BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke
tahun dan menuju ke arah yang lebih baik setiap tahunnya. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang makin maju merupakan akibat dari dunia bisnis yang ada di Indonesia. Masyarakat yang kini makin memajukan kesejahteraannya merupakan langkah awal dalam berkembangnya bisnis dan ekonomi yang ada di Indonesia. Dalam perkembangan bisnis dan ekonomi di Indonesia sebagai salah satunya yaitu kegiatan perusahaan yang merupakan bagian dari kegiatan ekonomis yang di lakukan oleh seseorang maupun suatu organisasi secara terbuka dan berkesinambungan baik dalam barang yang bergerak maupun tidak bergerak atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dewasa ini, perusahaan merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat modern. Hal ini merupakan perusahaan merupakan pusat aktivitas manusia untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Perusahaan memiliki kontribusi penting bagi negara karena merupakan sumber pendapatan negara dari sektor pajak, dan untuk sektor lain perusahaan juga sangat penting bagi kehidupan sosial bermasyarakat karena membuka suatu lapangan pekerjaan bagi kaum pengangguran.
Usaha perusahaan atau yang menjalankan perusahaan, sesungguhnya merupakan padanan kata dari pedagang atau kegiatan perdagangan, yang mengandung makna melakukan kegiatan terus menerus, terang-terangan dalam rangka mencari keuntungan.1 Bentuk perusahaan di Indonesia ada yang berbentuk badan hukum dan ada yang tidak berbentuk badan hukum. Sebagai salah satunya bentuk perusahaan yang tidak berbentuk badan hukum adalah Usaha Dagang (UD). Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) merupakan perusahaan perseorangan yang biasanya dilakukan atau di jalankan oleh satu orang pengusaha.2 Bentuk perusahaan UD, perusahaan perseorangan yang pengusahanya langsung bertindak sebagai pengelola yang juga di bantu oleh beberapa orang pekerja. Salah satu contohnya adalah perusahaan konveksi. Perusahaan konveksi bergerak di bidang pembuatan pakaian baik baju, kemeja, jaket, celana dan lain sebagainya. Perusahaan konveksi yang dikelola oleh satu orang, baik dari segi keuntungan, segi kerugian, segi tanggung jawab, itu semua diterima dan ditanggung oleh satu orang. Dalam era modern ini suatu perusahaan bukannya tanpa adanya masalah, namun muncul beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan perusahaan ini antara lain, seperti menyangkut ketetapan harga, ingkar janji antara pelaku usaha dan konsumen, perikatan antara pelaku
1
Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, CV. Mandar Maju, Bandung, hal V. 2 Sentosa Sembiring, 2001, Hukum Dagang, PT. Citra Aditya Bakti, hal 18.
usaha dengan konsumen dan perlindungan konsumen. Masalah-masalah yang timbul merupakan dari kurang telitinya suatu perusahaan perseorangan yang dikelola sendiri oleh pengusahanya. Masalah-masalah yang disebutkan di atas mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen, dimana konsumen berada di posisi yang lemah. Konsumen yang biasa dikatakan sebagai raja, namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Konsumen selalu dijadikan sebagai kerangka konsumtif, sehingga mengakibatkan konsumen menjadi korban dalam hubungan jual beli dengan pelaku usaha. Banyak contoh-contoh pengaduan konsumen terkait produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Dimana produk-produk tersebut tidak sesuai dengan apa yang sudah diperjanjikan dalam perjanjian jual beli antara pelaku usaha dengan konsumen. Rendahnya kesadaran konsumen akan hak-haknya disebabkan, antara lain, tingkat
pengetahuan
konsumen
yang
rendah,
sumber-sumber
informasi
penyadaran yang masih jarang dan juga karena adanya suatu sistem perdagangan yang merugikan kepentingan konsumen. Konsumen seringkali dirugikan, dan atas kerugian itu tidak ada celah bagi konsumen untuk menggugat kepada produsen atau pelaku usaha. Perusahaan konveksi Indradila dalam bidang garmen pembuatan kebutuhan sekunder seperti baju, celana , kemeja dan lain sebagainya tidak memenuhi apa yang menjadi standar pesanan dalam pembuatan baju pelatihan mahasiswa di salah satu universitas, dimana konveksi Indradila teridentifikasi telah melakukan
