BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Republik Indonesia, 2003). Jenjang pendidikan formal di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Sisdiknas, 2003). Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (Republik Indonesia, 2010). Universitas Sumatera Utara (USU) adalah salah satu penyelenggara pendidikan tinggi di Indonesia. Universitas yang terletak di kota Medan ini telah berdiri sejak tahun 1952 dan telah menghasilkan banyak alumni. Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Akademik Universitas Sumatera Utara, saat ini Universitas Sumatera Utara menampung hingga 48768 orang mahasiswa yang
Universitas Sumatera Utara
tersebar di 14 fakultas. Meskipun begitu, dari sekian banyak mahasiswa yang diterima di USU dari tahun ke tahun, tidak semua mahasiswa dapat menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar akademik. Sejumlah mahasiswa mengalami putus studi di tengah jalan atau dikenal dengan sebutan drop out (DO). Tabel berikut ini menunjukkan mengenai jumlah mahasiswa yang mengalami drop out dari Universitas Sumatera Utara selama 4 tahun terakhir : Tabel 1. Jumlah Mahasiswa yang Mengalami Putus Studi di USU dari Tahun 2010 - 2013 Tahun Putus Studi Putus Studi Putus Studi Tanpa Alasan yang karena Karena Jelas (tidak mengikuti perkuliahan Mengundurkan Tidak pada semester I atau tidak pernah Diri Mampu hadir di kampus selama 2 semester Memenuhi berturut-turut) Jumlah Beban Studi 2010 219 606 194 2011 118 438 199 2012 34 199 19 2013 88 294 336 Total 459 1537 748 Sumber : Biro Akademik Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa jika dijumlahkan, penyebab putus studi terbanyak berdasarkan data tahun 2010 – 2013 adalah dikarenakan tidak mampu memenuhi jumlah beban studi (1537 mahasiswa). Penyebab kedua terbanyak adalah putus studi tanpa alasan yang jelas (tidak mengikuti perkuliahan pada semester I atau tidak pernah hadir di kampus selama 2 semester berturut-turut) (748 mahasiswa), dan penyebab ketiga terbanyak adalah putus studi karena mengundurkan diri (459 mahasiswa).
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor 1023/J05/SK/2005 tentang Peraturan Akademik Program Sarjana (S-1) Universitas Sumatera Utara (Universitas Sumatera Utara, 2012) menyebutkan bahwa ada tiga hal yang dapat menyebabkan seorang mahasiswa mengalami putus studi yaitu (1) mahasiswa baru yang telah terdaftar sebagai mahasiswa Universitas, tetapi tanpa sesuatu alasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan tidak mengikuti perkuliahan pada semester I yang semestinya wajib diikutinya, dengan sendirinya dinyatakan mengundurkan diri sebagai mahasiswa Universitas, (2) Mahasiswa yang tidak memenuhi dan melaksanakan kewajiban akademik yang secara peraturan harus dipenuhinya (dua semester) tanpa alasan yang jelas, dan (3) Mahasiswa program regular dan regular mandiri yang pada evaluasi akhir semester II, IV, VI, dan VIII tidak dapat mengumpulkan jumlah SKS yang lulus masing-masing sekurangkurangnya 22 SKS, 45 SKS, 72 SKS, dan 96 SKS dengan bobot nilai sekurangkurangnya C maka mahasiswa tersebut dinyatakan putus studi. Sebelum surat keputusan studi diterbitkan mahasiswa tersebut diberi kesempatan untuk mengundurkan diri. Putus studi dikarenakan ketidakmampuan dalam mengumpulkan beban SKS yang dikumpulkan kurang dari yang seharusnya tentu merupakan hal yang amat disayangkan mengingat proses penerimaan mahasiswa USU dilakukan dengan cukup ketat. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Biro Akademik USU, sejak tahun 2011 jalur masuk mahasiswa ke USU terbagi atas 4 bagian, yaitu (1) jalur undangan adalah penerimaan dengan cara membandingkan nilai-nilai yang
