1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut yang para pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Penataan berbagai lembaga yang berfungsi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penunjang sistim pembayaran, salah satunya adalah pembenahan di sektor perbankan. Perbankan mempunyai peranan yang sangat besar dalam mendorong perekonomian nasional. Hal ini mengingat bahwa bank mempunyai fungsi yang penting yaitu sebagai lembaga intermediasi antara masyarakat yang membutuhkan dana dan masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan penunjang sistim pembayaran. Sejalan dengan semakin strategisnya peran perbankan dalam mendorong perekonomian nasional, bank semakin mengembangkan usahanya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat melalui penghimpunan simpanan dan pemberian kredit. Disamping itu peranan bank juga penting karena merupakan lembaga pembiayaan yang strategis dalam membiayai berbagai kegiatan usaha yang produktif, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai lembaga intermediasi, maka perbankan harus dapat menjalankan kegiatan usahanya secara profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kegiatan intermediasi tersebut harus berjalan secara efisien pada skala makro dan mikro. Dari sisi makro hal ini berarti hasil mobilisasi dana masyarakat dapat dialokasikan ke Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
2
berbagai sektor ekonomi dan keseluruh daerah yang membutuhkan secara cepat dan tepat waktu. Pada sisi mikro berarti masing-masing lembaga keuangan harus dapat berjalan secara efisien, artinya kegiatan operasional dalam mobilisasi dana masyarakat, administrasi dan management lembaga keuangan dan penyaluran dana pada para pengusaha dijalankan secara profesional. Tanpa profesionalisme yang tinggi dan terus ditingkatkan dari waktu ke waktu, maka efisiensi sistem keuangan Indonesia akan relatif semakin rendah. Fungsi dan tujuan Perbankan Indonesia diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu : 1. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. 2. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sebagaimana telah diuraikan diatas, fungsi perbankan selain menghimpun dana masyarakat juga menyalurkan dana masyarakat dalam bentuk pemberian kredit.Pemberian kredit oleh bank mengandung risiko, sehingga diarahkan oleh undang-undang agar pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat (prudential banking principle). Resiko tersebut memerlukan jaminan dalam pengertian keyakinan akan kemampuan debitor melunasi kredit sesuai dengan persyaratan yang telah diperjanjikan.1 Jaminan merupakan hal yang mutlak dalam pemberian kredit, namun dalam praktek umumnya unsur jaminan merupakan faktor yang lazim diperhatikan oleh bank, antara lain dengan mensyaratkan adanya jaminan yang dapat digunakan sebagai pelunasan utang dalam hal debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank.
1
Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 2002), hlm 7
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
3
Salah satu cara untuk melindungi dana masyarakat dari risiko adalah dengan adanya jaminan khusus dari nasabah sebagai debitor dalam pengambilan kredit dari kreditor (bank). Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 8 UU No 10/1998 tentang Perbankan: 1. “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”. 2. “Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.” Dalam penjelasan terhadap Pasal 8 khususnya ayat (1) dan ditegaskan dalam pasal 23 UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asasasas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitor. Mengingat bahwa jaminan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitor mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai jaminan. Bank tidak wajib meminta jaminan berupa barang yang tidak
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
4
berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. Pada dasarnya harta kekayaan seseorang merupakan jaminan dari utangutangnya sebagaimana dapat diketahui dari Pasal 1131 KUH Perdata yang berbunyi: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan” Jadi seluruh harta debitor menjadi jaminan seluruh hutangnya. Ini disebut dengan istilah JAMINAN UMUM, dalam arti meliputi seluruh harta debitor dan untuk keuntungan semua kreditornya. Selanjutnya dalam Pasal 1132 KUH Perdata disebutkan: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan” Jaminan yang diterima bank dapat berupa hak atas tanah, simpanan (deposito), piutang dagang, mesin pabrik, bahan baku, stock barang dagangan dan lain-lain. Jaminan berupa hak atas tanah dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditor, karena dapat memberikan keamanan bagi bank dari segi hukumnya maupun dari nilai ekonomisnya yang pada umumnya meningkat terus Penerimaan tanah sebagai agunan yang diterima bank, tentunya mempunyai tujuan untuk menjamin pelunasan kredit melalui penjualan agunan baik secara lelang maupun dibawah tangan dalam hal debitor cidera janji, sehingga diperlukan suatu lembaga pengikatan jaminan yang memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak terkait. Lazimnya jaminan yang digunakan oleh perbankan bersifat kebendaan. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri antara lain mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitor, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
