BAB II
DASAR TEORI
2.1 Umum Pada kebanyakan sistem, baik itu elektronik, finansial, maupun sosial sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. Karena sebagian besar sinyal yang dibangkitakan adalah sinyal analog, namun perangkat digital kita hanya bekerja pada sinyal-sinyal digital saja. Oleh karena itulah dibutuhkan suatu alat yang mengubah sinyal analog tersebut menjadi sinyal digital yaitu ADC (analog to digital converter). Sebagian besar sinyal-sinyal untuk maksud praktis seperti sinyal suara, sinyal radar, sinyal sonar, dan berbagai sinyal komunikasi seperti audio dan visual adalah sinyal analog. Untuk memproses sinyal analog dengan alat digital, pertama-tama perlu mengkonversinya menjadi bentuk digital yaitu mengkonversi menjadi suatu deret angka yang mempunyai presisi terbatas yang dilambangkan dengan biner. Prosedur ini dinamakan konversi analog-ke-digital (A/D converter). Sebuah sinyal mengandung informasi tentang amplitudo, frekuensi dan sudut fasa. Pengolahan sinyal biasanya digunakan untuk mendapatkan informasi dari sebuah sinyal. Mendapatkan informasi dari sebuah sinyal menggunakan perangkat analog adalah rumit dan kurang akurat. Karena itu kita gunakan metode pengolahan yang lebih sederhana, fleksibel dan akurat, yaitu pengolahan sinyal digital (analog to digital converter).
Universitas Sumatera Utara
Secara umum proses pengkonversian ini ada tiga langkah yaitu: a. Pencuplikan (sampling) b. Kuantisasi (quantizing) c. Pengkodean (coding)
2.2 Konsep Dasar Sinyal Sinyal merupakan besaran fisis yang berisikan informasi dan merupakan fungsi waktu. Sinyal rentan terhadap interfrensi yang terjadi, baik dari dalam peralatan maupun dari luar. Dalam dunia elektronika telekomunikasi dikenal dua jenis sinyal, yaitu: 1. Sinyal analog 2. Sinyal digital. Kedua sinyal diatas mempunyai karakteristik tertentu, dan penggunaan kedua sinyal tersebut
berbeda satu dengan yang lainnya, karena masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan sesuai dengan media transmisi dan jenis komunikasi yang dipakai.
2.2.1 Sinyal Analog Sinyal analog adalah sinyal data dalam bentuk gelombang yang yang kontinu, yang membawa informasi dengan mengubah karakteristik gelombang. Dua parameter atau karakteristik terpenting yang dimiliki oleh sinyal analog adalah amplitudo dan frekuensi. Sinyal analog biasanya dinyatakan dengan gelombang sinus, mengingat gelombang sinus merupakan dasar untuk semua bentuk sinyal analog. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa berdasarkan analisis fourier, suatu
Universitas Sumatera Utara
sinyal analog dapat diperoleh dari perpaduan sejumlah gelombang sinus. Dengan menggunakan sinyal analog, maka jangkauan transmisi data dapat mencapai jarak yang jauh, tetapi sinyal ini mudah terpengaruh oleh noise. Gelombang pada sinyal analog yang umumnya berbentuk gelombang sinus memiliki tiga variabel dasar, yaitu amplitudo, frekuensi dan phasa [12]. 1. Amplitudo merupakan ukuran tinggi rendahnya tegangan dari sinyal analog. 2. Frekuensi adalah jumlah gelombang sinyal analog dalam satuan detik. 3. Phasa adalah besar sudut dari sinyal analog pada saat tertentu. Adapun sinyal analog seperti yang digambarkan di bawah ini:
Gambar 2.1 Sinyal Analog
Pengolahan sinyal analog memanfaatkan komponen-komponen analog seperti: dioda, transistor, Op-Amp, dan lainnya.
