BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam tahap perkembangan remaja, kebanyakan mereka tidak lagi mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan yang akan dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Geldard dan Geldard
(2010)
bahwa
pengaruh
orangtua
seharusnya
diharapkan
berkurang, sementara pengaruh teman sebaya meningkat. Geldard dan Geldard (2010) menambahkan bahwa meskipun kemudian kedua pengaruh tersebut akan sama-sama berdampak terhadap perkembangan self-esteem. Hal itulah yang kemudian mendorong remaja untuk mengikuti beberapa kelompok
perkumpulan
teman
sebaya
(peer)
sebagai
media
atas
pembentukan self-esteem dan pemahaman akan konsep diri dalam hubungannya dengan relasi sosial (Sirait, 2002). Remaja merupakan suatu periode perkembangan transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Papalia (2004) menyebutkan bahwa rentang usia tersebut dimulai saat seseorang memasuki usia 11 hingga 20 tahun. Menurut Hurlock (2007) kata remaja berasal dari istilah adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, fisik dan sosial, serta ditandai dengan adanya perkembangan pesat dari segi fisik juga sosial. Hurlock (2007) menambahkan bahwa, pada masa ini pula timbul banyak perubahan yang terjadi terutama aspek psikologis seiring dengan tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja. Berkaitan dengan hubungan sosialnya, remaja dituntut agar dapat menyesuaikan diri dengan 1
2 orang di luar lingkungan keluarga. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Geldard dan Geldard (2010) bahwa periode perkembangan sosial remaja ialah ketika seorang anak muda harus beranjak dari ketergantungan menuju kemandirian, otonomi dan kematangan, dimana dalam tahap tersebut mereka akan bergerak dari sebagai bagian suatu kelompok keluarga menuju bagian dari suatu kelompok teman sebaya, hingga akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai orang dewasa. Pengertian kelompok teman sebaya (peer) diungkapkan oleh Santrock (2003) sebagai sekumpulan anak-anak atau remaja dengan tingkat usia dan kedewasaan yang sama, dalam melakukan aktivitas serta kegiataan serupa. Dalam penelitian Barker dan Wright tentang hasil interaksi remaja dan kelompok teman sebaya (peer) ditemukan bahwa selama rentang waktu satu minggu, remaja laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu dua kali lebih banyak dengan teman sebaya dari pada waktu dengan orang tuanya (Schmitt, 2005). Dengan demikian banyak sekali grup atau kelompok perkumpulan teman sebaya yang dibentuk oleh remaja. Menurut Santrock (2003) hubungan teman sebaya merupakan aspek perkembangan yang penting bagi remaja, namun perlu diketahui bahwa pengaruh teman sebaya dapat pula membawa dampak positif maupun negatif. Geldard dan Geldard (2010) menyebutkan bahwa dampak positif teman sebaya yang diperoleh remaja bersumber atas perasaan diterima dan menyenangkan, sehingga remaja tersebut menerima konsekuensi positif dalam berperilaku serta meraih prestasi akademik. Sementara dampak negatif yang dihasilkan melalui hubungan pertemanan remaja lebih menekankan dukungan emosional dan perilaku destruktif dengan mencelakai diri juga orang lain. Seperti dikutip dalam (Koran Jakarta, 14 Juni 2011) bahwa sekelompok
3 anak muda usia 15 tahun terlibat aksi penangkapan oleh polisi daerah Cirebon karena tindak balapan liar di jalan, diketahui bahwa sebelumnya mereka melakukan aksi meminum alcohol bersama kelompok teman sebaya. Berdasarkan penelitian Connell (dalam, Hosseini, 2005) mengenai permasalahan remaja dalam kaitannya terhadap pembentukan self-esteem yang dilakukan di empat negara berbeda (UK, Portugal, Ghana dan Mozambique) dengan mengambil sample remaja usia 14 sampai dengan 16 tahun dari berbeda jenis kelamin serta beragam masalah perkembangan, ditemukan bahwa relasi dan support sosial berhubungan erat dengan tingkat kemandirian dalam mencapai self esteem. Dalam hal ini dukungan atau support sosial tersebut dapat diperoleh remaja melalui interaksi dengan lingkungan sosial. Senada dengan pernyataan Munandar (2001) bahwa kelompok organisasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial, dimana proses interaksi tersebut terjadi ketika seorang individu bertemu dengan individu lain untuk melaksanakan suatu aktivitas. Perkumpulan teman sebaya yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah perkumpulan teman sebaya yang berada dalam suatu kegiatan organisasi kemahasiswaan, sebab berdasarkan penelitian Medrick dkk, dalam Santrock (2003) menyatakan bahwa sebanyak 45% remaja laki-laki dan perempuan di Amerika memilih masuk ke dalam suatu tim organisasi untuk berkumpul dengan teman sebayanya. Hal tersebut juga serupa dengan yang terjadi pada remaja di Indonesia, bahwa ditemukan sejumlah perkumpulan teman sebaya banyak didirikan oleh remaja atas dasar keseragaman minat terhadap suatu hal. Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Jean Piaget dan Sullivan dalam Santrock (2003) menyebutkan melalui
4 perkumpulan teman sebayalah remaja belajar mengenai pola hubungan timbal balik dan setara, serta menggali prinsip kejujuran keadilan dengan cara mengatasi ketidaksetujuan dengan teman sebaya, mereka juga mengamati minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan agar memudahkan proses penyatuan dirinya kedalam aktivitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Menurut Robbins (2008) organisasi ialah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat di identifikasikan, serta bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau tujuan kelompok. Organisasi
kemahasiswaan
yang
terdapat
dalam
setiap
universitas merupakan perkumpulan sejumlah mahasiswa yang memiliki minat serupa terhadap suatu hal. Harper (2002) menyebutkan bahwa mahasiswa dalam tahun pertama termasuk kedalam kriteria pelajar dengan rentang usia adolescence hingga late adolescence, dalam hal ini karakteristik remaja dalam hal menjalin hubungan sosial disebutkan samasama memiliki karakterisrik dengan usia remaja pada umumnya. Santrock (2003) menyebutkan bahwa kelompok organisasi berkecenderungan menjadi salah satu indikasi sebagai media untuk meningkatkan
self-esteem
atas
penerimaan
lingkungan
sosial
bagi
seseorang. Dalam penelitian ini akan dilihat apakah terdapat hubungan antara self-esteem dengan konformitas mahasiswa yang pernah mengikuti organisasi.
5 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan paparan di latar belakang, maka masalah yang akan
diteliti adalah apakah terdapat hubungan antara self-esteem dengan konformitas pada mahasiswa Psikologi yang pernah mengikuti organisasi.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
terdapat hubungan antara self-esteem dengan konformitas pada mahasiswa Psikologi yang pernah mengikuti organisasi.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat teoritis yakni
dengan menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam psikologi sosial, terutama mengenai kelompok dan konformitas. Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi bagi mahasiswa mengenai keikutsertaan dalam suatu organisasi dapat kemudian meningkatkan self-esteem.