BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pernikahan dini dapat didefinisikan sebagai sebuah pernikahan yang mengikat pria dan wanita yang masih remaja sebagai suami istri. Lazimnya sebuah pernikahan dilakukan oleh para pasangan yang sudah dewasa dan matang baik secara mental maupun secara finansial. Akhir-akhir ini, pernikahan dini seolah-olah menjadi sebuah tren yang mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di masyarakat perkotaan, bukan di masyarakat pedesaan. Bahkan, kuantitas pernikahan dini ini meningkat lebih tinggi di masyarakat perkotaan dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Umumnya pasangan-pasangan muda ini berusia kurang dari dua puluh tahun. Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2013, usia menikah yang ideal bagi masyarakat Indonesia adalah di atas 20 tahun bagi wanita, dan di atas 25 tahun bagi pria, sedangkan pernikahan dini yang terjadi pada masyarakat perkotaan umumnya dilakukan oleh remaja berusia 15-19 tahun. Tercatat bahwa rasio pernikahan dini di perkotaan pada 2012 adalah 26 dari 1.000 perkawinan. Pada 2013, rasionya naik menjadi 32 dari 1.000 pernikahan. Sementara itu, di pedesaan rasio 1
pernikahan usia dini turun dari 72 per 1.000 pernikahan pada 2012 menjadi 67 per 1.000 pernikahan pada 2013. Padahal dalam analisis survei penduduk antar sensus (SUPAS) 2005 dari BKKBN didapatkan angka pernikahan di perkotaan lebih rendah dibanding di pedesaan, untuk kelompok umur 15-19 tahun perbedaannya cukup tinggi yaitu 5,28% di perkotaan dan 11,88% di pedesaan. (Data BKKBN. Kajian Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi di Indonesia: Dampak Overpopulation, Akar Masalah dan Peran Kelembagaan di Daerah, 2013) Data di atas menunjukkan tingginya rasio pernikahan muda di perkotaan, yang kian meningkat tiap tahunnya sementara rasio pernikahan muda di pedesaan menurun. Jika ditinjau dari tren menikah muda di kalangan masyarakat perkotaan, sebenarnya banyak faktor yang mendorong terjadinya pernikahan di dalam usia muda ini. Masyarakat perkotaan cenderung memiliki pergaulan yang cukup bebas satu sama lain, sehingga seks bebas pun bukan hal yang tabu lagi. Seringkali pernikahan dini terjadi dikarenakan “kecelakaan” yang terjadi akibat pergaulan yang terlalu bebas, sehingga terjadilah suatu pernikahan untuk menutupi kesalahan yang telah diperbuat tersebut. Namun hal ini tidak menjadi satu-satunya alasan juga bagi para pasangan muda untuk maju ke jenjang pernikahan. BKKBN juga telah mencatat bahwa faktor terbesar terjadinya pernikahan dini dipicu oleh kondisi ekonomi. Biasanya orangtua ingin cepat menikahkan anaknya, karena ingin 2
segera lepas dari tanggung jawab. Selain itu, juga ada faktor budaya dan kekhawatiran terjadinya pergaulan bebas, sehingga daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, orangtua memilih segera menikahkan anak perempuannya. Pernikahan dini dilakukan oleh sepasang remaja dengan kondisi umur dan fisik yang tergolong masih cukup muda. Tentunya kesiapan secara materi maupun mental para pasangan muda ini belum sematang para pasangan yang memang
menikah
dalam
usia
dewasa.
Ketidaksiapan
ini
tentunya
menimbulkan konflik yang dapat berdampak dalam kelangsungan rumah tangga pernikahan dini tersebut. Wirawan (1984: 62) menyatakan bahwa salah satu utama problem dalam pernikahan ialah partner-partner yang belum dewasa. Faktor-faktor ketidakdewasaan ini lebih banyak dalam pernikahanpernikahan remaja. Memang kedewasaan pribadi seorang tidak bergantung pada umur, tetapi kita tahu bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak dengan cara berpikir, nilai-nilai, sifat-sifat emosi dan moral anakanak menjadi dewasa. Sedikit sekali remaja yang sungguh-sungguh sudah dewasa. Melihat dari kondisi psikologis para pasangan yang menikah dalam usia dini, tentunya konflik akan sangat rentan terjadi. Ketidaksiapan secara mental dalam membangun rumah tangga, mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, dan mengurus anak seringkali menjadi masalah besar dalam rumah tangga karena keduanya masih belum dapat mengendalikan emosi. Di 3
samping itu, ketidaksiapan secara materi juga menjadi salah satu faktor penyebab bagi rentannya konflik dalam rumah tangga pasangan usia dini. Biaya yang dibutuhkan dalam membangun rumah tangga tentunya tidak sedikit, dan usia yang masih muda dan belum mapan tentunya masih membutuhkan dukungan materi dari orangtua. Melalui sebuah studi yang dipaparkan dalam artikel 5 Masalah yang Sering Dihadapi Pasangan Menikah Dini pada merdeka.com pada tanggal 4 Oktober 2014, menyatakan bahwa pernikahan dini biasanya mengalami konflik-konflik yang berbeda dengan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah dewasa. Konflik yang paling sering terjadi adalah masalah keuangan. Meskipun masalah keuangan juga dialami oleh pasangan suami istri kebanyakan, namun masalah keuangan yang dihadapi oleh para pasangan dini ini biasanya disebabkan karena mereka belum pandai dalam mengelola uang, ataupun belum memiliki pemasukan yang stabil dikarenakan usia yang masih muda. Konfik yang kedua yang sering muncul adalah adanya perasaan terkekang. Usia yang masih muda terkadang membuat mereka ingin menikmati masa muda mereka dan bermain dengan bebas selayaknya anak muda kebanyakan, namun sebaliknya mereka sudah harus memegang tanggung jawab yang besar untuk mengurus rumah tangga pernikahan yang mereka jalani. Beberapa pasangan dini terkadang tidak bisa menyembunyikan rasa iri mereka terhadap anak muda lainnya yang masih memiliki kebebasan. 4
