BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung
oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi dapat tercukupi melalui pemberian air susu ibu (ASI) karena ASI mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan bayi selama usia tersebut. Setelah itu, pada umumnya jumlah ASI akan makin berkurang sedangkan kebutuhan bayi akan zat gizi makin meningkat seiring dengan bertambahnya umur bayi. Kebutuhan energi bayi yang semula 560 kkal/hari pada umur 0-6 bulan meningkat menjadi 650 kkal/hari pada umur 7-12 bulan (Anonima, 2004). Meningkatnya kebutuhan energi bayi menyebabkan ASI tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan zat gizi bayi, sehingga bayi membutuhkan makanan pendamping ASI (MP-ASI). MP-ASI sangat berperan penting dalam mendampingi pemberian ASI pada bayi. Dewasa ini, sudah banyak sekali jenis MP-ASI yang telah dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah bubur bayi instan. MP-ASI dikembangkan sesuai jumlah kebutuhan gizi bayi dengan memanfaatkan ketersediaan sumber daya alam setempat sebagai bahan baku penyusunnya. Sumber bahan pangan yang dapat digunakan sebagai MP-ASI dapat meliputi: umbi-umbian, kacangkacangan (legume), dan serealia. Ada banyak jenis bubur bayi instan yang telah komersial di Indonesia, seperti bubur susu, beras merah, dan kacang hijau.
1
Bubur bayi instan harus bersifat mudah dalam hal penyiapannya dan konsistensi yang baik untuk memudahkan ketika penyuapan kepada bayi. Kriteria yang harus dimiliki oleh bubur bayi instan antara lain: memiliki sifat hidrofilik yaitu sifat mudah mengikat air, tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel dan mampu membentuk struktur (body) dengan konsistensi yang baik (Hartomo dan Widiatmoko., 1993). Bubur bayi instan biasanya disiapkan dengan cara menambahkan air panas, sehingga kemudahan tepung bubur bayi instan dalam menyerap air mejadi parameter yang penting. Konsistensi yang dimiliki bubur bayi instan haruslah yang mudah disendok. Karakteristik fisik lain yang juga penting harus dimiliki oleh bubur bayi instan adalah tidak boleh bersifat meruah (bulky) agar bayi tidak cepat kenyang (Krisnatuti dan Yenrina, 2000). Umumnya bubur bayi instan yang beredar di Indonesia dibuat dengan bahan utama beras putih dan beras merah. Fenomena ini dapat dijelaskan karena beras merupakan makanan pokok urutan pertama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Padahal, jenis bahan pangan lainnya seperti pati dan tepung dari umbiumbian tidak kalah kandungan gizinya dibandingkan beras jika digunakan sebagai komponen penyusun bubur bayi instan. Penggunaan pati dan tepung umbi-umbian telah dibuktikan dapat dibuat menjadi bubur bayi instan yang dapat menghasilkan sifat produk yang baik dan mampu memberikan fungsi zat gizi yang tidak dimiliki oleh beras, seperti penggunaan pati garut (Yoanasari, 2003), tepung sukun (Nuraini et al., 2011), dan tepung labu kuning yang memiliki kandungan betakaroten yang tinggi (Elvizahro, 2011). Sejauh ini belum ada penelitian mengenai penggunaan mocaf
2
dalam pembuatan bubur bayi instan. Mocaf (modified cassava flour) merupakan produk turunan singkong yang dihasilkan dengan memanfaatkan proses fermentasi mikrobia dalam proses pengolahannya. Proses fermentasi pada mocaf menyebabkan modifikasi pada pati alami singkong, sehingga terjadi perubahan karakteristik berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut (Subagio et al., 2008). Hal tersebut menyebabkan mocaf memiliki potensi yang baik jika digunakan sebagai komponen penyusun dalam bubur bayi instan. Mocaf sangat potensial untuk dikembangkan sebagai pensubtitusi beras merah sebagai sumber karbohidrat dalam MP-ASI dikarenakan kadar karbohidrat yang dimiliki mocaf tidak berbeda jauh dengan beras merah (anonimb, 2004). Singkong sebagai komoditas pangan lokal yang dikonsumsi terbesar ke-2 setelah beras memiliki jumlah yang melimpah (anonima, 2012), dan harga yang lebih murah dibandingkan beras merah. Formulasi MP-ASI berbahan dasar komoditas pangan lokal harus disesuaikan dengan persyaratan kebutuhan energi bayi. Selain karbohidrat, bayi juga memerlukan protein dalam jumlah yang cukup yang berperan dalam pembentukan jaringan. Bayi berumur 7-12 bulan membutuhkan jumlah asupan protein hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah asupan protein pada usia 6 bulan pertama. Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati yang baik untuk bayi dan dapat digunakan sebagai bahan campuran MP-ASI. Pemilihan sumber protein yang baik akan berpengaruh pada kualitas gizi dari MP-ASI yang dihasilkan. Salah satu jenis kacang-kacangan yang dapat digunakan sebagai
