfaat yang dirasakan terhadap harga yang dirumuskan sebagai berikut:
22
Nilai=
Manfaat yang dirasakan Harga
Pelanggan menjadikan harga sebagai indicator kualitas suatu produk. Jika harga mahal, semestinya kualitas produk tersebut baik, sebaliknya juka harga murah kualitasnya dipersepsikan buruk (Rahman, 2007:76). Murah atau mahalnya harga suatu produksangat relative sifatnya. Untuk mengatakan terlebih dahulu dibandingkan dengan harga produk serupa yang diproduksi atau dijual perusahaan lain. Dengan demikian penilaian terhadap harga suatu produk dikatakan murah, mahal atau biasa saja, dari setiap individu tidaklah sama, karena tergantung persepsi individu yang dilatarbelakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu. Persepsi mengenai harga adalah bagaimana konsumen memandang harga tertentu. Tinggi, rendah, wajar yang mempunyai pengaruh kuat terhadap maksud membeli dan kepuasan membeli (Schiffman Kanuk, 2008:160). Lichtenstein, Ridgway & Natemayer (1993,234) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa harga menjadi salah satu isyarat paling dominan dalam pemasaran, hal tersebut karena harga ada pada semua situasi embelian. Harga juga merupakan salah satu isyarat yang digunakan oleh konsumen dalam proses persepsi dimana harga akan mempengaruhi penilaian konsumen tentang suatu produk (Monroe, 1990:45) dalam leliana & suryandari, 2004. Selanjutnya Leliana & Suryandari mengemukakan bahwa dalam memandang suatu harga konsumen mempunyai beberapa pandangan yang berbeda. Harga ditetapkan diatas harga pesaing akan dipandang mencerminkan
23
kualitas yang lebih baik atau mungkin juga harga dipandang terlalu mahal, sementara harga yang ditetapkan dibawah harga produk pesaing akan dipandang sebagai produk yang murah atau dipandang sebagai produk yang berkualitas rendah. Menurut Lichtenstein, Ridgeway & Natemayer dalam Budiadi (2009) terdapat tujuh konsepsi yang berhubungan dengan interpretasi dan persepsi harga lima diantara tujuh konsepsi tersebut mempengaruhi secara negative probabilitas pembelian dengan semakin tingginya harga dan disebut sebagai “peran negative”, kelima konsep yang memliki peran tersebut adalah 1) Price consciousness (kesadaran harga) Maksud kesadaran harga disini adalah kesadaran konsumen akan pentingnya harga yang rendah dalam membeli produk. Semakin rendah, semakin dipilih sesuai dengan preferensi terhadap harga rendah 2) Value consciousness (keadaran nilai fisik produk) Merupakan kesadaran konsumen akan pentingnya nilai produk yang diukur dari harga terhadap wujud/fisiknya. Semakin rendah harga maka dianggap semakin tinggi nilai produk tersebut sehinggal lebih dipilih. 3) Coupon proneness Peningkatan kecenderungan untuk menanggapi tawaran pembelian karena bentuk kupon dari penawaran pembelian secara positif mempengaruhi evaluasi pembelian 4) Sale proneness (potongan harga) Merupakan peningkatan kecenderungan untuk menanggapi penawaran pembelian karena bentuk penjualan dimana harga tersebut disajikan secara positif mempengaruhi evaluasi pembelian. Variable ini berkaitan dengan persepsi konsumen mengenai produk-produk yang ditawarkan dalam
24
potongan harga. Potongan harga dianggap menguntungkan karena harganya lebih rendah dari harga semestinya. 5) Price mavenism Sejauh mana seseorang menjadi sumber untuk informasi harga untuk berbagai jenis produk dan tempat untuk berbelanja untuk harga terendah, memulai diskusi dengan konsumen, dari menanggapi permintaan dari konsumen untuk informasi harga pasar. Sedangakan dua konsep lainnya memiliki peran positif yaitu: 6) Price quality scheme (skema harga – kualitas) Hubungan harga - kualitas berkaitan dengan anggapan bahwa harga sebanding dengan kualitas produknya. Semakin tinggi harga semakin dipilih, karena dianggap mencerminkan kualitasnya yang semakin bagus. 7) Prestige sensitivity (harga prestis) Hubungan harga dan prestis berkaitan dengan anggapan bahwa produk yang dibeli menunjukan status atau gengsi. Semakin tinggi harga akan semakin dipilih karena dianggap semakin memberikan prestis. 2.1.7
Persepsi Nilai Kotler dan Keller (2009: 14) menyatakan bahwa nilai pelanggan
merupakan kombinasi kualitas, pelayanan, harga dari suatu penawaran produk. Nilai terhantar pada pelanggan adalah selisih antara jumlah nilai bagi pelanggan dan jumlah biaya dari pelanggan, dan jumlah nilai bagi pelanggan adalah sekelompok keuntungan yang diharapkan pelanggan dari barang atau jasa tertentu. Menurut Kotler dan Amstrong (2010, p37), persepsi nilai adalah evaluasi pelanggan mengenai perbedaan antara seluruh keuntungan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan relatif berdasarkan tawaran-tawaran yang bersaing. Menurut Kotler dan Keller (2009:173) persepsi nilai adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat ekonomis, fungsional dan psikologis
