BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari dan dalam aktivitasnya selalu terlibat dalam pengambilan keputusan, baik keputusan sederhana maupun keputusan yang kompleks.
Menurut
Ivone (2010) dalam pengambilan
keputusan manusia selalu terkait dengan proses berpikir. Proses berpikir yang berlainan atau berbeda dapat menghasilkan suatu keputusan yang sama, atau sebaliknya.
Proses berifikir ini secara langsung dilakukan karena seseorang
memperoleh atau memiliki, atau mengetahui suatu informasi. Proses mengelola informasi yang diterima pada umumnya manusia sangat rasional dan sistematis. Berdasarkan Theory of Reasoned Action Ajzen dan Fischbein (1980) dalam Supriyanto dan Ernawaty (2010) seseorang cenderung mempertimbangkan implikasi tindakan mereka sebelum memutuskan untuk melibatkan diri atau tidak dalam perilaku tertentu. Setiap konsumen memiliki harapan dan keinginan yang berbeda dalam memenuhi kebutuhannya. Bila konsumen merasa puas maka konsumen menjadi loyal terhadap suatu produk barang/jasa yang nantinya akan menguntungkan peruahaan penyedia produk barang/jasa tersebut.
Kebutuhan merupakan
sebagian kepuasan dasar yang sama dengan keadaan sehat dan sakit sesorang. Ketika seseorang merasakan adanya sebuah kebutuhan, manusia akan termotivasi
1
untuk melakukan tindakan guna memenuhi kebutuhannya (Supriyanto dan Ernawaty, 2010). Pedoman tentang hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, diatur dalam UU Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran dan Pernyataan/SK IDI, yaitu hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien salah satunya adalah hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai berlaku di rumah sakit. pelayanan
medis
yang
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang Selain itu pasien juga berhak untuk mendapatkan bermutu
sesuai
dengan
standar
profesi
kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi. Pemerintah mengatur Standar Pelayanan Minimal dalam Permenkes 129/Menkes/SK/II/2008, menyatakan bahwa salah satu standar yang harus dilakukan rumah sakit adalah mutu pelayanan
yang dilanjutkan dengan
pertemuan tingkat direksi dalam rangka upaya perbaikan administrasi rumah sakit. Mutu pelayanan administrasi, rumah sakit harus meningkatkan pelayanan rumah sakit sesuai dalam bidang masing-masing. Tindak lanjut dilakukan oleh peserta pertemuan yang telah diputuskan pada saat pertemuan tersebut sesuai bidang masing-masing. Salah satu bidang dalam rumah sakit adalah pemasaran. Menurut Supriyanto dan Ernawati (2010) bila pembeli adalah individu yang membuat pilihan untuk konsumsi pribadinya, individu tersebut akan melakukan semua peran.
Pemasaran menentukan atribut yang sanngat penting dalam
mempengaruhi pilihan konsumen sebagai target sasaran. Setiap apa yang dapat
2
diberikan oleh suatu rumah sakit pemerintah atau swasta terhadap masyarakat harus diketahui oleh masyarakat. Konsep keinginan dalam memenuhi kebutuhan telah menjadi dorongan untuk diselesaikan ketika seseorang diarahkan kepada tujuan yang spesifik. Misalnya adalah orang sakit ingin berobat modern, maka orang tersebut akan datang ke Rumah Sakit A yang lebih modern daripada fasilitas kesehatan lainya yang menurutnya kurang modern (Supriyanto dan Ernawaty, 2010). Konsep tersebut yang menjadikan suatu rumah sakit berencana untuk memberikan pelayanan yang baik kepada penerima pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai lembaga nirlaba pada zaman dahulu, tidak dapat lagi diartikan sebagai organisasi nirlaba pada saat ini. Jumlah rumah sakit swasta yang berorientasi profit tumbuh dengan cepat dimana pertumbuhan rumah sakit ini menimbulkan kompetisi dan tantangan yang semakin ketat.
Pelanggan
semakin memiliki pilihan yang selektif yang akan mempengaruhi keberadaan suatu organisasi. Tantangan seperti ini menghadapkan para pelaku pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit baik pihak pemerintah maupun swasta pada dua pilihan, yaitu masuk dalam arena kompetisi dengan melakukan perubahan dan perbaikan atau keluar arena kompetisi tanpa dibebani perubahan dan perbaikan. Indonesian Quality Award Foundation (IQAF) (2015) berpendapat bahwa dalam kegiatan operasional suatu organisasi rumah sakit swasta/pemerintah dilaksanakan dalam rangka pencegahan kerugian.
Suatu rumah sakit
memerlukan alternatif strategi bersaing yang tepat agar rumah sakit mampu
3
bersaing dengan kompetitor lainnya.
