BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Di era otonomi daerah, semua daerah tingkat dua perlu mengembangkan segenap potensi yang dimiliki daerah untuk membangun dan memajukan daerahnya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi daerah untuk menggali setiap potensi sumberdaya, baik alam maupun manusia, yang terdapat di daerah. Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan awal berjalannya otonomi daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan dan keleluasaan dalam mengurus rumah tangganya sendiri.Adanya otonomi yang lebih luas yang diberikan oleh Undang-undang, daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk menyelenggarakan berbagai urusan
pemerintahan
dan
pembangunan
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan dan sekaligus roh otonomi daerah (UNSWAGATI, 2012). Penyerahan urusan pemerintahan dan pembangunan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota disertai juga dengan penyerahan kewenangan kepada daerah dalam mencari sumber-sumber pembiayaan untuk menyelenggarakan urusan-urusan tersebut. Sumber-sumber pembiayaan berasal dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD), bantuan pemerintah pusat dan sumber-sumber lain yang sah. Di antara berbagai sumber pembiayaan tersebut, PAD merupakan sumber yangmempunyai arti penting karena mencerminkan kemandirian daerah dalammenyelenggarakan otonomi daerah. Sektor pariwisata memainkan peranan penting dalam perekonomian suatu wilayah. Hal ini disebabkan sektor pariwisata mampu membuka lapangan kerja baru dan memberikan sumbangan PAD yang tinggi bagi daerah. Bahkan daerah yang kurang memiliki, atau tidak memiliki sumber daya alam, dalam hal ini pertambangan
dan
minyak
bumi,
mampu
berkembang
maju
dengan
mengandalkan pariwisata dan industri pendukung, misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali. Berdasarkan data yang dikutip dari WTO, pada tahun 2000 wisatawan manca negara (wisman) internasional mencapai jumlah 698 juta orang yang mampu menciptakan pendapatan sebesar USD 476 miliar. Pertumbuhan jumlah wisatawan pada dekade 90-an sebesar 4,2 persen, sedangkan pertumbuhan penerimaan dari wisman sebesar 7,3 persen, bahkan di 28 negara pendapatan tumbuh 15 pesen per tahun. Jumlah wisatawan dalam negeri di masing-masing negara jumlahnya lebih besar lagi dan kelompok ini merupakan penggerak utama dari perekonomian nasional. sebagai gambaran di Indonesia jumlah wisatawan nusantara (wisnus) pada tahun 2000 adalah sebesar 134 juta dengan pengeluaran sebesar Rp7,7triliun. Jumlah ini akan makin meningkat dengan adanya kemudahan untuk mengakses suatu daerah.
Atas
dasar
angka-angka
tersebut
maka
pantutlah
apabila
pariwisatadikatagorikan kedalam kelompok industri terbesar dunia (the world's largest industry), sebagaimana dinyatakan pula oleh John Naisbitt dalam buku tersebut diatas. Sekitar 8 persen dari ekspor barang dan jasa, pada umumnya berasal dari sektor pariwisata. Pariwisata pun telah menjadi penyumbang terbesar dalam perdagangan internasional dari sektor jasa, kurang lebih 37 persen, termasuk 5-top exports categories di 83 persen negara WTO, sumber utama devisa di 38 persen negara dan di Asia Tenggara pariwisata dapat menyumbangkan 10 –12 persen dari GDP serta 7 – 8 persen dari total employement (Santosa, 2002). Secara geografis, Kabupaten Kepulauan Mentawai terletak di antara 0o55‟00‟‟ – 3o21‟00‟‟ Lintang Selatan dan 98o35‟00‟‟ – 100o32‟00‟‟ Bujur Timur dengan luas wilayah tercatat 6.011,35 km2 dan garis pantai sepanjang 1.402,66 km.Daratan Kabupaten Kepulauan Mentawai ini terpisahkan dari Propinsi Sumatera Barat oleh laut, yaitu dengan batas sebelah utara adalah Selat Siberut, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Selat Mentawai, serta sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia (BPS, 2012). Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri atas gugusan pulau-pulau yakni Siberut, Sipora, Pagai Utara, Pagai Selatan dan 95 pulau kecil lainnya sesuai dengan UU RI no 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil. Pada tahun 2011 ini secara geografis dan administratif, Kabupaten