5
dapat diperalihkan. Jaminan kebendaan dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undang-undang dianggap sebagai benda bergerak, seperti hak-hak yang melekat pada benda bergerak. Sedangkan benda dikatakan sebagai benda tidak bergerak atau tetap adalah kebendaan yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, karena peruntukannya, atau karena undang-undang yang menggolongkannya sebagai benda tidak bergerak (Pasal 506, Pasal 507, Pasal 508 KUH Perdata). Pembebanan jaminan kredit didasarkan pada obyek bendanya. Kalau yang dijadikan jaminan adalah tanah, maka pembebanannya adalah dengan menggunakan Hak Tanggungan atas tanah, sedangkan kalau yang dijadikan jaminan adalah kapal laut atau pesawat udara
maka pembebanannya dengan menggunakan hipotik.
Sementara itu kalau yang dijadikan jaminan adalah benda bergerak, maka pembebanannya dengan menggunakan gadai, fiducia, cessie dan account receivable. 2 Dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang disebut juga Undang-undang Pokok Agraria, sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan, sebagai pengganti Hypotheek dan Credit verband. Selama 36 tahun lebih sejak mulai berlakunya Undang-undang Pokok Agraria, Lembaga Hak Tanggungan diatas belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena belum adanya undang-undang yang mengaturnya secara lengkap, sesuai yang dikehendaki Pasal 51 undang-undang tersebut. Dalam kaitannya dengan lembaga hak jaminan atas tanah, pada tanggal 9 April 1996 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah atau disebut Undang-Undang Hak Tanggungan (Pasal 30 UUHT), untuk memenuhi ketentuan Pasal 51 UUPA. Sebelum berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan 2
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001 ) hlm 289-290
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
6
(selanjutnya disingkat UUHT) ini, sesuai dengan Pasal 57 UUPA, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hipotek sebagaimana diatur dalam buku II KUH Perdata Indonesia dan crediet verband diatur dalam S. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan S. 1937-190, sepanjang mengenai hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam atau berdasarkan UUPA. Dengan telah disahkan dan diundangkannya UUHT ini, berarti bukan saja tercipta unifikasi Hukum Tanah Nasional, karena berakhirnya dualisme dalam bidang hak jaminan atas tanah, tetapi benar-benar makin memperkuat terwujudnya tujuan UUPA, yaitu memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah termasuk hak jaminan atas tanah. Selama ini sebelum dikeluarkannya UUHT seringkali timbul perbedaan persepsi mengenai berbagai masalah dalam pelaksanaan hukum jaminan atas tanah, misalnya mengenai pencantuman titel eksekutorial, pelaksanaan eksekusi dan lain-lain, sehingga mencerminkan kurangnya kepastian hukum dalam pemberian jaminan tersebut. Dalam Pembukaan UUHT tersebut telah diatur suatu lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat dengan ciri-ciri: a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya. b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada. c. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga
dan
memberikan
kepastian
hukum
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan. d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut “Hak Tanggungan” adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
7
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah dijadikan jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan horisontal. Sehubungan dengan itu maka dalam kaitannya dengan bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, Hukum Tanah Nasional menggunakan juga asas pemisahan horisontal, benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut. Perjanjian Hak Tanggungan merupakan perjanjian accesoir, dimana perjanjian ini timbul karena adanya perjanjian pokok yang berupa perjanjian utang piutang. Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian yang menimbulkan hubungan utang piutang ini dapat dibuat dibawah tangan atau dengan akta otentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu. Dalam hal hubungan utang piutang itu timbul dari perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit, perjanjian tersebut dapat dibuat di dalam maupun diluar negeri dan pihak-pihak yang bersangkutan dapat orang perseorangan atau badan hukum asing, sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Negara Republik Indonesia. (Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996) Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang – Undang ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat adanya benda – benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya, yang secara tetap merupakan kesatuan dari tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