2.2.2 Sinyal Digital Sinyal digital merupakan sinyal data dalam bentuk pulsa yang dapat mengalami perubahan yang tiba-tiba dan mempunyai besaran “0” dan “1”. Sinyal
Universitas Sumatera Utara
digital hanya memiliki dua keadaan, yaitu “0” dan “1”, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh derau atau noise, tetapi transmisi dengan sinyal digital hanya mencapai jarak jangkau pengiriman data yang relatif dekat. Biasanya sinyal ini juga dikenal dengan sinyal diskrit. Sinyal yang mempunyai dua keadaan ini biasa disebut dengan bit. Bit merupakan istilah khas pada sinyal digital. Sebuah bit dapat berupa nol (0) atau satu (1). Kemungkinan nilai untuk sebuah bit adalah 2 buah. Kemungkinan nilai untuk 2 bit adalah sebanyak 4, berupa 00, 01, 10, dan 11. Secara umum, jumlah kemungkinan nilai yang terbentuk oleh kombinasi n bit adalah sebesar
buah [12].
Sistem digital merupakan bentuk sampling dari sistem analog. Sinyal digital pada dasarnya di kode-kan dalam bentuk biner (atau Hexa). besarnya nilai suatu sinyal digital dibatasi oleh lebarnya atau jumlah bit (bandwidth). Jumlah bit juga sangat mempengaruhi nilai akurasi sistem digital. Signal digital ini memiliki berbagai keistimewaan yang unik yang tidak dapat ditemukan pada teknologi analog yaitu : 1. Mampu mengirimkan informasi dengan kecepatan cahaya yang dapat membuat informasi dapat dikirim dengan kecepatan tinggi. 2. Penggunaan yang berulang – ulang terhadap informasi tidak mempengaruhi kualitas dan kuantitas informsi itu sendiri. 3. Informasi dapat dengan mudah diproses dan dimodifikasi ke dalam berbagai bentuk. 4. Dapat memproses informasi dalam jumlah yang sangat besar dan mengirimnya secara interaktif.
Adapun sinyal digital seperti pada Gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Sinyal Digital
Pengolahan sinyal digital memerlukan komponen-komponen digital seperti: register, counter, decoder, mikroprosessor, mikrokontroler dan sebagainya. Saat ini pengolahan sinyal banyak dilakukan secara digital, karena kelebihannya. Kelebihan sinyal digital antara lain :
1. untuk menyimpan hasil pengolahan, sinyal digital lebih mudah dibandingkan sinyal analog. Untuk menyimpan sinyal digital dapat menggunakan media digital seperti CD, DVD, Flash Disk, Hardisk. Sedangkan media penyimpanan sinyal analog adalah pita tape magnetik. 2. lebih kebal terhadap noise karena bekerja pada level ’0′ dan ’1′. 3. lebih kebal terhadap perubahan temperatur. 4. lebih mudah pemrosesannya.
Sinyal digital inilah yang bisa dibaca oleh perangkat digital seperti: mikrokontroler, komputer, handphone, dan sebagainya. Agar sinyal analog dapat diolah oleh komputer, maka harus diubah terlebih dahulu menjadi sinyal digital.
Universitas Sumatera Utara
Cara pengubahan sinyal analog menjadi sinyal digital adalah dengan menggunakan perangkat ADC (analog to digital converter).
2.3 Konsep Dasar ADC (Analog to Digital Converter) Sebuah
ADC
(Analog
to
Digital
Converter)
berfungsi
untuk
mengkodekan tegangan sinyal analog waktu kontinu ke bentuk sederetan bit digital waktu diskrit sehingga sinyal tersebut dapat diolah oleh komputer atau DSP. Proses konversi tersebut dapat digambarkan sebagai proses 3 langkah seperti diilustrasikan pada Gambar (2.3) [2],[3]. sampling
quantizing
xa (t)
x(n)
xq (n)
bit biner coding
1 0 sinyal analog
sinyal diskrit
sinyal terkuantisasi
1 0
...
