BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Beberapa tipe batuan metamorf tersingkap di Indonesia bagian tengah yaitu Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi (Gambar 1.1). Kompleks metamorf tersebut merupakan produk dari subduksi Zaman Kapur. Dari lokasi tersebut dilaporkan ditemukan batuan metamorf derajat tinggi yaitu pada Kompleks Luk Ulo, Jawa Tengah dan kompleks Bantimala, Sulawesi Selatan (Setiawan dkk., 2013). batuan metamorf pada Kompleks Luk Ulo tidak dihasilkan dari subduksi yang sederhana sepanjang subduksi lempeng samudra Indo-Australia (Gambar 1.2) pada Awal Kapur (Kadarusman dkk., 2010). Kehadiran batuan metamorf derajat rendah dan tinggi pada suatu daerah memberikan arti penting untuk mempelajari sejarah gelogi daerah sekitar. Maka dari itu perlu dilakukan studi detail untuk menjawab permasalahan tersebut.
Gambar 1.1 Persebaran batuan metamorf pada Indonesia bagian tengah (Setiawan dkk., 2012)
1
2
Kehadiran sekis derajat rendah sampai tinggi dan gneis asal kerak benua merupakan titik awal keterlibatan kerak benua selama kolisi di area Karangsambung (bagian timur dari zona subduksi). Menurut Kadarusman dkk. (2007) kehadiran batuan metamorf derajat tinggi di area kompleks Luk Ulo terbatas pada area yang kecil diantara batuan metamorf derajat rendah. Belum diketahui dengan pasti kontrol penyebab tersingkapnya batuan metamorf derajat tinggi diantara batuan metamorf derajat rendah. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian yang lebih detail mengenai kontrol apakah yang mempengaruhi kemunculan batuan metamorf derajat tinggi tersebut dengan membuat jalur lintasan guna memetakan perubahan fasies metamofisme dan mengatahui hubungan antar fasies metamorfisme.
Gambar 1.2 Pertumbuhan Sundaland pada Mesozoik. Batas Sundaland pada Trias Akhir diperlihatkan dengan garis biru tua, dengan batas selatan merupakan batas inti Sundaland (Hamilton, 1978 dalam Hall, 2014). Sundaland tumbuh pada Awal Kapur Akhir dengan penambahan kerak benua Jawa Timur dan Sulawesi Barat (Hall, 2014)
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang mana banyak dilakukan di area Sungai Muncar – Sungai Loning yang terdapat di sekitaran
3
Sungai Luk Ulo, penelitian ini dilakukan di bagian hulu (anak Sungai Luk Ulo di bagian utara) harapannya akan semakin banyak fasies metamorfisme yang akan ditemukan sepanjang lintasan dalam bentuk bedrock. Sehingga perubahan dan hubungan fasies metamorfisme dapat diketahui dengan jelas. Pada penelitian-penelitian sebelumnya juga belum pernah dilaporkan temuan mengenai potensi endapan mineral logam pada kompleks batuan metamorf di Kompleks Luk Ulo. Mendengar laporan dari masyarakat saat dilakukan penggalian pondasi jembatan Kali Gebang bahwa terdapat urat-urat kuarsa dan batuan metamorf sekis yang mengandung mineral sulfida yang signifikan pada kedalaman kurang lebih 10 m dibawah permukaan tanah. Penulis menemukan indikasi mineralisasi pada batuan metamorf derajat rendah yaitu sekis hijau dan amfibolit yaitu dengan kehadiran urat-urat kuarsa yang sejajar dan memotong foliasi batuan metamorf pada daerah penelitian. Mineralisasi endapan low sulfide quartz atau endapan emas orogenik umum ditemukan pada granitegreenstone terrane (GGT) dan berasosiasi dengan sesar geser mayor (Drew, 2003). Kehadiran batuan granitoid pada Kompleks Luk Ulo dilaporkan oleh Setiawan dkk. (2015) sebagai bongkah-bongkah yang terbawa arus pada pertemuan antara Sungai Luk Ulo dengan Sungai Loning. Perhitungan umur batuan menggunakan metode U-Pb zirkon menunjukkan bahwa grafik granit dan granit mengandung hornblende memiliki kisaran umur yaitu 68.41 ± 1,4 Jtl dan 69.10 ± 10 Jtl, sedangkan granodiorit berfoliasi dan granit/granodiorit mengandung garnet memiliki kisaran umur tertua dan termuda adalah 107 ± 3 Jtl dan 437 ± 13 Jtl. Menurut Kadarusman dkk. (2007) batuan metamorf pada
