1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada mulanya perempuan diciptakan dengan tujuan yang mulia yaitu untuk menjadi penolong yang sepadan bagi seorang laki-laki, namun tidak jarang yang ditemui adalah sebaliknya. Tentu masih ingat dengan cerita tentang dosa pertama yang dilakukan manusia. Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.1 Saat Adam memakan buah dari pohon yang dilarang, yang diberikan oleh istrinya, Hawa. Kemudian keduanya kemudian menanggung konsekuensi, yaitu diusir dari taman Eden. Manusia terus melakukan kejahatan dan seiring dengan perkembangan zaman, kejahatan juga ikut berkembang, dari kejahatan yang konvensional sampai kejahatan nonkonvensional. Begitupun bila dilihat dari jumlah korbannya, dari kejahatan yang korbannya individu, sampai korbannya adalah kelompok atau bahkan negara. Dalam hal melindungi kepentingan tersebut, baik kepentingan hukum perorangan (individuale belangen), kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschappelijke belangen) dan kepentingan hukum negara 1
Kejadian 3 : 6
2
(staatsbelangen),2 maka negara yang dijalankan oleh pemerintah yang dipandang sebagai wakil rakyat, atau bahkan yang oleh golongan tertentu dipandang sebagai wakil Tuhan kemudian menetapkan aturan dalam pergaulan masyarakat yang berlaku di wilayahnya, yang salah satunya dikenal dengan hukum pidana. Mulanya hukum pidana tertulis yang berlaku di Indonesia sebagai negara merdeka adalah Wetboek van Strafrecht (WvS) yang sekarang dikenal dengan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Sehubungan dengan manusia yang terus melakukan kejahatan dan perkembangan yang dialami kejahatan, maka diberlakukan berbagai Undang-Undang yang mengatur tindak pidana di luar KUHP. Berdasar pada asas legalitas, berbagai Undang-Undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum oleh hakim untuk memutus suatu kasus pidana. Hampir serupa dengan cerita dosa pertama manusia, pada hari Kamis tanggal 19 Januari 2012 Andhika Gumilang suami siri Malinda Dee, divonis penjara selama 4 tahun dan denda Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti terlibat dalam kasus pencucian uang dan penggunaan identitas palsu. Laki-Laki berusia 23 tahun itu dijerat dengan dakwaan kumulatif. Dakwaan Pertama, yaitu Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, c, d Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dakwaan
2
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm.17
3
kedua, yaitu Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dakwaan ketiga, Pasal 263 ayat (2) KUHP.3 Terungkap adanya 24 kali transaksi transfer dana nasabah Citigold Citibank yang diatur oleh Malinda ke rekeningnya melalui rekening kedua adik Malinda, yaitu Ismail bin Janim dan Visca Lovitasari dengan jumlah Rp. 140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah). Selain itu, diketahui juga adanya pembelian Mobil Hummer H3 yang dilakukan Malinda dengan bukti kepemilikan atas nama Andhika Gumilang.4 Berbeda dengan istri sirinya yang menempuh upaya hukum, Andhika menerima putusan pengadilan tersebut. Setelah permohonan bandingnya ditolak, tanggal 3 Juli 2012 Malinda Dee menempuh upaya hukum kasasi. Namun, permohonan kasasi tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung (MA), dalam putusan perkara nomor 1607/kasasi/2012 MA menghukumnya penjara selama 8 tahun dan denda Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah), subsider 1 tahun penjara.5 Pada akhirnya, pasangan yang menikah siri pada tanggal 14 Agustus 2009 tersebut harus menjalani hukuman.6 3
4
5
6
RFQ, “Adik, Ipar dan Suami Malinda Divonis Bersalah”, http://www.hukumonline.com/berita/ baca/lt4f18467b3a86d/adik-ipar-dan-suami-malinda-divonis-bersalah, diakses pada tanggal 20 April 2014. Rizka Diputra, “Divonis 4 tahun Andhika Gumilang legowo”, http://news.okezone.com/read/ 2012/01/19/339/560084/divonis-4-tahun-andhika-gumilang-legowo, diakses pada tanggal 20 April 2014. Aditya R, “MA vonis 8 tahun penjara untuk Malinda Dee”, http://nasional.kompas.com/read/ 2012/10/17/22053013/MA.Vonis.8.Tahun.Penjara.untuk.Malinda.Dee, diakses pada tanggal 21 April 2014. Novi Christiastuti A., “JPU Sebut Andhika Gumilang Suami Siri Malinda Dee”, http://news. detik.com/read/2011/09/19/124840/1725352/10/jpu-sebut-andhika-gumilang-suami-sirimalinda-dee?n990102mainnews, diakses pada tanggal 21 April 2014.
