BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah dewasa ini masih berjalan klasikal, artinya seorang guru di dalam kelas menghadapi sejumlah besar siswa (antara 30-40) dalam waktu yang sama menyampaikan bahan pelajaran yang sama pula. Bahkan metodenya pun satu metode yang sama untuk seluruh anak tersebut. Dalam pengajaran klasikal ini guru beranggapan bahwa seluruh siswa satu kelas itu mempunyai kemampuan (ability), kesiapan dan kematangan (maturity), dan kecepatan belajar yang sama.1 Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada tiga hal yang perlu disoroti yaitu: pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan
keefektifan
metode
pembelajaran.
Kualitas
pembelajaran
harus
ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan sehingga harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas yaitu yang lebih memberdayakan potensi siswa.2 Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.25 19/2005 yang menekankan
bahwa
proses
pembelajaran
pada
satuan
pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
1
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah (Jakarta : PT. Rineka Cipta,
1997),83.
2
Nurhadi,dkk, Pembelajaran Konstektual dan Penerapanya dalam KBK (Malang: UM,
2004),15.
1
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.3 Dari hasil observasi awal di lapangan pada tanggal 18 Februari 2009 di MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo di temukan masalah yakni tentang hasil nilai ulangan mata pelajaran fiqih yang sangat mencolok antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Siswa yang pandai mendapatkan nilai yang sempurna sedangkan siswa yang kurang pandai mendapat nilai dibawah rata-rata, hampir 25% siswa kelas V mendapat nilai dibawah rata-rata pada mata pelajaran fiqih.4 Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu kepada mata pelajaran fiqih, sebab
fiqih
bukanlah
satu-satunya
faktor yang
menentukan
dalam
pembentukan watak dan kepribadian peserta didik. Apalagi dalam pelaksanaan pembelajaran fiqih tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan yang mendorong dilakukanya penyempurnaan terus menerus. Kelemahan lain materi fiqih lebih berfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif) serta pengamalan (psikomotorik). Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekan nilai-nilai fiqih dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian lemahnya sumber daya guru dalam
3 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Derektorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI Tahun 2006,164. 4 Lihat transkrip observasi nomor: 01/O/F-I/18-II/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
2
pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua peserta didik.5 Berdasarkan pertimbangan dan analisis diatas, menurut penelitian bila semua anak-anak yang bermacam-macam bakatnya itu diberi pengajaran yang sama, maka hasilnya akan berbeda menurut bakat mereka. Ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan hasil pembelajaran. Akan tetapi jika diberi metode pengajaran yang lebih bermutu yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak serta waktu pembelajaran yang lebih banyak, maka dapat dicapai keberhasilan penuh bagi setiap anak dalan tiap bidang studi. Maka korelasi antara bakat dengan tingkat keberhasilan anak dalam pelajaran dapat dilenyapkan.6 Pada dasarnya pembelajaran tuntas akan menciptakan peserta didik memiliki kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengecilkan perbedaan antara anak cerdas dengan anak yang tidak cerdas. Pembelajaran tuntas menciptakan anak didik dapat mencapai tujuan pembelajaran, sehingga di dalam kelas tidak terjadi anak cerdas akan mencapai semua tujuan pembelajaran sedang anak didik yang kurang cerdas mencapai sebagian tujuan pembelajaran atau tidak mencapai sama sekali tujuan pembelajaran.7
5
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (Standar Kompetensi).(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2004),47. 6 S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara,1997),38. 7 Martinis Yamin, Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta : Gaung Persada Press,2007),131.
3
Realitas diatas adalah masalah, maka perlu di teliti karena masalah tersebut sangatlah mempengaruhi prestasi belajar mata pelajaran fiqih siswa kelas V. Untuk itu, pihak sekolah perlu mengadakan kegiatan-kegiatan agar guru di MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo menjadi guru yang mempunyai kompetensi profesional yakni guru yang mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya, guru yang mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar dan mengajar di dalam kelas.8 Mengingat begitu besar tugas dan tanggung jawab seorang guru, maka guru sebagai pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam pembelajaran seperti yang tertuang dalam ayat al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125.
g َ ِهWِfMeNOِ ْcdُ Mْ ِدNَ] َوHِ ^َ _ َL َ Mْ اHِ ` َa ِ ْbIَ Mْ َواHِ Iَ Kْ L ِ Mْ NِO P َ OQ َرS ِ Tْ Uِ V َ WَMع ِإ ُ ُْاد m ِ rْ sِ fَ dْ Iُ Mْ NِO cُ iَa ْ َأbَ َو ُهoِ iِTْ Uِ V َ ْma َ S kّ q َ ْmIَ Oِ cُ iَa ْ َأbَ ُهP َ Okن َر k ْ ِإm_ َn ْ َأ (125 : SL^M)ا “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahkan mereka dengan jalan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jala-Nya, dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”(An-Nahl :125)9 Kewajiban guru sebagai tenaga pendidik dalam UU RI No.20 tahun 2003 tentang pendidikan yaitu: (1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis (2) Mempunyai
8 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006),38. 9 Departemen Agama RI, al Qur’an dan terjemahanya (Bandung : PT. Syaamil Cipta Media, 2005),579.
4
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.10 Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada tanggal 25 Februari 2009, peneliti menemukan bahwa dikelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo telah diterapakan suatu strategi pembelajaran yang sangat membantu mangatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa yaitu strategi pembelajaran tuntas. Menurut guru mata pelajaran fiqih kelas V strategi pembelajaran ini sangat cocok diterapkan pada mata pelajaran fiqih karena fiqih adalah ilmu yang selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, jadi penguasaan fiqih harus mencakup dari semua yang dipelajari siswa.11 Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pelaksanan pembelajaran tuntas yang di terapkan oleh guru kelas V mata pelajaran fiqih di MI Ma'arif Patihan Babadan Wetan Ponorogo. Maka dari itu peneliti akan melakukan penelitian di MI Ma’arif Patihan Wetan dengan judul “IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY LEARNING) PADA MATA PELAJARAN FIQIH KELAS V MI MA’ARIF PATIHAN WETAN BABADAN PONOROGO TAHUN AJARAN 2008-2009 ”
10
Undang-undang. Direktorat Jendral,28. Lihat transkrip observasi nomor: 02/O/F-2/25-II/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 11
5
B. Fokus Masalah Penelitian ini difokuskan pada pembelajaran tuntas mata pelajaran fiqih kelas V yang meliputi: 1. Masalah kesesuaian pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009 2. Masalah persiapan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009 3. Masalah pelaksanaan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009 4. Masalah evaluasi pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009 C. Rumusan Masalah Berdasarkan fakta masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sesuaikah pembelajaran tuntas diterapkan pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009? 2. Bagaimana persiapan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009? 3. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009? 4. Bagaimana evaluasi pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009?
6
D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan kesesuaian pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009 2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan persiapan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009 3. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009 4. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan evaluasi pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo tahun ajaran 2008/2009
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah; 1. Manfaat secara Teoritis Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
dalam
memecahkan
masalah
pendidikan
dikembangkan lebih lanjut oleh para pemerhati pendidikan.
7
yang
dapat
2. Manfaat secara Praktis a) Bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan b) Bagi akademis diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi sumbangan keilmuan untuk kemudian dijadikan sumber data bagi peneliti lebih lanjut. c) Bagi peneliti, selain sebagai syarat untuk meraih gelar kesarjanan juga untuk menambah wawasan berfikir dan pengalaman dalam penelitian serta untuk mengembangkan ilmu yang diperoleh selama ini.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan Penelitian Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.12 b. Jenis penelitian Adapun ditinjau dari jenis penelitiannya, penelitian ini termasuk jenis penelitian studi kasus, yaitu suatu deskriptif intensif dan analisis fenomena tertentu atau satuan sosial seperti individu, 12
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007), 60.
8
kelompok, institusi atau masyarakat. Studi kasus dapat digunakan secara tepat dalam banyak bidang. Di samping itu merupakan penyelidikan secara rinci satu setting, satu subyek tunggal, satu kumpulan dokumen atau satu kejadian tertentu.13 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini peneliti sebagai aktor sekaligus pengumpul data, dan peran peneliti sebagai partisipan penuh dengan melakukan pengamatan berperan serta yaitu peneliti melakukan interaksi sosial dengan subyek dalam waktu yang lama dan selama itu, data dalam bentuk cacatan lapangan dikumpulkan secara sistematis. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan ponorogo sebagai tempat penelitian. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kesesuaian dengan topik yang peneliti pilih yaitu mengenai pelaksanaan pembelajaran tuntas yang diterapkan di kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo. 4. Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.14 Jadi yang dimaksud dengan kata-kata atau tindakan adalah kata-kata atau tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai. Sumber ini dicatat melalui catatan tertulis, pengambilan 13
Bogdan dan Biklen, Qualitative Research for Education, an Introduction to Theory and Methods (Boston: Allyn and Bacon, 1982), 34. 14 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda Karya, 2000),112.
9
foto. Sedangkan sumber data tertulis merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. 5. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Untuk itu teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi berperan serta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi (document review).15 Teknik tersebut digunakan peneliti, karena fenomena akan dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila peneliti melakukan interaksi dengan subyek penelitian di mana fenomena tersebut berlangsung. a. Teknik Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara adalah 1) merekontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain; 2) merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; 3) memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; 4) memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperolah dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia; dan 5) memverifikasi,
15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan RD (Bandung: Alphabeta, 2005), 309.
10
mengubah dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.16 Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam,
artinya
peneliti
mengajukan
beberapa
pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa terkumpulkan semaksimal mungkin. Orang-orang yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru mata pelajaran fiqih kelas V dan juga beberapa siswa kelas V. b. Teknik Observasi Dalam penelitian kualitatif observasi diklasifikasikan menurut tiga cara. Pertama, pengamat dapat bertindak sebagai seorang partisipan atau non partisipan. Kedua, observasi dapat dilakukan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian. Dan dalam penelitian ini digunakan teknik observasi yang pertama, dimana pengamat bertindak sebagai partisipan. Dengan teknik ini, peneliti mengemukakan aktifitas-aktifitas sehari-hari obyek penelitian, karakteristik fisik situasi sosial dan perasaan pada waktu menjadi bagian dari situasi tersebut. Selama peneliti di lapangan, jenis observasinya tidak tetap. Dalam hal ini peneliti mulai dari observasi deskriptif (descriptive observations) 16
Lincoln dan Guba, Naturalistic Inquire (bevery hills : SAGE Publication), 266. dan lihat dalam Moleong, Metodolagi Penelitian Kualitatif, 135.