Universitas Sumatera Utara
diperoleh para calon mahasiswa saat SMA untuk mendapatkan mahasiswa dengan prestasi akademik terbaik, dan juga diberikan seleksi tertulis yaitu tes kompetensi bidang ilmu yang dilakukan oleh USU, (2) jalur Bidik Misi adalah suatu jalur khusus bagi mahasiswa kurang mampu, dimana seleksi penerimaan pada jalur ini ditentukan oleh rekomendasi dari sekolah dan dinas pendidikan, (3) Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) adalah penerimaan mahasiswa yang dilakukan dengan seleksi melalui ujian tertulis yang diselenggarakan secara nasional, dan (4) jalur mandiri adalah penerimaan mahasiswa yang dilakukan dengan seleksi melalui ujian tertulis yang diselenggarakan oleh USU. Adanya sistem seleksi yang diberlakukan untuk setiap calon mahasiswa USU menunjukkan bahwa setiap mahasiswa telah melewati persaingan ketat untuk menjadi mahasiswa USU, dan juga dianggap telah memenuhi kriteria tertentu sehingga dianggap layak dan mampu untuk mengikuti pendidikan di USU. Oleh karena itu, mahasiswa yang tidak berhasil mengumpulkan beban SKS yang telah ditentukan pada setiap semester dapat dinyatakan memiliki suatu permasalahan sehingga tidak dapat meraih prestasi sesuai dengan yang telah diprediksi saat lulus seleksi. Thorndike dalam Smith (2005) menyebutkan bahwa angka prestasi seorang pelajar yang berada jauh dibawah angka yang diperkirakan (perkiraan dilakukan dengan pengukuran menggunakan prediktor atau alat tertentu) disebut dengan
kondisi
underachievement.
Seorang
pelajar
yang
mengalami
underachievement biasanya menampilkan suatu kondisi yang berlawanan dengan
Universitas Sumatera Utara
potensi yang sebenarnya dimiliki, ia tidak mampu tampil sebaik yang diharapkan seperti pelajar lainnya dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah (Shidiq dan Mujidin, 2011). Penyebab underachiever ada bermacam-macam. McCoach dan Siegle (2003) menyebutkan bahwa faktor penyebab underachiever ada lima, yaitu : (1) konsep diri akademis yang rendah (2) sikap negatif terhadap sekolah, (3) sikap negatif terhadap guru dan kelas, (4) motivasi belajar rendah, dan (5) tidak memahami tujuan pendidikan serta memiliki self regulated learning yang rendah. Peneliti telah melakukan penelitian awal dengan memberikan pertanyaan seputar hal-hal yang menurut mahasiswa menjadi hambatan bagi mereka untuk meraih prestasi. Pertanyaan diberikan kepada tiga orang mahasiswa underachiever yang namanya tercatat di Bagian Administrasi Pendidikan Fakultas X sebagai mahasiswa yang terancam mengalami putus studi, dikarenakan berdasarkan evaluasi semester genap sebelumnya jumlah SKS yang mereka kumpulkan berada di batas minimal (semester II : 22 SKS, IV : 45 SKS, VI : 72 SKS, dan VIII : 96 SKS). Tiga orang mahasiswa tersebut memiliki IP < 2.0 dengan beban SKS yang diambil pada semester yang sedang berjalan adalah 15. Jika tiga orang mahasiswa tersebut tidak mampu mengumpulkan SKS dalam jumlah yang cukup pada evaluasi semester genap berikutnya, maka mereka dapat mengalami putus studi. Adapun jawaban-jawaban yang terkumpul dari tiga mahasiswa tersebut adalah : “Saya dari kecil anak yang cukup bagus prestasinya kak.. Pas SMA aja saya pernah jadi peserta olimpiade..IPK saya mulai jatuh sejak saya duduk di semester V, sebelumnya IP saya baik-baik saja kak.. Pelajaran disini bisa
