BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah BI rate merupakan salah satu faktor yang digunakan investor dalam menentukan keputusan investasinya. Selama ini kebijakan BI rate selalu ditunggu oleh para pelaku pasar modal. Kebijakan kenaikan ataupun penurunan BI rate akan mempengaruhi volume perdagangan dan fluktuasi pasar di pasar modal. BI pada umumnya akan menaikkan BI rate jika inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan. Kebijakan kenaikan BI rateakan dianggap sebagai sebuah bad news bagi investor begitu pula sebaliknya, BI akan menurunkan BI rate jika inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Kebijakan ini akan dianggap sebagai sebuah good news oleh investor. Pada pertengahan tahun 2013, Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), mengeluarkan pernyataan akan menghentikan kebijakan quantitative easing (QE) atau pembelian aset dan surat berharga dari pasar finansial yang berdampak terhadap aliran dana keluar (capital outflow) dari negara-negara berkembang (emerging market). Jika keputusan ini dilaksanakan tentu akan mempengaruhi negara-negara berkembang, yaitu jatuhnya pasar saham global, termasuk Indonesia. Lebih jauh lagi, kondisi ini akan membuat nilai rupiah terdepresiasi karena adanya pelarian modal. Meskipun keputusan The Fed ini akhirnya mengalami penundaan, akan tetapi
1
pernyataan tersebut sudah berdampaknya bagi Indonesia. Hal ini terlihat dengan melemahnya nilai rupiah sejak dikeluarkannya pernyataan oleh The Fed. Terdepresiasinya rupiah menyebabkan harga-harga barang menjadi mahal dan menyebabkan terjadinya inflasi di Indonesia. Untuk mengatasi dampak dari kebijakan The Fed tersebut, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan BI rate. Dalam kurun waktu dua bulan (Agustus-September), BI telah menaikkan BI rate hingga 75 bps (basis poin). Terakhir, Rapat Dewan Gubernur BI pada tanggal 12 September 2013 memutuskan untuk menaikkan BI rate sebesar 25 bps menjadi 7,25%, suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 7,25% dan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%. Perubahan BI rateakan secara langsung mempengaruhi sejumlah sektor industri di Indonesia, antara lain sektor perbankan, pembiayaan, asuransi, properti dan real estate. Kenaikan BI rate (bad news) akan mempengaruhi naiknya suku bunga perbankan, baik suku bunga deposito maupun suku bunga kredit. Adanya kenaikan suku bunga perbankan akan berdampak pada sektor industri lainnya. Sektor properti dan real estate merupakan salah satu sektor industri yang paling terpengaruh dengan naiknya suku bunga perbankan, karena sektor properti dan real estate biasanya mengandalkan dana dari perbankan. Peningkatan suku bunga kredit akan berpengaruh pada meningkatnya kewajiban dan biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat berakibat pada berkurangnya profitabilitas yang diperoleh perusahaan sektor properti dan real estate. Kenaikan BI rate juga
2
akan menyebabkan permintaan unit properti semakin menurun lantaran masyarakat khawatir dengan tingkat suku bunga kredit perumahan yang kian tinggi. Sedangkan penurunan BI rate dapat menjadi good news bagi sektor properti dan real estate. Penurunan BI rate akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit yang dapat meningkatkan permintaan kredit dari perusahaan. Penurunan suku bunga kredit akan direspon baik oleh perusahaan karena kewajiban dan biaya modal yang harus dikeluarkan perusahaan menjadi turun. Penurunan suku bunga kredit akan menurunkan cost of capital seseorang untuk membeli unit properti, sehingga diharapkan minat masyarakat untuk membeli unit properti sebagai sarana investasi bagi mereka dapat meningkat, yang berarti terdapat kenaikan pada penjualan perusahaan sektor properti dan real estate. Peningkatan ataupun penurunan pendapatan suatu perusahaan akan menjadi pertimbangan investor untuk membeli saham, ataupun menjual sahamnya sebelum harga sahamnya jatuh lebih dalam lagi. Pasar modal Indonesia terus mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini tercermin pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencatatkan rekor nilai tertingginya pada tanggal 1 Mei 2013 di angka 5.062,673. Pasar modal akan selalu berhubungan dengan baik buruknya ekonomi suatu negara. Apabila perekonomian suatu negara mengalami pertumbuhan yang positif, maka hal itu akan membawa efek positif pula ke pasar modalnya. Demikian pula sebaliknya, apabila perekonomian suatu negara sedang mengalami pertumbuhan negatif, maka pasar modalnya akan