11
secara luas, yaitu berusaha melukiskan secara umum situasi sosial dan apa yang terjadi di sana. Kemudian, setelah perekaman dan analisis data pertama, peneliti menyempitkan pengumpulan datanya dan mulai melakukan observasi terfokus (focused observations). Dan akhirnya, setelah dilakukan lebih banyak lagi analisis dan observasi yang berulang-ulang di lapangan, peneliti dapat menyempitkan lagi penelitiannya
dengan
melakukan
observasi
selektif
(selective
observations). Sekalipun demikian, peneliti masih terus melakukan observasi deskriptif sampai akhir pengumpulan data. Hasil observasi dalam penelitian ini dicatat dalam catatan lapangan, sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. Pada waktu di lapangan dia membuat ”catatan”, setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun ”catatan lapangan”.17 c. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. ”Rekaman” sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan ”dokumen” digunakan untuk
17
Moleong, Metodologi Penelitian, 153-154.
12
mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti surat-surat, buku harian, catatan khusus, foto-foto dan sebagainya.18 Teknik dokumentasi ini sengaja digunakan dalam penelitian ini sebab, 1) sumber ini selalu tersedia dan murah terutama ditinjau dari konsumsi waktu; 2) rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang stabil, baik keakuratannya dalam merefleksikan situasi yang terjadi di masa lampau, maupun dapat dianalisis kembali tanpa mengalami perubahan; 3) rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang kaya, secara kontekstual relevan dan mendasar dalam konteknya; 4) sumber ini sering merupakan pernyataan yang legal yang dapat memenuhi akuntabilitas. Hasil pengumpulan data melalui cara dokumentasi ini, dicatat dalam format rekaman dokumentasi. 6. Analisa Data Analisa data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menyebarkanya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun dalam pola, memilih mana yang penting dan
18
Ibid., 161.
13
yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.19 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan konsep yang diberikan Miles & Huberman Sparadly yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data, meliputi data reduction, data display, dan conclusion. Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar berikut:
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulankesimpulan: Penarikan/ Verifikasi
Keterangan a. Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksikan
memberikan
gambaran
yang
lebih
jelas
dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data dan selanjutnya.
19
Ibid, 54
14
b. Setelah
data
direduksi,
maka
langkah
selanjutnya
adalah
mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. c. Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.20 Penarikan kesimpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode induktif yaitu penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan umum. Selanjutnya menurut Spradley teknik analisis data disesuaikan dengan tahapan dalam penelitian. Pada tahap penjelajahan dengan teknik pengumpulan data grand tour question, analisis data dilakukan dengan analisis domain. Pada tahap menentukan fokus analisis data dilakukan dengan analisis taksonomi. Pada tahap selection, analisis data dilakukan dengan analisis komponensial. Selanjutnya untuk sampai menghasilkan judul dilakukan dengan analisis tema.21 7. Pengecekan Keabsahan Data Untuk menguji keabsahan atau kesahihan hasil penelitian ini, maka peneliti akan berusaha untuk membacakan atau mendiskusikan lagi
20 Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Ponorogo, Jurusan Syari’ah. Tarbiyah. Usuludin (Ponorogo: t.p, 2008), 54-55. 21 James P. Spradley, Participant Observation (New York Chicago San Fransisco Dallas Montreal Toronto London Sydney, 1980), 85.
15
hasil penelitan beserta kesimpulanya kepada para key informan (informan kunci) yaitu guru mata pelajaran yang dianggap dapat memberikan komentar dan statemen tentang kebenaran yang diungkap dalam penelitian tersebut. Selain itu peneliti juga akan menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik, dan teori.22 8. Tahapan-Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada 3 (tiga) tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah a. tahap pra-lapangan, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, penelusuran awal dan menilai keadaan lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data. c. Tahap analisis data, dalam tahap ini peneliti melakukan analisis terhadap data-data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Pekerjaan analisis ini meliputi:
22
Moleong, Metodologi Penelitian, 178.
16
mengatur, mengorganisasikan data, menjabarkanya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, memilih mana yang penting dan membuat kesimpulan. d. Tahap penulisan hasil laporan penelitian. Pada tahap ini
peneliti
menuangkan hasil penelitian ke dalam suatu bentuk laporan penelitian yang sistematis sehingga dapat dipahami dan diikuti alurnya oleh pembaca.
G. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah proses penelitian ini, penulis menguraikan beberapa hal tentang sistematika pembahasan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan, yang merupakan ilustrasi skripsi secara keseluruhan, dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian dan juga sistematika pembahasanya. BAB II Landasan Teori, pada bab ini dipaparkan mengenai pembelajaran tuntas yang meliputi: pengertian pembelajaran tuntas, ciri-ciri pemelajaran tuntas, prosedur pembelajaran tuntas dan persiapan dalam pembelajaran tuntas, dan juga tentang fiqih yang meliputi: pengertian fiqih, tujuan pembelajaran fiqih, metode pembelajaran fiqih dan kurikulum mata pelajaran fiqih, dan juga kesesuaian antara penggunaan pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan mata pelajaran fiqih. BAB III Temuan Penelitian, pada bab ini berisi tentang gambaran data umum yang meliputi: sejarah berdirinya, letak geografis, visi dan misi,
17
struktur organisasi, keadaan guru dan murid dan kurikulum MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo dan data khusus yang berkaitan dengan rumusan masalah yaitu tentang kesesuaian pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo, persiapan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo, pelaksanaan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo, dan evaluasi dalam pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo. BAB IV Pembahasan, pada bab ini berisi analisa data tentang kesesuaian pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo, persiapan pembelajaran tuntas papda mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo, pelaksanaan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo, dan evaluasi dalam pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo. BAB V Penutup, pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
18
BAB II PEMBELAJARAN TUNTAS
A. Pembelajaran Tuntas 1. Pengertian Belajar Tuntas Belajar tuntas atau disebut juga mastery learning yang artinya penguasaan penuh.23 Strategi belajar tuntas (mastery learning) adalah suatu strategi pengajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan
kelompok
(group
based
approach).
Pendekatan
ini
memungkinkan para siswa belajar bersama-sama berdasarkan pembatasan bahan pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa sampai tingkat tertentu, penyediaan waktu belajar yang cukup, dan pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar.24 Pembelajaran tuntas (mastery learning) adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan
peserta didik menguasai secara
tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Maksud utama konsep belajar tuntas adalah usaha dikuasainya bahan oleh sekelompok siswa yang sedang mempelajari bahan tertentu secara tuntas. Tingkat ketuntasan bermacam-macam dan merupakan persyaratan (kriteria) minimum yang harus dikuasai siswa. Persyaratan
23 S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara,1997),36. 24 Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetyo, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: CV. Pustaka Setia,2005),157.
19
penguasaan bahan tersebut bergerak antara 75% sampai dengan 90%. Bila prosentase ini belum tercapai, siswa harus dibantu sehingga akhirnya mencapai penguasan pada taraf tersebut. Batas minimum penguasaan ini kadang-kadang dijadikan dasar kelulusan bagi siswa yang menempuh (mempelajari) bahan tersebut.25 Pembelajaran tuntas dilandasi dua asumsi, Pertama, bahwa adanya korelasi antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat). Hal ini dilandasi teori yang dikemukakan oleh John B. Carrol bahwa anak didik apabila didistribusikan secara normal dengan memperhatikan kemampuannya secara potensial untuk beberapa bidang pengajaran, kemudian mereka diberi pengajaran yang sama dan hasil pembelajarannya diukur, ternyata menunjukkan distribusi normal. Hal ini berarti bahwa anak didik yang berbakat cenderung memperoleh nilai yang tinggi. Kedua, apabila pembelajaran dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur, maka semua peserta didik akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya.26 Di pandang dari sudut pendidikan memang cara belajar mengajar dengan menggunakan prinsip belajar tuntas sangatlah menguntungkan siswa, karena dengan cara tersebut setiap siswa dapat dikembangkan kemampuannya semaksimal mungkin. Pandangan yang menyatakan bahwa semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik juga akan
25
Ibid ,157. Martinis Yamin, Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta : Gaung Persada Press,2007),130. 26
20
mempunyai efek pada pandangan bahwa semua guru juga dapat mengajar dengan baik.
2. Ciri-Ciri Pembelajaran Tuntas Ciri-ciri belajar mengajar dengan prinsip pembelajaran tuntas antara lain sebagai berikut: a. Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan terlebih dahulu Langkah
pertama
dalam
proses
pengembangan
system
instruksional mengenai topik yang akan kita ajarkan adalah merumuskan tujuan-tujuan intruksional yang ingin dicapai dalam pengajaran dimaksudkan
tersebut. adalah
Dengan
tujuan-tujuan
perumusan
tentang
intruksional tingkah
laku
disini atau
kemampuan-kemampuan yang kita harapkan dapat dimiliki oleh murid-murid setelah ia mengikuti pengajaran yang kita berikan. Kemampuan – kemampuan yang kita harapkan itu dirumuskan secara spesifik atau khusus dan operasional sehingga nantinya dapat kita ukur (nilai).27 b. Memperhatikan perbedaan individu Yang dimaksud perbedaan disini adalah perbedaan siswa dalam menerima rangsangan dari luar dan dari dalam dirinya serta laju belajarnya. Dalam hal ini pengembangan proses belajar mengajar hendaknya dapat disesuaikan dengan sensitivitas indra siswa. Jadi cara 27
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001),99.
