BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah Tanggung jawab sosial perusahaan telah lama menjadi kontroversi baik dikalangan binis maupun akademisi. Teori-teori klasik ekonomi menegaskan bahwa tanggung jawab bisnis adalah menghasilkan barang dan jasa untuk menghasilkan
keuntungan.
Bisnis
tidak
bertanggung
jawab
untuk
memecahkan masalah sosial, politik dan lingkungan. Pada sisi yang lain, bisnis dianggap bertanggung jawab untuk masalah-masalah yang timbul karena aktifitasnya, khususnya yang berhubungan dengan sosial dan lingkungan. Paham ini terus menguat dan sekarang menjadi arus utama dalam diskusi-diskusi ilmiah tentang bisnis. Konteks bisnis sekarang sangat peka terhadap isu-isu yang berhubungan dengan peran sosial perusahaan. Salah satu parameter penting untuk melihat persepsi dari karyawan yang terbangun tentang sebuah perusahaan adalah komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosialnya atau sekarang dalam
diskursus
ilmiah
diidentifikasi
sebagai
Corporate
Social
Responsibilities/CSR. Isu ini semakin populer dan semakin banyak perusahaan yang telibat aktif dalam mempromosikan kepedulian mereka terhadap isu CSR. Penerapan CSR tidak hanya berlaku pada binis, tapi terus berkembang ke barbagai area, salah satunya pemerintahan. Salah satu contoh nyata pada pemerintahan yang terlihat pada pemerintahan Inggris dengan menteri CSR-
1
nya, whitepaper yang diterbitkan PBB serta aliansi CSR Eropa. CSR didasarkan pada perilaku perusahaan yang akuntabel dan transparan dan melibatkan beragam bentuk kerjasama, kemitraan dan inisiatif gabungan antara perusahaan dan komunitas (Visser et al, 2010). Seiring semakin menariknya isu-isu yang berhubungan dengan CSR bagi kalangan akademisi penelitian-penelitian yang dilakukan juga semakin banyak. Ada kecenderungan pergeseran orientasi dalam penelitian-penelitian atau kajian-kajian ilmiah tentang CSR yang tadinya lebih berorientasi unilateral pada maksimalisasi keuntungan menjadi multilateral dengan orientasi pada manfaat-manfaat sosial (Valentine & Feischman 2008). Sebelumnya, penelitian-penelitian yang dilakukan lebih banyak melihat pengaruh CSR pada fungsi ekonominya, sebagai contoh pengaruh CSR terhadap performa finansial perusahaan (Corporate Financial Performance/ CFP) (Waddock & Graves 1997, Margolis & Walsh 2003). Contoh lain adalah pengaruh CSR terhadap metode marketing seperti Customer Relationship Management (CRM) (Marten & Akridge 2006). Untuk dapat memahami pengaruh tanggung jawab CSR secara menyeluruh, adalah sangat penting mengerti pengaruh yang diberikannya secara internal. Dari hasil pengamatan dan observasi penulis, perusahaanperusahaan yang yang memiliki kepedulian dan manajemen pengelolaan CSR yang baik mendapatkan banyak manfaat. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh fakta bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memberikan kesan positif pada para pemangku kepentingannya dan masyarakat secara keseluruhan.