3
sumber protein dalam MP-ASI adalah koro putih. Koro putih (Phaseolus lunatus L.) adalah alternatif sumber protein yang sangat menjanjikan pada MP-ASI karena koro putih mudah dibudidayakan dan pemanfaatannya masih terbatas. Menurut Iheanacho (2010), biji koro putih memiliki profil nilai gizi yang tidak kalah baik dibandingkan kedelai. Namun koro putih memiliki senyawa toksin alami berupa HCN. Sebelum digunakan sebagai sumber protein yang aman dalam MP-ASI, kadar HCN dalam biji koro harus dikurangi. Melalui pembuatan tempe koro putih, kadar HCN dalam biji koro putih dapat dikurangi. Menurut Handajani et al., (2008) jumlah HCN di dalam biji koro dapat dikurangi melalui proses perendaman, pemasakan, dan fermentasi. Pembuatan tempe koro putih mencakup tahapan perendaman, pemasakan dan fermentasi, sehingga jumlah HCN dalam biji koro putih dapat dikurangi. Dengan demikian, tempe koro putih dapat digunakan sebagai pensubstitusi susu skim yang umumnya digunakan sebagai sumber protein dalam MP-ASI. Sejauh ini belum terdapat penelitian mengenai penggunaan tempe koro putih sebagai sumber protein dalam bubur bayi instan. Pada penelitian ini, dilakukan formulasi bubur bayi instan sebagai MPASI dengan menggunakan mocaf, beras merah dan tempe koro putih yang diharapkan memiliki sifat organoleptik, kimia dan fisik yang baik dan mampu mencukupi kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan. 1.2.
Rumusan masalah Sebagai produk hasil fermentasi memiliki, mocaf mengandung asam
organik sebagai akibat dari hidrolisis gula oleh mikrobia (Subagio et al., 2008).
4
Hal ini dapat mempengaruhi penerimaan panelis terhadap mocaf, sehingga perlu diketahui rasio mocaf dan beras merah yang paling disukai oleh panelis. Selain dilakukan penentuan rasio mocaf dan beras merah, pada penelitian ini juga dilakukan penentuan rasio penggunaan tempe koro putih dan susu skim. Tempe koro putih memiliki atribut flavor kacang-kacangan (beany flavor) yang kuat dan kurang disukai, sehingga jumlah penggunaannya harus disesuaikan dengan penerimaan panelis. Untuk menutupi flavor yang kurang disukai, maka digunakan susu skim untuk meningkatkan kualitas flavor pada bubur bayi instan yang dihasilkan. Penambahan mocaf dan tempe koro putih pada bubur bayi instan akan mempengaruhi kandungan gizi dan sifat fisik dalam bubur bayi instan. Kandungan gizi yang dimiliki oleh bubur bayi instan harus sesuai dengan persyaratan gizi MP-ASI, sedangkan sifat fisik bubur bayi instan harus diperhatikan agar dihasilkan karakteristik sifat fisik yang baik. 1.3.
Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1
Menentukan rasio mocaf dan beras serta rasio tempe koro putih dan susu skim dalam formula bubur bayi instan yang paling disukai oleh panelis.
1.3.2
Mengetahui sifat organoleptik, sifat kimia (kadar air, lemak, protein, karbohidrat (by difference), abu, HCN dan sifat fisik (viskositas, densitas kamba, kapasitas pengikatan air) bubur bayi instan dari mocaf, beras merah dan tempe koro putih.
5
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah variasi produk bubur
bayi instan berbahan dasar potensi pangan lokal, meningkatkan diversifikasi dan pemanfaatan komoditas pangan lokal. Pemanfaatan sumber daya pangan lokal yang baik dapat meningkatkan dan memperbaiki nilai ekonomi masyarakat dengan cara menyerap hasil tani, terutama singkong dan koro putih, serta mempemudah akses semua kalangan masyarakat untuk memperoleh MP-ASI yang dapat memenuhi kebutuhan gizi harian bayi dengan harga yang terjangkau.
6