25
yang diharapkan oleh pelanggan atas tawaran tertentu. Menurut kotler persepsi nilai adalah selisih antara total customer value (jumlah nilai bagi pelanggan) dan total customer cost (biaya total bagi pelanggan). Total customer value adalah kumpulan manfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Total customer cost adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan akan terjadi mengevaluasi, memperoleh dan mempergunakan produk atau jasa tersebut. Perceived value pelanggan adalah keseluruhan penilaian pelanggan terhadap kegunaan suatu produk atas apa yang diterima dan yang diberikan oleh produk itu. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perceived value pelanggan merupakan penilaian pelanggan yang dilakukan dengan cara membandingkan antara manfaat yang akan diterima dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh sebuah produk/jasa. Namun demikian perceived value pelanggan dapat juga berarti usaha pelanggan membandingkan produk/jasa dari perusahaan tertentu dengan perusahaan pesaing ditinjau dari manfaat, kualitas, harga. Pelanggan dapat merasakan bahwa nilai yang ditawarkan berbeda berdasarkan pada nilai personal, kebutuhan, preferensi dan sumber daya keuangannya. Di samping itu, persepsi terhadap nilai juga dapat berbeda sesuai dengan situasi penggunaannya. Menurut Sweeney dan Soutar (2010:8) dimensi persepsi nilai terdiri empat aspek utama:
26
1. Emotional Value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif / emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk. 2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri-sosial Pelanggan. 3. Quality/Performance Value, yaitu utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kualitas dan kinerja yang diharapkan atas produk. 4. Price/Value of Money, yakni utilitas yang didapatkan dari produk dikarenakan reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Beberapa definisi tentang Perceived Value di atas oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa persepsi nilai merupakan perbandingan nilai antara pengorbanan yang sudah dilakukan Pelanggan dalam hal ini adalah mengeluarkan biaya berupa harga dengan manfaat atau utilitas sesuai dengan ekspektasi pelanggan masing-masing. 2.1.8 Minat Beli Minat Beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara pembelian aktual dan minat pembelian. Bila pembelian aktual adalah pembelian yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian adalah niat untuk melakukan pembelian pada kesempatan mendatang. Meskipun merupakan pembelian yang belum tentu akan dilakukan pada masa mendatang namun pengukuran terhadap minat pembelian umumnya dilakukan guna memaksimumkan prediksi terhadap pembelian aktual itu sendiri.
27
Minat merupakan aktifitas psikis yang timbul karena adanya perasaan (afectif) dan fikiran (kognitif) tehadap suatu barang atau jasa ynag diinginkan. Minat beli dapat diartikan sebagai suatu sikap senang terhadap objek yang membuat individu berusaha untuk mendapatkan objek tersebut dengan cara membayar uang atau pengorbanan. (Schiffman & Kanuk, 1997). Menurut kotler (2005:205) adalah sesuatu yang timbul akibat rangsangan dari produk yang dilihatnya, dari sana timbul ketertarikan untuk mencoba produk tersebut sampai akhirnya timbul keinginan untuk membeli agar dapat memilikinya. Sedangkan menurut E. Jerome Mc. Carthy (2002:298) minat beli merupakan dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk membeli barang atau jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Berdasarkan uraian di atas maka pengertian minat beli adalah pemusatan perhatian terhadap sesuatu yang disertai dengan perasaan senang terhadap barang tersebut, kemudian minat individu tersebut menimbulkan keinginan sehingga timbul perasaan yang meyakinkan bahwa barang tersebut mempunyai manfaat sehingga individu ingin memiliki barang tersebut dengan cara membayar atau menukar dengan uang. Menurut Ferdinand (2002:129), minat beli dapat diidentifikasi melalui indikator-indikator sebagai berikut : 1. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk. 2. Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain.
