4
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Bahan Tambahan Pangan Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988,
bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Budianto, 2001). Bahan tambahan pangan atau zat aditif bahan pangan didefinisikan sebagai suatu zat bukan gizi yang ditambahkan kedalam bahan pangan dengan sengaja, yang pada umumnya dalam jumlah kecil untuk memperbaiki kenampakan, cita rasa, tekstur, atau sifat-sifat penyimpangannya. Zat yang ditambahkan terutama yang mempunyai nilai gizi seperti vitamin dan mineral tidak termasuk kedalam golongan ini (Desrosier, 1988). Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat (Cahyadi, 2009:1).
repository.unisba.ac.id
5
Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2009:2): 1)
Bahan tambahan makanan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
2)
Bahan tambahan makanan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Penggunaan bahan tambahan pangan seharusnya dengan dosis dibawah
ambang batas yang telah ditentukan.Jenis BTPada dua yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa).Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (Daily Intake) demi menjaga atau melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2009:3). Di Indonesia telah disusun peraturan tentang bahan tambahan makanan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut bahan tambahan kimia) oleh Departemen Kesehatan diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik
repository.unisba.ac.id
6
Indonesia Nomer 722/Menkes/Per/IX/88, trediri dari golongan BTP yang diizinkan di antaranya sebagai berikut (Cahyadi, 2009:3): Tabel 1.1 Golongan BTP yang diizinkan Bahan Tambahan Pangan Antioksidan Antikempal Pengatur keasamaan Pemanis buatan Pemutih dan pematang telur Pengemulsi, pemantap, dan pengental Pengawet Pengeras pewarna Penyedap rasa dan aroma, penguta rasa
Antioxidant Anticaking agent Acidity regulator Artificial sweeterner Flour treatment agent Emulsifier,stabilizer,thickener Preservative Firming agent Colour Flavor, flavor enhancer
Dalam kehidupan sehari-hari bahan tambahan makanan sudah digunakan secara umum oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan makanan jajanan. Pada prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan pangan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini terutama karena ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan bahan tambah pangan. Pengaruh bahan tambahan pangan terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen sering kali tidak menyadari bahaya penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan (Syah, 2005:35-42). Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan pangan yang sering dilakukan produsen pangan yaitu menggunakan bahan tambahan yang dilarang dan penggunaannya melebihi dosis yang diizinkan untuk makanan. Penggunaan bahan tambahan yang beracun yang melebihi batas akan
repository.unisba.ac.id
7
membahayakan kesehatan masyarakat dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang (Syah, 2005:35).
1.2
Bahan Pengawet Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Cahyadi, 2009:5). Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Pada saat ini, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin (Cahyadi, 2009:5). Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian, penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan bahan pangan. Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman, atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan
repository.unisba.ac.id
8
perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya(Cahyadi, 2009:6-8): 1)
Zat Pengawet Anorganik Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen
peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efeknya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah zat pengawet . 2)
Zat Pengawet Organik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik
karena bahan ini lebih mudah dibuat.Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya.Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbet, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida. Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan
repository.unisba.ac.id
9
pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang digunakan (Cahyadi, 2009:11). Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut :(Cahyadi, 2009:11). 1) Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen. 2) Memperpanjang umur simpan pangan. 3) Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan. 4) Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah. 5) Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan. 6) Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Keamanan senyawa-senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu diperhatikan, baik senyawa kimia yang ditambahkan dari luar bahan pangan maupun senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam bahan pangan itu sendiri (Cahyadi, 2009:11). Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya, selain persyaratan yang dituntut untuk semua bahan tambahan pangan, antara lain sebagai berikut (Cahyadi, 2009:11-12). 1)
Memberi
arti
ekonomis
dari
pengawetan
(secara
ekonomis
menguntungkan).
repository.unisba.ac.id
10
2)
Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia.
3)
Memperpanjang umur simpan dalam pangan.
4)
Tidak menurunkan kualitas ( warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang diawetkan.
5)
Mudah dilarutkan.
6)
Menunjukan sifat-sifat antimikroba pada jenjang pH bahan pangan yang diawetkan.
7)
Aman dalam jumlah yang diperlukan.
8)
Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9)
Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan.
10) Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik. 11) Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan. 12) Mempunyai spektra antimikrobia yang luas meliputi macam-macam pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan. Melihat persyaratan tersebut di atas, dapatlah dikatakan bahwa penambahan bahan pengawet pada bahan pangan adalah untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan tanpa menurunkan kualitas dan tanpa mengganggu kesehatan (Cahyadi, 2009:12).
repository.unisba.ac.id
11
1.3
Asam Borat Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan
nama boraks. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan nama “pijer”. Digunakan atau ditambahkan ke dalam pangan atau bahan pangan sebagai pengenyal ataupun sebagai pengawet (Cahyadi, 2009:252).
