BAB I PENGANTAR
A. LATAR BELAKANG Bencana alam yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu bencana yang berasal dari alam dan bencana alam dengan adanya campur tangan manusia. Contoh bencana alam yang berasal dari alam adalah gunung meletus dan tsunami. Lain dengan bencana alam yang disebabkan alam, contoh bencana alam dengan adanya campur tangan manusia adalah banjir dan kebakaran. mengubah
Bencana sistem
alam
ekologi
tersebut
yang
disebabkan
sudah
ada,
manusia
mengakibatkan
terjadinya bencana banjir. Bencana alam yang terjadi di Indonesia, dapat dilihat dari dua sisi sebab-sebab terjadinya bencana alam yaitu dari segi ilmiah dan tradisional. Sisi tradisional melihat bencana alam seperti
badai,
merupakan
letusan
dampak
gunung
dari
api,
banjir
dan
sebagainya
kehidupan
masa
peralihan.
Masa
peralihan ketika segala sesuatu yang terjadi serba tidak menentu, baik di bidang politik, sosial-budaya, ataupun ekonomi.1 Segi
Adrian B. Lapian, “Bencana Alam dan Penulisan Sejarah (Krakatau 1883 dan Cilegon 1888)’, dalam Bernice de Jong Boers 1
2
ilmiah melihat bencana banjir terjadi karena bendungan yang kurang terawat atau ulah manusia berbuat seenaknya, seperti membuang sampah sembarangan hingga menggunduli hutan. Banjir merupakan bencana yang terjadi karena ulah manusia itu sendiri. Tidak mengherankan bencana banjir kerap melanda banyak wilayah di Indonesia. Terjadinya peningkatan bencana banjir terdapat pada kawasan-kawasan perkotaan yang cenderung memiliki kepadatan penduduk yang besar.2 Kawasan perkotaan rentan bencana banjir karena banyak penduduk yang menempati wilayah-wilayah resapan aliran sungai, daerah bantaran sungai. Banjir merupakan bencana alam yang sudah terjadi dari dahulu hingga sekarang. Tidak sedikit wilayah di Indonesia, mengalami banjir setiap tahunnya. Faktanya, 60% penduduk Indonesia menempati Pulau Jawa dan kepadatannya mencapai seribu orang/km2.3 Jawa mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, tetapi penduduk tidak menjaga lingkungan dan membuang dan Helius Sjamsuddin(ed), Letusan Gunung Tambora 1815, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 84. Sutopo Purwo Nugroho. “Dampak Pembangunan Struktural Sungai Terhadap Watak Hidrologi Dalam Pengendalian Banjir Di Kawasan Hulu Bengawan Solo”. Jurnal Alami, Vol 14 No. 3, 2009, hlm. 38. 2
Sudarsono (ed.), Bumiku Semakin Panas, (Yogyakarta: Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa, 2008), hlm. 143. 3
3
limbah sembarangan. Hal inilah yang mengakibatkan bencana seperti banjir banyak melanda wilayah di Pulau Jawa. Salah satu wilayah
di
Jawa
yang
mengalami
bencana
banjir
dan
meninggalkan dampak yang besar adalah Surakarta. Menurut Babad Sala, diungkapkan bahwa masa sebelum kepindahan pusat kerajaan dari Kartasura ke Surakarta pada pemerintahan Pakubuwana II menjelaskan Desa Sala (sekarang Surakarta) terletak di dataran rendah yang masih terdapat rawa, dilalui sungai-sungai dan pada musim penghujan sering terjadi banjir. Selain mempunyai sisi negatif, Desa Sala juga memiliki sisi positif untuk kepindahan pusat kerajaan. Desa Sala merupakan daerah perdagangan yang ramai dengan jalur perdagangan melalui Sungai Bengawan Solo hingga melewati daerah di Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur dan berakhir ke Laut Jawa.4 Desa Sala mempunyai
wilayah
yang
strategis
untuk
dijadikan
pusat
kerajaan.
