BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang dipekerjakan dalam suatu badan tertentu, baik pada lembaga pemerintah maupun badan usaha merupakan seorang pegawai (A.W. Widjaja, 2006). Pegawai memiliki peran yang besar dalam menentukan keberhasilan pencapaian organisasi, sehingga pegawai merupakan bagian terpenting dalam organisasi. Dalam memaksimalkan kinerja, poduktivitas maupun efektivitas organisasi dibutuhkan fungsi dan peran pegawai melalui cara kerja yang efisien sehingga memberikan nilai tambah bagi perusahaan atau organisasi (Nawawi, 2000). Aamodt (1991) menyatakan jalan atau tidaknya fungsi dari suatu perusahaan atau organisasi bergantung pada bagaimana pegawai atau karyawan itu bertindak, dengan demikian jika pegawai bekerja dengan cakap, terampil dan bersedia bekerja dengan giat maka akan mencapai hasil yang baik. Salah satu pegawai yang berada dibawah naungan lembaga pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara rIndonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan (kemenkeu.go.id, 2015). Keberadaan Pegawai Negeri Sipil pada hakekatnya merupakan tulang punggung pemerintah dalam menjalankan pembangunan
1 Universitas Sumatera Utara
nasional, untuk itu pegawai negeri sipil harus mampu menggerakkan dan melancarkan tugas-tugas pemerintah agar dapat melayani masyarakat dengan baik (Musanef, 2002). Pegawai Negeri Sipil (PNS) idealnya merupakan pelayan masyarakat dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para PNS tentunya tak lain ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun kenyataan yang ada sekarang masih banyak PNS yang malas untuk datang bekerja (Pratomo, 2014). Hal ini sejalan dengan fenomena yang belakangan ini sering terjadi adalah PNS yang kurang memiliki kemauan untuk bekerja dengan baik. Dalam hal ini PNS tidak mengerjakan tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya dengan baik dan bersungguh-sungguh, bahkan PNS melakukan tindakan yang tidak disiplin seperti datang terlambat ke tempat kerja, pulang lebih awal dari jam kerja bahkan tidak masuk bekerja (harianterbit.com, 2016). Hal ini juga diperkuat oleh Hasil survei dari Political and Economic Risk Consultancy pada tahun 2013, hasil survei menunjukkan bahwa kinerja PNS di Indonesia menempati urutan yang terburuk se-Asia setelah India (asiarisk.com, 2016). Bahkan Pemerintah Indonesia juga mulai gerah pada tindakan pegawainya yang tidak produktif, melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), pemerintah tidak akan segan-segannya mengultimatum para PNS yang malas bekerja atau tidak kompeten dalam bekerja agar bisa turun jabatan atau bahkan pensiun dini (Pratomo, 2014).
2 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai negeri sipil di Kecamatan Medan Sunggal, dapat dikatakan bahwa beberapa PNS dalam kesehariannya masih memperlihatkan semangat bekerja yang belum memadai, seperti masih ada yang datang terlambat ke tempat kerja, tidak melaksanakan kewajiban untuk mengikuti apel pagi dan siang, serta masih ada PNS yang melimpahkan tugasnya kepada pegawai honor dan belum dapat melayani masyarakat dengan maksimal, selain itu sebagian PNS juga merasa khawatir dan gelisah apabila mendapatkan tugas yang sulit dan tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (Komunikasi Personal, juli 2016). Dalam menghadapi kondisi yang terjadi pada PNS di Kecamatan Medan Sunggal, maka salah satu aspek penting yang harus dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja dengan giat dan mencapai hasil kerja yang baik adalah semangat kerja. Hal ini juga sejalan dengan pendapat (Frese, 2008) bahwa instansi pemerintahan juga membutuhkan pegawai yang selalu semangat dalam bekerja, memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaan dan memiliki keterikatan yang tinggi terhadap organisasi. Semangat kerja merupakan sikap partisipasi pekerja dalam mencapai tujuan organisasi yang harus dilakukan dengan dorongan kuat,
antusias,
bertanggung
jawab
terhadap
prestasi serta konsekuensi
organisasi dimasa sekarang dan yang akan datang (Strauss & Sayless, 1999). Selain itu ada beberapa alasan pentingnya semangat kerja pegawai pada organisasi atau perusahaan, alasan tersebut diantaranya adalah dengan semangat kerja yang tinggi perusahaan dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas, pekerjaan yang ditugaskan kepada pegawai dapat diselesaikan
3 Universitas Sumatera Utara