8
Oleh sebab itu Undang – undang itu diberi judul : Undang – Undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dan dapat disebut Undang – Undang Hak Tanggungan (UUHT), yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Ada beberapa asas dari Hak Tanggungan yang perlu dipahami betul yang membedakan Hak Tanggungan ini dari jenis dan bentuk jaminan-jaminan utang yang lain. Bahkan yang membedakannya dari Hipotek yang digantikannya. Asas-asas tersebut tersebar dan diatur dalam berbagai Pasal dari UUHT. Dari beberapa asas yang terdapat dalam UUHT, dalam pelaksanaannya terdapat dua asas yang sangat penting yaitu asas spesialitas dan publisitas. Kedua asas ini merupakan salah satu ciri dari pada lembaga hak jaminan yang kuat sebagaimana tersebut dimuka. Asas spesialitas, yaitu asas yang menghendaki bahwa Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang ditentukan secara spesifik. Dianutnya asas spesialitas oleh Hak Tanggungan dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 8 dan Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT.3 Pasal 8 UUHT menentukan bahwa pemberi Hak Tanggungan harus mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan dan kewenangan tersebut harus ada pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. Ketentuan ini hanya mungkin terpenuhi apabila obyek Hak Tanggungan telah ada dan telah tertentu pula tanah itu tanah yang mana. Didalam penjelasan Pasal 11 ayat (1) UUHT disebutkan: “Ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut pada pada ayat ini dalam APHT mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai subyek, obyek maupun utang yang dijamin” Asas spesialitas tidak berlaku sepanjang mengenai benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari. 3
Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Banking Indonesia , 1999 ), hlm .42
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
9
Asas publisitas atau asas keterbukaan (openbaarheid), yaitu asas yang mengharuskan bahwa Hak Tanggungan itu harus didaftarkan di dalam register umum, supaya dapat diketahui oleh pihak ketiga atau umum. Terhadap Hak Tanggungan berlakunya asas publisitas atau asas keterbukaan ini ditentukan dalam Pasal 13 UUHT. Menurut Pasal 13 UUHT , pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga. Oleh karena itu dengan didaftarkannya Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga. Adalah tidak adil bagi pihak ketiga untuk terikat dengan pembebanan suatu Hak Tanggungan atas suatu obyek Hak Tanggungan apabila pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk mengetahui tentang pembebanan Hak Tanggungan itu. Hanya dengan cara pencatatan atau pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan Hak Tanggungan atas suatu hak atas tanah. 4 Untuk menjamin lebih lanjut atas kelancaran pembayaran hutang debitor, maka kreditor (bank) akan mengikat barang-barang jaminan yang berupa sertipikat hak atas tanah dengan menggunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ataupun langsung dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) secara tersendiri. Pada saat pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak Tanggungan harus sudah ada keyakinan pada pejabat yang berwenang (dalam hal ini Notaris atau PPAT), bahwa pemberi Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang dibebani, walaupun kepastian mengenai dimilikinya kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggungan itu didaftarkan.
4
Ibid. , hlm. 44.
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
10
Pada
saat
pengikatan
jaminan
dengan
pembuatan
Surat
Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan, kreditor cukup memperhatikan asas spesilitas saja, sedangkan pada saat pengikatan jaminan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, kedua asas yaitu asas spesialitas dan asas publisitas harus diterapkan dalam pelaksanaan pembebanannya. Hal ini khususnya untuk memenuhi ketentuan yang tersebut didalam Pasal 11 dan Pasal 13 UUHT. Pengikatan jaminan dengan menggunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah didaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan, sedangkan mengenai hak tas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan. Ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana yang telah ditentukan jangka waktunya tersebut, batal demi hukum. Didalam pelaksanaan pendaftaran Hak Tanggungan, apakah pihak kreditor senantiasa menerapkan asas spesialitas dan asas publisitas sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
undang-undang.