Usia memang tidak menjadi patokan bagi seseorang dalam bersikap dewasa, namun terkadang para pasangan yang masih berusia dini belum memiliki kesadaran akan tanggung jawab yang harus mereka lakukan Berbeda dengan pasangan yang menikah pada usia yang lebih matang, mereka lebih dapat mengontrol emosinya apabila dihadapkan dengan konflik rumah tangga. Pasangan yang menikah pada usia dini juga cenderung tidak memberi ruang satu sama lain. Setiap orang membutuhkan ruang mereka sendiri. Dan ketika pasangan belum cukup matang secara emosional, mereka masih tidak tahu caranya memberi ruang kepada satu sama lain. Lalu konflik yang terakhir yang paling sering muncul di dalam pernikahan dini adalah masalah komunikasi. Masalah komunikasi seringkali menyerang pasangan yang menikah muda. Hal itu sebagian besar disebabkan fokus individu yang terlalu tinggi pada karir dan pekerjaan. Dengan kata lain, ego mereka yang sangat tinggi sehingga mudah cekcok. Tidak hanya konflik, pernikahan dini juga memiliki hambatanhambatan tersendiri. Hambatan utama yang biasanya dialami oleh para pasangan yang ingin menikah dalam usia dini adalah keuangan. Usia yang belum matang tentunya berpengaruh terhadap kematangan finansial, apabila sang suami masih belum memiliki kematangan finansial, maka hal ini dapat menjadi hambatan dalam membangun sebuah rumah tangga. Selain hambatan finansial, kesiapan dari masing-masing pasangan tersebut juga menjadi bahan pertimbangan tersendiri. Usia yang masih muda membuat pasangan belum 5
memiliki kesiapan baik secara mental maupun biologis. Mental yang belum matang akan membuat masing-masing individu sulit untuk mengontrol emosi dan ego masing-masing. Sedangkan dari segi biologis, secara medis menyatakan bahwa rahim wanita belum mencapai tingkat kematangan di bawah usia 22 tahun. Hal ini tentunya dapat menjadi hambatan tersendiri bagi sang istri, karena ia harus mempersiapkan kondisi fisiknya dalam menghadapi pernikahan. Pernikahan dini dapat dikatakan sebagai sebuah fenomena yang cukup mendapatkan sorotan masyarakat. Pasalnya, pernikahan dini penuh dengan hambatan serta konflik yang berbeda dengan pernikahan pada umumnya karena dilakukan oleh kedua individu yang masih berusia muda. Menilik dari fenomena ini, peneliti ingin meneliti tentang bagaimana manajemen konflik pasangan yang menikah dalam usia dini. Pasanganpasangan muda tersebut bisa dibilang masih belum memiliki tingkat kematangan seperti pasangan-pasangan yang memang sudah dalam usia wajar untuk menikah dan sangat rentan terhadap konflik. Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
fenomenologi
yang
merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman hidup manusia (sosiologi). Pendekatan ini akan menjelaskan lebih lanjut lagi mengenai suatu objek kajian dangan memahami inti pengalaman dari suatu fenomena, sehingga peneliti mampu untuk mengetahui secara utuh dan mendalam bagaimana 6
pengalaman yang dirasakan oleh para pasangan muda dalam menjalani dunia pernikahan.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, adapun peneliti menjabarkan perumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1. Bagaimana pengalaman pasangan yang menikah dalam usia dini memaknai pernikahan mereka? 1.2.2. Bagaimana
pengalaman
pasangan
yang menikah
dalam
usia
menghadapi konflik di dalam pernikahan? 1.2.3. Bagaimana strategi manajemen konflik pasangan suami istri yang menikah dalam usia dini?
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini bertujuan untuk: 1.3.1. Mengetahui bagaimana pengalaman pasangan yang menikah dalam usia dini memaknai pernikahan mereka 1.3.2. Mengetahui bagaimana pengalaman pasangan yang menikah dalam usia menghadapi konflik di dalam pernikahan 1.3.3. Mengetahui bagaimana strategi manajemen konflik pasangan suami istri yang menikah dalam usia dini
7
1.4.
Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengkaji mengenai strategi manajemen konflik, terutama dalam konflik yang dialami oleh pasangan suami istri. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberi
kontribusi
dalam
pengembangan
studi
komunikasi,
khususnya dalam konteks komunikasi interpersonal. 1.4.2. Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan deskripsi bagi para pembacanya untuk dapat memahami lebih lagi mengenai pentingnya memiliki manajemen konflik yang baik di dalam sebuah pernikahan, terutama pada pasangan yang menikah di usia dini agar dapat membentuk sebuah rumah tangga yang harmonis. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi gambaran bagi para pasangan yang ingin menikah dalam usia muda untuk lebih memahami bagaimana membangun komunikasi yang baik dalam sebuah rumah tangga.
8