dalam waktu yang lebih singkat, membuat pegawai merasa senang bekerja sehingga kecil kemungkinan untuk pindah bekerja ke tempat yang lain, dan dengan semangat kerja yang tinggi akan mengurangi angka kecelakaan karena pegawai cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti, sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada (Tohardi, 2002). Pada prinsipnya, semangat kerja dianggap sebagai sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri yang kuat untuk meneruskan pekerjaan, kegembiraan, dan organisasi yang baik (Chaplin,1999). Semangat kerja yang baik menurut (Moekijat 1989) dihubungkan dengan motif dan hasil kerja yang baik. Sedangkan semangat kerja yang kurang baik dihubungkan dengan kekecewaan, ketidak-beranian, kekurangan akan dorongan dan hasil kerja yang kurang baik. Carlaw, Deming & Friedman (2003) menyatakan dengan semangat kerja yang tinggi pegawai akan bekerja dengan berenergi, antusias dan memiliki rasa kebersamaan, dengan kata lain pegawai bersedia untuk bekerja dan mengerahkan semua usahanya dalam rangka menyelesaikan pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai dengan semangat kerja yang rendah merasa kurang antusias menyelesaikan pekerjaannya, bermalas-malasan, dan memiliki kinerja yang tidak memuaskan, serta kurang fokus menyelesaikan pekerjaannya. Apabila suatu perusahaan mampu meningkatkan semangat atau kegairahan setiap pegawai yang bekerja didalamnya maka perusahaan akan banyak mendapatkan keuntungan, dan sebaliknya bilamana semangat kerja turun maka perusahaan akan mendapat banyak kerugian (Nitisemito, 1982). Dengan
4 Universitas Sumatera Utara
meningkatnya semangat kerja maka seseorang akan berpikir bahwa pekerjaannya baik dan berarti, sehingga ia bekerja dengan sepenuh hati sekalipun kondisi kerjanya di bawah tekanan (Kasali, 1998). Lebih lanjut menurunnya semangat kerja dapat diketahui dengan pegawai yang merasa bosan, tidak bergairah, dan bermalas-malasan dalam melaksanakan pekerjaannya. Kondisi semangat kerja yang menurun seperti ini dapat menimbulkan masalah di tempat kerja, seperti kecenderungan pegawai untuk menarik diri dari lingkungan kerja, datang terlambat ke tempat kerja, dan pulang lebih awal daripada waktu yang telah ditentukan. Kondisi seperti ini yang nantinya dapat berdampak buruk terhadap performa kerja pegawai dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan atau organisasi (Gibson, 2003). Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk mengetahui indikasi turunnya semangat kerja, karena dengan adanya pengetahuan tersebut maka dapat diketahui apa yang menjadi penyebab turunnya semangat kerja seseorang. Sehingga dari awal perusahaan dapat mengambil tindakan untuk pencegahan atau pemecahan masalah (Nitisemito, 1982). Untuk dapat meningkatkan semangat kerja maka salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pegawai adalah kecerdasan emosional. Pentingnya kecerdasan emosional di tempat kerja bersandar pada keyakinan bahwa kecerdasan emosional memainkan peran penting dalam mendorong semangat kerja, inovasi, efisiensi, produktivitas, pengembangan bakat, kepuasan dan komitmen karyawan (Cherniss,2001). Kecerdasan emosional tersebut antara lain adalah empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan menyelesaikan
5 Universitas Sumatera Utara
masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan serta sikap hormat (Hidayati, Purwanto & Yuwono, 2008). Dalam buku Emotional Intelligence (1999), Goleman menyebutkan jika seseorang menghadapi kegagalan dan penolakan secara terus menerus, maka dapat menyebabkan semangat kerja akan menurun. Untuk menghadapi situasi tersebut dibutuhkan kecerdasan emosional, yang mana dengan kecerdasan emosional maka seseorang akan memiliki kemampuan untuk mempertinggi motivasi agar tetap bertahan dalam menghadapi kegagalan, sehingga nantinya semangat kerja yang dimiliki seseorang juga akan meningkat. Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer untuk menerangkan kualitaskualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan (Shapiro, 1998). Patton (1998) menyatakan kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan produktif dan meraih keberhasilan. Seorang pegawai harus memiliki keterampilan dalam membangun hubungan pribadi untuk meningkatkan dan melengkapi kemampuan kerja. Dengan kecerdasan emosional, seseorang akan mengetahui cara mengelola suasana hati saat menghadapi tantangan dan kesulitan sehingga membantu dalam membangun hubungan yang positif dan produktif dalam mencapai tujuan. Damasio (dalam Goleman, 1999) menyatakan bahwa emosi berperan besar dalam pengambilan keputusan “rasional”. Kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu individu dalam mengatasi konflik secara tepat dan menciptakan
6 Universitas Sumatera Utara
kondisi kerja yang menggairahkan sehingga menghasilkan prestasi kerja yang tinggi pula. Sedangkan kecerdasan emosional yang rendah akan berdampak buruk bagi seseorang karena mereka kurang dapat mengambil keputusan secara rasional dan tidak bisa menghadapi konflik secara tepat. Lebih lanjut, dalam konteks pekerjaan kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengetahui apa yang kita dan orang lain rasakan termasuk diantaranya cara tepat seseorang untuk menangani masalah. Di dunia kerja, seseorang dengan kecerdasan emosional yang tinggi tidak akan mudah putus asa dan frustasi namun semakin termotivasi untuk mencapai tujuan yang dicitacitakan. Selain itu, faktor terbesar yang mendukung keberhasilan seseorang dalam bekerja adalah kecerdasan emosionalnya, Goleman menyatakan bahwa pengaruh kecerdasan emosional mencapai 80 hingga 90% dalam kesuksesan seseorang dalam mencapai pekerjaannya (Martin, 2003). Menurut Goleman (1999) dengan kecerdasan emosional seseorang akan memiliki kemampuan lebih dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Oleh sebab itu semangat kerja seorang pegawai dapat dilihat dari tingkat kecerdasan emosional yang dimilikinya, dimana tingkat kecerdasan emosional yang kurang baik akan menimbulkan semangat kerja yang kurang baik dan sebaliknya jika kecerdasan emosionalnya baik maka akan menimbulkan semangat dan hasil pekerjaan yang baik. Kecerdasan emosional seseorang diperlukan untuk membantu berintegrasi dalam mengembangkan empati, simpati dan sekaligus memahami orang lain disekitarnya dan agar dapat bekerja sama dengan orang lain
7 Universitas Sumatera Utara
sehingga kualitas kerjanya dapat meningkat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, profesional, serta dilandasi dengan tanggung jawab yang tinggi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing - masing. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih (2014) pada Karyawan Balai Besar Pelatihan Kerja Industri Surakarta. Hasil penelitian menjelaskan bahwa variabel kecerdasan emosional termasuk aspek-aspek yang ada didalamnya dapat dijadikan sebagai prediktor untuk mengukur semangat kerja pegawai. Selain itu Sy, dkk (2006) menyatakan individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan lebih baik dalam menilai dan mengatur perasaan mereka dan orang lain ditempat kerja yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap semangat kerja dan kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan pemaparan diatas, ketika pengamatan awal dilakukan pada lingkungan Kantor camat & Kelurahan Se-Kecamatan Medan Sunggal diketahui bahwa beberapa PNS masih memperlihatkan semangat bekerja yang belum memadai, sementara semangat kerja merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil agar dapat memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan ataupun instansi yang terkait, dan salah satu yang menjadi faktor penting untuk dapat meningkatkan semangat kerja yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil adalah kecerdasan emosional, oleh sebab itu dalam hal ini peneliti tertarik untuk melihat bagaimana pengaruh kecerdasan emosional terhadap semangat kerja Pegawai Negeri Sipil yang berada di Kecamatan Medan Sunggal.
8 Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap semangat kerja pegawai ?”
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap semangat kerja PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Kecamatan Medan Sunggal.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas bidang ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Psikologi Industri dan Organisasi dalam hal yang terkait dengan semangat kerja dan kecerdasan emosional. Dan bagi peneliti lainnya dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya yang ingin meneliti dan menggali lebih dalam mengenai semangat kerja dan kecerdasan emosional. 2. Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran pada instansi, yaitu : a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kecerdasan emosional terhadap semangat kerja PNS di Kecamatan Medan Sunggal.
9 Universitas Sumatera Utara
Serta memberikan informasi mengenai seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap semangat kerja. b. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional pada PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang ada di Kantor Camat dan Kelurahan Se-Kecamatan Medan Sunggal. c. Untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat semangat kerja pada PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang ada di Kantor Camat & Kelurahan SeKecamatan Medan Sunggal.
E. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan Berisikan latar belakang masalah, khususnya mengenai semangat kerja dengan kecerdasan emosional, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori Berisi penjelasan mengenai teori yang mendasari masalah penelitian. Pada penelitian ini, landasan teori mencakup teori mengenai semangat kerja yang mencakup definisi, ciri-ciri individu dengan semangat kerja yang tinggi, faktor yang mempengaruhi semangat kerja, manfaat semangat kerja yang tinggi dan teori mengenai kecerdasan emosional yang mencakup definisi, aspek, dampak kecerdasan emosional serta ciri-ciri kecerdasan emosional yang tinggi dan rendah.
10 Universitas Sumatera Utara
Serta, terdapat dinamika antar kedua variabel penelitian, yaitu semangat kerja dengan kecerdasan emosional dan hipotesis penelitian.
Bab III : Metode Penelitian Berisi identifikasi variabel, definisi operasional, populasi penelitian, metode pengumpulan data, validitas, reliabilitas & daya diskriminasi aitem, hasil uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode pengolahan data.
Bab IV : Hasil dan Pembahasan Berisi hasil analisis data disertai dengan pembahasan. Hasil analisis data yang terdapat dalam bab ini adalah gambaran subjek penelitian, hasil uji asumsi penelitian, hasil penelitian, deskripsi data penelitian serta pembahasan mengenai hasil penelitian.
Bab V : Kesimpulan dan Saran Berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian dan saran, baik secara metodologis yaitu saran untuk penelitian selanjutnya maupun saran praktis yang ditujukan bagi perusahaan.
11 Universitas Sumatera Utara