4
Tidak lama ini diberitakan mengenai Eddies Adelia, pemilik nama asli Ronih Ismawati Nur Azizah tersebut diketahui menerima aliran dana hingga Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dari suaminya. Eddies yang mengaku tidak mengetahui asal usul uang tersebut dan menyatakan bahwa uang itu adalah nafkah dari suami kepada istri, kemudian ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang terkait kasus penggelapan, penipuan, dan pencucian uang yang dilakukan oleh suaminya, Ferry. Penyidik menjerat artis dari Yogyakarta tersebut dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya ditulis UU TPPU)..7 Pasal yang sama dengan pasal yang menjadi dasar hukum putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Andhika Gumilang. Adapun Pasal 5 ayat (1) UU TPPU mengatur bahwa: Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Tampak adanya kewajiban yang diberikan Undang-Undang, yaitu untuk melakukan dugaan akan harta kekayaan yang diterima.
7
Redaksi, “Tak Tahu Uang Suami, Eddies Adelia Tersangka”, http://www.jpnn.com/read/2014/ 03/01/219304/Tak-Tahu-Uang-Suami,-Eddies-Adelia-Tersangka-, diakses pada tanggal 21 April 2014.
5
Andhika Gumilang yang telah divonis melakukan tindak pidana pencucian uang terkait penggelapan dana nasabah yang dilakukan istrinya, Eddis Adelia yang telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang terkait penggelapan dan penipuan yang dilakukan suaminya, seolah berbanding terbalik dengan kasus tindak pidana korupsi, yang juga menjadi salah satu kejahatan asal dari tindak pidana pencucian uang. Bila dilihat dari dua puluh enam jenis kejahatan asal tindak pidana pencucian uang, korupsi dapat dikatakan sebagai kejahatan asal dari tindak pidana pencucian uang yang paling menarik. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) tahun 2012 yang dirilis Transparency International Indonesia (TII), yang menunjukan bahwa IPK Indonesia turun dari peringkat 110 menjadi 118. IPK tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih belum bisa lepas dari tindak pidana korupsi yang sudah mendarah daging.8 Romli Atmasasmita juga pernah mengungkapkan bahwa masalah korupsi sudah merupakan ancaman yang bersifat serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat nasional dan internasional,9 bahkan Frans Magnis Suseno menambahkan bahwa praktik korupsi di Indonesia telah sampai pada tahap yang paling membahayakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.10
8
Seksi Informasi Hukum–Ditama Binbangkum, “Indeks Persepsi Korupsi Hanya „Puncak Gunung Es‟” http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2013/05/Indeksp-Persepsi-Korupsi.pdf, diakses pada tanggal 21 April 2014. 9 Romli Atmasasmita, 2003, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Kencana, Jakarta, hlm. 53. 10 R. Diyatmiko Soemodihardjo, 2008, Mencegah dan Memberantas Korupsi, Mencermati Dinamika Karya Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, hlm. 3.