4
Kompleks Luk Ulo lebih di dominasi oleh batuan metamorf derajat rendah yaitu sekis seperti yang terdapat pada Sungai Muncar dan Sungai Loning. Kehadiran metamorfisme derajat rendah (sekis hijau) dan kehadiran batuan granitoid pada Kompleks Luk Ulo memberikan arti penting terhadap kehadiran endapan mineral tipe emas orogenik. Maka dari itu perlu dilakukan studi detail mengenai karakteristik endapan mineral logam pada daerah penelitian. Penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu dari segi lokasi penelitian dan metode penelitian. Lokasi penelitian dikonsentrasikan di sekitaran aliran Sungai Gebang yang merupakan anak Sungai Maetan (bagian hulu dari Sungai Lok Ulo). Metode penelitian yang digunakan adalah dengan membuat jalur lintasan sepanjang Sungai Gebang (hilir – hulu) guna memetakan perubahan fasies metamorfisme secara detail. Pada penelitian sebelumnya penelitian batuan metamorf lebih difokuskan pada penentuan umur dan estimasi P/T metamorfisme. Untuk penelitian endapan emas orogenik pada daerah penelitian perbedaan terletak pada lokasi dan metode yang digunakan. Penelitian mengenai endapan emas orogenik pernah dilakukan oleh Sreymean (2010) yang dilakukan di daerah Kebutuhjurang, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, dengan menggunkan metode analisis petrografi, mineragrafi, XRD, ICP-MS, dan inklusi fluida. Pada penelitian ini metode yang digunakan relatif sama namun terdapat perbedaan dalam metode untuk penentuan kadar mineral bijih, yang mana pada penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan metode analisis dengan AAS sedangkan Sreymean (2010) menggunakan metode analisis dengan ICP-MS.
5
I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah geologi pada daerah penelitian yang diperoleh melalui studi petrologi dan geokimia batuan metamorf. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui; 1.
Mengetahui fasies metamorfisme dan perubahannya sepanjang jalur lintasan Sungai Gebang, Desa Kaligua, Kecamatan Kaliwiro, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.
2.
Mengetahui variasi batuan asal dan kondisi P-T metamorfisme.
3.
Mengetahui tipe metamorfisme dan tatanan tektonik terbentuknya batuan metamorf.
4.
Mengetahui karakteristik dan tipe endapan mineral pada daerah penelitian.
I.3. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian Daerah penelitian secara administrasi berada pada Desa Kaligua, Kecamatan Kaliwiro, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan koordinat lokasi penelitian terletak pada N 9175800 - 9173100 dan E 362350 365120. Penelitian difokuskan pada daerah aliran Sungai Gebang kearah hulu yaitu Gunung Pare (Gambar 1.3). Lokasi penelitian berjarak kurang lebih 125 km dari Kota Yogyakarta dan dapat ditepuh dengan menggunakan sepeda motor atau mobil selama kurang lebih 3 jam 14 menit. Secara keseluruhan lokasi penelitian dapat dijangkau dengan sepeda motor, namun ada beberapa lokasi
6
seperti aliran sungai, perkebunan, dan jalan setapak yang harus dijangkau dengan berjalan kaki.
Gambar 1.3 Peta indeks lokasi penelitian. Garis panah merah menunjukkan jalur lintasan Sungai Gebang yang merupakan lintasan yang akan diambil dalam penelitian ini
I.4. Batasan Masalah Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini terfokus pada penentuan perubahan fasies batuan metamorf sepanjang lintasan Sungai Gebang, penentuan kondisi pembentukan meliputi kondisi P-T dan batuan asal, penentuan tipe metamorfisme, tatanan tektonik batuan metamorf, dan penentuan karakteristik serta tipe mineralisasi pada batuan metamorf.
