BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang
sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat masa kini dan masa yang akan datang, sehingga perlu untuk tetap mempelajari dan mewariskannya (Koentjaraningrat, 2000: 186). Masa Prasejarah merupakan salah satu kategori dari kebudayaan masa lampau yang pernah berkembang di dunia. Masa Prasejarah merupakan masa yang belum mengenal tulisan. Masa Prasejarah secara umum dibagi menjadi dua model yaitu model teknologis dan model sosial-ekonomis. Model teknologis tersebut dibagi menjadi empat periodisasi yaitu Paleolithikum (Zaman Batu Tua), Mesolithikum (Zaman Batu Tengah), Neolithikum (Zaman Matu Muda), dan Zaman Logam (Soekmono, 1973: 23). Model sosial-ekonomis dibagi pula menjadi empat periodisasi yaitu Masa Berburu dan Meramu Tingkat Sederhana, Masa Berburu dan Meramu Tingkat Lanjut, Masa Bercocok Tanam, dan Masa Perundagian
(Poesponogoro
dan
Notosusanto,1977).
Pembabakan
model
teknologis berdasarkan pada jenis-jenis teknologi yang digunakan oleh manusia pada Masa Prasejarah sebagai sarana untuk mempermudah kegiatan manusia sedangkan
pembabakan
model
sosial-ekonomis
berdasarkan
pada
mata
pencaharian manusia pada masa prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidup.
2
Zaman Logam meninggalkan cukup banyak bukti tentang aktivitas masa lampau. Wujud fisik hasil kebudayaan Zaman Logam yang paling banyak yaitu artefak yang terbuat dari bahan baku logam. Pada Zaman Logam tidak hanya terdapat artefak yang terbuat dari bahan baku logam saja, melainkan terdapat juga artefak yang terbuat dari bahan baku lainnya seperti dari tanah liat dan dari batu. Peninggalan benda-benda logam menarik perhatian karena pada masa sebelumnya logam belum dikenal, alat-alat yang dikenal pada masa sebelumnya masih terbatas dibuat dari batu, tulang, maupun bahan-bahan lainnya yang dibuat tidak dari bahan logam. Munculnya benda logam pada Zaman Logam tersebut menunjukkan bahwa adanya kemajuan pada peradaban manusia, khususnya perkembangan yang pesat di bidang teknologi. Zaman Logam ini menunjukkan bahwa manusia telah berhasil menguasai pengetahuan tentang teknik peleburan, pencampuran, penempaan, dan pencetakan logam untuk dijadikan alat dalam menunjang kehidupan. Bukti paling awal dari kegiatan teknologi logam ditemukan di daerah Timur Tengah (Irak, Iran,Turki, dan Israel) berupa benda-benda yang terbuat dari tembaga dan berumur sekitar 8.500-10.500 tahun yang lalu, sedangkan temuan benda tembaga di dataran Eropa (Belanda, Swedia, Polandia,dan Bohemia) diduga berasal dari sekitar 4.000-5.500 tahun yang lalu. Di Eropa bagian selatan yaitu di sekitar Kepulauan Aegeon da Ciclades, perunggu mulai dikenal antara 3.0004.000 tahun sebelum masehi, dan di Asia (India, Pakistan, Vietnam, Thailand, dan Cina) benda-benda perunggu mulai diproduksi dan digunakan sejak 2.000-3.000 SM (Kalky, 1999: 1).