6
Disatu sisi, semangat pemberantasan korupsi nampak yang begitu dahsyat, aliran hasil tindak pidana korupsi tersebut juga ditelusuri, dan orang-orang yang menikmati atau bahkan hanya menerima hasil tindak pidana korupsi tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Di sisi lain, upaya tersebut seperti melupakan satu hal yang sederhana namun esensial, yaitu kemungkinan bahwa hasil tindak pidana korupsi tersebut juga dinikmati oleh suami/istri terpidana korupsi. Milana Anggraeni, istri Gayus Tambunan misalnya, pegawai negeri sipil (PNS) golongan IIIA, staf Subbag Persidangan Pimpinan dan Panitia ini diketahui pernah menerima uang belanja dari suaminya, Gayus Tambunan (yang juga PNS golongan IIIA) sebesar Rp 900.000.000,- (sembilan ratus juta rupiah) untuk transferan pertama dan Rp 2.770.000.000,- (dua milyar tujuh ratus tujuh puluh juta rupiah) pada transferan berikutnya,11 Rani (panggilan istri Gayus) juga sering bergonta-ganti mobil mewah, toyota altis dengan nomor polisi B 9 GHT, Honda CR-V, Honda Freed berwarna putih dengan pelat nomor polisi B 1158 UZB, dan minibus KIA Travello abu-abu.12 Selain itu, demi kemudahan membesuk suaminya, Rani mengontrak rumah besar dengan halaman cukup luas selama dua tahun, dengan senilai Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta) pertahunnya di kompleks Taman Sari Bukit Indah, bahkan istri dari terpidana korupsi ini ingin membeli rumah itu seharga Rp 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta rupiah), namun 11
Redaksi, “Uang Belanja Istri Gayus Capai 3,67 Milyar”, http://www.indonesiamedia.com/2010/ 04/07/uang-belanja-istri-gayus-capai-rp-367-miliar/, diakses pada tanggal 29 Juni 2014. 12 Rio Kuswandi, “Katanya Gayus Dimiskinkan, Istrinya Kok Gonta-ganti Mobil?”, http://regional .kompas.com/read/2013/04/16/08042743/Katanya.Gayus.Dimiskinkan.Istrinya.Kok.Gontaganti. Mobil, diakses pada tanggal 28 Juni 2014.
7
tidak diberikan oleh pemiliknya,13 dan disaat suaminya sedang menjalani pidana, rani diketahui melahirkan di kelas VIP (very important person) rumah sakit Hermina Podomoro, Sunter, Jakarta dengan tarif Rp 875.000 (delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) per harinya.14 Begitu juga dengan Djoko Susilo, Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri ini diketahui memiliki tiga orang istri, yaitu: Suratmi, Mahdiana dan Dipta Anindita. Beberapa aset-aset Djoko yang disita negara diketahui atas nama Mahdiana dan Dipta Anindita. Adapun aset atas nama Mahdiana, diantaranya:15 sebidang tanah di KP Ragunan, Jatipadang, Pasar Minggu, dengan luas 106m2 dan 100m2 beserta bangunan di RT 007/05; seluas 164m2 dan bangunan di RT 009/05; seluas 65m2 di RT 008/05; sebidang tanah dengan luas 220m2 dan bangunan di Gang Pondo RT005/04 Jagakarsa, Jakarta Selatan; dan sebidang tanah seluas 610m2 dan bangunan di jalan Durian Raya Nomor 7 RT006/04 Jagakarsa, Jakarta Selatan. Beberapa aset atas nama Dipta, diantaranya:16 sebidang tanah seluas 752m2 dan bangunan di Golf Residence 1, Semarang; seluas 360m2 dan bangunan di Pesona Khayangan Blok E Nomor 01, Depok; seluas 877m2 dan bangunan di jalan Sam Ratulangi Nomor 16 Surakarta; seluas 246m2 dan bangunan di jalan 13
Erick P. Hardi, “Istri Gayus Tinggal di Dekat Penjara Sukamiskin”, http://www.tempo.co/read/ news / 2013/ 04/15/ 063473529/Istri-Gayus-Tinggal-di-Dekat-Penjara-Sukamiskin, diakses pada tanggal 28 Juni 2014. 14 Tri Wahono, “Tarif Kamar Bersalin Istri Gayus Rp 875.000 Per Hari”, http://nasional.kompas. com/read/2011/10/02/11371298/Tarif.Kamar.Bersalin.Istri.Gayus.Rp.875.000.Per.Hari, diakses pada tanggal 29 Juni 2014. 15 Ita Lismawati F.M., “Daftar Aset Djoko Susilo yang Disita Negara”, http://nasional. news.viva.co.id/news/read/441284-daftar-aset-djoko-susilo-yang-disita-untuk-negara, diakses pada tanggal 30 Juni 2014. 16 Ibid.