21
belajar mengajar yang hanya menggunakan satu macam metode dan satu macam media tidak dapat memberikan hasil yang di harapkan. Sebaliknya cara belajar yang menggunakan multi metode dan multi media akan menghasilkan proses belajar yang bermutu dan relevan.28 c. Evaluasi dilakukan secara kontinyu dan didasarkan atas kriteria Evaluasi dan penyempurnaan perlu dilakukan sebagai suatu proses
yang
kontinyu
untuk
memperbaiki
pembelajaran
dan
membimbing pertumbuhan peserta didik.29 Evaluasi dilakukan secara kontinyu (continous evaluation) ini diperlukan agar guru dapat menerima umpan balik yang cepat/segera, sering dan sistematis. Jadi evaluasi dilakukan pada awal dan pada akhir proses belajar mengajar berlangsung. Evaluasi berdasarkan kriteria mengenal dua macam bentuk yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.30 d. Menggunakan program perbaikan dan program pengayaan Salah satu prinsip dalam sistem belajar tuntas bahwa semua siswa akan dapat mencapai peguasaan tuntas (mastery level) tertentu terhadap bahan/materi pelajaran yang diberikan kepadanya sesuai dengan tujuan instruksional yang henadak dicapai asal kepadanya diberikan
waktu
yang
cukup
dan
pelayanan
yang
tepat.
Dilaksanakannya kegiatan perbaikan itu mempunyai maksud dan tujuan dalam arti luas ataupun ideal dan dalam arti sempit ataupun 28
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah (Jakarta : PT. Rineka Cipta,
1997),102
29
E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. (Bandung : PT : Remaja Rosdakarya, 2008),99. 30 B. Soeryosubroto, Proses Belajar,103.
22
operasional, dalam arti luas ataupun ideal, kegiatan perbaikan bertujuan memberikan “bantuan” baik yang berupa perlakuan pengajaran maupun yang berupa bimbingan dalam mengatasi kasuskasus yang dihadapi oleh siswa yang mungkin disebabkan faktorfaktor internal maupun eksternal.31 Program perbaikan dan pengayaan adalah sebagai akibat dari penggunaan evaluasi yang kontinyu dan berdasarkan kriteria serta pandangan terhadap perbedaan kecepatan belajar mengajar siswa dan administrasi sekolah. Program perbaikan ditujukan kepada mereka yang belum menguasai tujuan instruksional tertentu, sedangka program pengayaan diberikan kepada mereka yang telah menguasai unit pelajaran yang diberikan.32 e. Menggunakan prinsip siswa belajar aktif Prinsip siswa belajar aktif memungkinkan siswa mendapat pengetahuan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya sendiri. Cara belajar mengajar demikian mendorong siswa untuk bertanya bila mengalami kesulitan, mencari buku-buku atau sumber-sumber lain untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Selain itu prinsip siswa belajar aktif dapat mengembangkan ketrampilan kognitif, ketrampilan “manual” kreativitas dan logika berfikir.
31
Isckak S.W. dan Warji R., Program Remedial Dalam Proses Belajar Mengajar.(Jakarta : Liberty, 1987),34. 32 B. Soeryosubroto, Proses Belajar,104.
23
f. Menggunakan satuan pelajaran yang kecil Cara belajar dengan menggunakan prinsip belajar tuntas menuntut pembagian bahan pengajaran menjadi unit yang kecil-kecil. Pembagian unit pelajaran menjadi bagian-bagian kecil ini sangat diperlukan guna dapat memperoleh umpan balik secepat mungkin. Dengan demikian guru dapat melakukan usaha perbaikan sedini mungkin.33
3. Prosedur Pembelajaran Tuntas a. Langkah-langkah menyiapkan Pembelajaran Tuntas Secara operasional menurut Bloom sebagai berikut: 1) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai, baik yang bersifat umum maupun khusus. 2) Menjabarkan materi pelajaran atas sejumlah unit pelajaran yang dirangkaikan, yang masing-masing dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih dua minggu. 3) Memberi pelajaran secara klasikal, sesuai dengan unit pelajaran yang sedang dipelajari. 4) Memberikan tes kepada siswa pada akhir masing-masing unit pelajaran, untuk mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pelajaran. Tes itu bersifat formatif, yaitu bertujuan mengetahui sampai berapa jauh siswa berhasil dalam mengolah materi pelajaran. 5) Kepada siswa yang ternyata belum mencapai tingkat penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus, misalnya bantuan dari seorang teman yang bertindak sebagai tutor, mendapat pengajaran dalam kelompok kecil, disuruh mempelajari buku pelajaran lain, mengambil unit pelajaran yang telah diprogramkan dan lain sebagainya. 6) Setelah semua siswa, paling sedikit hampir semua siswa mencapai menguasai tingkat penguasaan pada unit pelajaran bersangkutan, barulah guru mulai mengajarkan unit pelajaran berikutnya. 7) Unit pelajaran yang menyusul itu juga diajarkan secara kelompok dan diakhiri dengan pemberian tes formatif bagi unit pelajaran 33
Ibid,104-105.
24
bersangkutan. Siswa yang ternyata belum mencapai taraf keberhasilan yang dituntut diberi bantuan khusus. 8) Setelah para siswa paling sedikit kebanyakanya mencapai tingkat keberhasilan yang dituntut, guru mulai mengajar unit pelajaran ketiga. Jadi, seluruh siswa dalam kelas selalu mulai mempelajari suatu unit pelajaran baru secara bersama-sama. 9) Prosedur yang sama diikuti pula dalam mengajarkan unit-unit pelajaran lain, sampai seluruh rangkaian selasai. 10) Setelah seluruh rangkaian unit pelajaran selesai, siswa mengerjakan tes yang mencakup seluruh rangkaian seri unit pelajaran. Tes akhir ini bersifat sumatif, yaitu bertujuan mengevaluasi taraf keberhasilan masing-masing siswa, terhadap semua tujuan-tujuan pengajaran khusus.34 b. Prosedur tambahan Dengan cara mengajar yang biasa guru tidak akan mencapai penguasaan tuntas oleh murid. Usaha guru itu harus di bantu dengan kegiatan tambahan yang terutama terdiri atas: 1) Feedback atau umpan balik yang terperinci kepada guru maupun murid Feedback atau umpan balik diberikan melalui tes-tes formatif. Mula-mula bahan pelajaran dibagi dalam satuan-satuan pelajaran. Suatu satuan pelajaran misalnya meliputi bahan pelajaran satu bab atau bahan yang dapat dikuasai dalam waktu satu atau dua minggu. Tes formatif itu bersifat diagnosis dan serentak menunjukkan kemajuan atau keberhasilan anak. 2) Sumber dan metode- metode pengajaran tambahan dimana saja di perlukan.35
34 35
Martinis Yamin, Desain Pembelajaran,136-138 S. Nasution, Berbagai Pendekatan,53.
25
4. Persiapan Pembelajaran Tuntas a. Menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasaan Tujuan instruksional atau tujuan pengajaran sebenarnya telah tercantum dalam garis-garis besar program pengajaran yang berlaku. Dari tujuan intruksional yang masih umum kita harus dapat menjabarkan tujuan-tujuan yang operasional yang dapat diukur tingkat keberhasilannya. Tujuan-tujuan ini merupakan dasar bagi penyusunan cara belajar mengajar dan tes. Jadi tes tidak lain adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai tujuan-tujuan instruksional setelah mereka mengalami proses belajar mengajar.36 Tujuan instruksional
Carat belajar mengajar
Evaluasi
Pada umumnya setiap kegiatan memiliki tujuan dan fungsi, demikian
pengembangan
instruksional
ini.
Sesuai
definisi
pengembangan instruksional, tujuan utama pengembangan instruksional adalah untuk menghasilkan sistem instruksional yang efektif dalam rangka perbaikan pengajaran dan pendidikan.37 b. Persiapan Pelaksanaan Menentukan pokok bahasan dan luas materi unit pelajaran setelah mengetahui tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam satu periode 36 37
B. Soeryosubroto, Proses Belajar,106. Harjanto, Perencanaan Pengajaran.(Jakarata : PT. Rineka Cipta,1997),138.
26
tertentu, misalnya satu catur wulan atau satu semester, maka ditentukan pokok-pokok
bahasanya.
Pokok-pokok
bahasan
ini
kemudian
ditentukan ke dalam bahannya. Selanjutnya ditentukan topik untuk satuan pelajaran unit pelajaran yang dapat diselesaikan dalam waktu 2 s.d 6 jam pelajaran untuk tingkat SMA. Untuk pelajaran-pelajaran ini kemudian harus disusun berdasarkan urutan yaitu bahan mana yang harus dipelajari sebelum mempelajari bahan selanjutnya.38 1) Merencanakan pengajaran Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan diperlukan rencana apa yang akan diajarkan bagaimana
cara
mengajarkan. Untuk maksud tersebut perlu juga direncanakan bagaimana
pengelolaan
kelas,
misalnya
pengajaran
secara
individual, pengajaran berbentuk kelompok atau berbentuk klasikal. Dalam merencanakan topik pelajaran ini perlu diperhatikan: a) Kegiatan-kegiatan
yang
direncanakan
hendaknya
dapat
dilakukan oleh siswa sendiri (siswa aktif belajar). b) Dalam setiap kegiatan harus jelas dinyatakan apa yang harus dipelajari siswa dan bagaimana caranya. d) Proses belajar mengajar harus direncanakan sehingga siswa dapat termotivasi baik pada awal, pada waktu proses belajar berlangsung maupun sesudahnya.