3
mengalami penurunan pula. Kebijakan The Fed seperti yang telah dibahas di atas, membuat banyak dana asing keluar dari pasar modal Indonesia. Berdasarkan
berita
yang
didapat,
setelah
The
Fed
mengeluarkan
pengumuman kebijakan tersebut, selama bulan Juni kemarin tercatat ada Rp 20,7 triliun dana asing yang keluar (net sell) dari pasar modal. Pasar modal yang efisien adalah pasar modal yang harga sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritasnya, maka akan semakin efisien pasar modal tersebut. Namun, pasar modal yang efisien memiliki dua sisi yang berbeda, disatu sisi pasar modal yang efisien tentu akan membuat semua informasi tersebar secara merata ke seluruh investor sehingga setiap investor memiliki informasi yang sama, tetapi disisi lain investor akan susah untuk mendapatkan return taknormal (abnormal return). Return taknormal merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi dari return normal. Return normal merupakan return yang diharapkan (ekspektasi). Sikap investor dalam menghadapi risiko kerugian (losses) ataupun keuntungan (gains) akibat perubahan BI rate akan sangat berbeda. Sebagai contoh, perilaku investor dalam pasar modal, ketika harga saham suatu perusahan naik karena adanya kebijakan penurunan BI rate (good news), maka investor akan secepatnya menjual saham tersebut (profit taking). Demikian pula sebaliknya, saat BI mengeluarkan kebijakan menaikkan BI rate (bad news) yang berdampak pada penurunan harga saham, investor akan cenderung untuk tidak menjual saham mereka, justru menahannya karena
4
berharap suatu saat harga saham tersebut akan naik lagi (minimize losses). Sikap investor ini sesuai dengan Teori Prospek yang dikemukakan oleh Kahneman dan Tversky (1979). Teori ini menunjukkan bahwa seseorang akan
memiliki
suatu kecenderungan
irasional untuk
lebih enggan
mempertaruhkan keuntungan (gain) daripada kerugian (loss), sehingga setiap penurunan return saham (losses) selalu lebih besar dibandingkan dengan kenaikan return saham (gains). Penetapan BI rate merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang dibuat oleh BI untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia dari inflasi dan juga merupakan sebuah sinyal bagi investor agar menanamkan modalnya di pasar modal Indonesia. Kenaikan BI rate menjadi 7,25% yang dilakukan oleh BI September lalu, disinyalir karena masih adanya tekanan inflasi di bulan September, sehingga BI harus menaikkan BI rate untuk mencegah ekspektasi inflasi ke depannya tidak makin tinggi. Pengumuman perubahan BI rate sangat berhubungan erat dengan fluktuasi harga saham di pasar modal dalam hal ini Bursa Efek Indonesia (BEI). Kenaikan BI rate (bad news) biasanya akan diikuti dengan melemahnya harga saham. Sedangkan penurunan BI rate (good news) akan diikuti dengan menguatnya harga saham. Hal ini dikarenakan sektor keuangan dalam kegiatan usahanya akan selalu terkait dan sangat ditentukan dengan perubahan BI rate. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan analisis tentang “Pengaruh Kebijakan Perubahan BI Rate Terhadap Harga Saham di
5
Bursa Efek Indonesia dengan Teori Prospek pada Sektor Properti dan Real Estate.” Selain karena kebijakan peningkatan BI rate yang dilakukan oleh BI akhir-akhir sedang hangat dibicarakan, penelitian ini juga dimaksudkan untuk menguji kesesuaian Teori Prospek yang menyebutkan bahwa perbandingan kerugian (loss) akan direaksi lebih besar dari keuntungan (gain).