Gambar 1.1. Asam ortoborat dan Asam borat (Sugiyatmi, 2006). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam borat ini didapati pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan pada bakso (Cahyadi, 2009:252). Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0% dan 100,5% H3BO3.Asam borat kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat, atau asam tartrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa.Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna.Asam borat tak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (Cahyadi, 2009:252-253).
repository.unisba.ac.id
12
Tabel I.2Data Karakteristik Natrium Tetraborat (Ditjen POM, 1995) No 1 2 3 4
Berat molekul Rumus molekul Titik lebur Kelarutan
5 6 7
Nama kimia Sinonim Deskripsi
Subjek 61,83 dengan B=17,50%; H=4,88%; O=77,62% H3BO3 171o C Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian glideril 85%, dan tidak larut dalam eter. Asam Borat Serbuk hablur Kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis.
Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat merupakan
bakterisida
lemah.
Larutan
jenuhnya
tidak
membunuh
Staphylococcusaureus. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Gejala dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematous, bahkan dapat menimbulkan shock. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15 – 25 gram, sedangkan pada anak dosis 5 – 6 gram. Asam borat juga bersifat tetratogenik pada anak ayam. Absorpsinya melalui saluran cerna, sedangkan ekskresinya yang utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar ada pada otak, hati, dan ginjal sehingga perubahan patologinya dapat dideteksi melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2009:253).
1.4
Absorbsi, distribusi dan eksresi Boraks cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan dan kulit yang luka,
boraks tidak dapat diserap melalui kulit yang utuh. Eksresi terutama melalui ginjal
repository.unisba.ac.id
13
kira-kira 50% dari dosis yang diberikan, dieksresi dalam waktu 24 jam. Pada pemakain yang lama, eksresinya melalui urin dicapai setelah dua minggu. Dalam kumlah relatif besar, boraks terlokalisasi di otak, hati, dan ginja (Katzung, 2004).
1.5
Dampak terhadap kesehatan Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga
seminggu setelah mengkonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan hal-hal berikut (Saparinto dkk, 2006:59-60): 1.
Sakit perut sebelah atas, muntah dan diare
2.
Sakit kepala, gelisah
3.
Penyakit kulit berat
4.
Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan
5.
Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah
6.
Hilangnya cairan dalam tubuh
7.
Degenerasi lemak hati dan ginjal
8.
Otot-otot muka dan anggota badan bergetar diikuti dengan kejang-kejang
9.
Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning
10. Tidak memiliki nafsu makan, diare ringan dan sakit kepala 11. Kematian Boraks biasanya bersifat racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertelan akan menimbulkan iritasi. Dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak dan ginjal. Kalau
repository.unisba.ac.id
14
digunakan berulang secara komulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala mual, muntah, diare, iritasi kulit, dan gangguan sirkulasi darah (Syah, 2005:35-42). Daya toksisitas boraks adalah LD-50 akut 4,5-4,98 g/kg berat badan (tikus), pemakaian yang berlebihan dan berulang dapat menyebabkan toksik atau keracunan. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak-anak dosis 5-6 gram (Cahyadi, 2006:19-27).
1.6
Ciri makanan mengandung boraks Cukup sulit menentukan apakah suatu makanan mengandung boraks.
Hanya lewat uji laboratorium, semua bisa jelas. Namun, penampakan luar memang bisa dicermati karena ada perbedaan yang bisa dijadikan pegangan untuk menentukan suatu makanan aman dari boraks atau tidak. Bakso yang mengandung boraks lebih kenyal dibandingkan bakso tanpa boraks, bila digigit akan kembali ke bentuk semula, tahan lama atau awet beberapa hari, warnanya tampak lebih putih (Syah, 2005:35-42).
1.7
Spektrofotometer UV- Sinar Tampak Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum
ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-
repository.unisba.ac.id
15
800nm,
dengan
komponen-komponennya
meliputi
sumber-sumber
sinar,
monokromator, dan sistem optik (Gandjar, 2012: 80-81).
1.7.1
Sumber sinar Sumber sinar atau lampu pada kenyataannya merupakan dua lampu yang
terpisah, yang secara bersama-sama, mampu menjakau keseluruhan daerah spektrum ultraviolet dan tampak. Untuk sinar tampak, digunakan lampu tungsten. Lampu ini terbuat dari logam tungsten. Lampu tungsten mengemisikan sinar pada panjang gelombang 350 – 2000 nm, karenanya cocok untuk kolorimetri (Gandjar, 2012: 81). Untuk senyawa yang menyerap dispektrum daerah ultraviolet, digunakan lampu deuterium. Deuterium merupakan salah satu isotop hidrogen, yang mempunyai satu netron lebih banyak dibanding hidrogen biasa dalam inti atomnya. Suatu lampu deuterium merupakan sumber energi tinggi yang mengemisikan sinar pada panjang gelombang 200 – 370 nm dan digunakan untuk semua spektroskopi dalam daerah spektrum ultraviolet (Gandjar, 2012:81).