Ridha Taqobalallah, “Banjir Bengawan Solo Tahun 1966: Dampak dan Respons Masyarakat Kota Solo”. Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, 2009 tidak diterbitkan, hlm. 1. 4
4
Wilayah kekuasaan Kasunanan Surakarta setelah perjanjian Giyanti kemudian dibatasi oleh Kali Opak ke selatan.5 Di wilayah kekuasaan Kasunanan terdapat Sungai Bengawan Solo dan sungai-sungai kecil yang melintasi daerah ini. Di Kota Solo terdapat 5 aliran sungai yaitu Bengawan Solo, Kali Pepe, Gandul, Dengkeng, dan Banteng. Kedatangan bangsa asing (kolonial) membawa pengaruh yang besar di Surakarta baik dalam bidang politik hingga tata ruang kotanya. Tahun 1745 di Surakarta belum dibangun tanggul, kanal penahan air, dan sungai masih melewati daerah kota. Masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwana III Sungai Bengawan Solo dipecah menjadi dua dan dibangun tanggul di Nusupan dan Sangkrah.6 Selanjutnya pembangunan tanggul kembali dilakukan pada pemerintahan Susuhunan Pakubuwana X dan KGPAA Mangkunegoro VI serta bantuan dari pemerintah kolonial Belanda pembangunan tanggul dibuat mengelilingi Kota Solo.7
Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hlm. 25. 5
6
Ibid., hlm. 27.
Ridha Taqobalallah, “Banjir Bengawan Solo Tahun 1966: Dampak dan Respons Masyarakat Kota Solo”. Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, 2009 tidak diterbitkan, hlm. 3. 7
5
Pembangunan tanggul-tanggul ini disebabkan karena di daerah bantaran Sungai Bangawan Solo sering terjadi banjir. Sejak lahirnya Kota Surakarta pada tahun 1745 belum pernah terjadi banjir besar seperti yang pernah terjadi pada tahun 1966.8 Letak geografis Kota Solo berbentuk cekung, dan dikelilingi oleh sungai-sungai. Hal tersebut mengakibatkan Kota Solo sering terendam banjir dan terjadi puncaknya pada tahun 1966 dan banjir tersebut merupakan banjir terbesar dalam sejarah Kota Solo. Banjir
yang
terjadi
di
Surakarta
pada
tahun
1966
merupakan suatu pengulangan peristiwa dari banjir yang pernah terjadi di masa lampau. Banjir merupakan bencana alam yang sebagian besar sebabnya merupakan akibat ulah manusia.9 Perubahan
pada
bidang
ekologi
yang
terjadi
di
Surakarta
merupakan salah satu faktor penyebab adanya banjir. Perubahan ekologi ini juga dapat dipengaruhi oleh perubahan masyarakat pada bidang sosial dan budaya.
”Peta Kota Solo Ketika Ada Banjir Tahun 1966”, Arsip Rekso Pustoko, no.B.891. 8
Adrian B. Lapian, “Bencana Alam dan Penulisan Sejarah (Krakatau 1883 dan Cilegon 1888)’, dalam Bernice de Jong Boers dan Helius Sjamsuddin(ed), Letusan Gunung Tambora 1815, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 84. 9
6
Urbanisasi
besar-besaran
mengakibatkan
munculnya
pemukiman kumuh dan pemukiman dibantaran sungai yang mengakibatkan sungai menjadi sempit. Pendangkalan Sungai Bengawan
Solo
diakibatkan
oleh
banyak
sebab,
misalnya
pembangunan pemukiman-pemukiman di pinggir Bengawan Solo dan sampah dari tangan-tangan kotor manusia. Masyarakat di kota yang terkejut dengan adanya banjir yang datang tiba-tiba menjadi sangat panik, banjir memasuki Kota Solo bagaikan air bah yang dengan cepat merendam hampir semua kota.10 Dari pernyataan-pernyataan diatas, penulis akan membuat rumusan masalah dari peristiwa banjir Solo yang terjadi pada tahun 1966. Penelitian ini akan dibuat sebagai sejarah sosial. Menceritakan secara kronologis peristiwa banjir Solo yang terjadi dan bagaimana masyarakat Solo menghadapi peristiwa banjir tersebut. Kehidupan sosial yang terjadi di kota Solo pada saat banjir tersebut. Pemikiran budaya yang ada pada masyarakat Solo pada peristiwa banjir tersebut. Peristiwa Banjir Solo juga dikaitkan dengan peristiwa G30S yang menimbulkan berbagai cerita yang berkembang di masyarakat yang dihubungkan dengan cerita mistis.