8
Cikajang Nomor 18 Kebayoran Baru; dan seluas 703m2 dan bangunan di jalan Prapanca Raya Nomor 6 Cipete Utara, Kebayoran Baru. Contoh lain yang tidak kalah menghebohkan adalah Sefti Sanustika, istri siri dari Ahmad Fathanah yang dinikahi Desember 2011 ini sempat menyatakan bahwa dirinya sama sekali tak pernah menerima aset yang berkaitan dengan korupsi suaminya.17 Namun, tidak demikian dengan fakta dipersidangan yang dimuat Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 10/PID/TPK/2014/PT.DKI. Pada tahun 2011 Sefti menerima transfer sebanyak 16 (enam belas) kali yang seluruhnya berjumlah Rp. 186.500.000,00 (seratus delapan puluh enam juta lima ratus riburupiah), tahun 2012 menerima transfer sebanyak 25 (dua puluh lima) kali yang seluruhnya berjumlah Rp. 261.500.000,00 (dua ratus enam puluh satu juta lima ratus ribu rupiah) dan pada tahun 2013 menerima sebanyak 1 (satu) kali sejumlah Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Selain uang, juga terdapat beberapa rumah atas nama Sefti Sanustika, di Perumahan Pesona Khayangan Blok BS Nomor5 Kecamatan Sukmajaya Kelurahan Mekarjaya Depok, Perumahan Permata Depok Jalan Blok H.2 Nomor 15 Kelurahan Pondok Jaya Kecamatan Cipayung dan Apartemen Saladin yang terletak di Margonda Depok Jawa Barat seharga Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Beberapa mobil, yaitu: Toyota Alphard S Audioless 2.4 A/T Warna Putih Nomor Polisi B 53 FTI senilai 17
Samrut Lellolsima, “Istri Ahmad Fathanah: Harta Saya Cuma Anak, Tak Ada Aset”, http:// polhukam.rmol.co/read/2013/05/01/108775/Istri-Ahmad-Fathanah:-Harta-Saya-Cuma-Anak,Tak-Ada-Aset-, diakses pada tanggal 30 Juni 2014.
9
Rp.760.000.000,00 (tujuh ratus enam puluh juta rupiah),Toyota Fortuner, Toyota Avanza 1.3G warna Hitam Metalik Nomor Polisi B 2322 AK seharga Rp.122.000.000.00 (seratus dua puluh dua juta rupiah). Dua cincin berlian, masing-masing 9,67 gram seharga Rp 35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) dan 10,27 gram seharga Rp 52.500.000,00 (lima puluh dua juta lima ratus ribu rupiah). Berbeda dengan kasus Andhika Gumilang yang telah divonis melakukan tindak pidana pencucian uang terkait penggelapan dana nasabah yang dilakukan istrinya, Eddis Adelia yang telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang terkait penggelapan dan penipuan yang dilakukan suaminya, para istri terpidana korupsi tersebut (Rani, Mahdiana, Dipta dan Sefti) dan para istri/suami terpidana korupsi lainnya belum juga diproses secara hukum sebagai penerima hasil korupsi. Tentu akan banyak yang beralasan seperti Eddies Adelia, tidak mengetahui bahwa yang mereka terima adalah hasil tindak pidana korupsi dan yang diterima adalah nafkah. Sekilas seperti ada pertentangan kewajiban Pasal 5 ayat (1) UU TPPU dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, suami berkewajiban memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah-tangga dan istri memiliki hak menerimanya, untuk melaksanakan kewajiban yaitu mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.18
18
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
10
B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka permasalahan yang hendak diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana suami/istri sebagai penerima hasil tindak pidana korupsi pasangannya di Indonesia? 2. Bagaimanakah pengenaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap suami/istri sebagai penerima penghasilan pasangannya yang diduga hasil tindak pidana korupsi?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana suami/istri yang menerima hasil tindak pidana korupsi pasangannya baik yang diatur pada peraturan perundang-undangan maupun pada praktiknya. 2. Untuk memberikan penjelasan hukum mengenai dapat atau tidaknya UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dikenakan terhadap suami/istri yang menerima penghasilan pasangannya yang diduga hasil tindak pidana korupsi.