ingkar janji atau wanprestasi mengenai cacat produk yang tidak sesuai dengan perjanjian jual beli yang sudah disepakati. Dalam situasi ini konsumen dirugikan dalam hal materiil berupa barang fisik yang cacat produk, atau yang tidak memenuhi kualitas. Kondisi konsumen yang dirugikan tentu memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, hal ini dimaksudkan agar tercipta keseimbangan posisi antara konsumen dan pelaku usaha. Dalam menyikapi kondisi diatas, ketika suatu produk diketahui cacat, maka konsumen tentu akan mengajukan keberatan atau meminta pertanggungjawaban terhadap pelaku usaha selaku produsen barang tersebut dengan diikuti dengan tuntutan ganti kerugian. Namun dalam kenyataannya terkadang tidak mudah bagi konsumen untuk mendapatkan pertanggungjawaban dari pelaku usaha.3 Dalam hal ini yang kerap menjadi permasalahan dalam suatu perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak antara perusahaan konveksi Indradila dengan konsumen adalah apabila suatu produk barang sudah selesai dalam tahapan pembuatan baju kaos dan bahan pokok baju kaos tersebut tidak sesuai dengan contoh baju kaos yang sudah diberikan oleh konsumen. Karena jika didalami contoh baju kaos yang diberikan konsumen memiliki nilai yang tinggi, tetapi baju kaos yang diberikan oleh perusahaan konveksi Indradila justru memliki nilai yang rendah. Karena sudah disepakatinya harga maka pihak konsumen mengalami kerugian dari segi materiil berupa barang fisik yang cacat atau tidak
3
Sofian Parerungan, 2014, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Cacat, http://pn-bangil.go.id/data/?p=211 diakses pada tanggal 27 Oktober 2015
sesuai dan sejumlah uang yang sudah diberikan kepada pihak perusahaan konveksi Indradila. Untuk mengatasi permasalahan yang ada pemerintah mengeluarkan suatu landasan hukum yang kuat yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disingkat UUPK, yang memberikan perlindungan kepada konsumen tidak hanya dibidang hukum materiil yang bermaksud mencegah timbulnya kerugian konsumen, tapi juga dibidang hukum acara yang dimaksudkan untuk memudahkan konsumen dalam menuntut pemulihan haknya kepada pelaku usaha. Baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Lahirnya
UUPK
tersebut
diharapkan
dapat
mendidik
masyarakat
masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari akan segala hak dan kewajiban yang dimiliki terhadap pelaku usaha. Dalam Pasal 16 huruf b UUPK ditentukan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi. Dalam pasal 19 UUPK juga ditentukan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan gantirugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Sehubungan dengan Pasal tersebut di atas, kewajiban utama pelaku usaha adalah menjaga dan menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan serta kegunaan produknya terhadap konsumen.
Tanggung jawab sebuah perusahaan salah satunya meminimalkan dampak yang kurang baik kepada lingkungan terutama kepada konsumen dari produk yang dipasarkan. Dewasa ini banyak pelaku usaha dalam bidang konveksi yang kurang paham dengan adanya perjanjian terhadap konsumen mengenai perjanjian jula beli. Tidak hanya pelaku usaha yang mendapat perlindungan namun konsumen juga memiliki hak yang sama dalam mendapat perlindungan. Pemerintah berperan mengatur, mengawasi dan mengontrol sehingga tercipta sistem yang kondusif dalam perjanjian jual beli antara pelaku usaha dengan konsumen dibidang konveksi. Untuk itu jika terjadi permasalahan, konsumen dihadapkan pada bagaimana pertanggungjawaban
perusahaan
konveksi
Indradila.
Untuk
menjawab
permasalahan itu maka diadakan suatu penelitian yang mendalam tentang bagaimana pertanggungjawaban konveksi Indradila sebagai pelaku usaha. Dalam pelaksanaan tanggung jawabnya wajib diwaspadai dari kemungkinan timbul masalah, apalagi menyangkut pertanggungjawaban. Untuk mengantisipasinya lepas tangan dari pihak konveksi Indradila, maka perlu adanya kesadaran setiap hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Perusahaan Konveksi Indradila Terhadap Konsumen Yang Dirugikan Dalam Perjanjian Jual Beli (Studi Kasus: Antara Pihak Badan
Eksekutif
Indradila)”.