Demikian
pula
mengenai permasalahan-
permasalahan yang timbul di dalam pelaksanaan kedua asas tersebut, terutama dalam pendaftaran haknya yang merupakan implementasi asas publisitas di Kantor Pertanahan,
sebagaimana
diatur
dalam
UUHT,
seringkali
menimbulkan
permasalahan, terutama yang dihadapi oleh pihak kreditor maupun yang dihadapi oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat yang berwenang dalam pembuatan akta yang didaftarkan haknya. Sebelum ditandatanganinya perjanjian pokok yang berupa perjanjian utang piutang atau perjanjian lain, kreditor telah memegang obyek jaminan yang berupa sertipikat hak atas tanah. Menurut ketentuan yang ada, sebelum realisasi kredit dilaksanakan, kreditor harus sudah mempunyai keyakinan bahwa debitor atau Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
11
pemegang hak atas tanah telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam asas spesialitas. Meskipun kewenangan untuk itu oleh undang-undang baru dipersyaratkan pada saat pendaftaran Hak Tanggungannya. Untuk merealisasikan jenis-jenis kredit tertentu atau besarnya plafond kredit tertentu, kreditor cukup memperhatikan kewenangan subyeknya saja. Mengenai obyek tidak begitu diperhatikan dengan keyakinan bahwa bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut sudah seperti yang tersebut dalam tanda bukti haknya. Kemudian di dalam penerapan asas publisitasnya, permasalahan apa saja yang dihadapi oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun oleh kreditor di dalam pendaftaran haknya di Kantor Pertanahan dalam hal ini khususnya di Kantor Pertanahan setempat . Seringkali ditemukan bahwa dalam pelaksanaan pendaftaran, Akta Pemberian Hak Tanggungan dikembalikan oleh bagian pendaftaran hak di Kantor Pertanahan dengan alasan-alasan tertentu. Dengan demikian pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah perlu membenahi aktanya lagi untuk dapat diterima oleh bagian pendaftaran di Kantor Pertanahan. Kesulitan yang demikian ini sering pula melibatkan kreditor kembali untuk menambah syarat-syarat yang kurang. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas maka penulis mempunyai keinginan untuk menelaah lebih lanjut, mengenai penerapan asas spesialitas dan asas publisitas dan
permasalahan-permasalahan
yang timbul dalam pelaksanaan
pembebanan Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit (bank), dengan mengambil judul : PENERAPAN ASAS SPESIALITAS DAN ASAS PUBLISITAS DALAM PEMBEBANAN
HAK
TANGGUNGAN
MENURUT
UNDANG-UNDANG
NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, penulis mengambil beberapa permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
12
1. Apakah pihak kreditor telah menerapkan asas spesialitas dan asas publisitas dalam pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan seperti yang dikehendaki oleh UUHT? 2. Permasalahan apakah yang timbul terhadap penerapan asas publisitas dalam pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan.Kabupaten Sukoharjo.
1.3Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu untuk memperoleh jawaban atas permasalahan yang terdapat dalam perumusan masalah diatas. A.Tujuan Umum 1) Untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta pemahaman terhadap penerapan teori-teori dan peraturan hukum yang ada di dalam peraturan perundang-undangan yang diperoleh selama menempuh studi untuk mengatasi permasalahan hukum yang terjadi di masyarakat. 2) Untuk memperoleh data yang lengkap guna menyusun tesis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas Indonesia. B.Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui apakah pihak kreditor telah menerapkan asas spesialitas dan asas publisitas dalam pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit, seperti yang dikehendaki oleh UUHT. 2) Untuk mengetahui permasalahan yang timbul didalam penerapan asas publisitas didalam proses pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan, karena seringkali pihak Bank atau Pejabat Pembuat Akta Tanah menemui kesulitan dalam pendaftaran haknya, karena kurang dipenuhinya syarat-syarat tertentu seperti yang dikehendaki oleh Kantor pertanahan.