11
D. Manfaat Penelitian Penulis mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat diantaranya sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, bahwa hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dan wawasan bagi akademisi, dalam hal ini pengembangan ilmu hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, bahwa hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai pertanggungjawaban pidana suami/istri yang menerima hasil tindak pidana korupsi pasangannya di Indonesia dan menjadi sarana efektif dalam perkembangan pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dan pengamatan yang penulis lakukan, diketahui terdapat beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan pertangungjawaban pidana. Adapun karya tulis yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana tersebut ditulis dalam berbagai aspek, misalnya: dalam kecelakaan lalu lintas, korporasi, press, notaris, dokter, pejabat negara, aparat kepolisian, kekerasan massa, dan hanya beberapa yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana suami/istri.
12
Beberapa karya tulis ilmiah mengenai pertanggungjawaban pidana diantaranya, yaitu: Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pejabat Negara dalam KebijakanKebijakannya pada Tindak Pidana Korupsi,19 Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Perpajakan,20 dan Pertanggungjawaban Pidana Pers Terhadap Perbuatan yang dikategorikan Trial by The Press.21 Beberapa karya tulis ilmiah pertanggungjawaban pidana suami/istri, yaitu: Pertama, Pertanggungjawaban Pidana oleh Suami yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Isteri (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Semarang),22 dengan tiga rumusan masalah, yaitu: Hal-hal apa yang melatarbelakangi seorang suami melakukan kekerasan terhadap isteri? Bagaimana pertanggungjawaban pidana seorang suami yang melakukan tindak pidana kekerasan terhadap isteri? Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam penerapan sanksi pidana bagi seorang suami yang melakukan tindak pidana kekerasan terhadap isteri? Kedua, Pelaksanaan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Poligami Berdasarkan Pasal 279 KUHP Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klas I B Bukittinggi,23 dengan tiga
19
20
21
22
23
Rudi Setiawan, 2007, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pejabat Negara dalam Kebijakan-Kebijakannya pada Tindak Pidana Korupsi”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tri Basuki Raharjo, 2009, “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Perpajakan”, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Daddy Fahmanadie, 2010, “Pertanggungjawaban Pidana Pers Terhadap Perbuatan yang dikategorikan Trial by The Press”, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. SVB. Andreas Danny A, 2002, “Pertanggungjawaban Pidana oleh Suami yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Isteri (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Semarang)”, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Nofil Gusfira, 2010, “Pelaksanaan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Poligami Berdasarkan Pasal 279 KUHP Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klas I B Bukittinggi“, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
13
rumusan masalah, yaitu: Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana poligami di wilayah hukum Pengadilan Negeri Klas I.B Bukittinggi? Apakah kendala yang mempengaruhi pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana poligami di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klas I.B Bukittinggi? Bagaimanakah Status Perkawinan Kedua Terdakwa Setelah Adanya Putusan Hakim Pidana di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klas I.B Bukittinggi? Ketiga, Pertanggungjawaban Istri Sebagai Pelaku Kekerasan Rumah Tangga (Studi Kasus Upaya Mediasi dan Pencabutan di Kepolisian Resor Surabaya Selatan),24 dengan dua rumusan masalah, yaitu: Mengapa korban KDRT menarik pengaduan terhadap pelaku, khususnya yang berkaitan dengan delik aduan? Mengapa proses mediasi dipilih dalam tindak pidana KDRT, padahal tidak diatur di dalam KUHAP? Meskipun terdapat beberapa karya tulis ilmiah yang mengkaji tentang pertanggungjawaban pidana dan pertanggungjawaban suami/istri, namun setelah penulis melakukan penelusuran dan pengamatan baik di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada maupun di tempat lain, sependek pengetahuan penulis belum ada penelitian dengan objek yang sama sebelumnya, yang khusus mengkaji pertanggungjawaban pidana suami/istri sebagai penerima hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pasangannya. Oleh karena itu, penulis berkesimpulan bahwa penelitian ini asli. 24
Dony Eko Setiawan, 2010, “Pertanggungjawaban Istri Sebagai Pelaku Kekerasan Rumah Tangga (Studi Kasus Upaya Mediasi dan Pencabutan di Kepolisian Resor Surabaya Selatan)”, Skripsi, Fakultas Hukum UPN ”Veteran” Jawa Timur, Surabaya.