Mahasiswa
Dengan
Pihak
Perusahaan
Konveksi
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dikemukakan beberapa rumusan masalah, yaitu : 1.
Apa akibat hukum apabila perusahaan Indradila tidak melakukan prestasi dalam menyediakan barang yang berkualitas sebagaimana ditentukan dalam perjanjian ?
2.
Bagaimana bentuk tanggung jawab perusahaan konveksi Indradila terhadap konsumen yang dirugikan terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian ?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan skripsi ini, penulis menentukan batas-batas materi yang
akan di bahas di dalam skripsi ini, sehingga pembahasan yang diuraikan nantinya akan terarah dan benar-benar tertuju pada pokok bahasan diinginkan. Permasalahan yang dibahas hanya menyangkut masalah tanggung jawab perusahaan konveksi dan akibat hukum dari tidak dilakukannya prestasi oleh perusahaan. Hal ini sangat diperlukan agar pembahasan selanjutnya tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang diangkat. Pertama akan dibahas mengenai akibat hukum apabila perusahaan Inderadila tidak melakukan prestasi. Kedua, akan dibahas mengenai bagaimana pertanggungjawaban perusahaan konveksi Indradila terhadap konsumen yang dirugikan terhadap produk barang yang berkualitas atau bermutu rendah yang
tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian. Dua masalah tersebut akan dibahas untuk menemukan jawaban, sehingga memperoleh kejelasan dan kepastian. 1.4
Orisinalitas Penelitian Penelitian ini meneliti suatu perusahaan yang berada di denpasar yang
dimana sebagai suatu subjek hukum yang memiliki hak dan kewajibannya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab bilamana terjadinya suatu hasil produk barang dan/atau jasa adanya cacat produk dan/atau tidak sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak. Adapun penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini adalah: No. 1.
Judul Penelitian TANGGUNG UD.
Penulis
JAWAB Shinta
BUMI
MAS Vinayanti
ELEKTRONIK
Bumi
Permasalahan 1. Bagaimana tanggung jawab UD. Bumi Mas Elektronik
sebagai
SEBAGAI
SUPPLIER
Supllier
terhadap
TERKAIT
DENGAN
kerugian
konsumen
CACAT
PRODUK
berkaitan
dengan
BARANG
YANG
cacat produk barang
MENJADI
OBJEK
yang menjadi objek
PADA
PERUSAHAAN
pada
perusahaan
PEMBIAYAAN
pembiayaan
KONSUMEN DI KOTA
konsumen?
2. Bagaimana
DENPASAR
upaya
penyelesaian dari UD. Bumi Mas Elektronik sebagai
supplier
terhadap
kerugian
konsumen
berkaitan
dengan cacat produk barang yang menjadi objek pada perusahaan pembiayaan konsumen? Terdapat sedikit kemiripan dimana suatu barang yang cacat produk atau tidak sesuai yang diteliti dari penelitian ini atau baru dengan penelitian yang sudah ada, namun dapat dilihat perbedaan dari penelitian ini adalah: Penelitian Baru
Penelitian yang Sudah Ada
1. Objek penelitian berbeda, yakni meneliti
suatu
kebutuhan
sekunder seperti baju, celana dan lain sebagainya. 2. Pihak-pihak yang terkait hanya terhadap dua belah pihak.
1. Objek penelitiannya lebih pada alat
yang
berakitan
dengan
listrik. 2. Pihak-pihak
yang
terkait
mencakup lebih dari dua belah pihak.
1.5
Tujuan Penelitian Dalam penulisan skripsi haruslah mempunyai tujuan tertentu yang hendak
dicapai, tujuan penulisan skripsi dapat dibagi menjadi dua , yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapaun tujuan umum dan tujuanm khusus penulisan skripsi ini adalah : 1.5.1 Tujuan Umum 1.
Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran secara tertulis.
2.
Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian.
3.
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu pengetahuan hukum perusahaan.
4.
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
1.5.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui akibat hukum yang disebabkan perusahaan tidak melakukan prestasi terhadap konsumen terkait dengan kualitas barang yang sudah diperjanjikan
2.
Untuk mengetahui tanggung jawab perusahaan konveksi Indradila terhadap konsumen yang dirugikan terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian
1.6
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu : 1.6.1 Manfaat Teoritis 1.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi upaya pengembangan wawasan bagi ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum perusahaan mengenai tanggung jawab perusahaan konveksi Indradila terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dengan perjanjian.