3
Zaman Logam di Indonesia berlangsung beberapa abad sebelum masehi atau sekitar 2.500 tahun yang lalu. Berdasarkan temuan tinggalan arkeologis, Indonesia hanya mengenal alat-alat logam yang terbuat dari perunggu dan besi, sedangkan untuk perhiasan dikenal pula pemakaian emas. Sebagian besar artefak logam yang berkembang pada Zaman Logam dibuat dari bahan perunggu, hanya pada masa akhir digantikan dengan artefak yang dibuat dari bahan besi, sehingga artefak logam yang dominan ditemukan yaitu artefak yang dibuat dari logam perunggu. Logam perunggu merupakan logam yang terbuat dari pencampuran beberapa logam lainnya. Logam yang biasanya digunakan untuk membuat perunggu yaitu logam tembaga (Cu), logam timah (Sn), logam timbal atau timah hitam (Pb), dan logam seng (Zn). Selain logam-logam tersebut di beberapa wilayah juga berkembang pencampuran logam lainnya seperti di Asia Barat Daya dan Eropa dikenal penggunaan logam arsenik (As) sebagai campuran utama untuk membuat logam perunggu (Eton dan Mckerrell dalam Haryono. 2001: 3). Artefak perunggu di Indonesia dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu sebagai alat upacara keagamaan dan sebagai alat kehidupan sehari-hari. Artefak perunggu yang digunakan sebagai alat upacara keagamaan tersebut memiliki arti yaitu sebagai alat untuk melengkapi suatu upacara keagamaan. Alat yang digunakan dalam upacara keagamaan biasanya dalam tahap pembuatannya dilakukan beberapa ritual yang menyebabkan alat ini menjadi suci atau memiliki unsur spiritual yang tinggi. Artefak perunggu yang digunakan sebagai alat kehidupan sehari-hari memiliki arti yaitu sebagai alat yang digunakan
4
untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti untuk bertani atau berburu binatang. Alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari biasanya memiliki jejak pakai pada sisi tajamannya. Jejak pakai ini dapat berupa goresan panjang atau bercak darah dari binatang. Artefak perunggu yang tersebar di wilayah Indonesia memiliki beragam bentuk dan variasi. Bentuk artefak perunggu yang sering ditemukan di wilayah Indonesia yaitu nekara, kapak perunggu, bejana perunggu, perhiasan, dan senjatasenjata yang terbuat dari perunggu. Berbagai bentuk artefak perunggu yang tersebar di Indonesia memiliki kemiripan dengan artefak perunggu yang ditemukan di wilayah Vietnam dan Thailand, khususnya bentuk dari nekara serta bentuk dari kapak perunggu. Keterangan pertama tentang kapak perunggu diberikan oleh G.E. Rumphius pada awal abad 18. Kapak perunggu secara tipologis dapat digolongkan atas dua golongan yaitu kapak corong dan kapak upacara. H.R. Van Heekeren kemudian mengklasifikasikan kapak perunggu menjadi kapak corong, kapak upacara, dan tembilang atau tajak. Pembagian ini kemudian diperluas lagi oleh R.P. Soejono menjadi 8 tipe pokok, antara lain tipe umum, tipe ekor burung seriti, tipe pahat, tipe tembilang atau tajak, tipe bulan sabit, tipe jantung, tipe candrasa, dan tipe kapak roti. Kapak perunggu di Indonesia tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama di wilayah Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar, Flores, Maluku, Pulau Roti, dan Irian dekat Danau Sentani (Poesponogoro dan Notosusanto,1993: 234).
5
Pulau Bali sudah sejak lama dikenal sebagai daerah yang kaya akan tinggalan prasejarah, salah satunya yaitu tinggalan dari Zaman Logam. Tinggalan dari Zaman Logam yang cukup banyak ditemukan di Pulau Bali yaitu kapak perunggu. Bentuk-bentuk kapak perunggu yang ditemukan di Pulau Bali menampakkan variasi yang beragam, bahkan beberapa bentuk dikategorikan sebagai tipe lokal, penemuannya terbatas hanya di Pulau Bali. Beberapa variasi bentuk dari kapak perunngu yang ditemukan di Pulau Bali adalah tipe umum, tipe ekor burung seriti, tipe bulan sabit, tipe tajak, dan tipe jantung (Mardika, 1990: 33). Kapak perunggu tipe jantung sampai saat ini hanya ditemukan di Pulau Bali sehingga dapat disimpulkan bahwa kapak perunggu tipe jantung tersebut hanya berkembang di Pulau Bali. Perbedaan yang paling dominan antara kapak perunggu tipe jantung dengan kapak perunggu tipe lainnya terletak pada bentuk mata kapak yang terlihat menyerupai bentuk jantung, sehingga diberi nama kapak perunggu tipe jantung. Dewasa ini kapak perunggu tipe jantung banyak disimpan di instansi-instansi pemerintah seperti di museum atau Balai Arkeologi untuk dipamerkan ataupun untuk diteliti lebih lanjut. Kapak perunggu tipe jantung ini beberapa masih menjadi milik warga masyarakat sekitar yang sebagian besar disimpan di tempat suci. Masyarakat Pulau Bali sampai saat ini mayoritas penganut agama Hindu, dimana perkembangan agama Hindu berdampingan dengan kebudayaan animisme atau memuja roh leluhur melalui sarana-sarana tertentu. Saat ini banyak artefak yang masih disembah sebagai sarana pemujaan roh nenek moyang oleh
6