2
Komitmen perusahaan terhadap CSR tidak hanya bermafaat untuk membangun citra positif perusahaan dari sisi ekternal, tapi secara internal juga akan mempengaruhi persepsi karyawan terhadap perusahaan. Persepsi yang terbangun ini nanti akan berpengaruh pada sikap mereka terhadap pekerjaannya. CSR pada umumnya menghasilkan efek yang positif terhadap bisnis, yaitu membangun reputasi perusahaan dan tentu saja menghasilkan keuntungan. Manfaat-manfaat seperti ini sebagai out put dari program CSR mendorong perusahaan-perusahaan untuk menjadikan CSR sebagai bagian integral dari bisnis mereka. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang pengaruh CSR pada karyawan dalam skala individu lebih banyak menggambarkan pengaruh eksternal CSR pada calon potensial karyawan melalui mekanisme image atau reputasi perusahaan (Turban & Greening 1997, Albinger & Freeman 2000, Coldwell et al. 2008). Sementara Karyawan yang bekerja pada perusahaan sebagai stakeholder internal atau pemangku kepentingan dalam perusahaan harusnya tidak dilupakan karena memainkan peranan yang vital dalam pencapaian sukses perusahaan. Persepsi karyawan tentang etika dan tanggung jawab sosial perusahaan akan mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan yang pada akhirnya akan memberikan pengaruh juga pada performa perusahaan. Studi yang dilakukan oleh Ziieng (2010) menunjukkan bahwa CSR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan perilaku kerja karyawan, dimana CSR meningkatkan sikap dan perilaku karyawan, berkontribusi terhadap keberhasilan perusahaan dan mendatangkan situasi
3
menag-menang bagi perusahaan dan pemangku kepentingannya. Karena hal ini maka CSR memberikan keuntungan bagi karyawan. Hubungan yang baik antara perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tentu akan dapat terwujud jika masyarakat dan lingkungan memiliki citra yang positif mengenai perusahaan yang bersangkutan. “Citra yang positif ini bisa dibentuk dengan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility” (Kotler dan Lee, 2005:14). Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawabnya terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika kita berbicara tentang tanggung jawab sosial perusahaan, maksudnya adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan
perusahaan
demi
suatu
tujuan
sosial
dengan
tidak
memperhitungkan untung atau rugi ekonomis. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik meneliti tentang komitmen karyawan terhadap perusahaan. Komitmen dianggap sebagai psychological state, namun hal ini dapat berkembang secara retrospektif sebagaimana diajukan pendekatan behavioral, sama seperti juga secara prospektif (berdasarkan persepsi dari kondisi saat ini atau di masa depan di dalam organisasi) sebagaimana dinyatakan dalam pendekatan atitudinal (Meyer & Allen, 1991). Meyer dan Allen (1991) merumuskan definisi komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi
4
terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. Penelitian dari Baron dan Greenberg (1990) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan. Pada konteks ini, individu akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di perusahaan tersebut. Berdasarkan berbagai definisi mengenai komitmen terhadap organisasi maka dapat disimpulkan bahwa komitmen terhadap organisasi merefleksikan tiga dimensi utama, yaitu komitmen dipandang merefleksikan orientasi terhadap organisasi, pertimbangan kerugian jika meninggalkan organisasi, dan beban moral untuk terus berada dalam organisasi (Meyer & Allen, 1991). Meyer dan Allen (1991) merumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi, yaitu: affective, continuance, dan normative. Ketiga hal ini lebih tepat dinyatakan sebagai komponen atau dimensi dari komitmen berorganisasi,
daripada
jenis-jenis komitmen berorganisasi.
Hal
ini
disebabkan hubungan anggota organisasi dengan organisasi mencerminkan perbedaan derajat ketiga dimensi tersebut. Dimensi komitmen yang erat kaitannya dengan komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosialnya adalah
komitmen
normatif,
karena
normative
commitment
lebih
menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi.