Wawancara dengan Suryati Djoko Sudiro, tanggal 4 Mei 2013 di Kampung Baru Solo pukul 12.55. 10
7
B. RUMUSAN MASALAH DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN Permasalahan pokok yang ditekankan pada penelitian ini adalah dampak banjir Solo tahun 1966 terhadap masyarakat. Banjir Solo tahun 1966 merupakan banjir yang pernah terjadi hingga merendam pusat Kota Solo. Banjir ini bagaikan air bah dan menelan korban penduduk Kota Solo.11 Permasalahan
pokok
di
atas
kemudian
memunculkan
beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Apa faktor yang menyebabkan banjir Solo pada 1966 dan dampak terhadap masyarakat Surakarta? 2. Bagaimana
pemerintah
menanggapi
peristiwa
banjir
tersebut? Penelitian ini mengkaji tentang peristiwa banjir yang terjadi di Solo. Batasan cakupan temporal adalah tahun 1966 karena pada tahun tersebut terjadi banjir yang besar dan mengejutkan masyarakat Kota Solo. Banjir di tahun 1966, hingga merendam pusat kota. Peristiwa ini menjadikan tolak ukur pemerintah Kota Solo setelah tahun 1966 guna mencegah banjir tidak terulang kembali. Contoh nyata akibat dari banjir adalah banyaknya kerugian materi yang diderita masyarakat seperti kasur, bantal,
Wawancara dengan Hendro Purnomosidi, tanggal 13 April 2013 di Keprabon Tengah Solo pukul 16.30. 11
8
pakaian tidak dapat dipergunakan lagi setelah terendam oleh air berlumpur.12 Cakupan spasial penelitian ini adalah wilayah Surakarta. Wilayah Surakarta yang terendam pada saat bencana banjir tahun 1966 hampir ¾ kota.
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan menjelaskan secara kronologis peristiwa banjir yang terjadi di Solo tahun 1966 serta melihat dampak-dampak
dan
perubahan
yang
terjadi
sebelum
dan
sesudah peristiwa banjir itu terjadi. Mengetahui keadaan yang terjadi pada saat banjir tersebut dilihat dari segi sosial. Dapat digunakan untuk mendiskripsikan peristiwa yang terjadi sehingga dapat membantu penelitian di masa mendatang. Mendiskripsikan bagaimana kejadian yang terjadi pada masyarakat pada saat banjir terjadi.
D. TINJAUAN PUSTAKA Sejauh ini karya-karya yang menulis berkaitan dengan tema banjir di Solo memang belum banyak yang mengkaji. Hanya
“Peta Kota Solo Ketika Ada Banjir Tahun 1966”, Arsip Rekso Pustoko, no.B.891. 12
9
beberapa yang mengkaji secara spesifik peristiwa banjir tersebut. Literatur-literatur
yang
digunakan
dalam
tinjauan
pustaka
berupa sumber primer dan sumber sekunder. Penelitian yang mengkaji tentang banjir di Solo yang digunakan sebagai tinjauan pustaka yaitu Skripsi yang berjudul Banjir Bengawan Solo Tahun 1966: Dampak dan Respons Masyarakat Kota Solo.13 Dalam tulisan ini mengidentifikasi mengenai kondisi pemukiman di Surakarta yang berakibat berubahnya kondisi ekologi. Tulisan ini mengidentifikasi secara fokus perkembangan yang terjadi di Kota Solo dari tahun 1550 hingga 1966. Tulisan
ini
mengidentifikasi
secara
mendetail
tentang
perkembangan di Kota Solo hingga menjadi kota yang modern. Fungsi sungai yang diidentifikasi membuat Surakarta ramai oleh para
pedagang
Cina,
Eropa,
dan
Arab.
Seiring
dengan
perkembangan kota yang menuju ke arah yang modern, tetapi sejak dahulu Surakarta memang telah mengalami peristiwa banjir dengan volume yang kecil. Banjir yang terjadi diceritakan karena proses pendangkalan yang terjadi hingga Sungai Bengawan Solo tidak
dapat
dilalui
oleh
kapal-kapal
para
pedagang.