masyarakat Pulau Bali. Terdapat kemungkinan bahwa kapak perunggu tipe jantung yang masih disimpan oleh masyarakat mengalami perubahan makna dan fungsi sebenarnya. Kapak perunggu tipe jantung dapat dikatakan mengalami perubahan makna dan fungsi tersebut karena terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kapak tersebut pada mulanya berfungsi sebagai bekal kubur mengingat sering kali kapak tersebut ditemukan pada penguburan primer atau sekunder, sedangkan saat ini kapak tersebut banyak disimpan oleh masyarakat sebagai pratima di Pura. Kapak perunggu tipe jantung memiliki daya tarik yang kuat untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Artefak ini hampir ditemukan di seluruh wilayah Pulau Bali mulai dari wilayah pesisir sampai wilayah pedalaman, namun sumber bahan baku dari kapak perunggu tipe jantung masih diperdebatkan karena para ahli berkesimpulan bahwa di Pulau Bali tidak terdapat potensi sumber tambang logam baik itu timah atau tembaga yang menjadi campuran logam untuk pembuatan logam perunggu (Ardika dkk, 2013: 28), sedangkan di luar wilayah Pulau Bali tidak ditemukan kapak perunggu tipe jantung. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa pada Zaman Logam sudah terjadi aktivitas perdagangan antarpulau dengan logam timah atau perunggu sebagai komoditi utamanya. Cetakan dari kapak perunggu tipe jantung juga belum ditemukan sampai sekarang sehingga belum diketahui letak dari situs pembuatan kapak perunggu tipe jantung, dibuat di Pulau Bali atau dibuat di luar Pulau Bali. Data penelitian menunjukkan tentang kapak perunggu tipe jantung yang ditemukan di dalam sarkofagus dan ada pula yang ditemukan sebagai temuan lepas serta dilihat dari bentuknya yang memiliki
7
corong dengan mata kapak menyerupai bentuk jantung, dapat diperkirakan bahwa artefak ini memiliki berbagai macam fungsi yang belum diketahui sampai saat ini. Kapak perunggu tipe jantung merupakan tipe lokal yang tidak ditemukan di luar Pulau Bali, tetapi data yang khusus tentang kapak tersebut masih kurang. Data penunjang dari kapak perunggu tipe jantung yang masih kurang seperti data komposisi unsur logam sebagai bahan baku, perkiraan umur, persebaran di seluruh Pulau Bali dan lain sebagainya. Data tersebut sangatlah penting untuk merekonstruksi sejarah kebudayaan khususnya yang bersangkutan dengan artefak logam perunggu. Hal ini dikarenakan dari data tersebut dapat dilakukan analisis tentang permasalahan yang lainnya, misalnya dari data kandungan logam yang terdapat pada logam perunggu dapat dilakukan analisis tentang teknik pembuatan kapak perunggu tipe jantung. Hal ini menjadi pertimbangan penulis untuk melakukan penelitian terhadap kapak perunggu tipe jantung. Objek yang diteliti yaitu kapak perunggu tipe jantung koleksi Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali, dan Museum Manusia Purba Gilimanuk. Ketiga lokasi penelitian tersebut merupakan tempat dimana terdapat tiga koleksi kapak perunggu tipe jantung hasil dari penelitian atau hasil laporan dari masyarakat. Fokus penelitian ini yaitu perbedaan diantara ketiga kapak perunggu tipe jantung yang menjadi sampel penelitian khususnya pada persentase campuran logam.
8
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang akan
dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Apa campuran bahan baku kapak perunggu tipe jantung dan bagaimana persentasenya? 2. Bagaimana perbedaan atau persamaan bahan baku campuran logam perunggu pada ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung tersebut?
1.3
Tujuan Penelitian Setiap penelitian memiliki tujuan akhir sebagai hasil akhir dari
penelitiannya, begitu pula penelitian arkeologi. Tujuan penelitian arkeologi menurut Lewis R. Binford harus diarahkan pada tiga hal pokok, yaitu merekonstruksi sejarah kebudayaan, menyusun kembali cara-cara hidup masyarakat masa lalu, serta berusaha memahami proses perubahan budaya sehingga dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa kebudayaan masa lalu mengalami perubahan bentuk, arah, dan kecepatan perkembangannya (Binford dalam Harkantiningsih dkk, 1999: 8). Sehubungan dengan pendapat Binford, Mundarjito (dalam Patridina, 2013: 9) mengatakan bahwa dalam memenuhi tujuan pertama, para arkeolog memusatkan perhatian pada aspek bentuk, ruang, dan waktu. Tujuan kedua dapat dipenuhi dengan cara memusatkan pada aspek fungsi tinggalan arkeologi dengan mengamati konteks. Tujuan ketiga dipenuhi dengan cara memahami proses-proses budaya yang terjadi agar diperoleh penjelasan bagaimana dan mengapa kebudayaan serta masyarakat masa lalu
9
mengalami perubahan-perubahan bentuk arah, dan perkembangannya. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memecahkan masalah yang sudah dirumuskan. Penelitian ini mempunyai dua tujuan pokok yang ingin dicapai yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui kandungan logam
yang digunakan untuk membuat bahan baku kapak perunggu tipe jantung yang berukuran besar, sedang, dan kecil dan untuk mengetahui teknolgi pembuatan dari kapak tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai faktor yang menyebabkan perbedaan dan persamaan dalam hal persentase dan komposisi campuran logam serta untuk mengetahui tentang teknologi yang digunakan untuk membuat kapak perunggu tipe jantung.