38
B. Soeryosubroto, Proses Belajar,107.
27
d) Pelajaran hendaknya disajikan sehingga menarik perhatian siswa. Salah satu cara agar bahan pelajaran dapat disajikan sehingga menarik perhatian siswa dengan memberikan contohcontoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari para siswa. Selain itu hendaknya disajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu sukar dan juga tidak terlalu mudah bagi siswa pada tingkat tertentu.39 2) Merencanakan evaluasi Sebelum merencanakan tes sebagai suatu alat evaluasi perlu dibuat kisi-kisi yang dapat menggambarkan keseluruhan materi yang dibahas dalam satu topik pelajaran. Berdasarkan kisi-kisi tersebut dan berdasarkan cara penyampaian bahan yang telah direncanakan itu dibuat alat-alat evaluasi (tes formatif) untuk mengidentifikasikan tujuan-tujuan mana yang masih belum dikuasai oleh siswa dan tujuan-tujuan mana yang sudah dikuasai siswa. Selain
itu,
hasil
dari
evaluasi
ini
hendaknya
dapat
menginformasikan bagian-bagian penyajian bahan mana yang lemah yang perlu diperbaiki.40 Macam-macam alat evaluasi lain yang perlu direncanakan adalah tes pra-syarat yang berfungsi untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki kemampuan dasar yang diperlukan untuk dapat mengikuti pelajaran pada paket belajar yang akan diberikan. Tes pra-syarat diberikan pada awal serangkaian pelajaran. Tes formatif 39 40
B. Soeryosubroto, Proses Belajar,108. Ibid, 108.
28
terdapat pada bagian akhir setiap paket belajar. Tes unit diadakan setelah siswa berhasil mengerjakan semua paket belajar dalam satu unit paket belajar bidang studi. Tes sumatif yang diadakan pada akhir semester dan tes kemampuan dasar yang diberikan sebelum belajar tuntas dimulai.41 3) Merencanakan program perbaikan Dari evaluasi yang direncanakan tadi akan didapat tujuantujuan yang belum dikuasai oleh siswa. Untuk meksud tersebut maka program perbaikan harus dilaksankan sebaik mungkin. Tersedianya atau terencananya program perbaikan untuk setiap tujuan instruksional yang ditetapkan dalam unit pelajaran itu akan memudahkan guru untuk melaksanakan perbaikan setiap siswa didalam kelas Program perbaikan yang direncanakan akan lebih efektif bila cara penyajian bahan, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan siswa dan motivasinya berlainan dengan yang semula. Berdasarkan pengalaman yang didapat dari lapangan ternyata program perbaikan dengan cara mengulang kembali tidak menghasilkan hasil yang baik. Mempelajari program remedial, menyuruh siswa membaca bahan pelajaran yang bersangkutan diperpustakaan dan program perbaikan
41
Isckak S.W. dan Warji R., Program Remedial, 65.
29
dengan menggunakan tutor sebaya ternyata merupakan cara yang berhasil.42 4) Merencanakan program pengayaan Sistem administrasi yanng dilaksanakan oleh sekolah sangat menentukan bentuk pengayaan mana yang perlu dilaksanakan. Bentuk program pengayaan tersebut dapat berupa: a. Memperdalam ataupun memperluas konsep yang telah dipelajari dalam bahan pelajaran yang disajikan (bersifat horisontal dan vertikal). Pendalaman atau perluasan konsep ini tidak akan diajarkan dalam unit pelajaran–unit pelajaran selanjutnya. b. Menambah beberapa kegiatan-kegiatan yang belum terdapat dalam pelajaran pokok. Kegiatan-kegiatan ini dapat meliputi kegiatan yang menyangkut kegiatan sosial budaya yang tidak perlu ada kaitanya dengan topik pelajaran pokok maupun kegiatan yang masih berada dalam ruang lingkup pelajaran pokok. c. Memotivasi, menarik dan menantang siswa untuk memperoleh pengetahuan tambahan. Materi program pengayaan seperti juga program perbaikan, dapat diambil dari berbagai macam buku pelajaran misalnya, buku paket, majalah, koran, dan lain-lain.43
42 43
B. Soeryosubroto, Proses Belajar,109. Ibid, 110.
30
B. Fiqih 1. Pengertian Fiqih Menurut Al-Amidi fiqih adalah ilmu tentang seperangkat hukumhukum syara’ yang bersifat furu’iyah yang berhasil didapatkan melalui penalaran atau istidlal.44 Menurut Ibnu Kaldum, fiqih itu ialah ilmu yang denganya diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan segala pekerjaan mukallaf baik yang makruh dan yang harus (mubah) yang diambil (diistimbatkan) dari al Kitab atau as Sunnah dan dari dalil-dalil yang ditegaskan syara’ seperti qiyas umpamanya. Apabila dikeluarkan hukumhukum dengan jalan ijtihad dari dalil-dalinya, maka yang dikeluarkan itu dinamai fiqih.45 Sedangkan mata pelajaran fiqih dalam kurikulum Madrasah Ibtidaiyah adalah salah satu bagian dari mata pelajaran pendidikan agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui
kegiatan
bimbingan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan. Mata pelajaran fiqih di madrasah ini meliputi: fiqih ibadah dan fiqih mu’amalah, yang mengambarkan bahwa ruang lingkup fiqih mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri sendiri, sesama 44 45
Amir Syarifudin, Ushul Fiqih Jilid I,(Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997),3. Nazar Bakry. Fiqh & Ushul Fiqh (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2003),13.
31
manusia, makhluk lainya, maupun lingkunganya (hablun minAllah wa hablun minannas).46
2. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Fiqih Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat: a. Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli. Pengetahuan dan pemahaman tersebut di harapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan social b. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam
dengan
benar. Pengalaman tersebut diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, dengan disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. Mata pelajaran fiqih Madrasah Ibtidaiyah berfungsi untuk: a. Menanamkan nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah SWT. Sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat b. Membiasakan pengamalan terhadap hukum Islam pada peserta didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di madrasah dan masyarakat
46
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (Standar Kompetensi).(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2004),48.
32
c. Membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab sosial di madrasah dan masyarakat d. Meneguhkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta menanamkan akhlak mulia peserta didik semaksimal mungkin, melanjutkan upaya yang lebih dahulu dilakukan dalam lingkungan keluarga e. Membangun mental peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosialnya f. Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam melaksanakan ibadah dan muamalah dalam kehidupan sehari-hari g. Membekali peserta didik dalam bidang fiqih atau hukum Islam untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.47
3. Metode Pembelajaran Fiqih Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dengan komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan
47
Ibid, 49.
33
belajar mengajar.48 Adapun metode yang digunakan dalam pembelajaran fiqih yaitu antara lain: a. Metode ceramah Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan telah lam dilaksanakn oleh guru. Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Metode ini tidak senantiasa jelek bila penggunaanya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung dengan alat dan media, serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunanaya.49 b. Metode Tanya jawab Metode memungkinkan
Tanya
jawab
adalah
metode
mengajar
yang
terjadinya komunikasi langsung yang bersifat dua
arah sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab, atau siswa bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru dengan siswa.50 c. Metode latihan Metode latihan yang disebut juga metode training merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaankebiasaan baik. Selain itu, metode ini juga dapat digunakan untuk
48
Syaiful Bahri Djumaroh dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta : PT. Rineka Putra,2006),73. 49 Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran (Jakarta : PT. Rineka Cipta,1996),106. 50 Ibid,106.
34
memperoleh
suatu
ketangkasan,
ketepatan,
kesempatan
dan
ketrampilan.51 d. Metode diskusi Metode diskusi pada dasarnya adalah bertukar informasi, pendapat dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih cermat tentang permasalahan atau topik yang sedang dibahas. Dalam diskusi setiap orang diharapkan memberikan sumbangan pikiran, sehingga dapat diperoleh pandanagn dari berbagai sudut berkenaan dengan masalah tersebut. Dengan sumbangan dari setiap orang, kelompok diharapkan akan maju dari satu pemikiran ke pemikiran yang lain, langkah demi langkah, sampai dihasilkanya pemikiran yang lengkap mengenai permasalahan atau topik yang dibahas. e. Metode penugasan atau resitasi Metode ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa melakukan tugas atau kegiatan yang berhubungan dengan pelajaran, seperti mengerjakan soal-soal, mengumpulkan kliping, dan sebagainya. Metode ini dapat dilakukan dalam bentuk tugas atau kegiatan individual ataupun kerja kelompok, dan dapat merupakan unsur penting dalam pendekatan pemecahan masalah atau problem solving.52
51 52
Syaiful Bahri Djumaroh dan Aswan Zain, Strategi Belajar,108. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan, 107.
35
f. Metode studi kasus Metode ini berbentuk penjelasan tentang masalah, kejadian, atau situasi tertentu, kemudian siswa ditugasi mencari alternative pemecahanya.
Kemudian
metode
ini
dapat
digunakan
untuk
mengembangkan berfikir kritis dan menemukan solusi baru dari topik yang dipecahkan. Metode ini dapat dikembangkan atau diterapkan paa siswa, manakala siswa memiliki pengetahuan awal tentang masalah ini.53
4. Kurikulum Mata Pelajaran Fiqih Pada mata pelajaran fiqih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini disusun mengacu pada Standar Isi (SI ) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan oleh pemerintah demi menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Didesain untuk menjamin berlangsungnya proses pendidikan yang kondusif bagi berkembangnya potensi peseta didik, sehingga mereka mampu hidup mandiri sekaligus mampu hidup di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Adapun standar kompetensi lulusan untuk mata pelajaran fiqih yaitu: a. Mampu mengenal lima rukun Islam, terbiasa berperilaku hidup bersih, mampu berwudlu dan mengenal shalat fardlu. 53
Martinis Yamin, Desain Pembelajaran,165.
36
b. Mampu melakukan shalat dengan menyerasikan bacaan, gerakan dan mengerti syarat syah shalat dan yang membatalkannya, terbiasa melakukan adzan dan iqamah, hafal bacaan qunut dalam shalat, dan mampu melakukan dzikir dan do’a. c. Mampu dan memahami shalat berjamaah, shalat jum’at dan mengerti syarat sah dan sunnahnya, shalat sunnah rawatib, tarawih, witir dan shalat ‘id, dan memahami tata cara shalat bagi orang yang sakit. d. Mampu memahami dan melakukan puasa ramadlan, memahami ketentuan puasa sunnah dan puasa yang diharamkan, melaksanakan zakat menurut ketentuannya dan memahami ketentuan zakat fitrah. e. Mampu memahami dan melakukan shadaqah dan infaq, memahami ketentuan makanan dan minuman yang halal dan makanan dan minuman yang haram, memahami ketentuan binatang yang halal dan yang haram dan memahami serta melakukan khitan. f. Mampu memahami dan melakukan mandi pasca haid, memahami ketentuan jual beli dan mampu melakukannya, memahami ketentuan pinjam–meminjam dan mampu melakukannya, memahami ketentuan memberi upah, dan ketentuan barang titipan dan barang temuan. Seperti tergambar dalam kemampuan dasar umum di atas kemampuan dasar tiap kelas yang tercantum dalam standar nasional juga dikelompokkan kedalam dua unsur pokok mata pelajaran fiqih di MI yaitu fiqih ibadah dan fiqih muamalah. Berdasarkan pengelompokan per unsur, kemampuan dasar mata pelajaran fiqih adalah sebagai berikut :
37
a. Fiqih Ibadah 1) Melakukan thaharah / bersuci 2) Melakukan shalat wajib 3) Melakukan adzan dan iqamah 4) Melakukan shalat jum’at 5) Melakukan macam – macam shalat sunnah 6) Melakukan puasa 7) Melakukan zakat 8) Melakukan shadaqah dan infaq 9) Memahami hukum Islam tentang makanandan minuman 10) Melakukan dzikir dan do’a 11) Memahami khitan b. Fiqih Muamalah a. Memahami ketentuan jual beli i.