Ridha Taqobalallah, “Banjir Bengawan Solo Tahun 1966: Dampak dan Respons Masyarakat Kota Solo”. Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, 2009 tidak diterbitkan. 13
10
Penanggulangan
pemerintah
yang
diindentifikasi
adalah
penanggulangan pemerintah pada zaman kolonial, yaitu membuat tanggul-tanggul yang mengelilingi kota Solo. Di dalam skripsi ini menjelaskan secara detail tentang perubahan morfologi Kota Solo dari tahun 1550-1966. Membahas juga tentang kosmologi lingkungan hidup masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa selalu mengadakan upacara-upacara tertentu untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya. Di dalam skripsi ini menjelaskan
bahwa
penyebab
banjir
tahun
1966
adalah
pendangkalan sungai akibat eksploitasi kolonial Belanda di daerah hulu sungai sehingga perdagangan menjadi tidak berjalan kembali. Disebutkan bahwa penanggulangan pemerintah hanya sampai pembangunan dan perbaikan tanggul yang jebol. Tulisan kedua merupakan koleksi Arsip Rekso Pustoko, berjudul Bandjir Bandang di Kota Bengawan.14 Tulisan ini mengidentifikasi di bidang politik yang terjadi di Surakarta. Memaparkan kondisi politik di Surakarta yang bergejolak sebelum datangnya banjir. Ketegangan politik yang dirasakan pada waktu sebelum banjir melanda. Pada saat pemilu sebelum terjadinya banjir, di Surakarta partai pemenang adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI menyalahgunakan hutan untuk kepentingan
Penerangan Pekuper, Bandjir Bandang Di Kota Bengawan, (Ex. Karesidenan Surakarta: Pekuper, 1966). 14
11
politik dengan cara menggunduli hutan untuk mendapatkan massa di daerah pedalaman Wonogiri. Di pedalaman Wonogiri, masyarakat hidup gersang dan miskin. PKI mengupayakan petani untuk menggunduli hutan, agar para petani di pedalaman Wonogiri hidup layak. PKI menggunakan hutan untuk mencari simpati rakyat yang hidup di pedalaman. Hutan yang membentang di Wonogiri malah disalah gunakan oleh PKI untuk berkampanye. Melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada saat terjadi banjir, seperti penderitaan masyarakat, pemerintah kabupaten untuk mengatasi masalah banjir. Keadaan-keadaan setiap daerah yang
mengalami
kerugian,
hingga
jembatan-jembatan
penghubung ikut rusak terbawa banjir. Jaringan-jaringan listrik, telekomunikasi yang sempat padam karena terjangan banjir. Tulisan ketiga adalah tulisan dari Moeljono, dkk berjudul Monografi Surakarta.15 Tulisan ini mengidentifikasi kondisi umum Surakarta melihat dari kondisi geografis, kehidupan keluarga, masa pemerintahan, agama, pendidikan, kesenian, kelompok etnis, dan objek pariwisata. Tulisan ini memberikan gambaran
Moeljono, dkk., Monografi Surakarta, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Balai Penelitian Sejarah dan Budaya, 1979-1980). 15
12
umum kondisi-kondisi di Surakarta pada 1980. Tulisan ini berbeda dari cakupan temporal yang diambil untuk penelitian. Tulisan ini menjelaskan kondisi geografis daerah Surakarta dengan
menjabarkan
Surakarta.
Surakarta
kecamatan, berbatasan
kelurahan langsung
yang antara
ada
di
Gunung
Merapi dan Gunung Lawu dan disebelah barat Sungai Bengawan Solo. Dengan letak Surakarta yang berada berbatasan langsung dengan Sungai Bengawan Solo mengakibatkan daerah Surakarta menjadi langganan banjir. Banjir
setiap
tahunnya
melanda
pemukiman
warga
Surakarta yang berada di dataran rendah terlebih berdekatan dengan Sungai Bengawan Solo. Banjir yang terjadi pada tahun 1975 juga menimbulkan kerugian besar bagi warga.16 Tulisan ini melihat sedikit perkembangan penduduk di wilayah Surakarta yang mengakibatkan bencana banjir sulit dihindari karena kepadatan penduduk yang terus bertambah di wilayah sekitar Sungai Bengawan Solo. Solo rawan terhadap bencana banjir sudah terlihat sejak masa pemerintahan Paku Buwono II karena memiliki tanah yang datar dan dekat Sungai Bengawan Solo.17
16
Ibid., hlm.3.
17
Ibid., hlm. 6.
13
Tulisan keempat adalah Bencana Alam dan Penulisan Sejarah (Krakatau 1883 dan Cilegon 1888).18 Didalam tulisan ini menjelaskan tentang bencana alam yang terjadi di Indonesia. Bencana alam yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi alasan yang
ilmiah
dan
kepercayaan
masyarakat
tradisional.
Pengungkapan terjadinya bencana alam seperti gunung meletus, banjir, gempa bumi akibat dari tata kosmos yang berubah di dalam pemikiran masyarakat tradisional. Secara ilmiah bencana alam pasti terjadi sangkut paut dengan ulah manusia seperti banjir karena waduk atau tanggul yang sudah tidak terawat atau daerah aliran sungai dipenuhi dengan pemukiman-pemukiman penduduk liar. Tulisan ini dapat memberikan referensi memaknai bencana alam yang terjadi dari segi ilmiah dan segi kepercayaan yang masih dianut masyarakat sekitar. Masyarakat tradisional masih memaknai sebuah bencana alam yang terjadi dari segi tradisional. Tulisan Masyarakat
kelima Lokal
yang
Atas
dipergunakan
Bencana.19
berjudul
Mengungkapkan
Respons banjir
Adrian B. Lapian, “Bencana Alam dan Penulisan Sejarah (Krakatau 1883 dan Cilegon 1888)”, dalam Bernice de Jong Boers dan Helius Sjamsuddin(ed), Letusan Gunung Tambora 1815, (Yogyakarta: Penerbit Ombak,2012). 18
Agus Indiyanto, Arqom Kuswanjono, Respons Masyarakat Lokal Atas Bencana, (Bandung: Mizan Media Utama, 2012). 19
14
merupakan bencana yang serius. Semakin padat pemukiman penduduk dan perubahan lahan menyebabkan meningkatkan aliran
permukaan.
