BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada prinsipnya, sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Undang-Undang, 2003) Bab II pasal 3 bahwa: “Pendidikan berfungsi sebagai pengembangan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Berdasarkan undang-undang tersebut dapat kita pahami bahwa keinginan yang diharapkan agar seluruh rakyat Indonesia dari segi sumber daya manusia, menjadi orang yang bermutu atau berkualitas tinggi. Selain itu, kita juga dapat melihat bahwa tujuan umum dari terselenggaranya pendidikan adalah terciptanya mutu pendidikan yang berkualitas. Renchler dalam Rahmani Abdi (2007:4) menyatakan bahwa ada hubungan antara budaya sekolah dengan motivasi. Hal ini menujukkan bahwa untuk meningkatakan mutu pendidikan sangatlah perlu untuk memahami budaya sekolah, karena dalam proses pendidikan tidak terlepas dari pengaruh budaya. Pernyataan ini didukung oleh Pai dalam Rahmani Abdi (2007:4) yang menjelaskan bahwa proses pendidikan dipengaruhi oleh budaya yang terdiri dari unsur nilai-nilai inti, kepercayaan dan sikap. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pada semua jenjang
2
pendidikan, namun demikian berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan mutu secara merata. Untuk itu diperlukan langkah dan tindakan nyata di tingkat sekolah dan masyarakat sekitar tempat sekolah berada. Ada dua strategi utama yang dapat dilakukan dalam meningkatkan dan mengembangkan mutu sekolah, yaitu strategi berfokus pada : (1) dimensi struktural dan (2) dimensi “budayaal” (budaya) yang menekankan pada perubahan perilaku nyata dalam bentuk tindakan. Rendahnya mutu pendidikan terkait dengan kebijakan yang dipakai oleh pemerintah dalam membangun pendidikan, yang selama ini lebih menekankan pada dimensi struktural dengan pendekatan input-output. Pemerintah berkeyakinan bahwa dengan meningkatkan mutu input, maka dengan sendirinya akan dapat meningkatkan mutu output. Atas dasar keyakinan tersebut, kebijakan dan upaya yang ditempuh pemerintah adalah dengan melakukan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan guru, penataran para guru, dan penyediaan dana operasional pendidikan secara memadai. Kehidupan di sekolah serta norma-norma yang ada dan berlaku di dalamnya dapat disebut sebagai budaya sekolah. Walaupun budaya sekolah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat luas, namun memiliki ciri-ciri yang khas sebagai sebuah sub-culture. Sekolah memiliki tugas untuk menyampaikan kebudayaan pada generasi berikutnya dan karena itu tetap harus selalu memperhatikan masyarakat dan kebudayaan umum. Di sekolah itu sendiri muncul suatu pola kelakuan tertentu. Hal ini mungkin karena
3
sekolah mempunyai kedudukan yang agak terpisah dari arus umum kebudayaan. Munculnya kebudayaan sekolah ialah menjadi tugas sekolah yang khas untuk mendidik anak-anak dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sesuai dengan kurikulum dengan metode teknik kontrol tertentu. (S. Nasution, 1999:64-65). Budaya sekolah diharapkan dapat menjelaskan bagaimana sekolah berfungsi, seperti apakah mekanisme internal sekolah terjadi. Karena warga sekolah masuk ke sekolah dengan bekal budaya yang mereka miliki. Sebagian bersifat positif, yaitu yang mendukung kualitas pembelajaran. Sebagian yang lain bersifat negatif, yaitu yang menghambat usaha peningkatan kualitas pembelajaran. Elemen penting budaya sekolah adalah norma, keyakinan, tradisi, upacara keagamaan, seremoni, dan mitos yang diterjemahkan oleh sekelompok orang tertentu. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan-kebiasaan atau perbuatan yang dilakukan oleh warga sekolah secara terus menerus. Bagi para siswa, tidaklah diberikan mata pelajaran budaya sekolah. Tetapi secara tidak langsung mereka akan memperolehnya melalui tindakan sehari-hari, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan yang baik maupun buruk dari berbagai elemen sekolah termasuk kepala sekolah, para guru, karyawan sekolah dan dari sesama siswa. Inilah yang akan diserap dan diyakini oleh siswa sebagai budaya sekolah. Sekolah wajib memperhatikan persepsi setiap orang yang berkunjung ke sekolah. Sebab, seseorang yang datang berkunjung akan menganggap kesan pertama yang dijumpainya sebagai budaya sekolah, yaitu ketika ia
4
melihat guru-guru saling berinteraksi, ketika ia melihat sikap siswa-siswa yang dijumpai baik di dalam maupun di luar kelas, tidak terkecuali sikap kepala sekolah saat berdialog dengannya. Perbaikan pada sistem persekolahan, pada intinya adalah membangun sekolah dengan kekuatan utama sekolah yang bersangkutan. Perbaikan mutu sekolah memerlukan pemahaman oleh warga sekolah terhadap budaya sekolah. Melalui pemahaman terhadapa budaya sekolah, maka fungsi sekolah dapat dipahami pula dan pengalaman-pengalamannya dapat direfleksikan. Oleh sebab itu, dengan memahami budaya sekolah akan dapat diusahakan tindakan nyata pada peningkatan mutu sekolah. Budaya sekolah bersifat dinamik, milik kolektif, merupakan hasil perjalanan sejarah sekolah, produk dari interaksi berbagai kekuatan yang masuk ke dalam sekolah. Untuk itu sekolah perlu menyadari keberadaan aneka budaya sekolah yang bersifat positif, negatif maupun netral. Nilai-nilai dan keyakinan yang merupakan bagian utama dari budaya sekolah ini tidak akan hadir dalam waktu singkat. Tetapi butuh proses yang rumit dan waktu yang cukup lama. Budaya sekolah yang kondusif juga mensyaratkan adanya partisipasi seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan pendidikan. Secara manajerial, kepala sekolah yang bertanggung jawab, tetapi secara operasional menjadi tugas seluruh warga sekolah termasuk pemangku kepentingan pendidikan.
Implikasinya,
semangat
dan
nilai-nilai
kebersamaan,
keterbukaan, disiplin diri dan tanggung jawab harus senantiasa mewarnai
5
pembentukan struktur organisasi sekolah, penyusunan deskripsi tugas, prosedur kerja, kebijakan, aturan-aturan, tata tertib sekolah, hubungan vertikal dan horisontal antar warga sekolah, acara-acara ritual dan seremonial sekolah. Keseluruhannya secara kooperatif akan menentukan bentuk perilaku sistem sekolah, perilaku kelompok atau perorangan warga sekolah, yang meliputi latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim. Guna menjelaskan bagaimana sebuah sekolah menjadi sebuah sekolah yang efektif, dapat dilihat dari sisi budaya sekolah yang dimiliki sekolah tersebut. Budaya sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1) budaya sekolah yang dapat diamati, berupa konseptual, yaitu struktur organisasi, kurikulum, behavior (perilaku) yang meliputi kegiatan belajar mengajar, upacara, prosedur, peraturan dan tata tertib serta material yang meliputi fasilitas dan perlengkapan. (2) budaya sekolah yang tidak dapat diamati berupa filosofi yaitu visi, misi serta nilai-nilai yang di dalamnya terdapat kualitas, efektivitas, keadilan, pemberdayaan dan kedisiplinan. Zamroni (2007:240-242) mengatakan bahwa kebiasaaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual dan mitos, dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah disebut sebagai budaya sekolah. Budaya sekolah dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi, dan siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah. Sekolah menjadi wadah utama dalam transmisi budaya antar generasi.