Kepulauan Mentawai terdiri atas 10 kecamatan, 43 desa dan 266 dusun (BPS, 2012). Kepulauan Mentawai adalah bagian dari Provinsi Sumatera Barat dimana sejak tahun 1999 ditetapkan menjadi sebuah kabupaten. Posisi Kepulauan Mentawai yang ada di tengah Samudera Hindia membuatnya dikelilingi alam laut yang mengagumkan dan sempurna untuk wisata bahari. Mentawai telah tersohor menjadi salah satu tujuan wisata petualang, wisata budaya, dan wisata bahari terutama surfing yang diminati peselancar dalam dan luar negeri. Kepulauan Mentawai sendiri merupakan rangkaian pulau non-vulkanik dimana gugusan kepulauannya merupakan puncak dari suatu punggung pegunungan bawah laut. Ada empat pulau yang membentuk Kepulauan Mentawai yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan. Lokasi pulau-pulau tersebut berada di lepas pantai Provinsi Sumatera Barat yang memanjang dan dikelilingi Samudera Hindia. Surfing atau selancar telah menjadi ikon wisata Kepulauan Mentawai, bahkan tidak jarang digelar kompetisi surfing bertaraf internasional di sini. Sedikitnya tersebar 400 titik surfing di Kepulauan Mentawai. Ombaknya beragam dan menantang, bahkan beberapa gulungan ombaknya termasuk dalam kategori extreme yang dicari peselancar dari berbagai penjuru dunia.Kepulauan Mentawai juga menawarkan atraksi trecking menempuh pedalaman hutan tropis yang masih asli, menikmati gaya hidup masyarakat adat yang tinggal damai di dalamnya. Mentawai adalah sebuah daerah yang belum terjamah banyak oleh tangan manusia dan infrastruktur modern.
Data yang berhasil dihimpun dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, Seni dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Mentawai secara detail dapat dilihat jumlah dan jenis objek wisata di Kabupaten Kepulauan Mentawai, terlihat bahwa ada sebanyak 65 objek wisata dengan berbagai jenis yang tersebar di sepuluh kecamatan. Dari 65 objek wisata tersebut, terdapat 21 objek wisata berupa panorama alam, 29 objek wisata berupa wisata bahari, 5 objek wisata sumber air, dan 10 objek wisata berjenis budaya. Kesepuluh kecamatan dalam Kabupaten Kepulauan Mentawai, terlihat bahwa kecamatan dengan jumlah objek wisata terbanyak adalah Kecamatan Siberut Barat Daya (BPS, 2012). Kondisi geografis dan alam serta objek wisata di Kabupaten Kepulauan Mentawai memberikan gambaran bahwa Mentawai dapat menjadi satu dari tujuan wisata favorit di Indonesia. Namun demikian, untuk mewujudkan Kabupaten Kepulauan Mentawai sebagai salah satu tujuan wisata favorit, perlu dukungan di sektor lain, seperti sarana prasana dan sektor industri pendukung pariwisata. Terutama sektor industri pendukung pariwisata, tidak hanya akan mendorong kemajuan pariwisata namun juga perekonomian di Kabupaten Kepulauan Mentawai. 1.1.1
Rumusan Masalah
Potensi yang besar di sektor pariwisata Kabupaten Mentawai tidak diikuti dengan perkembangan sektor lain terutama sektor industri pendukung pariwisata. Peran pemerintah dalam mendukung sektor pariwisata belum optimal ditengah besarnya potensi pariwisata di Kabupten Kepulauan Mentawai. 1.1.2
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut. 1.
Seberapa jauh pengembangan industri pendukung pariwisata di Kabupaten Kepulauan Mentawai?
2.