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
13
1.4 Metode Penelitian 1.4.1 Metode Penelitian Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian normatif empiris, artinya penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sumber data sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan, teori hukum dan pendapat-pendapat para ahli hukum yang berhubungan dengan Asas spesialitas dan Asas publisitas dalam pembebanan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, untuk selanjutnya dilakukan penelitian terhadap data primer yang diperoleh melalui kuesioner terbuka dengan pihak yang terkait.5
1.4.2 Tipologi Penelitian Penulisan tesis ini bersifat deskriptif mono disipliner, yaitu dimaksudkan untuk memberikan data secara konsisten tentang penerapan asas spesialitas dan asas publisitas dalam Pembebanan Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah untuk memberikan gambaran bagaimana pelaksanaannya pada praktiknya di bidang hukum pertanahan. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk menilai apakah suatu ketentuan perundang-undangan telah dilaksanakan dengan benar, dalam hal ini adalah ketentuan peundang-undangan tentang Pembebanan Hak Tanggungan.
1.4.3 Metodologi Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, metode yang digunakan Penulis berupa : A. Penelitian pustaka (Library Research), yaitu menelusuri data sekunder yang meliputi : 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat seperti UU Nomor 10 Tahun 1998, UU Nomor 4 Tahun 1996, UU Nomor 49 Prp Tahun 1960, UU Nomor 21 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 24
5
Soerjono Soekanto, Pengatar Penelitian Hukum, cet. III, (Jakarta : UI-Pres , 1984),hlm 52
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
14
Tahun 1997, Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer seperti buku-buku dan makalah-makalah tentang Asas spesialitas dan Asas publisitas dalam Pembebanan Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang melengkapi bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum. B. Penelitian lapangan (Field Research),yaitu penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data lapangan. Di sini Penulis akan menggunakan tehnik kuesioner terbuka dan wawancara sebagai upaya untuk mendapatkan datadata dari objek yang akan diteliti. Sebagai nara sumber adalah Bapak Danang Catur Wahyu Wijayanto, S.H. Staf Legal PT Bank Bukopin Tbk Cabang Solo, Ibu Sari Meta, S.H. Kepala Cabang PT Bank Niaga Syariah di Bintaro, Notaris/PPAT
Ibu Noor Saptanti, S.H M.H., Bapak Gunawan Bambang
Irawan, S.H. dan Ibu Dra. Endang Kinasih L.S M.M., Kasubsi PPH dan PPAT di BPN Kabupaten Sukoharjo
1.4.4 Metode Analisa Data Penulisan tesis ini menggunakan metode analisa kualitatif preskriptif. Analisis dilakukan pada data yang tidak bisa dihitung (artinya bukan merupakan angkaangka), objek penelitian dipelajari secara utuh dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang diperoleh, dengan tujuan untuk mengerti atau memahami permasalahan yang diangkat. Berbagai dokumen yang menjadi sumber data dikaji subtansinya secara cermat dan mendalam guna mencari kesimpulan secara obyektif dan sistematis yang secara khusus meindentifikasikan data secara beruntun, guna memperoleh data yang relevan dan dibutuhkan dalam penelitian, serta memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
15
1.5 Sistimatika Penulisan Bab I tentang Pendahuluan yang membahas mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistimatika Penelitian. . Bab II tentang penerapan asas spesialitas dan asas publisitas yang membahas kajian teori tentang Jaminan Kredit, Hak Tanggungan yang memuat asas spesialitas dan asas publisitas serta pendaftaran Hak Tanggungan, kemudian diuraikan pula mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi penerapan asas spesialitas dan asas publisitas dalam pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh Kreditor serta permasalahan yang timbul dalam penerapan asas publisitas di Kantor Pertanahan. Bab III tentang penutup yang membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian beserta saran-sarannya.
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.