sinyal digital
Gambar 2.3 Proses Konversi Analog ke Digital
1. Sampling (pencuplikan) Merupakan konversi suatu sinyal analog waktu-kontinu, xa(t), menjadi sinyal waktu-diskrit bernilai kontinu, x(n), yang diperoleh dengan mengambil “cuplikan” sinyal waktu kontinu pada saat waktu diskrit. Secara matematis dapat ditulis [2] : xa(t) = xa(t)│
= xa(nT) = xa(n/fs) ≡ x(n)
( 2.1 )
t = nT
Universitas Sumatera Utara
Dimana : T = interval pencuplikan (detik) fs = laju pencuplikan (Hz) = 1/T n = bilangan bulat, -∞ < n < ∞
2. Quantizing (kuantisasi) Merupakan konversi sinyal waktu-diskrit bernilai-kontinu, x(n), menjadi sinyal waktu-diskrit bernilai-diskrit, xq(n). Nilai setiap waktu kontinu dikuantisasi atau dinilai dengan tegangan pembanding yang terdekat. Selisih antara cuplikan x(n) dan sinyal terkuantisasi xq(n) dinamakan error kuantisasi [2]. Tegangan sinyal input pada skala penuh dibagi menjadi 2N tingkatan. Dimana N merupakan resolusi bit ADC (jumlah kedudukan tegangan pembanding yang ada). Untuk N = 3 bit, maka daerah tegangan input pada skala penuh akan dibagi menjadi : 2N = 23 = 8 tingkatan (level tegangan pembanding) [6].
3. Coding (pengkodean) Setiap level tegangan pembanding dikodekan ke dalam barisan bit biner. Untuk N = 3 bit, maka level tegangan pembanding = 8 tingkatan. Kedelapan tingkatan tersebut dikodekan sebagai bit-bit 000, 001, 010, 011, 100, 101, 110, dan 111 [5]. 2.4 Parameter ADC (Analog to Digital Converter) Unjuk kerja (performance) dari suatu konverter ADC dapat diamati dari parameternya. Beberapa parameter utama dari sebuah konverter ADC adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Laju Pencuplikan (fs) Berdasarkan teorema pencuplikan, jika frekuensi tertinggi yang dimiliki suatu sinyal analog xa(t) adalah fm dan sinyal tersebut dicuplik dengan laju pencuplikan fs ≥ 2fm , maka xa(t) akan dapat ditimbulkan kembali dengan tepat tanpa ada sinyal yang hilang. Laju pencuplikan fs = 2.fm disebut laju Nyquist, fN (Nyquist rate) [2]. Jika laju pencuplikan lebih kecil dari laju Nyquist (fs < fN), maka laju pencuplikan tersebut dinamakan undersampling. Hal ini akan menyebabkan terjadinya aliasing (tumpang tindih), sehingga ketika sinyal analog xa(t) akan ditimbulkan kembali maka akan ada sinyal yang hilang. Sedangkan jika fs > fN, maka laju pencuplikan tersebut dinamakan oversampling seperti gambar di bawah ini [2],[6]: Pencuplikan gelombang sinus v(t) = sin (2 fo t)
1
Amplitudo
Sinyal rekonstruksi 0
-1
2 f = 0.9 kHz s f o = 1 kHz
4
8
6 t (ms)
a). Undersampling Pencuplikan gelombang sinus v(t) = sin (2 fo t)
1
gel. sinus cuplikan
Amplitudo
Amplitudo
1
0
-1
1 f s = 2 f o = 2 kHz
2 t (ms)
3
Pencuplikan gelombang sinus v(t) = sin (2 fot) gel. sinus cuplikan
0
-1 f s = 9 kHz
1
2
3
t (ms)
f o = 1 kHz
b). Nyquist Sampling
c). Oversampling
Gambar 2.4 Laju Pencuplikan (sampling rate)
Universitas Sumatera Utara
Adapun kelebihan dari laju pencuplikan oversampling adalah : a. Dapat memperbaiki SNR (Signal-to-Noise Ratio). Semakin tinggi laju pencuplikan fs maka SNR akan menjadi lebih baik. b. Konverter A/D oversampling tidak membutuhkan lowpass filter (LPF) tingkat tinggi, tetapi cukup dengan LPF yang sederhana sebagai filter antialiasing pada masukannya seperti diilustrasikan pada Gambar (2.5) [6]. Spektrum
Sangat curam LPF tingkat tinggi
Spektrum
Sinyal