Bagaimana
peran
Pemerintah
Kabupaten
Kepulauan
Mentawai
dalam
mengembangkan industri pendukung pariwisata? 1.2
Keaslian Penelitian
Pada bagian keaslian penelitian diuraikan penelitian-penelitian sebelumnya sebagai acuan sekaligus bukti bahwa penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Berikut adalah uraian penelitian-penelitian pada studi pengembangan pariwisata. Simon-oke dan Jogede (2012), meneliti tentang industri pendukung pariwisata terkait sosial ekonomi di Negara Bagian Ekiti, Nigeria. Data untuk studi ini dikumpulkan dari sumber-sumber primer melalui dua set kuesioner dan wawancara yang sangat terstruktur. Seratus lima puluh kuesioner diberikan pada para pekerja/manajemen yang dipilih secara acak (masing-masing 50) di setiap area studi. 150 kuesioner lainnya (masing-masing 50) juga diberikan secara acak pada para pengunjung/pelanggan hotel-hotel di area studi. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa praktek-praktek manajemen seperti Sistem Informasi Manajemen(MIS) pada sebagian besar hotel di area studi bervariasi dan kurang membesarkan hati. Oleh karenanya, studi ini menyarankan agar praktek-praktek manajemen modern dan sistem informasinya menjadi satu prioritas di area studi. Studi ini akan bermanfaat bagi pemerintah, para perencana, peneliti,
investor, pembuat kebijakan, dan individu dalam memastikan dukungan pariwisata untuk pembangunan sosio-ekonomi di negara bagian Ekiti, Nigeria. Pandey dan Pandey (2011) meneliti pengembangan sosial ekonomi melalui adanya agro-wisata di daerah Bhaktapur, Nepal. Pembangunan sosio-ekonomi dari Nepal bergantung pada pemanfaatan potensi pariwisata, kerajinan, hutan nonkayu, dan bernilai tinggi-volume rendah produk pertanian, dan sumber daya manusia. Pariwisata dan pertanian di Nepal merupakan elemen utama dalam pembangunan ini, bertindak sebagai industri yang menghasilkan pendapatan dengan efek multiplier terhadap perekonomian dan kapasitas kerja yang signifikan, juga memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB dan pendapatan pedesaan.
Di
antara
kabupaten
bukit
pertengahan
Nepal,
Bhaktapur
mempertahankan potensi yang tinggi untuk mendapatkan keuntungan dari sinergi antara pariwisata, agro-pertanian, dan kerajinan tangan, memberikan unsur-unsur internal yang diperlukan untuk pembangunan sosial-budaya. Seperti Bhaktapur telah dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO, perlindungan dan renovasi monumen artistik kuno adalah penting. Untuk pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan agro-eko wisata di Bhaktapur, serta kebijakan payung pedoman disertai dengan hukum nasional harus dirumuskan dan dilaksanakan melalui manajemen berbasis masyarakat. Dengan cara ini Bhaktapur dapat berkontribusi pada keinginan Nepal untuk bertahan dalam proses pembangunan bangsa dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif dan komparatif pariwisata dan pertanian peluang yang tersedia di daerah.
Akama dan Kieti (2007), meneliti tentang pariwisata dan pengembangan sosial-ekonomi di negara berkembang. Penelitian ini merupakan studi kasus yang mengambil objek di Mobasa Resort, Kenya. Penelitan yang dilakukan Akama dan Kieti (2007) menggunakan pendekatan deskriptif dan kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan hasil survei di Mobasa Resort. Data sekunder menggunakan data kepariwisataan di Kenya. Hasil penelitian menemukan bahwa berkembangnya pariwisata di Kenya tidak membawa perubahan pada pengurangan kemiskinan atau meningkatkan pemberdayaan sosial ekonomi warga sekitar. Kurangnya keterlibatan swasta dipandang sebagai penyebab kurang berkembangnya kondisi sosial ekonomi tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian 2.
Mengetahui sejauhmana pengembangan industri pendukung pariwisata di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
3.
Mengetahui sejauhmana peran Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam mengembangkan industri pendukung pariwisata.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat yang berarti yaitu: 1.
diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan sektor industri pendukung pariwisata, sehingga mampu memberikan sumbangan bagi kemajuan perekonomian Kabupaten Kepulauan Mentawai.
2.
diharapkan dapat menambah khazanah/wawasan dalam bidang ilmu pengetahuan terutama pengembangan daerah.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini dibagi menjadi empat bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut. Bab I Pengantar memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis menguraikan tentang tinjauan pustaka, landasan teori dan alat analisis yang digunakan. Bab III mengulas tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian. Bab IV Analisis Data menguraikan tentang cara penelitian dan hubungan fenomena-fenomena yang diamati, hasil analisis data dan pembahasan. BabV Kesimpulan dan Saran, merupakan bab penutup yang berisikan uraian singkat mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasannya serta penyampaian saran-saran atau rekomendasi untuk Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai.