BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi di bidang farmasi khususnya di bidang kosmetik saat ini, telah memberikan banyak alaternatif bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhannya akan kebersihan serta kecantikan tubuh dan wajahnya. Berbagai produk kosmetik dengan berbagai fungsi/manfaat dari berbagai perusahaan dan negara banyak tersedia di pasaran; ada yang berfungsi untuk membersihkan kulit wajah,
membersihkan
plek-plek
pada
wajah,
membersihkan
jamur,
mengencangkan kulit dan sebagaianya. Produk-produk kosmetik tertentu, di samping memiliki fungsi yang sangat baik bagi kecantikan wanita, tetapi di sisi lain dapat menimbulkan efek samping yang merugikan dan membahayakan kesehatan dan kehidupan pemakainya; hal ini disebabkan produk kosmetika tersebut mengandung bahanbahan kimia yang berbahaya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, pada tanggal 11 Juni 2009 telah mengeluarkan public warning mengenai kosmetik rias wajah dan rias mata (18 item produk), kosmetik pewarna rambu (7 item produk), kosmetik perawatan kulit (44 perwatan kulit), dan kosmetik sediaan mandi (1 merek produk). Sebagian besar produk-produk yang masuk ke dalam daftar public warning tersebut adalah produk buatan China. Meskipun produk-produk kosmetika tersebut telah dibatalkan ijin
1
edarnya,
tidak
menutup
kemungkinan
adanya
sindikat
bisnis
yang
menyalurkannya secara ilegal. Masyarakat pada umumnya lebih menyukai produk kosmetik buatan China, karena harganya yang relatif rendah tetapi kinerjanya tidak kalah dengan produk buatan Amerika atau Eropa. Sebagai upaya untuk menghindarkan efek negatif yang merugikan masyarakat pengguna kosmestik-kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya, maka perlu adanya perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen merupakan hal yang cukup baru dalam dunia peraturan perundang-undangan di Indonesia, meskipun pemberitaan mengenai perlunya peraturan perundang-undangan yang komperhensif bagi konsumen tersebut sudah diberitakan sejak lama. Praktek monopoli dan tidak adanya perlindungan konsumen telah meletakkan posisi konsumen dalam tingkat yang terendah dalam menghadapi para pelaku usaha. Tidak adanya alternatif yang diambil oleh konsumen telah menjadi suatu rahasia umum dalam dunia atau industri usaha di Indonesia. Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat merugikan kepentingan masyarakat. 1 Pihak penjualan sebenarnya tidak memaksa pembeli untuk membeli kosmetik China yang dijualnya. Namun, penjual tidak memberikan informasi yang benar sehingga konsumen tidak mengetahui bahaya yang ada pada kosmetik China yang dikonsumsi. Banyak brosur dari kosmetik-kosmetik China yang menggunakan bahasa China, keterangan jenis penyakit yang dapat disembuhkan dan komposisinya banyak yang menggunakan bahasa China,
1
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Cetakan Ketiga, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. hlm. 1.
2
bahkan ada yang menggunakan bahasa Melayu, yang umumnya tidak dipahami oleh calon pembeli. Brosur kosmetik China seharusnya menggunakan bahasa Indonesia sehingga komposisi yang terkandung di dalamnya, kegunaan, efek samping pemakaian, cara pemakaian, tanggal daularsa dan nomor registrasi pada Badan/Balai Pengawas Obat dan Makanan dapat dipahami oleh pembeli. 2 Produk obat dan kosmetik China menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat yang kurang mampu dalam segi ekonomi. Hal ini disebabkan biaya yang relatif lebih murah dibanding biaya pengobatan ke dokter. Selain biaya untuk membeli obat, pasien juga harus membayar biaya pemeriksaan. Biaya itu semakin tinggi jika harus menjalani operasi. Akan tetapi karena tidak ada transparansi mengenai efek samping dari para penjual obat dan kosmetik China, maka pengguna nya banyak yang terjebak. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Lampiran Negara tanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya akan disebut UUPK) disebutkan, hak konsumen adalah: a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan mengkonsumsi barang dan/atau jasa. b. hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang dan/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. hak atas mformasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. 2
http://www.google.com. op. cit..
3
e. hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i.
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya. 3 Berdasarkan sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat
bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak membahayakan konsumen penggunanya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih
barang
dan/atau jasa
yang
dikehendakinya
berdasarkan
atas
keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi. Pasal 7 UUPK
3
N.H.T. Siahaan. Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggungjawab Produk. Cetakan Pertama, Panta Rei, Jakarta, 2005. hlm. 84.
4
disebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah: a. beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggtinaan, perbaikan, dan pemeliharaan. c. melakukan atau melajani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa yang berlaku. e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan/atau garansi atau barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan. f.
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan. atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima atau yang dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Menurut Pasal 7 UUPK butir (b) disebutkan bahwa dalam suatu transaksi jual-beli, tidak boleh ada unsur penipuan. Pelaku usaha harus menyebutkan dampak negatif dari barang yang dijual, dalam hal ini yaitu kosmetik China. Konsumen juga berhak untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, maupun keselamatan dalam mengkonsumsi barang yang dibelinya sehingga informasi yang diberikan pelaku usaha kepada konsumen jelas dan menjadi tolak ukur
5
konsumen untuk membelinya. Label atau barang harus memuat semua informasi pokok tentang produk yang dijual sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditempelkan atau dimasukan dalam kemasannya. Informasi yang benar dan bertanggung jawab akan memberikan dampak positif pada putusan pilihan konsumen. Informasi yang tidak benar atau menipu, tentunya potensial dapat menimbulkan kerugian pada konsumen. 4 Karena sesungguhnya seluruh rakyat itu adalah konsumen (pengguna atau pemakai barang/jasa kebutuhan hidup), maka tidak perlu diragukan bahwa ke semua hak dan kepentingan rakyat sebagaimana ditetapkan dalam hukum positif, dalam hal ini terutama mengenai penggunaan kosmetik China. Hak dan kepentingan konsumen antara lain: a. Kepentingan fisik konsumen Kepentingan fisik konsumen yang dimaksudkan di sini adalah kepentingan badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan atau jiwa penggunanya. Kepentingan fisik konsumen dapat terganggu jika suatu barang malah menimbulkan kerugian berupa gangguan kesehatan badan atau ancaman pada keselamatan jiwanya. b. Kepentingan sosial ekonomi konsumen Kepentingan sosial ekonomi menghendaki agar setiap konsumen dapat memperoleh
hasil
yang
optimal
dari
penggunaan
sumber-sumber
ekonomi mereka. Untuk keperluan ini tentu saja konsumen harus menda-
4
AZ. Nasution. Konsumen dan Hukum. Cetakan Pertama, Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 40-41.
6
patkan informasi yang benar dan bertanggung jawab tentang produk konsumen tersebut, yaitu informasi yang informatif teNtang segala sesuatu kebutuhan hidup yang diperlukan. 5 Menurut The UN Guideline for Consumer Protection, Majelis Umum PBB melalui Resolusi No. A/RES/39/248 pada 16 April 1985 tentang perlindungan konsumen, konsumen mempunyai hak-hak dasar. Hak-hak dasar itu meliputi hak mendapatkan informasi yang jelas, benar, jujur dan hak mendapaikan jaminan keamanan dan kesehatan. Konsumen juga mempunyai hak memilih, untuk didengar, mendapatkan ganti rugi dan mendapatkan lingkungan yang bersih. Namun demikian, kenyataannya konsumen masih sering menjadi korban. 6 Penyampaian informasi produk seyogyanya disampaikan secara proporsional. Artinya, pelaku usaha tidak hanya menginformasikan keunggulan atau kekhasan produknya saja,
melainkan
juga
dampak
negatif
mengejaai
penggunaan barang yang dijualnya, yang pada akhirnya konsumen dapat lebih cermat sebelum menggunakan barang tersebut. Tetapi pada prakteknya banyak pelaku usaha yang tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan karena mereka lebih memikirkan keuntungan materi saja, dan kurang peduli dengan bahaya dari produk yang dijualnya. 7 Bertitik tolak dari peristiwa-peristiwa yang banyak merugikan konsumen seperti dampak dari konsumsi produk tersebut, maka dengan diterbitkannya
5
Ibid. N.H.T. Siahaan. op. cit. hlm. 12-13. 7 Yusuf Shofie. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya. Cetakan Pertama, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 235. 6
7
UUPK akan menjadi dasar hukum dalam upaya perlindungan konsumen. Karena berbagai jenis kerugian yang diderita konsumen, dalam hal ini konsumen kosmetik China, maka perlu diberikan perlindungan hukum untuk menuntut hakhaknya sebagai konsumen dalam hal memperoleh hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa serta hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Kewajiban pelaku usaha untuk menjamin mutu barang dan/ataujasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku tidak dilaksanakan oleh pelaku usaha sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan perundang- undangan jelaslah telah melanggar pada ketentuan yang berlaku. Permasalahan seperti yang dipaparkan diatas tersebut lebih menitik beratkan pada pelaku usaha sebagai distributor ke konsumen dalam hal ini sebagai penjual. Melihat betapa pentingnya perlindungan hukum bagi konsumen terhadap berbagai permasalahan-permasalahan yang terjadi dan bagaimanakah mencari penyelesaiannya, maka penulis berminat meneliti yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan mengambil judul: "Perlindungan Konsumen Atas Hak Informasi Terhadap Kosmetik China yang Mengandung Bahan Kimia Berbahaya di Kota Yogyakarta"
B. Rumusan Masalah Berdasarkan hal- hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah
8
maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan konsumen atas hak informasi terhadap kosmetik China yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha atas tidak dipenuhinya hak informasi konsumen kosmetik China?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut: a. Untuk mengetahui perlindungan konsumen atas hak informasi terhadap kosmetik China di Kota Yogyakarta. b. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha atas tidak terpenuhinya hak informasi konsumen terhadap kosmetik China di Kota Yogyakarta.
2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dilakukannya penelitian adalah sebagai berikut: a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang perlindungan konsumen. b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
9
D. Tinjauan Pustaka Membahas mengenai perlindungan konsumen sangatlah penting untuk mengetahui terlebih dahulu pengertian konsumen dan pelaku usaha. Konsumen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pemakai barangbarang hasil produksi seperti bahan pakaian, makanan, dsb. 8 Istilah konsumen (sebagai alih bahasa dari Consumer), secara harfiah berarti "seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa" atau "seseorang atau "sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu" juga "sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang."9 Masalah konsumen merupakan hal yang selalu aktual, menarik perhatian dan selalu hangat untuk dipersoalkan, dibicarakan, didiskusikan dan diperdebatkan. Menurut The UN Guideline for Consumer Protection, Majelis Umum PBB melalui Resolusi No. A/RES/39/248 pada 16 April 1985 tentang Perlindungan konsumen antara lain menggariskan konsumen sedunia mempunyai hak-hak dasar. Hak- hak dasar itu meliputi hak mendapatkan informasi yang jelas, benar, jujur dan hak mendapaikan jaminan keamanan dan kesehatan. Konsumen juga mempunyai hak memilih, untuk didengar, mendapatkan ganti rugi dan mendapatkan lingkungan yang bersih. Masalah tersebut sejak lama diperbincangkan di forum nasional dan internasional. Para pembela konsumen dan pejabat pemerintah telah berbicara banyak mengenai arti penting perlindungan konsumen. Tapi
8
Tim Penyusun Pusat Pembina dan Pengembahan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hlm. 255. 9 AZ. Nasution, op. cit.. hlm. 69.
10
kenyataannya, konsumen masih sering menjadi korban. 10 Pemerintah gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung konsumen dan pengatur kegiatan produsen. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu menjadi pengatur relasi yang adil antara konsumen dengan pelaku usaha. Dilihat dari perspektif hukum, seharusnya pemerintah mampu mewujudkan keadilan melalui konstitusi dan perturanperaturan di bawahnya serta memastikan tegaknya peraturan tersebut sehingga konsep hukum perlindungan konsumen tidak hanya berisi rumus-rumus tentang hak-hak dan kepentingan konsumen. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUPK ditentukan perngertian: Perlindungan Konsumen yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Menurut ayat (2) menyatakan "Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan. 11 Dalam Pasal 1 ayat (3), UUPK, Pelaku Usaha diartikan sebagai berikut: "Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi" Pelaku usaha yang dimaksudkan dalam UUPK tersebut tidak hanya dibatasi pada pabrikan saja, melainkan juga para distributor (dalam jaringan), serta termasuk para importir. Selain itu, para pelaku usaha periklanan pun tunduk 10 11
N.H.T. Siahaan. op. cit. hlm. 12-13. Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani. op. cit. hlm. 109.
11
pada ketentuan undang-undang ini. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa batasan hukum konsumen adalah: Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. Kedudukan pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang, konsumen lebih lemah kedudukannya dari pelaku usaha. Hak- hak konsumen ini pertam kali diucapkan oleh Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy pada saat pidato kenegaraan dihadapan kongres Amerika yang isinya antara lain: a. hak atas keamanan dan keselamatan dalam menggunakan barng dan jasa. b. hak untuk memperoleh informasi, yaitu berhak mendapat informasi yang jelas dan benar dari setiap barang/atau jasa yang akan digunakan sehingga dapat memilih barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan. c. hak untuk memilih, yaitu berhak memilih secara benar berdasarkan keyakinan diri sendiri dan bukan pengaruh lingkungan luar. d. hak untuk didengar pendapatnya berkaitan dengan kebijaksanaan/keputusan yang akan berakibat pada dirinya. 12 Menurut ketentuan Pasal 4 UUPK, konsumen memiliki hak sebagai berikut: a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 12
Ibid., hlm. 27.
12
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secar patut f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. g. hak untuk drperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i.
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya. Selain memperoleh hak tersebut, sebagai balance, pada Pasal 5 UUPK,
konsumen juga diwajibkan untuk: a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. b. beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
13
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen atas hak dan kewajiban konsumen, begitu juga hak dan kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dimana tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal-balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Artinya, apa yang menjadi hak dari konsumen merupakan kewajiban produsenlah untuk memenuhinya, dan sebaliknya apa yang menjadi hak produsen adalah kewajiban konsumen. Antara penjual sebagai pelaku usaha dan konsumen memungkinkan terjadinya hubungan hukum, misalnya saja hubungan hukum dalam melakuk an perjanjian jual-beli. Hubungan hukum yang muncul antara pelaku usaha dan konsumen sering sekali menimbulkan permasalahan-permasalahan yang akan merugikan salah satu pihak. Dalam hal konsumen sebelum memakai suatu produk kosmetik China dimungkinkan akan melakukan perjanjian jual beli terlebih dahulu dengan pelaku usaha dimana hubungan antara pelaku usaha dan konsumen akan menimbulkan perikatan. Perikatan yang timbul dari perjanjian menunjuk pada ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1321 KUH Perdata, perjanjian yang sah hanyalah perjanjian yang dibuat atas kesepakatan para pihak, sedangkan kesepakatan dianggap tidak sah (cacat) jika mengandung unsur paksaan, kekhilafan, dan penipuan (dan penyalahgunaan keadaan, menurut perkembangan yurisprudensi). Karena itu, berkaitan dengan pemberian informasi, produsen penjual haruslah memberikan keterangan yang benar, jujur, dan sesungguhnya tentang produk yang dijualnya
14
sehingga konsumen pembeli tidak merasa tidak terpedaya atau tertipu. 13 Pasal 1365 KUH Perdata memuat ketent uan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu menggantikan kerugian tersebut. Ketentuan ini untuk memberikan kepastian adanya tanggung jawab pelaku usaha apabila menyebabkan kerugian pada konsumen. Upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen yang mengalami kerugian akibat tidak dipenuhinya apa yang telah dijanjikan oleh pelaku usaha, maka konsumen yang menjadi korban dapat melakukan upaya hukum untuk menuntut hak-haknya. Tuntutan konsumen atas kerugian yang diderita dalam UUPK diatur dalam Pasal 7 (f) tentang kewajiban pelaku usaha untuk memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Berdasarkan UUPK digunakan hukum umum dalam mengatasi masalah perlindungan konsumen. Namun penggunaan hukum umum tersebut tidak khusus ditujukan untuk perlindungan konsumen yang mana memiliki segi-segi positif di samping negatifhya. Menurut Pasal 45 ayat (2) UUPK dikatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui Pengadilan/di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Maka tidak menutup kemungkinan dilakukan perdamaian. Setiap perselisihan mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, atas pelaksanaan UUPK yang mengenakan sanksi pidana bagi pelanggar UUPK tersebut. Hal ini
13
Janus Sidabolak. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Cetakan Pertama, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 70.
15
dipertegas dengan rumusan Pasal 45 (1) yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku. Sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran atas Undang-Undang tentang Perlindungan Kons umen, antara lain: (1) sanksi administratif, (2) sanksi pidana pokok, dan (3) sanksi pidana tambahan.
E. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Objek penelitian Objek dalam penelitian ini adalah perlindungan konsumen atas hak informasi terhadap kosmetik China yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Yogyakarta. 2. Subjek penelitian Subjek penelitian disini, antara lain: a. Badan POM Yogyakarta b. Konsumen (pembeli kosmetik China ) c. YLK Kota Yogyakarta d. Penjual kosmetik China (pelaku usaha) e. Distributor kosmetik China (pelaku usaha) 3. Sumberdata Sumber data penelitian dalam penulisan ini terdiri dari:
16
a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan subjek penelitian. b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang terdiri atas: 1) Bahan hukum primer, berupa KUHPerdata dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. 2) Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku, jurnal dan hasil penelitian yang terdahulu yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. 4. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan: a. Interview/wawancara Wawancara dilakukan kepada para subjek penelitian secara mendalam mengenai hal- hal yang berkaitan dengan penelitian. b. Studi Pustaka Teknik pengumpulan data ini diambil dari buku-buku atau literatur, serta peraturan perundang- undangan yang berlaku dan teori sebagai tarn bahan dalam penulisan skripsi, yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. 5. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
17
a. Metode Pendekatan Perundang-undangan Yaitu cara pandang dengan melihat ketentuan atau peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. b. Metode Pendekatan Yuridis-Sosiologis Yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang masyarakat, terutama yang telah menggunakan produk obat-obatan tradisional China. 6. Analisis Data Yaitu dengan cara memaparkan data tersebut secara normatif berdasarkan permasalahan penelitian kemudian dikaitkan dengan perundangundangan yang berlaku untuk dicari pemecahannya atas masalah tersebut.
F. Pertanggungjawaban Sistematika Penulisan skripsi ini terbagi dalam empat Bab, yaitu Bab I mengenai pendahuluan, Bab II mengenai tinjauan normatif perlindungan hukum konsumen atas hak informasi produk kosmetik, Bab III mengenai perlindungan hukum hak informasi konsumen terhadap beredarnya kosmetik China di Kota Yogyakarta, dan Bab IV penutup. Pada Bab I terdiri dari enam sub bab diantaranya memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan pertanggungjawaban sistematika. Pada Bab II terdiri dari tiga sub bab, yaitu: tinjauan umum tentang undang-undang perilindungan konsumen diuraikan pengertaian undang-undang, azas pembentukan perundang- undangan, syarat berlakunya undang-undang,
18
masa berlakunya undang- undang, latar belakang pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan dasar hukumnya. Tinjauan normatif perlindungan hukum konsumen diuraikan pengertian perlindungan konsumen, asas dan tujuan perlindungan konsumen. Pengertian, hak dan kewajiban konsumen. Pengertian, hak dan kewajiban pelaku usaha. Hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha. serta tinjauan umum tentang informasi mengenai produk yang dijual/ditawarkan dan label sebagai sumber informasi. Pada Bab III terdiri dari tiga sub bab, yaitu: Gambaran umum peredaran kosmetik berikut pengertiannya, pelaksanaan perlindungan hukum terha dap konsumen atas hak informasi kosmetik China di Kota Yogyakarta, dan tanggung jawab pelaku usaha atas tidak terpenuhinya hak informasi konsumen. Adapun pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen atas hak informasi kosmetik China di Yogyakarta akan diuraikan mengenai hasil yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai pelaksanaan perlindungan hukum itu sendiri. Dalam tanggung jawab pelaku usaha akan diuraikan tentang bagaimana tanggung jawab pelaku usaha atas tidak dipenuhinya hak informasi konsume n. Pada Bab IV yaitu penutup barisi mengenai kesimpulan dan saran, dimana kesimpulan ini diuraikan mengenai hasil akhir dari penelitian yang diuraikan mengenai masukan- masukan yang diperuntukan bagi pelaku usaha agar dapat meningkatkan pemberian hak informasi sesuai dengan yang diharapkan.
19