Memahami ketentuan pinjam dan sewa 3) Memahami ketentuan upah 4) Memahami ketentuan riba 5) Memahami ketentuan barang titipan dan temuan.54
54
Pedoman KTSP MI Ma’arif Patihan Wetan Ponorogo
38
C. Kesesuaian Antara Penggunaan Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) Dengan Mata Pelajaran Fiqih
J.B Carrol berpendapat bahwa, setiap anak didik akan mampu menguasai bahan kalau diberikan waktu atau kesempatan yang cukup untuk mempelajarinya, sesuai dengan kapasitas masing-masing anak didik. Dengan demikian, taraf atau tingkatan belajar itu pada dasarnya merupakan fungsi dari proporsi waktu yang disediakan untuk belajar (time allowed for learning), dengan waktu yang diperlukan untuk belajar (time needed for learning) oleh setiap anak didik. Carol tidak menyukai bahwa ada faktor dominan lain yang berpengaruh terhadap taraf penguasaan belajar itu, yaitu antara kualitas pengajaran (the quality of instrucsion) dengan taraf kemampuan anak didik untuk memahami pelajaran itu (the student’s ability to undestand the instruction). Selain itu faktor motivasi juga sangat berpengaruh.55 Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan metode mengajar) maupun bagi peserta didik (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar. Langkah metode pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar peserta didik. Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran 55
Syaiful Bahri Djumaroh dan Aswan Zain, Strategi Belajar,24.
39
yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum optimal.56 Mata pelajaran fiqih selain mengkaji masalah fiqih/hukum yang bersangkutan dengan aspek pengetahuan, juga mengajarkan aspek sikap, misalnya ketika mengajarkan sholat tidak semata-mata melihat aspek sah dan tidaknya shalat yang dilakukan tetapi juga perlu mengajarkan bagaimana sikap yang baik ketika menunaikan shalat tersebut. Sehingga kelak peserta didik mampu bersikap sebagai seorang muslim yang berakhlak mulia.57
56
Winarno Surakhmad. Pengantar interaksi mengajar belajar: dasar dan teknik metodologi pengajaran,( Bandung : Penerbit Tarsito 1982),34. 57 Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah,48
40
BAB III IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY LEARNING) PADA MATA PELAJARAN FIQIH KELAS V MI MA’ARIF PATIHAN WETAN BABADAN PONOROGO TAHUN AJARAN 2008-2009
A. Gambaran Umum Tentang Lokasi 1. Letak Geografis MI Ma’arif Patihan Wetan58 MI Ma’arif Patihan Wetan Ponorogo adalah lembaga pendidikan 7677 m2
yang berdiri atas tanah seluas
yang terletak di Jl. Parang
Menang Gg.IV No.18 Patihan Wetan Babadan Ponorogo. Adapun batas wilayah adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan
: Persawahan
Sebelah timur berbatasan dengan
: Perumahan Penduduk
Sebelah selatan berbatasan dengan
: Perumahan Penduduk
Sebelah barat berbatasan dengan
: Pemakaman dan Persawahan
2. Sejarah Berdirinya MI Ma’arif Patihan Wetan59 Madrasah Ibtida’iyah (MI) Ma’arif Patihan Wetan Ponorogo semula merupakan lembaga pendidikan nonformal yaitu pendidikan Madrasah Diniyah. Dengan perkembangan dan antusias masyarakat tahun
58
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 02/D/F-1/13-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 59 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 02/D/F-1/13-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
41
1960 madrasah tersebut diubah oleh Departemen Agama Ponorogo menjadi madrasah campuran yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum yang diberi nama Madrasah Wajib Belajar (MWB) 9 tahun. Kemudian tahun 1962 diubah menjadi MI Ma’arif Patihan Wetan. MI ini berada pada BANOM NU dan mendapat respon serta sambutan yang baik dari masyarakat lingkungan kranggan patihan wetan maupun dari luar kelurahan patihan wetan. Adapun kepala sekolah yang ikut berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan MI Ma’arif Patihan Wetan adalah sebagai berikut: 1. Tahun 1954-1960 dikepalai oleh Bapak H.Sofwan 2. Tahun 1960-1965 dikepalai oleh Bapak Hadi Sutrisno 3. Tahun 1965-1970 dikepalai oleh Bapak H. Romlan 4. Tahun 1970-1975 dikepalai oleh Bapak Rukani 5. Tahun 1975-1977 dikepalai oleh Bapak Rohmad S.Ag 6. Tahun 1977-2003 dikepalai oleh bapak H. Romlan 7. Tahun 2003-2008 dikepalai oleh Ibu Surjati A.Ma 8. Tahun 2008-sekarang dikepalai oleh Drs.Sadikin Dengan perkembanganya, MI ini sering mendapat kejuaraan baik di tingkat kecamatan, kabupaten maupun pembantu gubernur.
42
3. Visi dan misi Madrasah60 Dalam menyelenggarakan aktifitas akademisnya, MI Ma’arif Patihan Wetan memiliki visi dan misi yang mulia dalam upaya mencerdaskan masyarakat luas. Adapun visi dan misi MI Ma’arif Patihan Wetan adalah sebagai berikut: a. Visi MI Ma’arif Patihan Wetan memiliki visi “Terwujudnya madrasah unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan takwa serta pengetahuan dan teknologi”. Indikator yang dapat dijadikan tolak ukur dalam pencapaian visi tersebut di atas adalah: 1. Unggul dalam pembinaan agama 2. Unggul dalam proses pembelajaran 3. Unggul dalam prestasi 4. Unggul dalam sumber daya manusia 5. Unggul dalam sarana dan prasarana 6. Unggul dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat 7. Unggul dalam disiplin dan percaya diri 8. Unggul dalam penanaman konsep aswaja b. Misi Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, MI Ma’arif Patihan Wetan mempunyai misi sebagai berikut:
60 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 03/D/F-1/13.IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
43
1. Menciptakan suasana madrasah yang Islami 2. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa dapat berkembang secara optimal dengan prestasi yang dimiliki 3. Memaksimalkan hasil prestasi akademis siswa 4. Meningkatkan potensi yang dimiliki madrasah dalam berbagai bidang 5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan yang ideal 6. Menjalin kerjasama antar stakeholder untuk pemberdayaan dan peran serta masyarakat 7. Menanamkan sikap keteladanan siswa dalam bermasyarakat 8. Menumbuhkan kecintaan terhadap ajaran Islam serta budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak
4. Kurikulum MI Ma'arif Patihan Wetan Ponorogo61 Sebagai
upaya
mendekatkan
pendidikan
dengan
potensi,
perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik, serta tuntutan lingkungan, MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Kab. Ponorogo mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ). Kurikulum ini disusun mengacu pada Standar Isi ( SI ) dan Standar 61
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 06/D/F-1/13.IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
44
Kompetensi Lulusan ( SKL )yang telah ditetapkan oleh pemerintah demi menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ini merupakan salah satu upaya sekolah untuk mengkomodasi potensi yang ada di daerah Kabupaten Ponorogo Jawa Timur dan untuk meningkatkan kualitas satuan pendidikan, baik dalam aspek akademik maupun non akademik, memelihara/mengembangkan
budaya
daerah,
serta
menguasai
perkembangan Iptek yang dilandasi iman dan taqwa. Pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk : a. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Belajar untuk memahami dan menghayati. c. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif. d. Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain. e. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. KurikulumTingkat Satuan Pendidikanjenjang pendidikan dasar ini dikembangkan oleh MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan dan Komite Madrasah berpedoman pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat BNSP. Sedangkan pelajaran yang dipelajari di MI Ma’arif Patihan Wetan adalah pendidikan agama jauh lebih banyak dibanding sekolah dasar. Disamping itu juga mempelajari pelajaran umum, sehingga outputnya
45
nanti siswa telah mempunyai dasar pendidikan agama yang sangat dibutuhkan untuk masa depan, atau dipendidikan tingkat selanjutnya. Diantara kegiatan yang menunjang untuk tujuan tersebut adalah salat Dhuha dan salat Dhuhur berjama’ah, untuk salat Dhuha diwajibkan semua siswa mulai kelas 1 sampai dengan kelas 6, sedangkan salat dhuhur diwajibkan bagi siswa kelas 3 sampai dengan kelas 6. Adapun kegiatan ekstrakulikuler yang ada di MI Ma’arif Patihan Wetan adalah sebagai berikut: 1. Kepramukaan 2. Drumband 3. TPQ 4. Hadrah dan Qiro’ah 5. Komputer
5. Keadaan Guru dan Murid62 Berdasarkan data terakhir, jumlah tenaga guru sebanyak 12 orang, kepala sekolah 1 orang. Rincian tenaga guru adalah 2 orang guru DPK dari pemerintah dan 9 orang guru diangkat oleh yayasan, Lama mengajar guru MI Ma’arif Patihan Wetan bervariasi. Guru-guru tersebut ditunjang oleh latar belakang pendidikan yang memadai, yakni berasal dari sarjana pendidikan yang sesuai dengan bidangnya. (daftar keadaan guru terlampir)
62 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 05/D/F-1/13.IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
46
Sedangkan jumlah siswa-siswi MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo seluruhnya adalah 184. dengan perincian menurut kelas seperti terlihat pada table berikut: Tabel 3.1 Keadaan siswa MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo No
Kelas
Putra
Putri
Jumlah
1.
I
14
12
26
2.
II
21
17
38
3.
III
12
15
27
4.
IV
12
15
27
5.
V
19
14
33
6.