I.5. Peneliti Pendahulu Daerah penelitian termasuk dalam Kompleks Mélange Luk Ulo yang mana telah dilakukan penelitian baik stratigrafi maupun batuan metamorf oleh beberapa
7
peneliti, berikut adalah peneliti yang pernah melakukan penelitian pada daerah Luk Ulo. I.5.1. Ketner dkk. (1996) Batuan pada daerah penelitian tersusun atas batuan sedimen, batuan gunungapi terubah, granit, porfir plagioklas-kuarsa, gabbro, amfibolit, serpentinit dan tuf yang terbreksikan, tercampur aduk secara tektonika, dan tersesarkan di atas batuan sedimen berumur kapur. Sebagian granit dan porfir diduga bersal dari batuan beku dan sebagian lagi berasal dari tuf terbreksikan dan batuan sedimen yang terkena proses metamorfisme. Selain itu juga terdapat batuan basa dan ultrabasa yang terdiri dari gabbro, amfibolit, basalt dan serpentinit dengan batas jelas dan juga terdapat sebagai kepungan tektonik di dalam kompleks Luk Ulo. Batuan basa dan ultrabasa ini memiliki umur Kapur Awal. I.5.2. Miyazaki dkk. (1998) Batuan metamorf derajat tinggi tersingkap di wilayah Karangsambung, Jawa Tengah, Indonesia yang merupakan bagian dari kompleks subduksi Kapur (Kompleks Luk Ulo). Batuan metamorf yang paling melimpah pada kompleks Karangsambung adalah pelitik sekis yang berdasarkan penanggalan dengan K-Ar didapatkan umur Akhir Kapur Awal. Juga ditemukan eklogit, glaucophane rock, amfibolit garnet, jadeite-garnet-glaucophane rocks dalam jumlah kecil. Dengan menggunakan konsep kesetimbangan jadeite-garnet-glaucophane-phengite-quartz diketahui tekanan dan suhu pembentukan adalah P = 22 ± 2 kbar dan T = 530 ± 40ºC. Dugaan kondisi tekanan dan temperatur tersebut mengindikasikan batuan tersubduksi sampai kedalaman 80 km dengan gradien geothermal 7 ºC/Km. Tipe
8
batuan ini terbentuk karena proses metamorfisme pada oceanic lithosphere yang tersubduksi hingga kedalaman mantel atas. I.5.3. Prasetyadi dkk. (2005) Batuan dasar di Karangsambung adalah kompleks subduksi yang memiliki karakteristik berupa campuran blok yang terdapat di dalam matriks secara tektonik. Blok tersebut tersusun atas serpentinit, gabbro, basalt, rijang, calcilutite, greywacke, batupasir, filit, marmer, sekis, dan eklogit yang tertananam di dalam matriks scaly clay. Umur dari Kompleks Luk Ulo adalah Kapur Akhir – Paleosen ditentukan dari fosil radiolariaan dan foraminifera yang ditemukan di dalam matriks batuan sedimen. Sesar utama kompleks batuan dasar menunjukkan pola tenggara-barat laut, dengan akresi mélange di Karangsambung menunjukkan pola overturned ke arah barat laut yang diduga disebabkan karena zona subduksi dari arah tenggara (Prasetyadi dkk., 2005). I.5.4. Kadarusman dkk. (2007; 2010) Menurut Kadarusman dkk. (2007) kompleks sabuk akresi-kolisi Kapur muncul secara sporadis di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Kompleks tersebut terdiri dari ofiolit yang terpisah-pisah, batuan sedimen, dan sekis kristalin dan gneis sebagai tektonik lempeng yang tertanam di dalam matriks black shale. Batuan metamorf derajat tinggi yang terdiri dari eklogit dan sekis biru tersingkap dalam wilayah yang kecil di antara zona batuan metamorf derajat rendah (sekis dan serpentinit) di sepanjang Kali Muncar dan Kali Gua.
9
Kadarusman dkk. (2007) membagi tahapan metamofisme eklogit pada Kompleks Luk Ulo menjadi lima tahapan yaitu; (1) tahap 1 yang mana eklogit tersusun atas inti garnet dan omfasit + Ca-Na amfibol + phengit + rutil + inklusi epidot dalam inti garnet, (2) tahap 2 dengan karakter garnet dengan rim sebagai porfiroblast + omfasit + phengit + rutil + Ca-Na amfibol, (3) tahap 3 dengan karakteristik konstituen matriks yang memiliki kesamaan dengan tahap 1 dan 2 atau disebut juga dengan tahap puncak/akhir eklogit, (4) tahap 4 memiliki karakteristik eklogit yang di overprint oleh sekis biru, dan (5) tahap 5 dicirikan dengan pertumbuhan poikiloblast turmalin dan apatit pada mineral klorit, epidot, dan mineral lainnya. Estimasi P-T metamorfisme pada tourmaline bearing-eclogite dicirikan oleh kenaikan tekanan pada penurunan