Kondisi lingkungan usaha demikian
mengharuskan rumah sakit meningkatan kualitas dan mutu layanan agar tetap sukses, baik ditingkat operasional, manajerial maupun strategi. Masih banyak masyarakat Indonesia khususnya kelas menengah keatas yang merasa belum puas dengan kualitas dan layanan yang diberikan rumah sakit. Semua hal tersebut terlihat dari tahun ketahun dari jumlah pasien yang berobat ke luar negeri. Pengukuran terhadap sebuah merek (brand) sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan sebuah merek di benak pelanggan. Konsumen akan melihat sebuah merek sebagai bagian yang penting dalam sebuah produk dan jasa.
Ekuitas merek (brand equity), didefinisikan sebagai totalitas dari
persepsi konsumen terhadap merek, mencakup kualitas relatif, kinerja produk, harga, loyalitas, dan keseluruhan penghargaan terhadap merek.
Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara brand equity dengan kemampuan dan ketertarikan pelanggan untuk menggunakan jasa rumah sakit (Adiputra,et al., 2013). Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh terhadap variabel ekuitas merek dan kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan.
Hasil
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa variabel ekuitas merek dan kualitas layanan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap loyalitas pelanggan. Dalam uji determinasi, ada pengaruh dari 64,2% dari variabel independen (ekuitas merek dan kualitas layanan) terhadap variabel dependen (loyalitas pelanggan). Sementara itu, sebanyak 25,6% dipengaruhi oleh variabel lain dan tidak termasuk dalam analisis regresi tersebut (Wijayanti, 2014).
4
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ekuitas merek rumah sakit Universitas
Hasanuddin
berdasarkan
variabel
brand
awareness,
brand
association, perceived quality dan brand loyalty berada pada kategori yang baik, sehingga sebanyak 99% responden memposisikan brand equity Rumah Sakit Universitas Hasanuddin pada kategori kuat dan hanya 1% berada pada kategori lemah (Adiputra,et al., 2013) sehingga setiap rumah sakit tidak lah memiliki ekuitas merek yang sama). Berdasarkan data yang diperoleh, dari RS MMA (2014) tingkat layanan di kalkulasi dengan perbandingan jumlah perawat dengan jumlah dokter dinilai kurang memadai, jumlah perawat dengan jumlah tempat tidur inap, dan jumlah teknisi medis dengan jumlah dokter. Selain daripada hal tersebut, angka penggunaan tempat tidur memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter Bed Occupancy Rate (BOR) yang ideal adalah antara 60-85% dan Rumah Sakit MMA memiliki nilai BOR 47,16%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai pemanfaatan tempat tidur RS MMA kurang maksial. Turn Over Interval (TOI) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. TOI RS MMA adalah 6.08 hari dimana hal tersebut menunjukkan bahwa masih belum maksimalnya tempat tidur kosong dapat terisi kembali. Jika hal tersebut terjadi, maka loyalitas pasien RS MMA dipertanyakan.
5
Avarage Length Of Stay (ALOS) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari dan Rumah Sakit MMA memiliki nilai ALOS sebanyak 5 hari.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa RS MMA
dimungkinkan belum banyak dipilih seseorang sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitan yang berjudul “Pengaruh Brand Equity terhadap Keputusan Pasien dalam Memilih Rumah Sakit Menteng Mitra Afia Sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tahun 2016”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan data jumlah fasilitas kesehatan se-Indonesia dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2016 jumlah fasilitas kesehatan se – Indonesia mencapai 9.812 berupa Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan primer. Klinik TNI 714, Klinik POLRI 569, Klinik Pratama 3401, dan Praktek Dokter berjumlah 4.429. Angka tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Persaingan bisnis rumah sakit saat ini semakin berkembang. Merek (brand) sudah menjadi elemen penting yang berkaitan dengan kesuksesan organisasi pemasaran baik perusahaan bisnis produk maupun jasa. Salah satu cara agar klinik atau rumah sakit bisa bertahan atau memenangkan persaingan adalah dengan menguatkan brand equity.
6
1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, maka peneliti hanya melakukan penelitian yang berjudul pengaruh brand equity terhadap keputusan pasien rawat jalan dalam memilih Rumah Sakit MMA sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tahun 2016.
Other proprieatary dalam penelitian ini tidak diteliti
dikarenakan persepsi yang banyak, dan biasanya berupa sebuah sikap. Pengenalan sikap membutuhkan penelitian tersendiri atau secara terpisah.
1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan, yaitu “apakah ada hubungan brand equity terhadap keputusan pasien rawat jalan dalam memilih Rumah Sakit MMA sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tahun 2016?”
1.5 Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan brand equity terhadap keputusan pasien BPJS rawat jalan dalam memilih Rumah Sakit MMA sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tahun 2016.
7
1.6 Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas keilmuan peneliti secara praktis dan teoritis tentang manajemen perumahsakitan, khususnya pemasaran sektor kesehatan b. Bagi Tempat Penelitian penelitian dapat dijadikan landasan dalam pelaksanaan strategi pemasaran rumah sakit dalam rangka perencanaan dan upaya peningkatan pelayanan sebagai rumah sakit Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK). c. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi perkuliahan dan atau sumber data yang bermanfaat. d. Bagi Pembaca dan Peneliti Selanjutnya Terciptanya sebuah nilai komparasi dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
8