5
Anggota organisasi dengan komitmen normatif yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut (Allen & Meyer, 1991). Sehingga, ini akan menjadikan individu tersebut ingin berusaha agar organisasi yang dinaunginya dipandang baik oleh lingkungan sekitar. Salah satunya adalah melalui program CSR. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility dan juga komitmen organisasional. Namun dari beberapa penelitian yang telah dilakukan belum ada yang menghubungkan keduanya, yaitu CSR dengan komitmen organisasional . Selain itu penelitian tentang komitmen organisasional juga telah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian yang membahas tentang komitmen normatif lebih spesifik belum banyak dilakukan. Sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji tentang tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility dengan komitmen normatif karyawan serta ditambahkan identifikasi organisasi sebagai mediator. Karena menurut peneliti, komitmen merupakan variabel yang dapat memprediksi secara teratur perilaku karyawan seperti yang dikemukakan oleh Benkhoff (1997) dalam argumentasinya, yaitu bahwa komitmen karyawan terhadap organisasi memiliki hubungan positif dengan berbagai hal. Dalam penelitian ini, peneliti memilih PT Holcim Indonesia Tbk untuk dijadikan sebagai objek studi kasus. PT Holcim Indonesia Tbk, khususnya pabrik Cilacap, telah enam kali meraih
Proper
Emas,
suatu
penghargaan
dari pemerintah
melalui
Kementerian Lingkungan Hidup (kriteria penilaian aspek lebih dari yang
6
dipersyaratkan/beyond compliance). Ini menunjukkan dedikasi di atas ratarata PT. Holcim Indonesia terhadap kelestarian lingkungan dan ketaatan terhadap peraturan lingkungan hidup. Penghargaan proper emas diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup sebagai pengawasan dan pemberian insentif dan/ atau disinsentif kepada penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan. Pemberian penghargaan PROPER bertujuan mendorong perusahaan untuk taat terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan (environmental excellency) melalui integrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam proses produksi dan jasa, penerapan sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, konservasi sumber daya dan pelaksanaan bisnis yang beretika serta bertanggung jawab terhadap masyarakat melalui program pengembangan masyarakat. Program ini bekerjasama dengan 22 Badan Lingkungan Hidup Provinsi di seluruh Indonesia mengawasi 1.317 perusahaan yang meliputi sektor manufaktur, pertambangan, energi dan migas, agroindustri serta sektor kawasan dan jasa. (http://www.menlh.go.id/hasil-penilaian-program-peringkat-kinerjaperusahaan-proper-dalam-perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-periode2011-2012/) Kriteria Penilaian PROPER tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2011 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan. Secara umum peringkat kinerja PROPER dibedakan menjadi 5 warna Emas, Hijau, Biru, Merah dan Hitam, dimana kriteria ketaatan digunakan untuk pemeringkatan biru, merah
7
dan hitam, sedangkan kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance) adalah hijau dan emas. Adapun aspek ketaatan dinilai dari pelaksanaan
dokumen
lingkungan
(AMDAL/UKL-UPL),
upaya
pengendalian pencemaran air dan udara, pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan penanggulangan kerusakan lingkungan khusus bagi kegiatan pertambangan. Kegiatan CSR PT. Holcim Indonesia dilaksanakan dengan tujuan memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar dan semua stakeholder dan sejalan dengan prioritas Pemerintah Daerah, yaitu pengentasan kemiskinan dan memperpanjang masa sekolah, program POSDAYA (Pos Pemberdayaan Keluarga). Diantara program CSR yang dilakukan PT. Holcim Indonesia adalah program melek huruf, lingkungan hidup berupa apotik hidup, pendidikan anak usia dini, kesehatan untuk masyarakat lansia, pengembangan potensi
ekonomi
lokal
melalui
home
industri