LPF tingkat rendah
OSR = 4 Sinyal 0.5
OSR = 1
f / fs
fmaks / OSR
0.5
f / fs
Gambar 2.5 Oversampling dengan LPF yang Sederhana
b. Signal-to-Noise Ratio (SNR) Merupakan perbandingan antara daya sinyal dan daya noise pada keluaran konverter A/D. Daya noise terdiri dari seluruh error yang ada pada sistem ADC seperti noise kuantisasi, noise panas (thermal), dan noise rangkaian. SNR dapat dirumuskan sebagai [6]: SNR = 10 log (
Psinyal Pnoise
) dB
( 2.2 )
Dimana : Psinyal = daya sinyal (Watt) Pnoise = daya noise (Watt)
Universitas Sumatera Utara
Pada konverter A/D yang ideal, error hanya terjadi pada kuantisasi (noise kuantisasi). Noise kuantisasi atau error kuantisasi merupakan selisih antara sinyal cuplikan x(n) dan sinyal keluaran xq(n) yang terkuantisasi [2]. Noise kuantisasi diilustrasikan seperti pada Gambar (2.6). V
xq(n)
4 3
e 2 1
1
x(n) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
n
Gambar 2.6 Ilustrasi Kuantisasi
Pada Gambar (2.7), besaran e menunjukkan error kuantisasi yang sesuai dengan e(n) = x(n) – xq(n). Error kuantisasi ini dapat dianggap sebagai besaran yang acak (random) atau sebagai noise putih (white noise). Daya noise kuantisasi (PQ) pada pencuplikan Nyquist diberikan dengan: Δ 2
PQ (Nyquist)
Δ2 1 2 = ∫ e .de = 12 Δ Δ −
(Volt2)
( 2.3 )
2
Dimana : PQ (Nyquist) = daya noise kuantisasi pada laju Nyquist Δ = interval kuantisasi (1 LSB) = VSP
VSP
2N − 1 = tegangan maksimum (skala penuh)
2 N = jumlah level kuantisasi (N = resolusi bit) e = error kuantisasi (noise kuantisasi)
Universitas Sumatera Utara
Dari Persamaan (2.3) dapat dilihat bahwa noise kuantisasi dipengaruhi oleh interval kuantisasi∆).( Jika laju pencuplikan (f
s)
semakin tinggi maka
interval kuantisasi akan semakin kecil. Dengan demikian daya noise kuantisasi akan didistribusikan pada daerah yang lebih banyak, atau dapat juga ditulis sebagai [7] : f
PQ (oversampling)
m Δ2 1
= ∫ −f
.
m
12 f s
df =
1 2 Δ 12
fs
(Volt 2 )
( 2.4 )
2f m
Dimana : PQ (oversampling) = daya noise kuantisasi pada laju oversampling fm = frekuensi maksimum sinyal masukan fs = laju pencuplikan Untuk ADC yang ideal, SNR dirumuskan dengan: SNR maks = 10 log (
Ps ) dB PQ
( 2.5 )
Dimana : Ps = daya sinyal sinusoidal skala penuh Ps =
( 12 VSP ) 2 2
=
[(2 N − 1).∆]2 (2 N.∆) 2 ≅ 8 8
( 2.6 )
Sehingga :
SNR maks
f 12 ⋅ s 2 f (2 N.∆) 2 m = 10 log (22N. 1,5 . f s ) = 10 log ⋅ 2f m 8 ∆2
SNR maks = 6,02 N + 1,76 + 10 log (
fs ) 2f m
dB
( 2.7 )
Universitas Sumatera Utara
Untuk konverter A/D yang bekerja pada laju Nyquist (fs = 2.fm), maka SNR maksimum ADC tersebut adalah [4],[5] : SNRmaks = 6,02 N + 1,76
dB
( 2.8 )
Dimana : SNRmaks = SNR maksimum (ADC ideal) N = resolusi bit
c. Signal-to-Noise-and-Distortion Ratio (SNDR) Signal-to-noise-and-distortion ratio (SNDR) merupakan perbandingan antara daya sinyal dengan jumlah daya noise dan daya distorsi pada keluaran ADC. Untuk level sinyal yang kecil, distorsi tidak begitu signifikan (penting) sehingga SNDR sama dengan SNR. SNDR bergantung pada amplitudo dan frekuensi sinyal masukan serta degradasi pada frekuensi tinggi dan daya [5][9]. Pada Gambar (2.7) diilustrasikan grafik SNR, SNDR dan DR dalam dB dari suatu konverter A/D (ADC). Grafik tersebut menunjukkan SNR dan SNDR sebagai fungsi dari daya sinyal masukan (dalam dB). Dapat dilihat juga bahwa SNDR lebih rendah sedikit dari SNR [9].