VI
15
18
33
Jumlah
93
91
184
6. Struktur Organisasi63 MI Ma’arif Patihan Wetan berada dibawah naungan Departemen Agama dan binaan LP Ma’arif. MI Ma’arif Patihan Wetan dipimpin oleh kepala sekolah yang membawahi bidang-bidang antara lain bidang tata usaha, bendahara, waka bidang kurikulum, waka bidang kesiswaan, waka bidang sarana prasarana, dan waka bidang humas.
63 Lihat transkrip dokumentasi observasi nomor: 04/D/F-1/13.IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
47
Tabel 3.2 Struktur Organisasi MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo
KOMITE
KEPALA SEKOLAH
PENGURUS
M. Khudhori Anwar,S.Pd
Drs. Sadikin
Nurhadi
BENDAHARA
KA.TU
Siti Masruroh, S.Ag
Muh.Muhlis S.Pd.I
Waka Kurikulum
Waka Kesiswaan
Waka Sarana prasarana
Waka Humas
Siti Siyami S.Ag
Ikhwanul F,S.Ag
Siti Masruroh, S.Ag
Siti Khabsoh A.Ma
Wali Kelas I
Wali Kelas II
Wali Kelas III
Wali Kelas IV
Wali Kelas V
Siti Masruroh, S.Ag
Siti Khabsoh A.Ma
Tri Kasiati, A.Ma
Heni R, SE.
Ikhwanul F, S.Ag
Wali Kelas VI Siti Siyami, S.Ag
MURID
7. Sarana Dan Prasarana64 Adapun sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar yang ada di MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo adalah sebagai berikut:
64
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 07/D/F-1/13.IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
48
Tabel 3.3 Sarana dan Prasarana di MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama fasilitas Kantor guru Meja kursi guru Ruang kelas Meja murid Kursi murid Kantor kepala sekolah Kantor TU Ruang komputer Perpustakaan UKS Masjid Lapangan olah raga Kantin Gudang Topi mayoret Komputer Televisi Vcd Peralatan drumband Stik drumband Megaphone Mike Telepon Laptop
Jumlah
Keterangan
1 13 6 108 121 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 9 1 1 1 set 4 1 2 1 1
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
B. Deskripsi Data 1. Kesesuaian pembelajaran tuntas (mastery learning) pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo Belajar
tuntas
adalah
suatu
strategi
pembelajaran
yang
mensyaratkan siswa tuntas dalam penguasaan materi ajar, seperti yang
49
diungkapkan oleh Bapak Sadikin selaku kepala sekolah MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo sebagai berikut: Belajar tuntas itu ya belajar sampai tuntas dan murid bisa menguasai materi yang diajarkan secara penuh.65
Untuk mengetahui kesesuaian pembelajaran tuntas di MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo khususnya pada mata pelajaran fiqih kelas V, peneliti melakukan wawancara dan observasi secara langsung kepada guru mata pelajaran dan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran tuntas pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. seperti hasil wawancara dengan bapak muhlis selaku guru mata pelajaran fiqih kelas V, sebagai berikut: Sangat sesuai sekali jika diterapkan pada mata pelajaran fiqih, akan tetapi menurut saya tidak hanya fiqih saja, bahkan untuk semua mata pelajaran.66 Sangat sesuai sekali kalau menurut saya tidak hanya dalam mata pelajaran fiqih tetapi juga untuk semua mata pelajaran.67
Selain itu dari hasil observasi yang dilakukan pada saat kegiatan belajar
mengajar
berlangsung
ditemukan
bahwasanya
strategi
pembelajaran tuntas ini sangat membantu siswa dalam mencapai penguasaan materi karena dalam prakteknya bagi siswa yang belum menguasai materi diberikan perhatian khusus, sehingga penguasaan siswa terhadap materi meningkat meskipun belum maksimal, akan tetapi dari
65
Lihat transkrip wawancara nomor: 01/2-W/F-2/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 66 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/2-W/F-2/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 67 Lihat transkrip wawancara nomor: 02/2-W/F-3/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
50
sini sudah bisa diketahui perbedaan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai tidak terlihat mencolok.68 2. Persiapan pembelajaran tuntas (mastery learning) pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo Agar tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, dalam pelaksanaan pembelajaran tuntas perlu dipersiapkan, beberapa hal meliputi tahap perencanaan yang mencakup perumusan tujuan instruksional, pengembanngna silabus, dan penyusunan RPP seperti hasil wawancara dengan Bapak Muhlis selaku guru mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo sebagai berikut: Persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan pembelajaran tuntas yaitu merumuskan tujuan instruksioanal, membuat silabus yang dibuat dalam tiap semester, membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dibuat dalam 1 atau 2 kali pertemuan, LK (Lembar Kerja), dan alat peraga jika materi yang akan diajarkan membutuhkan alat peraga.69
Beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum melaksanakan pembelajaran tuntas yaitu: a. Merumuskan tujuan instruksional yang pada hakekatnya adalah merumuskan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki atau dikuasai siswa setelah menempuh proses belajar mengajar. Selain itu juga agar anak-anak mengetahui tujuan dari apa yang akan mereka pelajari, seperti hasil wawancara dengan Bapak Muhlis berikut ini:
68 Lihat transkrip observasi nomor: 05/O/F-3/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 69 Lihat transkrip wawancara nomor: 03/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
51
Agar anak-anak tau apa yang akan mereka pelajari, atau tujuan dari apa yang mereka pelajari, dengan begini tujuan dari pembelajaran akan cepat tercapai.70
b. Membuat silabus yang dibuat setiap semester yang didalamnya berisi tentang: Dalam silabus itu berisi tentang penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, silabus dibuat dalam satu semester, hal ini dilakukan supaya mempermudah dan meringankan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.71
c. Menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang bertujuan agar kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas dapat berjalan secara optimal, selain itu dengan disusunya RPP akan memudahkan guru lain yang akan menggantikan guru tersebut pada kegiatan pembelajarn apabila guru tersebut berhalangan hadir. Oleh karena itu dalam penyusunan RPP harus jelas agar semua orang yang membacanya bisa mengerti. Adapun isi dari RPP itu adalah sebagai berikut: Didalam RPP berisi mulai dari standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, pokok bahasan yang akan di bahas, metode pembelajaran, bahkan skenario pembelajaranya sampai menentukan soal-soal latihanya. dibuat untuk 1 atau 2 kali pertemuan atau 1 sampai 2 KD.72
d. Mambuat LK (Lembar Kerja), LK ini berfungsi sebagai alat evaluasi dalam satu kali pertemuan, biasanya evaluasi ini dilaksanakan pada 70
Lihat transkrip wawancara nomor: 04/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 71 Lihat transkrip wawancara nomor: 05/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 72 Lihat transkrip wawancara nomor: 05/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
52
akhir pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana tingkat pemahaman siswa setelah menerima materi yang telah disampaikan oleh guru. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Muhlis sebagai berikut: Ya, karena LK ini penting sekali untuk mengetahui sajauh mana anakanak menguasai dari materi yang telah saya sampaikan, biasanya saya berikan setelah materi selesai saya sampaikan. Jadi LK ini berfungsi untuk mangukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi.73
e. Dan yang terakhir yang disiapkan dalam pembelajaran tuntas yaitu dengan mempersiapkan alat peraga yang berfungsi untuk membantu guru dalam penyampian materi agar cepat dipahami siswa. Adapun biasanya materi yang menggunakan alat peraga diantaranya sebagai berikut: Tidak semua, tergantung dari materi yang akan diajarkan. Bila materi memerlukan penjelasan yang konkrit maka saya gunakan alat peraga, seperti pada materi binatang haram dan halal saya membawa alat peraga, tapi jika materi tersebut dapat dipahami langsung oleh anak saya tidak menggunakan alat peraga.74
Dari data yang diperoleh bahwasanya persiapan pembelajaran tuntas yang diterapkan pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo sangat terstruktur dan terprogram ini sangat membantu guru dalam pelaksanaan belajar mengajar yang menggunakan strategi belajar tuntas. Sedangkan dari data yang diperoleh dari hasil observasi bahwasanya dalam pembuatan RPP yang perlu diperhatikan adalah tentang 73 Lihat transkrip wawancara nomor: 08/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 74 Lihat transkrip wawancara nomor: 09/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
53
materi dan metode yang akan digunakan, karena hal tersebut akan berhubungan dengan alokasi waktu yang disediakan, karena dalam pembelajaran tuntas ini membutuhkan waktu yang banyak sehingga materi yang akan disampaikan dibuat kedalam unit yang kecil-kecil sehingga materi dapat tuntas dikuasai siswa.75 3. Pelaksanaan pembelajaran tuntas (mastery learning) pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo Pelaksanaan pembelajaran tuntas setiap hari dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan yaitu: kegiatan pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari pembelajaran tuntas yang di terapkan di MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo terutama pada mata pelajaran fiqih kelas V, peneliti memperoleh data dari guru dengan wawancara secara langsung, sebagai berikut: Di dalam pelaksanakan pembelajaran tuntas tidak lupa mengacu pada RPP yang telah dibuat yang pertama yaitu pada kegiatan awal guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ini penting agar anak didik tau tujuan mereka mempelajari materi tersebut, selanjunya untuk kegiatan inti guru menggunakan metode yang disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan atau disesuaikan dengan materi yang disampaikan contoh materi binatang halal dan haram guru membawa alat peraga berupa gambar binatang siswa mangamati secara kelompok, mana yang termasuk binatang halal dan haram setelah guru menjelaskan materi tersebut. Sedangkan materi seperti makanan dan minuman yang halal dan haram dan shodaqoh menggunakan metode diskusi kelompok. Untuk kegiatan akhirnya guru memberikan lembar kerja kepada siswa untuk mengukur sejauhmana pemahaman mereka terhadap materi yang telah 76 disampaikan.