28
3. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki prefrensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk prefrensinya. 4. Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut. 2.2 Hubungan Antar Variabel 1) Pengaruh Persepsi Kualitas Pengajar dengan Persepsi Nilai Kualitas pendidikan di lembaga pendidikan tergantung dari kualitas guru atau pengajar, yang pada gilirannya tergantung pada kualitas pendidikan pengajar itu sendiri (Sultana et.al. 2009). Hill at al. (2003) menemukan bahwa factor penting bagi siswa yang berkaitan dengan kualitas pengajaran adalah kualitas pengajar/guru seperti penyampaian materi pengajaran, komentar para siswa selama pertemuan dan proyek, dan koneksi dengan siswa di kelas. Berdasarkan data yang diatas ditemukan bahwa kualitas pengajar berpengaruh terhadap persepsi nilai siswa. 2) Pengaruh persepsi kualitas pelayanan dengan persepsi nilai Definisi layananan adalah berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk memenuhi atau melebii harapan pelanggan. Jika pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan maka pelayanan yang dipersepsikan adalah pelayanan yang berkualitas, sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka pelayanan yang dipersepsikan adalah pelayanan yang berkualitas rendah.
29
Kang et al. (2007) menyarankan bahwa nilai keunggulan yang dirasakan mencerminkan kinerja produk dan apresiasi konsumen umum dari penyedia layanan yang menunjukan keahlian dan mempertahankan kinerja pelayanan yang handal. Oleh karena itu kualitas pelayanan menjadi indikator untuk menentukan nilai-nilai pelanggan. Dalam Customer Satisfaction Index (CSI) Model, persepsi nilai akan langsung dipengaruhi oleh pesepsi kualitas pelayanan. 3) Pengaruh fasilitas belajar dengan persepsi nilai Menurut Muhroji dkk (2004:49) “Fasilitas belajar adalah semua yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik bergerak maupun tidak bergerak agar tercapai tujuan pendidikan dapat berjalan lancar, teratur, effektif, dan efisien” Walaupun fasilitas belajar di lembaga bimbingan belajar tidak sebanyak yang ada disekolah tetapi itu merupakan salah satu faktor penting yang dipertimbangkan oleh konsumen. Dua studi yang dilakukan oleh Leblanc dan Nguyem (1997) dan Sohail dan Shaikh (2004), siswa secara keseluruhan kualitas pelayanan yang dirasakan siswa dapat dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam mengakses fasilitas yang ditawarkan lembaga pendidikan tersebut. Apabila fasilitas belajarnya baik akan memiliki tanggapan atau persepsi nilai yang baik juga dari konsumen. 4) Pengaruh persepsi harga dengan persepsi nilai Persepsi mengenai harga adalah bagaimana konsumen memandang harga tertentu. Tinggi, rendah, wajar yang mempunyai pengaruh kuat terhadap maksud membeli dan kepuasan membeli (Schiffman Kanuk, 2008:160). Harga juga merupakan salah satu isyarat yang digunakan oleh konsumen dalam proses
30
persepsi dimana harga akan mempengaruhi penilaian konsumen tentang suatu produk (Monroe, 1990:45) dalam leliana & suryandari, 2004. Sebuah perusahaan menginginkan menetapkan harga tinggi tetapi dianggap harga wajar atau rendah dimata konsumen. Untuk memdapatkan persepsi harga yang positif dimata konsumen adalah dengan memberikan diskon, atau pembayaran yang lebih ringan dengan cara diangsur juga dengan memberikan harga yang lebih murah dari pesaing tetapi dengan fasilitas yang lebih baik. Apabila harga sudah dipandang wajar atau lebih murah oleh konsumen maka persepsi nilai konsumen terhadap produk yang ditawarkan juga baik. Naylor and Frank (2002) meneliti efect dari bundling harga pada persepsi nilai dan menyatakan bahwa menyediakan paket semua termasuk biaya, bahkan jika pengeluaran moneter yang sebenarnya lebih tinggi, akan secara signifikan meningkatkan persepsi nilai konsumen untuk pertama kali 5) Pengaruh persepsi nilai dengan minat beli persepsi nilai merupakan perbandingan nilai antara pengorbanan yang sudah dilakukan Pelanggan dalam hal ini adalah mengeluarkan biaya berupa harga dengan manfaat atau utilitas sesuai dengan ekspektasi pelanggan masing-masing. minat beli adalah pemusatan perhatian terhadap sesuatu yang disertai dengan perasaan senang terhadap barang tersebut, kemudian minat individu tersebut menimbulkan keinginan sehingga timbul perasaan yang meyakinkan bahwa barang tersebut mempunyai manfaat sehingga individu ingin memiliki barang tersebut dengan cara membayar atau menukar dengan uang.