Universitas Sumatera Utara
dibilang nggak sulit kak.. standard lah.. Nggak susah belajar disini.. Tapi waktu semester V, orangtua saya tiba-tiba bangkrut.. Bisnisnya hancur.. Jadi saya mengalami kesulitan ekonomi.. Akhirnya saya terpaksa kerja sambilan.. Jadi pelayan di restoran PH.. Jadi saya capek.. Nggak bisa bagi waktu dengan belajar.. IP saya bahkan pernah 0,8.. Selain itu saya juga merasa down dengan kondisi keluarga saya..Untuk waktu belajar, saya ini nggak pernah belajar.. Sehari-hari nggak belajar.. Mau ujian juga nggak belajar..Kalau ada tugas ya nyontek..Diskusi sama teman jarang.. Pokoknya nggak pernah belajar kak..Kalau di kelas saya ya diam aja.. Liat dosen.. Udah.. Nyatat? Agak jarang kak.. Hehehe..” Komunikasi Personal dengan S, 7 Oktober 2013 “IPK saya memang nggak pernah bagus.. Saya dari SMP memang sudah mulai bermasalah dalam belajar.. Setiap hari saya main game..Pagi, siang, sore.. Ayik main game kak.. Semakin hari semakin enak.. Orangtua juga nggak begitu mengawasi.. Saya nggak pernah belajar.. Mau ujian pun saya nggak belajar.. Malas..Nggak tau saya gimana cara ngatur waktunya.. Malas aja..Kalau ada tugas, ya nyontek.. Pelajaran disini gak susah-susah kali.. Paling ya hitungan la agak susah.. Tapi ya kalau saya pas serius ya saya bisa ngerti.. Saya ya pingin punya nilai bagus.. Saya pingin tunjukkan sama kawan-kawan kalau saya pintar gitu.. Tapi ya itu kak.. Kebanyakan ya waktu saya habis untuk yang lain, main game, nonton tv.. Gak pernah belajar, ujian pun gak belajar.. Ngulangi pelajaran apalagi..Kalau di kelas ya formalitas aja kak.. Biar gak banyak absennya.. Ya duduk aja.. di belakang, sama abangabang ini.. terus liat-liat dosen.. Kalau nyatat-nyatat gitu ya sekali-sekali.. Tapi jaranglah.. Hehehehe.” Komunikasi Personal dengan G, 7 Oktober 2013 “Menurut saya kak yang menyebabkan nilai-nilai saya jatuh itu karena niat.. Saya ini memang malas belajar..Datang kuliah ya cuman duduk..diam.. nanyananya gitu gak pernah.. Nyatat ya ada sih.. Sekali-sekali aja.. Tapi seringan nggak.. Saya ini lebih senang main game atau nonton tv.. Padahal orangtua itu mengawasi kak.. Sering mengingatkan..Tapi saya memang nggak pernah belajar.. Nggak punya waktu khusus untuk itu kak.. Kalau ada tugas, yah lihat teman.. Internet.. Saya paling belajar cuman pas ujian aja.. Itupun karena disuruh mamak.. belajarnya juga seadanya..Kalau pas hari-hari biasa, saya nggak belajar.. Malas aja Kak..Saya nggak pernah punya waktu khusus untuk belajar.. Kalau prestasi saya dulu sih, biasa-biasa aja..Nggak pernah menonjol kali..” Komunikasi Personal dengan H, 7 Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan jawaban-jawaban diatas terlihat bahwa ketiga mahasiswa memiliki alasan yang berbeda mengenai hambatan mereka dalam meraih prestasi, yakni (1) tidak menyediakan waktu untuk belajar, (2) tidak belajar menjelang ujian (kecuali mahasiswa H yang mengaku belajar karena disuruh orangtua), (3) lebih senang bermain game dibandingkan belajar (mahasiswa G dan H), (4) tidak mencatat pelajaran saat dosen menerangkan (mahasiswa G dan H mengaku sesekali mencatat), dan (5) Tidak mengerjakan tugas yang diberikan dan memilih melihat
hasil
pekerjaan teman (menyontek).