1.2. Perumusan Masalah BI rate merupakan masalah yang penting bagi investor. BI rate menjadi salah satu faktor yang digunakan investor dalam menentukan keputusan investasinya. Pengumuman perubahan kebijakan BI rate sangat berhubungan erat dengan fluktuasi harga saham di pasar modal dalam hal ini Bursa Efek Indonesia (BEI). Kenaikan BI rate (bad news) biasanya akan diikuti dengan melemahnya harga saham. Sedangkan penurunan BI rate (good news) akan diikuti dengan menguatnya harga saham. Hal ini dikarenakan sektor keuangan dalam kegiatan usahanya akan selalu terkait dan sangat ditentukan dengan perubahan BI rate. Jika sektor keuangan terpengaruh, maka akan berdampak juga pada sektor industri lainnya, salah satunya adalah sektor properti dan real estate. Sikap investor dalam menghadapi risiko kerugian (losses) ataupun keuntungan (gains) akibat perubahan BI rateakan sangat berbeda. Teori Prospek
yang
dikemukakan
oleh
Kahneman
dan
Tversky
(1979)
menunjukkan bahwa seseorang akan memiliki suatu kecenderungan irasional untuk lebih enggan mempertaruhkan keuntungan (gain) daripada kerugian
6
(loss), sehingga setiap penurunan return saham (losses) akan selalu lebih besar dibandingkan dengan kenaikan return saham (gains).
1.3. Pertanyaan Penelitian Dari latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka ruang lingkup permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah informasi kenaikan BI rate berhubungan dengan penurunan return taknormal saham-saham sektor properti dan real estate disekitar publikasi pengumuman BI rate? 2. Apakah informasi penurunan BI rate berhubungan dengan peningkatan return taknormal saham-saham sektor properti dan real estate disekitar publikasi pengumuman BI rate? 3. Apakah penurunan return taknormal saham-saham sektor properti dan real estatekarena kenaikan BI rate lebih besar dari kenaikan return taknormal saham-saham sektor properti dan real estate karena penurunan BI rate?
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut. 1. Untuk menguji apakah informasi kenaikan BI rate berhubungan dengan penurunan return taknormal saham-saham sektor properti dan real estate disekitar publikasi pengumuman BI rate.
7
2. Untuk menguji apakah informasi penurunan BI rate berhubungan dengan peningkatan return taknormal saham-saham sektor properti dan real estate disekitar publikasi pengumuman BI rate. 3. Untuk menguji apakah penurunan return taknormal saham-saham sektor properti dan real estate karena kenaikan BI rate lebih besar dari kenaikan return taknormal saham-saham sektor properti dan real estate karena penurunan BI rate.
1.5. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, sebagai berikut. 1. Bagi para praktisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan disekitar tanggal pengumuman BI rate dalam menganalisis fenomena pergerakan harga saham sektor properti dan real estate yang terjadi di Bursa Efek Indonesia. 2. Secara akademis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. 3. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai pengaplikasian dari ilmu yang telah diperoleh selama proses belajar mengajar berlangsung.
1.6. Sistematika Penulisan Penulisan ini akan disusun dalam lima bab, yaitu sebagai berikut.
8
Bab I Pendahuluan Bab ini meliputi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II Teori dan Pengembangan Hipotesis Bab ini meliputi konsep-konsep yang berkaitan dengan BI rate, efisiensi pasar modal, Teori Prospek, penelitian terdahulu, hipotesis dan pengembangannya. Bab III Metoda Penelitian Bab ini meliputi rancangan riset yang digunakan yang mencakup ruang lingkup dan batasan penelitian, metode pengumpulan data, sumber data, perumusan model analisis dan pengujian hipotesis. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini meliputi hasil dari pengujian hipotesis dan analisis data dengan model yang disesuaikan rata-rata serta hasil perhitungan return taknormal dan uji signifikansi. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini meliputi hasil kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan dan saran
untuk
penelitian
selanjutnya
yang
berhubungan
dengan
permasalahan ini.
9