2.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjut.
1.6.2 Manfaat Praktis Selain manfaat teoritis, hasil penelitian yang dilakukan diharapkan juga mampu memberikan manfaat praktis, yaitu : 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi pelaku usaha untuk mengetahui akibat hukum apabila perusahaan tidak memenuhi prestasinya.
2.
Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang baik bagi pelaku usaha dan konsumen terhadap tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen yang telah dirugikan.
1.7
Landasan Teoritis Suatu landasan teoritis dalam pembahasan yang bersifat ilmiah memiliki
kegunaan lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. Disamping itu suatu landasan teoritis dapat memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada suatu pengetahuan penelitian.4 Berdasarkan buku III KUHPerdata Bab II Pasal 1313 perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengertian perjanjian menurut KUHPdt masih terlalu luas, menurut pendapat ahli Sudikno Mertokusumo yang memandang suatu perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat yang dapat menimbulkan akibat hukum.5 Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pendapat yang berbeda, perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara keua belah pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan suatu hal, seangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.6 Suatu perjanjian yang bersifat timbal balik senantiasa menimbulkan sisi aktif dan sisi pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditor untuk menuntut
4
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, hal 12.
5
Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenai Hukum, Liberty, Yogyakarta, hal 98.
6
Wirjono Prodjodikoro, 1989, Asas-Asas Hukum Perjanjian, PT Bale, Bandung, hal 9.
pemenuhan prestasi, sedangkan sisi pasif menimbulkan beban kewajiban bagi debitur untuk melaksanakan prestasinya. Pada situasi normal antara prestasi dan kontra prestasi akan saling bertukar namun pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul pristiwa yang disebut wanprestasi. Zul Afdi dan Chandrawulan menyatakan wanprestasi yaitu seseorang (debitur) dikatakan ingkar janji (wanprestasi) apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena suatu keadaan memaksa.7 Pertanggungjawaban berasal dari kata “tanggung jawab” yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatu berupa penuntutan, diperkarakan dan dipersalahkan sebagai akibat sikap sendiri atau pihak lain.8 Jika dikaitkan dengan kata pertanggung jawaban berarti kesiapan untuk menanggung segala bentuk beban berupa dituntut, diperkarakan dan dipersalahkan akibat dari sikap dan tindakan sendiri atau pihak lain yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Setiap orang yang menimbulkan akibat dari sikap sendiri maupun pihak lain harus melakukan tanggung jawab yang sesuai dengan perjanjian yang kedua belah pihak sepakati. Dalam hal ini teori yang digunakan adalah pertanggung jawaban perdata, pada Pasal 1365 KUHPerdata bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut : 7
Zul Afdi dan Chandrawulan, 1998, Hukum Perdata dan Dagang, CV Armico, Bandung, hal 43. 8
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, hal 1139.
a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan. b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian). c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian. Dari tiga ketegori tersebut terdapat model tanggung jawab hukum adalah : a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata. b. Tanggung
jawab
dengan
unsur
kesalahan
khususnya
kelalaian
sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata. c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam Pasal1367 KUHPerdata. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), merupakan salah satu usaha menuju sistem yang lebih adil bagi konsumen, terutama dari segi perlindungan hukumnya. Dalam UUPK ketentuan tentang product liability diatur untuk semakin memperkuat perlindungan terhadap konsumen. Bagi pihak produsen sendiri, dengan adanya peraturan tersebut, memberikan keuntungan berupa bisa mendapatkan kepercayaan dari konsumen sehingga produknya memiliki daya saing tinggi ditengah serbuan masuknya produk-produk asing. Dalam prinsip product liability berlaku sistem tanggung jawab mutlak; merupakan prinsip tanggung jawab di mana kesalahan tidak dianggap sebagai faktor yang mennetukan. Dalam tanggung jawab mutlak tidak harus ada hubungan
antara subyek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Jika konsumen yang merasa dirugikan atas produk yang dihasilkan suatu produsen atau pelaku usaha, maka itu menjadi dasar untuk bisa menggugat produsen yang bersangkutan tanpa harus membuktikan kesalahan pelaku usaha atau produsennya. Pelaku usaha dan atau produsen bisa terlepas dari tanggung jawab itu jika dia bisa membuktikan bahwa kesalahan itu merupakan kesalahan konsumen atau setidaknya bukan kesalahannya; sebaliknya ia akan dikenai tanggung jawab jika tidak bisa mampu membuktikan tuntutan konsumen itu. UUPK mengatur hal ini dalam pasal 19 ayat 5, pasal 27 dan pasal 28.9 Prinsip tanggung jawab ini penting untuk diterapkan karena : 1. Konsumen tidak dalam posisi yang menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, mengingat terbatasnya informasi dan kemampuan lainnya seperti modal. 2. Asumsinya produsen lebih dapat mengantisispasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya. 3. Asas ini dapat memaksa pelaku usaha untuk lebih berhati-hati. Dalam setiap perjanjian tentu ada suatu hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak, baik bagi konsumen dan pelaku usaha. Hak-
9
Mumu Muhajir, 2007, Penerapan Prinsip Product Liability, http://kataloghukum.blogspot.co.id/2008/01/penerapan-prinsip-product-liability.html di akses pada tanggal 1 November 2015
hak konsumen dapat dilihat pada Pasal 4 UUPK dijelaskan mengenai kewajiban dari pelaku usaha. Adapun hak-hak konsumen yang dijelaskan dalam Pasal 4 UUPK, antara lain : 1.