Jawaban-jawaban tersebut
menunjukkan bahwa ketiga mahasiswa tidak mampu mengarahkan dirinya untuk melakukan hal-hal yang dapat membuat mereka mencapai kesuksesan belajar. Ketiga mahasiswa tidak mampu mengatur dirinya sendiri dalam menghadapi situasi akademis atau dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah self regulated learning yaitu sebuah konsep mengenai bagaimana seorang peserta didik mengarahkan dirinya sendiri dengan menunjukkan perilaku-perilaku tertentu untuk mencapai tujuan akademis (Zimmerman, 1990). Self regulated learning memiliki pengaruh yang besar terhadap perolehan prestasi belajar peserta didik. Hasil penelitian Latipah (2010) mengenai strategi self regulated learning dan prestasi belajar menunjukkan bahwa self regulated learning memiliki hubungan yang positif terhadap prestasi belajar (r = 0.26), yang berarti semakin tinggi self regulated learning yang dimiliki oleh seorang peserta didik, maka semakin baik pula prestasi yang diperolehnya dan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
Shidiq dan Mujidin (2011) dalam penelitiannya mengenai self regulated learning pada siswa underachiever dan overachiever menyebutkan bahwa peserta didik underachiever biasanya kurang memiliki strategi dalam proses belajar, kurang mampu mengatur metakognisi atau proses perencanaan dalam penyelesaian tugas, kurang memilliki tujuan yang jelas dalam proses belajarnya, dan kurang
memiliki keyakinan dalam efikasi dirinya. Peserta didik
underachiever hanya mengikuti kegiatan teman dan cenderung menyontek, namun ketika mengalami kegagalan siswa underachievers lebih menyalahkan lingkungan dibandingkan mengintropeksi diri, misalnya dengan beralasan bahwa sasaran belajar terlalu tinggi, menyalahkan orang lain atas masalah yang dihadapi, tidak rapi atau tidak lengkap dalam melakukan pekerjaan, dan cenderung menutupi kekurangan dengan alasan kurang realistik serta tidak belajar keras. Hal ini berbeda dengan siswa overachiever, yaitu siswa yang prestasinya melebihi atau melampaui prediksi kemampuannya. Siswa overachiever dikenal sebagai workaholic (gila kerja), selalu berusaha untuk meraih kesempurnaan dalam mengerjakan tugas, memiliki tujuan belajar yang jelas, memiliki keyakinan dalam mengerjakan tugas, serta belajar dengan keras. Siswa overachievers cenderung mengerjakan tugas secara mandiri dan dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Penelitian ini bermaksud untuk membuktikan efektivitas intervensi guna meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever. Bentuk intervensi yang diberikan adalah terapi realitas (Glasser dalam Corey, 2009). Terapi realitas diperkenalkan oleh William Glasser (dalam Corey, 2009)
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan sebagai reaksi melawan terapi konvensional. Terapi realitas adalah terapi yang bersifat jangka pendek yang berfokus pada kondisi saat ini, menekankan pada kekuatan pribadi, dan mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih realistik agar dapat mencapai kesuksesan. Terapi realitas dianggap dapat menjadi salah satu metode yang tepat untuk meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever dikarenakan menggunakan pendekatan yang memnfasilitasi mahasiswa untuk mendiskusikan mengenai harapan terhadap prestasi akademisnya, perilaku saat ini yang mendukung atau menghambat harapannya, hingga membentuk perilaku baru yang disesuaikan dengan strategi self regulated learning untuk meningkatkan prestasi akademisnya. memungkinkan
Orlich, seorang
dkk
(2013)
guru
untuk
menyatakan
bahwa
menunjukkan
terapi
ekspresi
realitas perhatian,
memperhatikan siswa satu per satu, dan melibatkan seluruh siswa sehingga jenis terapi ini cocok digunakan dalam membentuk self regulated learning pada siswa di kelas / yang berada dalam kelompok kecil. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan rancangan eksperimen. Rancangan eksperimen yang digunakan adalah pretest post test control group design seperti yang dinyatakan oleh Johnson dan Christensen (2004). Pada rancangan ini 10 orang mahasiswa underachiever akan dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu 5 orang mahasiswa masuk ke dalam kelompok eksperimen dan 5 orang lainnya masuk ke dalam kelompok kontrol. Kelompok eksperimen menjadi