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Grafik SNR, SNDR dan Dynamic Range
d. Dynamic Range (DR) Dynamic Range dari sebuah konverter A/D merupakan daerah amplitudo masukan yang menghasilkan SNR positif. Untuk sinyal sinusoidal, dynamic range dari konverter A/D didefenisikan sebagai perbandingan antara daya sinyal dari sinusoidal skala penuh dan daya sinyal dari sinusoidal terkecil yang memiliki SNR sama dengan 1 (0 dB) [6],[8].
e. Resolusi Bit (N) Resolusi
bit
merupakan
jumlah
bit
biner
yang
dibuat
untuk
mempresentasikan setiap level tegangan pembanding pada kuantisasi. Bit biner tersebut merupakan keluaran dari konverter A/D. Resolusi bit menentukan lebar kode atau LSB (least significant bit) dan error kuantisasi. Pada Gambar (2.8) menunjukkan konverter A/D dengan resolusi N = 3 bit [5]. Berdasarkan kuantisasi yang seragam (uniform), maka tingkatan input analog pada skala
Universitas Sumatera Utara
penuh akan dibagi menjadi 2N = 23 = 8 tingkatan. Kedelapan tingkatan tersebut masing-masing dipresentasikan ke bentuk bit biner yang terdiri atas 3 bit yaitu 000, 001, 010, 011, 100, 101, 110, dan 111[5].
111
Digital (output)
110 101
garis ideal titik tengah kode
100 011
lebar kode = 1 LSB
010 001 000
0 1/8 2/8 3/8 4/8 5/8 6/8 7/8 skala penuh Analog (input)
Gambar 2.8 ADC 3 bit yang ideal
Resolusi bit yang efektif pada sebuah konverter A/D adalah [8]: Neff = ENOB = (SNR – 1,76) / 6,02 Dimana :
dB
( 2.9 )
Neff = resolusi bit yang efektif ENOB = effextive number of bits SNR = signal-to-noise ratio
f. Apertur Jitter (taj) Apertur jitter atau disebut juga dengan time jitter didefenisikan sebagai penyimpangan secara random waktu pencuplikan kenyataannya (real) dari waktu pencuplikan yang ideal. Gambar (2.9) menunjukkan apertur jitter pada pencuplikan dari gelombang sinus [6].
Universitas Sumatera Utara
Efek time-jitter 1
Amplitudo
cuplikan ideal cuplikan real
taj 0
-1 1
2
3
t (ms)
Gambar 2.9 Apertur Jitter pada Gelombang Sinus
g. Differential Nonlinearity (DNL) Merupakan penyimpangan (deviation) lebar peralihan kode dari lebar yang ideal seperti ditunjukkan pada Gambar (2.10). Pada konverter A/D yang ideal, lebar kode adalah 1 LSB (Least Significant Bit). Idealnya DNL haruslah bernilai nol untuk setiap lebar kode [5],[6].
111
garis ideal
Digital (output)
110 101 100
INL
missing code
011 010
DNL + 1 LSB
001 000 0 1/8 2/8 3/8 4/8 5/8 6/8 7/8 skala penuh Analog (input)
Gambar 2.10 Karakteristik Konverter A/D
Universitas Sumatera Utara
h. Integral Nonlinearity (INL) Merupakan penyimpangan titik tengah kode (center code) terhadap garis ideal pada karakteristik konverter A/D. Jika seluruh titik tengah kode berada pada garis ideal, maka INL bernilai nol. Penyimpangan titik tengah kode dari garis ideal dapat dilihat pada Gambar (2.10) [5],[6].
Universitas Sumatera Utara