75 Lihat transkrip observasi nomor: 03/O/F-2/20-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 76 Lihat transkrip wawancara nomor: 10/2-W/F-5/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
54
Selain itu guru juga dituntut untuk kreatif dalam penyampaian materi supaya anak didik tidak cepat bosan ketika menerima pelajaran. Di MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo guru juga menerapkan metode permainan. Hal ini diungkapkan oleh Dwi Jayanti dan M. Irfan Zuhdi, siswa kelas V sebagai berikut: Enak dan tidak membuat bosan karena diselingi dengan permainan.77 Sangat enak dan mengasyikan.78
Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan nampak jelas bahwa pelaksanaan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V di MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo mengacu pada RPP yang dibuat terbukti dalam pelaksanaanya guru melakukan kegiatan awal yang berupa memberikan pertanyaan kepada siswa tentang materi yang telah disampaikan kemarin, selanjutnya yaitu dengan menyampaikan tujuan dari pembelajaran yang akan yang dipelajari sedangkan materi yang akan diajarkan pada saat obsevasi dilakukan adalah tentang binatang yang halal dan yang haram, jadi guru menyebutkan tujuan dari mempelajari binatang halal dan haram. Kegiatan kedua yaitu guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan disetiap kelompok diberi kertas yang berisi bermacammacam gambar hewan, disini siswa disuruh mengelompokkan mana yang termasuk binatang halal dan mana yang termasuk binatang yang haram,
77 Lihat transkrip wawancara nomor: 09/4-W/F-1/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 78 Lihat transkrip wawancara nomor: 08/3-W/F-1/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
55
selanjutnya setelah siswa selesai mengerjakan dan tugas dikumpulkan, guru baru menerangkan materi tersebut, setelah selesai menyampaikan materi guru mengoreksi secara bersama-sama dengan siswa. Dari sini siswa akan tahu hasil dari pekerjaan mereka, salah atau benar. Kegiatan ketiga yaitu penutup, sebelum pelajaran diakhiri guru memberikan lembar kerja kepada siswa untuk mengukur sejauhmana siswa menguasai materi yang disampaikan guru, baru kemudian guru memberi kesimpulan.79 4. Evaluasi pembelajaran tuntas (mastery learning) pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo Evaluasi dalam pembelajaran tuntas menempati posisi yang sangat penting, karena sebagai tolak ukur keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran selain itu juga sebagai alat ukur sampai dimana keberhasilan sistem pengajaran yang digunakan dan juga sebagai pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Di MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran tuntas mata pelajaran fiqih kelas V yaitu, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Muhlis sebagai berikut: Jenis evaluasi yang di gunakan yaitu meliputi : tes tulis (ulangan harian dan ulangan semester), tes lisan, tes skala sikap untuk materi tertentu.80
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan evaluasi yang diberikan pada pembelajaran tuntas mata pelajaran fiqih kelas V MI 79 Lihat transkrip observasi nomor: 04/O/F-3/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 80 Lihat transkrip wawancara nomor: 11/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
56
Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo berdasarkan pada kebijakan guru, baik diberikan pada saat awal pembelajaran maupun akhir dari pembelajaran, evaluasi yang diberikan pada saat awal pembelajaran adalah sebagai alat untuk mengetahui sejauh mana siswa sudah menguasai dan mamahami materi pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya, biasanya berupa tes lisan atau berbentuk tanya jawab. Sedangkan evaluasi yang diberikan pada akhir pembelajaran adalah sebagai alat untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi yang baru diajarkan, dan ini berupa tes tulis atau berupa lembar kerja yang di buat guru.81 Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya program-program perbaikan (remidial) dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas. Adapun penerapan program perbaikan (remidial) maupun program pengayaan pada mata pelajaran fiqih kelas V di MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo diberikan kepada:
81
Lihat transkrip observasi nomor: 05/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
57
Bagi siswa yang belum mencapai standar ketuntasan dilakukan perbaikan (remidial) dan bagi siswa yang sudah mencapai standar ketuntasan dilakukan pengayaan.82
Sedangkan untuk pelaksanaan dari program perbaikan (remidial) dan program pengayaan dilaksanakan pada saat: Dilakukan setelah ulangan/tes KD tertentu, akan tetapi ini juga tidak tentu, yang pasti biasanya remidi dilakukan setelah ulangan semester, untuk memperbaiki nilai rapor, sedangkan untuk pengayaan biasanya diberi bacaan tambahan atau berdiskusi yang bertujuan memperluas wawasan bagi KD tertentu, dan diberikan soal-soal latihan tambahan yang bersifat pengayaan.83
Dari beberapa hasil wawancara yang dilakukan nampak jelas bahwa usaha yang dilakukan guru dalam meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi sudah cukup maksimal terbukti dengan diadakanya program perbaikan (remidial) dan program pengayaan.
82
Lihat transkrip wawancara nomor: 12/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 83 Lihat transkrip wawancara nomor: 12/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
58
BAB IV ANALISIS DATA IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY LEARNING) PADA MATA PELAJARAN FIQIH KELAS V MI MA’ARIF PATIHAN WETAN BABADAN PONOROGO TAHUN AJARAN 2008/2009
A. Analisa Data Tentang Kesesuaian Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo bahwasanya pembelajaran tuntas (mastery learning) yang diterapkan pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo sangat sesuai, karena prinsip dari pembelajaran tuntas adalah penguasaan siswa secara penuh terhadap materi sedangkan di dalam pelajaran fiqih tersebut memuat hukum-hukum Islam yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, dan juga sebagai bekal peserta didik dalam menjalani kehidupanya, sebab menyentuh langsung dengan realitas keadaan sosio masyarakat yang ada. Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik diberikan
59
waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum optimal. Dalam mata pelajaran fiqih selain mengkaji masalah fiqih/hukum yang bersangkutan dengan aspek pengetahuan, juga mengajarkan aspek sikap, misalnya ketika mengajarkan sholat tidak semata-mata melihat aspek sah dan tidaknya shalat yang dilakukan tetapi juga perlu mengajarkan bagaimana sikap yang baik ketika menunaikan shalat tersebut. Sehingga kelak peserta didik mampu bersikap sebagai seorang muslim yang berakhlak mulia. Untuk itu, kesesuaian pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih ini dapat dilihat dari hasil nilai rata-rata kelas dari ulangan harian yang dicapai siswa yang berjumlah 33 anak dari tabel berikut: Tabel 4.1 Nilai Rata-Rata Kelas Dari Hasil Nilai Ulangan Harian No
Jumlah
Materi
Jenis tagihan
siswa
Nilai rata-rata kelas
1
33
Shodaqah
Tes tulis
80
2
33
Infaq
Tes tulis
75
3
33
Makanan dan minuman
Tes lisan
70
Tes tulis
75
yang halal dan haram 4
33
Binatang yang halal dan binatang yang haram
60
Dari hasil data yang diperoleh peneliti jika dianalisis dengan teori yang ada pada landasan teori bahwasanya pembelajaran tuntas yang diterapkan pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo sangat sesuai karena fiqih selain mengkaji masalah hukum yang bersangkutan dengan aspek pengetahuan, juga mengajarkan aspek sikap. Selain itu, pembelajaran tuntas yang diterapkan di MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo menujukkan hasil yang memuaskan terbukti dari hasil nilai rata-rata ulangan harian yang diperoleh siswa sudah memenuhi dari standar ketuntasan yang telah ditentukan.
B. Analisis Data Tentang Persiapan Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas V MI Ma’arif
Patihan Wetan Babadan
Ponorogo
Persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan pembelajaran tuntas seperti yang disampaikan oleh Bapak Muhlis selaku guru mata pelajaran fiqih kelas V yaitu: merumuskan tujuan instruksioanal, membuat silabus yang dibuat dalam tiap semester, membuat RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) yang dibuat dalam 1 atau 2 kali pertemuan, LK (Lembar Kerja), dan alat peraga jika materi yang akan diajarkan membutuhkan alat peraga. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Roestiyah dalam ciri-ciri pembelajaran tuntas yaitu, langkah pertama dalam proses pengembangan sistem instruksional mengenai topik yang akan kita ajarkan adalah
61
merumuskan tujuan-tujuan intruksional yang ingin dicapai dalam pengajaran tersebut. Dengan tujuan-tujuan intruksional disini dimaksudkan adalah perumusan tentang tingkah laku atau kemampuan-kemampuan yang kita harapkan dapat dimiliki oleh murid-murid setelah ia mengikuti pengajaran yang kita berikan. Kemampuan–kemampuan yang kita harapakan itu dirumuskan secara spesifik atau khusus dan operasional sehingga nantinya dapat kita ukur (nilai).84 Tujuan dari silabus dan RPP yaitu agar kegiatan pembelajaran yang dilakukan dikelas dapat berjalan secara optimal. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suryosubroto yaitu proses belajar mengajar harus direncanakan sehingga siswa dapat termotivasi baik pada awal, pada waktu proses belajar berlangsung maupun sesudahnya. Pelajaran hendaknya disajikan sehingga menarik perhatian siswa. Salah satu cara agar bahan pelajaran dapat disajikan sehingga menarik perhatian siswa dengan memberikan contoh-contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari para siswa. Selain itu hendaknya disajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu sukar dan juga tidak terlalu mudah bagi siswa pada tingkat tertentu. Dari uraian di atas dapat diambil suatu pemahaman bahwasanya persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo sangatlah terperinci dan terprogram, ini berarti usaha guru dalam membantu siswa agar penguasaan siswa terhadap materi sangatlah maksimal. 84
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001),99.
62
C. Analisis Data Tentang Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo Adapun dalam pelaksanaanya, proses pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo adalah didasarkan pada persiapan belajar mengajar dengan prinsip belajar tuntas, yaitu dimulai dengan perumusan atau penentuan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran ditentukan dan dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan yang lebih operasional atau lebih khusus yang bisa diukur tingkat keberhasilanya. Di MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo pelaksanaan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V mengacu pada RPP yang telah dibuat yang pertama yaitu pada kegiatan awal guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ini penting agar anak didik mengetahui tujuan mereka mempelajari materi tersebut, selanjutnya untuk kegiatan inti guru menggunakan metode yang disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan atau disesuaikan dengan materi yang disampaikan contoh materi binatang halal dan haram guru membawa alat peraga berupa gambar binatang siswa mangamati secara kelompok, mana yang termasuk binatang halal dan haram setelah guru menjelaskan materi tersebut. Sedangkan materi seperti makanan dan minuman yang halal dan haram dan shodaqoh menggunakan metode diskusi kelompok. Untuk
kegiatan akhirnya guru
memberikan lembar kerja kepada siswa untuk mengukur sejauhmana
63
pemahaman mereka terhadap materi yang telah disampaikan.85 Sedangkan metode
pembelajaran berfungsi sebagai cara untuk
menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu, akan tetapi tidak semua metode pembelajaran sesuai digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, pemilihan metode yang tepat juga sangat mempengaruhi kepada penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan. Dalam pelaksanaan pembelajaran tuntas yang diterapkan pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo metode yang sering digunakan adalah metode diskusi yang pada dasarnya adalah bertukar informasi, pendapat dan unsur-unsur
pengalaman secara teratur
dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih cermat tentang permasalahan atau topik yang sedang dibahas. Dalam diskusi setiap orang diharapkan memberikan sumbangan pikiran, sehingga dapat diperoleh pandangan dari berbagai sudut berkenaan dengan masalah tersebut. Dengan sumbangan dari setiap orang, kelompok diharapkan akan maju dari satu pemikiran ke pemikiran yang lain, langkah demi langkah, sampai dihasilkanya pemikiran yang lengkap mengenai permasalahan atau topik yang dibahas.86 Selain itu ciri pembelajaran tuntas menurut suryosubroto yaitu menggunakan prinsip siswa belajar aktif. Cara belajar mengajar demikian
85 Lihat transkrip wawancara nomor 10/2-W/F-5/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 86 Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1996),107.