Hak
atas
kenyamanan,
keamanan,
dan
keselamatan
dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 2.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.
Hak
untuk
mendapatkan
advokasi,
perlindungan,
dan
upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila baranng dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.
Hak-ak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pelaku
usaha
dalam
menjalankan
kegiatan
usahanya
juga
perlu
memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus diembannya. Dalam Pasal 7 UUPK menjelaskan kewajiban-kewajiban pelaku usaha, yaitu : 1.
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
2.
Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.
Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencova barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6.
Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.
Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Penyelesaian sengketa terdapat melalui litigasi dan non-litigasi, dalam kasus ini penyelesaian menggunakan non-litigasi. Adapula beberapa penyelesaian melalui non-litigasi sebagai berikut :10 a)
Negosiasi Suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.
b) Mediasi Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. c)
Konsiliasi Penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
Dalam penelitian ini,lebih merujuk kepada penyelesaian melalui mediasi. Terdapat dasar dan prosedur mediasi yang di atur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Hal ini
10
7
Frans Hendra Winarta, 2012, Hukum Penyelesaian sengketa¸Jakarta, Sinar Grafika, hal.
digunakan sebagai dasar hukum untuk menjawab permasalahan mengenai upayaupaya penyelesaian apa saja yang dapat ditempuh konsumen apabila mengalami kerugian akan barang-barang hasil produksi dari konveksi yang dibelinya. 1.8
Hipotesis Dengan memperhatikan uraian tersebut diatas, maka hipotesis dari
permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bahwa setiap kegiatan perusahaan memiliki hak dan kewajibannya yang sudah tertera dalam peraturan perundang-undangan. Setiap pelaku usaha wajib melakukan prestasinya sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak yang terkait. 2. Bahwa perusahaan yang tidak melakukan prestasinya atas tidak sesuainya atau terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dalam perjanjian jual beli, wajib melakukan tangung jawaban terhadap konsumen yang merasa dirugikan. Namun pada dasarnya banyak pelaku usaha yang mengabaikan tanggung jawabnya. Konveksi indradila yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perjanjian wajib melakukan tanggung jawaban kepada konsumen yang dirugikan. 1.9
Metode Penelitian
1.9.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yakni suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara das solen dengan das sein yaitu
kesenjangan antara teori dengan dunia realita, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan adanya situasi ketidak tahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan
akademik. Penelitian
ilmu
hukum
empiris
lebih
menekankan pada segi observasinya. Hal ini berkaitan dengan sifat obyektif dan empiris dari ilmu pengetahuan itu sendiri, termasuk pengetahuan ilmu hukum empiris
yang
berupaya
mengamati
fakta-fakta
hukum
yang
berlaku
dalammasyarakat, dimana hal ini mengaharuskan pengetahuan untuk dapat diamati dan dibuktikan secara terbuka. Titik tolak pengamatannya terletak pada kenyataan atau fakta-fakta sosial yang ada dan hidup ditengah-tengah masyarakat sebagai budaya hidup masyarakat.11 Ilmu hukum empiris adalah ilmu hukum yang memandang hukum sebagai fakta yang dapat diamati dan bebas nilai. Pengertian bebas nilai yang dimaksud disini adalah bahwa pengkajian terhadap ilmu hukum tidak boleh tergantung atau dipengaruhi oleh penilaian pribadi si peneliti.12 1.9.2 Jenis Pendekatan Pada umumnya, penelitian hukum memiliki 7 jenis pendekatan yakni: Pendekatan Kasus (The Case Approach), Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach), Pendekatan Fakta (Fact Approach), Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical And Conseptual Approach), Pendekatan Frasa (Words
11
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian dalam Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal 125 12
Ibid, hal 82.