Universitas Sumatera Utara
kelompok yang mendapatkan perlakuan berupa terapi realitas, sementara kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan apapun. Tujuan pelaksanaan penelitian secara eksperimental adalah untuk memastikan bahwa apabila terjadi perubahan self regulated learning pada mahasiswa di kelompok eksperimen maka hal itu adalah disebabkan oleh pengaruh terapi realitas dan bukan oleh sebabsebab lainnya. Pelaksanaan terapi realitas pada penelitian ini akan dilakukan secara berkelompok. Mahasiswa underachiever yang masuk ke dalam kelompok eksperimen akan dikumpulkan dan diberikan terapi secara berkelompok. American Psychological Association (APA) dalam situsnya (www.apa.org) menuliskan bahwa terapi kelompok adalah terapi yang melibatkan satu atau dua orang terapis yang membawakan terapi untuk satu buah kelompok yang berisikan 5 hingga 15 orang. Anggota kelompok haruslah memiliki permasalahan yang sama, seperti depresi, obesitas, gangguan panik, kecemasan, penyalahgunaan obat, dan sebagainya. Terapi kelompok menawarkan keuntungan yang tidak didapatkan dalam terapi individual, yaitu adanya dukungan dari individu-individu yang senasib sehingga setiap anggota kelompok dapat menyadari bahwa ia bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah. Selain itu, terapi kelompok juga memungkinkan anggota kelompok belajar dari pengalaman anggota kelompok lain yang berhasil mengatasi masalahnya dengan strategi tertentu. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa terapi realitas
yang dibawakan secara
berkelompok efektif dalam menangani beberapa permasalahan siswa di sekolah
Universitas Sumatera Utara
seperti, mengatasi krisis identitas dan general health weaknesses pada siswi sekolah kejuruan (Marvili, 2012), dan meningkatkan kebahagiaan siswa (Far dkk, 2013). Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka peneliti bermaksud untuk memberikan terapi realitas guna melihat efektivitas terapi realitas dalam meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan utama yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah “bagaimana efektivitas terapi realitas dalam meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever?”
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi realitas dalam meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever, meliputi : 1. Menguji efektivitas terapi realitas untuk meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever 2. Menguji efek terapi realitas terhadap self regulated learning setelah 1 minggu pemberian terapi (follow up)
Universitas Sumatera Utara
3. Mendapatkan gambaran mengenai efek perlakuan pada subjek penelitian
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis : 1. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan untuk ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan, mengenai konsep terapi realitas, self regulated learning, dan underachiever 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Universitas Sumatera Utara dalam hal menangani mahasiswa underachiever. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pelaksanaan terapi realitas yang dituangkan dalam bentuk modul terapi realitas. c. Terapi realitas diharapkan akan membantu meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever.
Universitas Sumatera Utara
E. Sistematika Penulisan Bab I
Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan
Bab II
Landasan teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yaitu terapi realitas, self regulated learning, underachiever, dan mahasiswa
Bab III
Metode penelitian Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.
Bab IV
Analisa data dan pembahasan Berisi pengolahan dan pengorganisasian data penelitian serta membahas data-data penelitian dengan teori yang relevan.
Bab V
Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan
Universitas Sumatera Utara