64
mendorong siswa bertanya bila mengalami kesulitan, prinsip siswa belajar aktif dapat mengembangkan ketrampilan kognitif, ketrampilan ”manual” kreativitas dan logika berfikir. Selain itu guru harus menggunakan satuan pembelajaran yang kecil, pembagian unit pelajaran menjadi bagian-bagian kecil ini sangat diperlukan guna dapat memperoleh umpan balik secara cepat. Dengan demikian guru dapat melakukan usaha perbaikan sedini mungkin.87 Walaupun
strategi
pembelajaran
tuntas
sebenarnya
menganut
pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dari hasil wawacara dengan Bapak Muhlis selaku guru mata pelajaran fiqih kelas V mengatakan bahwa agar materi fiqih yang diajarkan menancap dihati sanubari siswa dilakukan program-program pembiasaan diantaranya sebagai berikut: Tabel 4.2 Program-Program Yang Tercapai Dalam Pembelajaran Fiqih No Program 1 Membiasakan bersodaqoh 2
Infaq hari jum’at
Tercapai (%) 75 %
90%
87
Kesimpulan Kesadaran siswa untuk bersodaqoh sudah cukup tinggi terbukti ketika ada teman mereka yang sakit Terbukti hampir seluruh siswa mengisi kotak amal yang disediakan
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997),104-105.
65
3
4
Membiasakan memakan makanan dan minuman yang halal (disekolah) Pengenalan terhadap binatang yang halal dan haram melalui gambar
95%
80%
Anak-anak sudah terbiasa membeli jajanan yang sudah disediakan dikantin sekolah Melalui media gambar ini anak-anak lebih cepat faham dan mengerti mana yang termasuk binatang halal dan haram
Dari beberapa uraian diatas maka penulis dapat menganalisis dari hasil data yang sudah didapat, bahwasanya pelaksanaan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo sudah dikatakan cukup baik akan tetapi masih membutuhkan pembenahanpembenahan agar tercapai kesempurnaan dalam proses pembelajaran.
D. Analisis Data Tentang Evaluasi Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo Evaluasi merupakan aspek yang penting karena berkenaan dengan tercapainya tujuan pengajaran, kelancaran dan efisiensi prosedur intruksional, dan penentuan tingkat keberhasilan yang telah dicapai. Dengan demikian evaluasi dapat ditempatkan sebagai titik sentra dalam proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaanya evaluasi harus mengacu pada tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan evaluasi dalam pembelajaran fiqih kelas V MI Ma’arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo terdiri dari tes tulis yang berupa ulangan harian dan ulangan semester, tes lisan yang diberikan pada awal pembelajaran,
66
dan
tes skala sikap untuk materi tertentu yang termasuk pada penilaian
afektif. Selanjutnya pada aspek kognitif biasanya guru memberikan evaluasi yang diberikan pada saat awal pembelajaran maupun akhir dari pembelajaran, evaluasi yang diberikan pada saat awal pembelajaran adalah sebagai alat untuk mengetahui sejauhmana siswa sudah menguasai dan memahami materi pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya, evaluasi yang diberikan pada akhir pembelajaran adalah sebagai alat untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi yang baru diajarkan.88 Sedangkan untuk aspek psikomotoriknya penilaian dilakukan dengan Seperti yang dipaparkan oleh Suryosubroto bahwasanya evaluasi yang dilakukan secara kontinu (continous evaluation) diperlukan agar guru dapat menerima umpan balik yang cepat/segera, sering dan sistematis. Jadi evaluasi dilakukan pada awal dan pada akhir proses belajar mengajar berlangsung. Evaluasi berdasarkan kriteria mengenal dua macam bentuk yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.89 Belajar tuntas adalah salah satu metode yang digunakan untuk dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, dan juga mempunyai ciri-ciri seperti yang dituliskan oleh Isckak S.W. dan Warji yang salah satunya yaitu dengan mengadakan program perbaikan (remidial) dan pengayaan, program perbaikan diberikan kepada siswa yang memperoleh nilai dibawah standar ketuntasan yaitu untuk mata pelajaran fiqih kelas V standar ketuntasanya adalah 70, program perbaikan ini diadakan 2 kali dengan syarat 88
Lihat transkrip wawancara nomor 11/2-W/F-4/22-IV/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 89 B. Suryosubroto, Proses Belajar.103.
67
perbaikan yang belum tercapai standar ketuntasanya, maka harus diadakan perbaikan lagi. Sedangkan untuk program pengayaan diberikan kepada siswa yang telah mencapai standar ketuntasan yaitu dengan pemberian tugas rumah seperti mempelajari unit selanjutnya. Program perbaikan dan pengayaan adalah sebagai akibat dari penggunaan evaluasi yang kontinu dan berdasarkan kriteria serta pandangan terhadap perbedaan kecepatan belajar mengajar siswa dan administrasi sekolah. Program perbaikan ditujukan kepada mereka yang belum menguasai tujuan instruksional tertentu, sedangkan program pengayaan diberikan kepada mereka yang telah menguasai unit pelajaran yang diberikan.
68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dari bab I sampai bab IV, dapat diambil kesimpulan sebagaimana berikut: 1. Pembelajaran tuntas yang diterapkan pada mata pelajaran fiqih kalas V di MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo sangat sesuai, karena prinsip dari pembelajaran tuntas adalah penguasaan siswa secara penuh terhadap materi sedangkan di dalam pelajaran fiqih tersebut memuat hukum-hukum Islam yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, dan juga sebagai bekal peserta didik dalam menjalani kehidupanya, sebab menyentuh langsung dengan realitas keadaan sosio masyarakat yang ada. 2. Persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo yaitu dengan merumuskan tujuan instruksioanal, membuat silabus yang dibuat dalam tiap semester, membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dibuat dalam 1 atau 2 kali pertemuan, LK (Lembar Kerja), dan alat peraga jika materi yang akan diajarkan membutuhkan alat peraga 3. Pelaksanaan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo yaitu mengacu pada RPP yang telah dibuat yang pertama yaitu pada kegiatan awal guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, untuk kegiatan inti guru
69
menggunakan metode yang disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan atau disesuaikan dengan materi yang disampaikan sedangkan untuk kegiatan akhirnya guru memberikan lembar kerja kepada siswa untuk mengukur sejauhmana pemahaman mereka terhadap materi yang telah disampaikan. 4. Evaluasi pembelajaran tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo yaitu meliputi : tes tulis (ulangan harian dan ulangan semester), tes lisan, tes skala sikap untuk materi tertentu, selain itu bagi siswa yang belum mencapai standar ketuntasan dilakukan perbaikan (remidial) dan bagi siswa yang sudah mencapai standar ketuntasan dilakukan pengayaan.
B. Saran Sebagai bahan pertimbangan baik dari pihak sekolah, guru, dan siswa terkait dengan implementasi Pembelajaran Tuntas pada mata pelajaran fiqih kelas V MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi pihak sekolah MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo Hendaknya pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah MI Ma'arif Patihan Wetan Babadan Ponorogo menyediakan alat peraga atau mediamedia yang membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar dikelas, selain itu mengadakan workshop untuk guru-guru tentang strategi pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam kelas sehingga tujuan
70
pembelajaran yang diinginkan tercapai dan anak didik mampu menguasai materi secara penuh. 2. Bagi guru bidang studi Hendaknya lebih kreatif dan inovatif dalam penggunaan metode dan alat peraga sehingga anak didik tidak merasa bosan pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
71
1. DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetyo. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005. Bakry, Nazar. Fiqh & Ushul Fiqh. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003 Biklen, & Bogdan. Qualitative Research for Education, an Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, 1982 Departemen Agama RI. al Qur’an dan terjemahanya. Bandung : PT. Syaamil Cipta Media, 2005. Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Kerikulum Madrasah Ibtidaiyah (Standar Kompetensi).Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2004 Djumaroh, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta : PT. Rineka Putra, 2006. Guba, & Lincoln.Naturalistic Inquire. bevery hills : SAGE Publication Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006 . Harjanto, Perencanaan Pengajaran. Jakarata : PT. Rineka Cipta,1997 Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta,1996. Isckak S.W. dan Warji R., Program Remedial Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Liberty, 1987 Moloeng, Lexy . Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Rosda Karya, 2000. Mulyasa, Menjadi Guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT : Remaja Rosdakarya, 2008. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara,1997. Nurhadi, Dkk. Pembelajaran Konstektual dan Penerapanya dalam KBK. Malang: UM, 2004.
72
Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Ponorogo, Jurusan Syari’ah. Tarbiyah. Usuludin. Ponorogo: t.p, 2008 Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar.Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001. Spradley, P James. Participant Observation. New York Chicago San Fransisco Dallas Montreal Toronto London Sydney, 1980. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan RD. Bandung: Alphabeta, 2005. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007. Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997. Surakhmad, Winarno. Pengantar interaksi mengajar belajar: dasar dan teknik metodologi pengajaran. Bandung : Penerbit Tarsito, 1982. Syarifudin, Amir. Ushul Fiqih Jilid I. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Derektorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI Tahun 2006. Yamin, Martinis. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada Press, 2007.
73