And Phrase Approach), Pendekatan Sejarah (Historical Approach), dan Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).13 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini memakai 4 (empat) cara pendekatan, yaitu Pendekatan Kasus (Case Approach), Pendekatan PerundangUndangan (Statue Approach), dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical And Conseptual Approcah). 1.9.3 Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum empiris yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang sifatnya deskriptif. Penelitian yang sifatnya deskriptif berupaya menggambarkan secara lenkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarakan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian deskriptif ini dapat membentuk teori-teori baru atau dapat memperkuat teori yang sudah ada. 1.9.4 Data dan Sumber Data Adapun data dan sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu : 1.
13
Data Primer
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Udayana Press, Denpasar, hal 80.
Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan atau field research, dilakukan baik melalui wawancara atau interview.14 Data-data tersebut juga berupa hasil wawancara langsung dari beberapa narasumber yang memiliki konsep esensi dalam masalah yang dibahas. 2.
Data Sekunder Data sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian
kepustakaan, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,
melainkan
bersumber
dari
data-data
yang
telah
terdokumentasikan sebelumnya dalam bentuk-bentuk bahan hukum. Dalam penelitian ini digunakan bebrapa bahan hukum, yaitu Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Tersier. Bahan-bahan hukum tersebut masing-masing dijabarkan sebagai berikut : 1.
Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena
dikeluarkan oleh pemerintah. Seperti Peraturan Perundang-undangan dan Putusan Pengadilan.15 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
14
Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hal
15
Burhan Ashhofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal 103.
6.
a.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie);
b.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie, S.1847-23);
c.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang “Perlindungan Konsumen”;
d.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
e.
Doktrin-doktrin atau pendapat para ahli hukum;
f.
Perjanjian jual beli antara konveksi Indradila dengan pihak Badan Eksekutif Mahasiswa
2.
Bahan Hukum Sekunder Sebagai bahan hukum sekunder yang terutama adala buku-buku hukum
termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.16 3.
Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk,
penunjang ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya : kamus, enslikopedi, indeks komulatif dan seterusnya.17
16 17
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal 155.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 13.
1.9.5 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian hukum empiris, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu : 1.
Teknik wawancara (interview) adalah cara untuk menghimpun data dengan jalan mengadakan wawancara dengan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan pihak terkait yaitu informan perusahaan konveksi Indradila. Tanya jawab ini dimaksudkan untuk memperdalam informasi yang akan digunakan dalam penelitian, yang kemudian dapat menjadi jawaban atau solusi untuk memecahkan pokok-pokok permasalahan yang diteliti.
2.
Teknik studi dokumen yang dilakukan dengan cara membaca, memahami, membandingkan karya-karya ilmiah hukum dan dari peraturan perundang-undangan maupun tulisan ilmiah hukum lainnya yang relevan dengan masalah yang akan dibahas. Data-data yang didapat disusun secara sistematis.
1.9.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Non Probability Sampling. Teknik ini berperan sangat penting bagi peneliti dalam penentuan pengambilan sampel. Ada 4 (empat) bentuk teknik Non Probability Sampling, yaitu: a)
Quota Sampling
b)
Accidental Sampling
c)
Purposive Sampling
d)
Snowball Sampling
Bentuk sampel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah bentuk Snowball Sampling, dimana teknik ini ditentukan sendiri oleh penulis yaitu dengan mencari key informan (informan kunci) atau responden kunci yang dianggap mengetahui tentang penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis. 1.9.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan teknik analisis kualitatif, artinya keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikategorikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data yang lainnya, dilakukan interprestasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif, kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif.18
18
Kartini Kartono, 1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni Bandung, hal 171.