(http://www.antaranews.com/berita/287832/holcim-tingkatkan-kinerjalingkungan-dan-csr diakses tanggal 21 januari 2012 dari judul –“Holcim tingkatkan kinerja lingkungan dan CSR”) Penghargaan Proper Emas 6 kali berturut-turut yang didapat PT Holcim Indonesia diraih karena peningkatan yang optimal dan signifikan sebagai bentuk kepedulian PT. Holcim Indonesia tanggung jawab sosial perusahaan. PT. Holcim Indonesia Tbk menyatakan bahwa perusahaan akan tumbuh dengan memberikan solusi bangunan berkelanjutan yang berfokus pada segmen pelanggan yang khusus, melalui pengembangan sumber daya
8
manusia, kepemimpinan yang inovatif dan jaringan yang terintegrasi, untuk menciptakan nilai maksimum bagi para pemangku kepentingan dan disaat yang sama memastikan kepeduliannya pada lingkungan dan masyarakat. (Holcim Indonesia annual report 2013). Komitmen perusaaan ini terhadap isu keberlajutan ditegaskan dengan penyelengaraan Holcim Awards. Kompetisi ini ditujukan untuk para pelaku dunia konstruksi yang bisa berinovasi untuk memastikan keberlanjutan (situs resmi Holcim Indonesia, 2015). Sebagai sebuah anak perusahaan semen multinasional yang berbasis di Swiss, Holcim Group, PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen terkemuka yang terintegrasi, beton jadi dan agregat serta memiliki model bisnis waralaba ritel yang luas dan menawarkan solusi end-to-end yang paling lengkap untuk bangunan rumah dari bahan bangunan, membuat desain yang cepat dan konstruksi yang aman, yang oleh publik dikenal dengan Solusi Rumah. Perusahaan ini mempekerjakan sekitar 2400 karyawan. Berdasarkan pada observasi penulis, prestasi PT Holcim Indonesia di bidang CSR memberikan pengaruh positif terhadap identifikasi organisasi dan komitmen karyawan. Namun sejauh ini, belum ada penelitian yang dilakukan untuk membuktikan itu. Hal ini membuat penulis tertarik untuk membuktikan secara ilmial apakah ada hubungan antara persepsi karyawan tentang CSR terhadap komitmen organisasional karyawan. Pada konteks penelitian ini, penulis membatasi hanya pada komitmen normatif saja. FGD juga metemukan bahwa ada 43% peserta menyarankan untuk mendesain ulang dan memperbaiki program CSR yang dijalankan oleh PT
9
Holcim Indonesia. Hasil ini menurut penulis kontradiktif dengan fakta bahwa perusahaan ini telah memenangkan proper emas 6 kali berturut-turut. Hal ini menarik perhatian penulis untuk meneliti lebih dalam mengapa fenomena ini muncul.
1. 2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Perlunya mengetahui persepsi karyawan terhadap program CSR yang telah dilakukan oleh PT. Holcim Indonesia Tbk.
2.
Perlunya mengukur pengaruh persepsi karyawan terhadap program CSR terhadap komitmen normatif karyawan.
3.
Perlunya mengukur pengaruh indentifikasi organisasi sebagai mediator antara persepsi karyawan terhadap program CSR terhadap komitmen normatif karyawan.
1. 3 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: 1.
Apakah ada pengaruh positif persepsi tentang program CSR pada komitmen normatif karyawan?
2.
Apakah indentifikasi organisasi berperan sebagai mediator antara persepsi karyawan terhadap program CSR terhadap komitmen normatif karyawan?
10
1. 4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: Menguji apakah ada pengaruh persepsi karyawan program CSR terhadap komitmen normatif karyawan dengan indentifikasi organisasi sebagai mediator.
1. 5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada: 1.
Bagi Akademisi Diharapkan penelitian ini bisa mejadi contoh aplikasi dan pengembangan teori di bidang CSR, identifikasi organisasi dan komitmen normatif karyawan.
2.
Bagi Manajemen Penelitian akan memberikan informasi pada manajemen tentang persepsi karyawan terhadap program CSR yang telah dilakukan oleh PT. Holcim Indonesia Tbk, pengaruhnya karyawan serta analisa dari pengaruh tersebut terhadap manajemen perusahaan.
1. 6 Batasan Penelitian Penelitian ini hanya akan membahas tentang persepsi karyawan terhadap program CSR yang telah dilakukan oleh PT. Holcim Indonesia Tbk serta pengaruh persepsi tersebut terhadap komitmen normatif karyawan dengan identifikasi organisasi sebagai mediator.
11