Bencana
banjir
yang
menimbulkan
permasalahan-permasalahan secara fisik hingga menelan korban jiwa dalam peristiwa ini.
E. METODE DAN SUMBER Sebagai tulisan sejarah, di dalam penelitian ini sangat bergantung pada adanya sumber primer dan sumber sekunder. Sumber tertulis yang berupa arsip, dokumen, buku, jurnal, koran dan lain-lain, sumber lisan yang berupa wawancara dengan pelaku sejarah yang mengetahui peristiwa tersebut. Langkah yang dilakukan adalah tahap heuristik adalah tahap pengumpulan data-data dan sumber-sumber terkait dan relevan. Tahap kedua penulis melakukan
kritik sumber guna menjamin kredibilitas
sumber. Kritik sumber terdiri atas 2 jenis, yaitu pertama adalah kritik intern yaitu kritik yang dilakukan terhadap isi sumber, dan yang kedua adalah kritik ekstern yaitu kritik terhadap bahan sumber tersebut. Setelah kedua tahap sebelumnya, langkah berikutnya adalah mengelempokkan sumber-sumber yang sudah ditemukan dan dikritik, tahapan ini disebut sintesis. Dan langkah
15
terakhir penulis melakukan darstellung, yaitu penulisan sejarah yang merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian. Adapun pengumpulan sumber-sumber ialah dengan mencari sumber tertulis atau sumber lisan dengan cara wawancara. Sumber tertulis dapat buku-buku atau catatan yang berhubungan dengan tema. Sumber-sumber yang didapatkan biasanya adalah sumber tertulis. Sumber tertulis dibagi menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer meliputi arsip, dokumen
pemerintah
atau
dokumen
perusahaan.
Untuk
menemukan sumber primer berupa arsip dapat ditemukan di Arsip Rekso Pustoko milik keraton Mangkunegaran Surakarta. Sumber sekunder meliputi buku, Koran, dan jurnal. Dalam menemukan buku-buku yang relevan diakses di Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya. Koran-koran yang berhubungan dengan peristiwa banjir Solo pada 1966 dapat ditemukan di Jogja Library dan Monumen Pers. Sumber lisan menjadi penting dalam penulisan penelitian ini. Karena dengan melakukan wawancara dapat menghasilkan cerita yang dialami masyarakat Solo pada saat banjir bandang terjadi. Suasana yang terjadi di kota Solo, awal mula banjir terjadi hingga menelan banyak korban. Wawancara ini juga bertujuan untuk mengumpulkan sumber.
16
F. Sistematika Penulisan Penulisan akan disusun secara sistematis dan kronologis agar dapat mencapai sasaran. Tulisan ini terdiri dari pengantar, isi, dan kesimpulan. Penulisan ini akan dimulai dari pengantar yang berisi latar belakang, rumusan masalah dan ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode dan sumber, dan sistematika penulisan. Bagian pengantar ini berisi tentang pemaparan awal, diskripsi sebelum memasuki bagian isi. Pada bagian pemaparan berisi penjelasan umum tentang kondisi Kota Solo. Kemudian bagian selanjutnya berisi tentang kondisi sosial-ekologi Kota Solo. Bagian ini mengarah dan memfokuskan pada perubahan yang terjadi di Kota Solo, kondisi sosial dan ekologi. Bagian ketiga berisi tentang cerita-cerita masyarakat yang terkena banjir tersebut. Menceritakan kondisi masyarakat pada saat
mengalami
banjir
tersebut.
Serta
dampak,
efek
yang
dirasakan pada masyarakat terhadap peristiwa banjir tersebut. Bagian
keempat
berisi
tentang
kondisi
Solo
setelah
terjadinya banjir besar yang terjadi pada 1966. Memaparkan usaha-usaha pemerintah untuk menanggulangi bencana banjir
17
agar tidak terjadi kembali di kemudian hari. Bekerjasama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah guna menanggulangi bencana banjir besar tersebut. Pada bagian terakhir berisi kesimpulan. Kesimpulan yang akan menjelaskan sebab dan akibat dari peristiwa banjir tersebut. Fakta pemerintah menganggulangi bencana banjir yang serupa tidak terjadi lagi di Kota Solo.