31
Persepsi nilai konsumen bisa dibilang merupakan sesuatu yang paling menentukan dalam pembelian yang mengakibatkan seseorang mempunyai kesediaan untuk membeli (Chang dan Wang, 2011; Ulaga dan Chacour, 2001). Meskipun penelitian telah menunjukan bahwa membangun ini sulit untuk kedua konsep dan mengukurnya, tampaknya itu diterima secara universal bahwa jika persepsi nilai pelanggan terhadap barang atau jasa relatif tinggi, peluang untuk benar-benar melakukan pembelian cenderung meningkat (Monroe, 2002 ; Zeithaml, 1988). 2.3
Penelitian-penelitian terdahulu Berikut ini adalah kumpulan penelitian terdahulu yang akan menjadi
referensi dan pembanding untuk penelitian ini Nama Peneliti Justin Beneke, Ryan Flynn, Tamsin Greig and Melissa Mukaiwa
Fifi gunawan, yuanita dewi, bambang Haryadi, soekarno dan
Judul penelitian The Imfluence of perceived product quality, relative price and risk on customer value ang willingness to buy: a study of privat label merchandise
Persepsi kualitas pendidikan, fasilitas dan staf pengajar di Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra,
Variabel yang diteliti Perceived Product quality, perceived risk, perceived relative price, perceived product value, wellingnes to buy
Teknis analisis SEM
Perubahan persepsi tentang: Kualitas pendidikan, fasilitas, dan staf pengajar
2-sample t-test,
Hasil penelitian Perceived product value has a significantly positif influence on a customer’s willingness to buy. Perceived product quality and perceived relative price have significant positif relationships with perceived product value and perceived risk has a significant (albeit weak) negative relationship with perceived product value Persepsi terhadap kualitas pendidikan tidak ada yg berubah secara signifikan, persepsi terhadap fasilitas berubah secara positif, dan persepsi terhadap staf pengabar
32
Richard L. Ike Kusdyah
Surabaya. Persepsi harga, persepsi merek, persepsi nilai, dan keinginan pembelian ulang jasa clinic kesehatan (Study kasus Erha Clinic Surabaya)
Persepsi harga, persepsi merek, persepsi nilai, Intens to repuchase
SEM
Helena Alves
Perceived Value in Higher Education (portugal)
Perceived Value, brand, teacher quality, fasilities, satisfaction, loyalty,
SEM
Hsin Hsin Chang, Hsin Wei Wang
The moderating effect of customer perceived value on online shopping behaviour
Service Quality, Customer perceived value, customer loyalty, customer satisfaction
SEM
berubah kea rah negative. Variabel persepsi haga dan persepsi merek berpengaruh positif signifikan terhadap variabel persepsi nilai. Variabel persepsi haga dan persepsi merek berpengaruh positif tidak signifikan terhadap variabel Intens to repurchase. Variabel persepsi nilai berpengaruh positif signifikan terhadap Intens to repurchase. . Perceived value has a significantly positif influence on a satisfaction and loyalty. Brand and teacher quality have significant positif relationships with perceived value. Fasilities has a has a significant (albeit weak) negative significantly a perceived value. And satisfaction (albeit weak) negative significantly relationship with loyalty Service quality and Customer perceived value has a significant positive effect on customer satisfaction, Service quality has a significant positive effect on customer Customer perceived value, Service quality has a not significant positive effect on customer loyalty.
33
Customer perceived value and customer satisfaction has a significant positive effect on customer loyalty
2.4
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan berikut :
34
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.5
Hipotesis Berdasarkan uraian sebelumnya dan mengadopsi dari penelitian terdahulu
yang dijadikan sebagai referansi, maka hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan penulis sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh persepsi kualitas pengajar terhadap persepsi nilai H2 : Terdapat pengaruh persepsi kualitas pelayanan terhadap persepsi nilai H3 : Terdapat pengaruh persepsi fasilitas belajar terhadap persepsi nilai H4 : Terdapat pengaruh persepsi harga terhadap persepsi nilai H5 : Terdapat pengaruh persepsi nilai terhadap minat beli.
35