1.3.2
Tujuan Khusus Berdasarkan tujuan umum di atas, tujuan khusus penelitian ini dipaparkan
sebagai berikut. a. Mendeskripsikan kandungan campuran logam bahan baku kapak perunggu tipe jantung. b. Mendeskripsikan perbedaan atau persamaan kandungan campuran logam pada ketiga kapak perunggu tipe jantung yang menjadi koleksi Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali dan Museum Manusia Purba Gilimanuk.
10
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dan
jelas bagi kehidupan masyarakat secara umum dan bagi disiplin ilmu arkeologi secara khusus. Manfaat dari penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Adapun manfaat penelitian ini dirinci sebagai berikut.
1.4.1
Manfaat Teoretis Manfaat teoretis yang diharapkan dari penelitian ini dijabarkan sebagai
berikut. a. Sebagai informasi atau data penunjang untuk mengetahui kandungan campuran logam yang membentuk logam perunggu pada tinggalantinggalan perunggu lainnya. b. Untuk memberikan wawasan budaya serta ilmu pengetahuan khususnya kajian kapak perunggu baik pada bidang ilmu arkeologi maupun bidang ilmu pengetahuan lainnya.
1.4.2
Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini dipaparkan sebagai
berikut. a. Memberikan manfaat bagi masyarakat umum untuk menumbuhkan penghargaan terhadap kebudayan masa lampau, sehingga masyarakat
11
dapat ikut berperan aktif dalam upaya pemeliharaan warisan budaya bangsa. b. Memberikan kontribusi nyata untuk menjadikan kapak perunggu tipe jantung sebagai salah satu warisan budaya yang hanya terdapat di Indonesia khususnya di Pulau Bali.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian sangat diperlukan dalam melakukan sebuah
penelitian, hal ini supaya sebuah penelitian tidak menjauh atau melebar dari objek penelitian. Peneliti dalam hal ini merasa perlu memberikan batasan terhadap ruang lingkup, supaya analisis hasil penelitian dapat lebih cermat dan terfokus pada tujuan yang jelas. Ruang lingkup penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.
1.5.1
Ruang Lingkup Objek Penelitian ini terfokus tentang tiga kapak perunggu tipe jantung yang
masing-masing tersimpan di tiga instansi pemerintah yang terdapat di Pulau Bali, ketiga instansi pemerintah tersebut yaitu Museum Bali, Museum Manusia Purba Gilimanuk, dan Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB). Berdasarkan pada data yang terdapat dalam skripsi I Made Mardika yang selesai pada tahun 1990, di Museum Bali terdapat tiga buah kapak perunggu tipe jantung, tetapi objek penelitian yang digunakan hanya satu kapak perunggu tipe jantung yaitu yang ditemukan di wilayah Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Kapak perunggu tipe jantung koleksi Museum Manusia Purba Gilimanuk berjumlah tiga
12
buah, dua diantaranya merupakan casting dan hanya satu yang asli. Objek penelitian yang digunakan yaitu kapak perunggu tipe jantung yang asli yang ditemukan di Situs Gilimanuk. Kapak perunggu tipe jantung koleksi Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB) yang digunakan sebagai sampel yaitu kapak yang ditemukan di Situs Jambe, Kabupaten Tabanan. Pemilihan ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung ini berdasarkan kepada ukuran sampel yang berbeda-beda. Faktor lain yang menjadi pertimbangan yaitu perbedaan lokasi penemuan dari kapak perunggu tipe jantung yang ditemukan di wilayah pedalaman dan di pesisir.
1.5.2
Ruang Lingkup Permasalahan Cakupan ruang lingkup permasalahan penelitian tidak lepas dari ruang
lingkup objek yang sudah dipilih. Pengkajian tentang kapak perunggu tipe jantung ini diawali dengan melakukan penelitian di laboratorium untuk mengetahui campuran logam yang menjadi bahan baku kapak tersebut. Setelah mengetahui kandungan logam pembentuknya dilakukan penghitungan persentase dari unsurunsur pembentuk logam perunggu. Selesai melakukan penelitian mengenai kandungan campuran logam, dilakukan analisis terhadap kandungan campuran logam dari ketiga kapak perunggu tipe jantung yang menjadi sampel dan kemudian menarik simpulan tentang faktor-faktor pendukung yang menyebabkan adanya persamaan atau perbedaan diantara campuran logam dari ketiga kapak perunggu tipe jantung tersebut.