temperatur yang terjadi pada tahap 1 ke tahap 3 dengan tekanan 22.5 kbar dan temperature 365 ºC, sedangkan normal eklogit memperlihatkan kenaikan tekanan yaitu 20.5 kbar dan kenaikan temperatur 410 ºC. Selanjutnya eklogit tersubduksi hingga kedalaman 70 km dengan gradien geothermal 6 ºC/km. Pada tahap 4 diketahui tekanan 8 – 10 kbar dan suhu 350 – 400 ºC. Berdasarkan analisis petrografi batuan metamorf metabasite derajat tinggi dibagi menjadi empat grup yaitu, (1) tourmaline bearing eclogite, (2) normal eklogit tanpa turmalin, (3) glaucophane rock, dan (4) sekis biru (Kadarusman, 2007). Kadarusman dkk. (2010) membagi dua grup batuan metamorf pada Kompleks Luk Ulo berdasarkan batuan asalnya yaitu; (1) oceanic plate protolith yang terdiri dari metabasite berukuran halus dengan metapelite fasies sekis hijau
10
dan fasies amfibolit, batuan metamorf derajat tinggi seperti eklogit yang mengandung lawsonit dan turmalin, jadeit, dan sekis glaukofan dan (2) continental crustal protolith yang terdiri dari batuan metamorf derajat rendah sampai medium meta-pelite, batuan kalk-silika, meta-granit (gneis, kuarsit, marmer dan granulit felsik), dan minor meta-vulkanik. Kehadiran batuan induk asal lempeng benua ini dapat dijelaskan salah saatunya oleh fragmentasi accretionary wedge pada zona mélange karena sesar geser pada masa lampau atau pada awal kolisi Sundaland dengan lempeng benua Australia. I.5.5. Sreymean (2010) Endapan emas orogenik di Jawa Tengah khususnya pada Kompleks Karangsambung sebelumnya telah diteliti oleh Sreymean (2010). Lokasi tersebut berada pada daerah Kebutuhjurang, Banjarnegara, Jawa Tengah. Lokasi tersebut berada di sebelah barat daerah penelitian kurang lebih sekitar 4 km kearah barat dari Sungai Gebang. Sreymean (2010) melakukan pemetaan geologi dan pemetaan alterasi pada daerah tersebut. Metode yang digunakan adalah analisis petrografi, mikroskop bijih, XRD, ICP-MS, dan inklusi fluida. Diperoleh tiga zona alterasi yaitu zona alterasi illit, zona alterasi illitklorit, dan zona alterasi karbonat. Analisis dengan ICP-MS diperoleh kadar emas pada daerah penelitian adalah 10-62 ppb, yaitu pada batuan yang mengalami silisifikasi dan ditemukan sebagai float pada aliran sungai. Analisis dengan inklusi fluida menunjukkan bahwa urat kuarsa terbentuk melalui tiga generasi yaitu; (1) generasi pertama terbentuk pada suhu relatif tinggi (156-245 ºC) dengan salinitas 0.27-0.32 wt.% NaCl, (2) generasi kedua terbentuk pada suhu rendah yaitu 116-
11
155 ºC dengan salinitas 0.24 wt.%, dan (3) generasi ketiga terbentuk pada kisaran suhu yang sama dengan generasi kedua dengan salinitas 0.29 wt.% NaCl. I.5.6. Setiawan dkk. (2012; 2013) Menurut Setiawan dkk. (2013) beberapa tipe batuan metamorf tersingkap pada Indonesia bagian tengah seperti Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Batuan metamorf derajat tinggi – sangat tinggi tersingkap di Kompleks Bantimala yang terdiri dari batuan metamorf fasies eklogit, selain itu batuan metamorf fasies eklogit juga tersingkap di Luk Ulo, Jawa Tengah, dan di Kalimantan Selatan ditemukan batuan metamorf Mg-rich chloritoid. Berdasarkan penanggalan K-Ar pada batuan metamorf di Sulawesi, Jawa Tengah, dan Kalimantan didapatkan kesamaan umur yaitu pada Kapur Awal yang kemungkinan merupakan bagian yang berasal dari kompleks subduksi Kapur. Kompleks Luk Ulo merupakan kompleks batuan metamorf yang tersingkap di Karangsambung, Jawa Timur dan sebagian kecil batuan metamorf juga tersingkap di Bayat, Jawa Tengah. Batuan metamorf tersingkap di sepanjang Sungai Loning, Muncar, dan Lokidang. Kompleks batuan metamorf tersebut tersusun atas metabasite tekanan tinggi (eklogit, sekis garnet glaukofan, dan sekis biru), metabasite tekanan rendah – sedang (amfibolit dan amfibolit garnet), dan meta-pelite (sekis mika dan sekis mika garnet). Menurut Setiawan dkk. (2012) estimasi kondisi P-T eklogit pada kompleks Luk Ulo adalah 2.2 – 2.4 GPa pada 580 – 650 ºC dan sesuai dengan kondisi subduksi lempeng pada kedalaman 80 – 85 km.