1.7.2
Monokromator Pada
kebanyakan
pengukuran
kuantitatif,
sinar
harus
bersifat
monokromatik, yakni sinar dengan satu panjang gelombang tertentu. Hal ini dicapai dengan melewatkan sinar polikromatik (yakni sinar dengan beberapa panjang gelombang) melalui suatu monokromator. Terdapat dua jenis
repository.unisba.ac.id
16
monokromator dalam spektrofotometer modern; yaitu prisma dan kisi difraksi (Gandjar, 2012:81). Prisma merupakan suatu lempeng kuarsa yang membiaskan (atau membelokkan) sinar yang melaluinya. Banyaknya pembiasan tergantung pada panjang gelombang sinar, dengan demikian sinar putih dapat terpecah ke dalam warna penyusun-penyusunnya melalui suatu prisma. Prisma selanjutnya berputar untuk memilih panjang gelombang tertentu yang diperlukan untuk pengujian (Gandjar, 2012:82). Suatu kisi difraksi merupakan kepingan kecil gelas bercermin yang didalamnya terdapat sejumlah garis yang berjarak sama yang terpotong-potong, beberapa ribu per milimeter kisi, untuk memberikan struktur yang nampak seperti suatu sisir kecil. Jarak antar potongan kurang lebih sama dengan panjang gelombang sinar sehingga berkas sinar monokromatik akan terpisah ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya oleh suatu kisi. Kisi selanjutnya diputar untuk memilih panjang gelombang yang diinginkan dalam pengujian (Gandjar, 2012:82).
1.7.3
Detektor Setelah sinar melalui sampel, maka penurunan intensitas apapun yang
disebabkan oleh absorpsi diukur dengan suatu detektor. Detektor biasanya merupakan kepingan elektronik yang disebut dengan tabung pengganda foton, yang bereaksi untuk mengubah intensitas berkas sinar ke dalam sinyal elektrik yang dapat diukur dengan mudah, dan beraksi sebagai suatu pengganda (amflifier)
repository.unisba.ac.id
17
untuk meningkatkan kekuatan sinyal. Sinar masuk ketabung dan mengenai katoda; hal ini akan melepaskan elektron, yang akan tertarik pada suatu anoda. Ketika elektron menyerang atau mengenai anoda ini maka akan melepaskan beberapa elektron, yang tentunya, akan tertarik pada anoda di atas, yang mana proses ini akan terulang. Dalam cara ini, suatu aliran elektron dihasilkan dan sinyal dikuatkan atau diamflifikasi (Gandjar, 2012:83). Begitu sinyal elektrik meninggalkan tabung pengganda foton, maka sinyal elektrik tersebut akan menuju perekam untuk menampilkan spektrum serapannya. Kebanyakan spektrofotometer modern saat ini dihubungkan dengan komputer sehingga dimungkinkan penyimpanan sejumlah data (Gandjar, 2012:83-84).
1.8
Verifikasi metode Analisis Verifikasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Sesuai ISO/IEC 17025: 2005, validasi metode analisis ditunjukan untuk menjamin bahwa metode analisis memenuhi spesifikasi yang dapat diterima sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa setiap pengukuran serupa yang dilakukan dimasa yang akan datang akan menghasilkan nilai terhitung (calculated value) yang cukup dekat atau sama dengan nilai sebenarnya (true value) dari jumlah analit yang terdapat dalam sampel (Gandjar, 2012:472).
repository.unisba.ac.id
18
Validasi metode analisis perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa metode yang digunakan sudah valid dan kesalahan (error) yang terjadi masih dalam batas yang diizinkan (Gandjar, 2012:472).
1.8.1
Presisi Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan
sebagai
simpangan
baku
relatif
atau
relative
standard
deviation(biasanya disingkat dengan RSD) dari sejumlah sampel. Sesuai dengan ICH (Intenational Conference on Harmanization), presisi harus dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda yaitu: Keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediate precision) dan ketertiruan (reproducibility) (Gandjar, 2012:473).
1.8.2 Akurasi Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan akurasi suatu metode analisis yaitu: (1) membandingkan hasil analisis dengan CRM (certified reference material) dari organisasi standar internasional; (2) uji perolehan kembali atau recovery dengan memasukkan analit ke dalam matriks blanko (spiked placebo); dan (3) penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit (standard addition method) (Gandjar, 2012: 476-477).
repository.unisba.ac.id
19
1.8.3
Linearitas Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-
hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringin (slope), intersep, dan koefisien korelainya (r). Linieritas biasanya ditunjukan secara langsung dengan mengencerkan larutan baku induk. Dianjurkan untuk melakukan pengenceran secara serial terhadap larutan baku induk pada uji linieritas ini. Penyiapan konsentrasikonsentrasi yang berbeda dengan menggunakan berat baku yang berbeda akan menghasilkan kesalahan terhadap kajian linieritas analit (Gandjar, 2012:480).
repository.unisba.ac.id