6
Dalam melaksanakan kurikulum dan ekstra-kurikulum berkembang sejumlah pola yang khas bagi sekolah yang berbeda dengan yang terdapat pada kelompok-kelompok lain. Tiap budaya mengandung bentuk kelakuan yang diharapkan dari anggotanya. Inilah yang menjadi norma bagi setiap murid, guru dan staf sekolah. Norma ini nyata dalam kelakuan siswa dan guru dalam peratuaran-peraturan sekolah, dalam tindakan dan hukuman terhadap setiap pelanggaran serta dalam berbagai kegiatan seperti upacara-upacara. (Nasution 1999:65-66). SD Negeri 4 Wates Kulon Progo merupakan salah satu sekolah dasar favorit di Kabupaten Kulon Progo. Berdasarkan hasil observasi, hal ini dapat dilihat dari tingginya minat masyarakat untuk mendaftarkan anaknya di sekolah ini. Banyaknya siswa dan guru yang berprestasi baik lingkup lokal maupun nasional, dibuktikan dengan banyaknya piala dan piagam penghargaan yang ada di sekolah tersebut. SD Negeri 4 Wates menjadi sekolah dasar pertama di Kabupaten Kulon Progo yang berstatus sebagai Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional atau biasa disebut sebagai RSDBI. SD Negeri 4 Wates dinilai telah cukup memenuhi syarat sebagai RSDBI karena memiliki sarana pendidikan dan tenaga pengajar yang berkualitas. Sebagai sekolah yang menyandang status RSDBI, sekolah ini juga tak lepas dari beberapa kendala, di antaranya luas lahan yang dimilki sekolah dinilai sempit. Luas lahan dan bangunan yang dimiliki sekolah saat ini tidak sampai 10 ribu meter persegi, hanya separuhnya. Padahal luas lahan dan bangunan sekolah merupakan salah satu syarat mutlak dari sekolah yang
7
diberikan status RSDBI. SD Negeri 4 Wates, juga telah menerapkan sistem tes seleksi bagi setiap calon siswanya. Setelah dilakukan konfirmasi kepada salah satu guru yang mengajar di sekolah tersebut, ternyata tujuan diberikan tes bagi setiap calon siswa adalah untuk melakukan seleksi agar diperoleh perserta didik yang berkualitas. Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya dan dengan memperhatikan bahwa budaya sekolah merupakan salah satu faktor yang penting dalam peningkatan mutu pendidikan dan dalam pembangunan Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional, maka permasalahan yang dapat diungkap di SD Negeri 4 Wates adalah bagaimana gambaran budaya sekolah yang diterapkan di lingkungan sekolah dan dalam proses belajar mengajar, serta mengungkap bagaimana gambaran kebijakan pengembangan budaya sekolah. Peneliti tertarik untuk mengkaji secara mendalam tentang budaya akademik dan budaya non-akademik di SD Negeri 4 Wates. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah diungkapkan
sebelumnya, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Masih rendahnya pemahaman kepala sekolah tentang pengertian budaya sekolah, padahal secara manajerial kepala sekolah berkedudukan sebagai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan pendidikan di lingkungan sekolah.
8
2. Dalam pengelolaan Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional, kepala sekolah belum memakai dan memahami penggunaan pendekatan budaya sekolah untuk meningkatkan mutu dan kinerja pendidikan. 3. Budaya sekolah belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan kapasitas sekolah melalui kebijakan-kebijakan yang diambil dan dikeluarkan oleh sekolah. 4. Belum adanya pemahaman oleh warga sekolah bahwa pendekatan budaya sekolah dapat memberikan penghormatan dan penerimaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. 5. Belum terinformasikannya kepada masyarakat mengenai budaya sekolah pada Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional di Kabupaten Kulon Progo. 6. Belum banyak diketahui oleh masyarakat dan sekolah lain bahwa di SD Negeri 4 Wates Kulon Progo telah mengembangkan budaya kearifan lokal. C. Pembatasan Masalah Dari berbagai masalah yang teridentifikasi, tidak semuanya dijadikan inti masalah penelitian, karena keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan kemampuan peneliti. Fokus penelitian ini yaitu gambaran budaya sekolah baik budaya akademik mapun non-akademik pada Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah peneliti kemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yakni
9
“Bagaimana gambaran budaya sekolah pada Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional?” E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran budaya sekolah pada Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai macam manfaat, di antaranya : 1. Untuk sekolah Memberikan informasi kepada SD Negeri 4 Wates Kulon Progo dan sekolah lain tentang usaha yang dilakukan oleh sekolah dalam mengembangkan elemen-elemen budaya sekolah ke arah budaya positif. 2. Untuk masyarakat Memberikan informasi tentang budaya sekolah positif pada Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional di SD Negeri 4 Wates Kulon Progo. 3. Untuk Dinas Pendidikan Memberikan informasi tentang pengembangan budaya sekolah yang telah diusahakan SD Negeri 4 Wates Kulon Progo, agar dapat ditularkan pada SD lainnya di wilayah kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.