BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, Indonesia masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah maju terutama di bidang gizi dan kesehatan (Hadi, 2004). Masalah gizi yang terjadi di negara Indonesia tidak hanya masalah kekurangan gizi esensial tetapi juga masalah gizi lebih yang akan bermanifestasi menjadi kelebihan berat badan atau obesitas (Wirakusumah, 2000). Kelebihan berat badan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi karena berdampak terhadap terjadinya penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus tipe-2, penyakit jantung, penyakit kandung kemih, kanker gastrointestinal dan kanker yang sensitif terhadap perubahan hormon (Hadi, 2004). Prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun baik di negara maju maupun negara berkembang. Menurut data WHO pada tahun 2008, prevalensi obesitas pada usia remaja telah mencapai 12%. Di Indonesia prevalensi kegemukan berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 pada remaja 16-18 tahun sebesar 7,3% yang terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6 % obesitas, sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada kelompok remaja 16-18 tahun termasuk dalam kategori provinsi dengan angka prevalensi kegemukan tinggi yaitu sebesar 9,8% yang terdiri dari 7,2% gemuk dan 2,6% obesitas. Masa remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang penting dan menentukan pada periode perkembangan berikutnya. Pada masa remaja ini pula terjadi perubahan sikap dan perilaku dalam memilih
1
makanan. Perilaku makan bagi sebagian besar remaja menjadi bagian gaya hidup sehingga kadang pada remaja sering terjadi perilaku makan yang tidak seimbang sehingga menyebabkan obesitas (French et al., 2001). Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang mengalami obesitas 80% berpeluang untuk mengalami obesitas pada saat dewasa (Whittaker, 1997). Faktor-faktor yang menyebabkan obesitas antara lain pola makan berlebih, kurang olahraga, faktor genetik dan faktor lingkungan (Broker, 2005). Banyak penelitian yang membahas mengenai pengaruh dari pola makan berlebih dan kurangnya aktivitas fisik pada obesitas namun konsumsi minuman berkalori tinggi adalah faktor lain yang belum banyak diteliti di Indonesia. Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa asupan kalori dari minuman berkalori tinggi antara tahun 1997-2004 meningkat sebesar 13,5% pada setiap kelompok umur. Peningkatan asupan kalori dari minuman berkalori tinggi ini terutama terjadi pada remaja dan dewasa yaitu sebanyak 271 kkal/ hari (Wang et al., 2008). Dalam penelitian Murray (2004) yang melibatkan 30 anak dengan usia 7-13 tahun menunjukkan bahwa minuman berkalori tinggi telah menggantikan konsumsi susu dari asupan makanan harian anak sehingga asupan makanan sumber protein, kalsium, fosfor, magnesium dan vitamin A rendah. Berdasarkan penelitian Yule (2000) remaja yang mengkonsumsi salah satu jenis minuman berkalori tinggi yaitu minuman soda (soft drink) memiliki prevalensi obesitas lebih tinggi dengan risiko obesitas meningkat 1,6 kali pada setiap kaleng yang dikonsumsi per hari dibandingkan dengan remaja yang tidak mengkonsumsi minuman soda (soft drink). Hasil penelitian meta analisis menunjukkan bahwa konsumsi
2
minuman berkalori tinggi mempunyai hubungan positif dengan kenaikan berat badan, asupan nutrisi yang kurang, konsumsi minuman sehat yang tergantikan dan menjadi salah satu faktor terjadinya obesitas dan penyakit diabetes mellitus (Brownell et al., 2009). Pemanis buatan pada minuman berkalori tinggi ditambahkan untuk memenuhi selera rasa yang digemari remaja. Tambahan pemanis ini mencapai 7 hingga 14% diantaranya fruktosa dan sukrosa. Tingginya kadar pemanis buatan ini meningkatkan asupan kalori pada remaja (Sufiati, 2003). Menurut Sukmawendi (1997) penyajian kemasan yang menarik membuat minuman berkalori tinggi menjadi pilihan utama dibandingkan dengan jenis minuman lain seperti air mineral, susu dan sebagainya. Iklan-iklan minuman berkalori tinggi dikemas dengan nuansa remaja dan slogan-slogan yang mempengaruhi pandangan tentang produk itu sendiri membuat minuman berkalori tinggi semakin lama menjadi bagian dari gaya hidup yang tidak bisa dipisahkan dari keseharian remaja di kota-kota besar. Dilatarbelakangi oleh kebutuhan pola hidup yang praktis dan cenderung serba cepat, industri modern semakin berkembang dan menawarkan berbagai macam minuman dengan jenis, rasa, warna dan kemasan. Berbagai minuman ringan berkalori tinggi tersedia dalam berbagai bentuk. Di Yogyakarta cafe banyak bermunculan seiring pesatnya tempat pusat perbelanjaan (Rosul,2010) sehingga akses untuk mendapatkan minuman berkalori tinggi pun semakin mudah terutama minuman modern berkalori tinggi seperti Coca Cola, Sprite, Fanta dan aneka jus, selain itu Yogyakarta sebagai daerah Istimewa memiliki beragam macam minuman tradisional seperti wedang uwuh, wedang jahe, ronde. Minuman tradisional ini
3
mempunyai kandungan kalori yang cukup tinggi dilihat dari bahan-bahan untuk membuat minuman tradisional yang sarat akan pemanis. Berdasarkan penjelasan diatas serta sedikitnya penelitian dan informasi mengenai konsumsi minuman berkalori tinggi dengan kejadian obesitas di Indonesia khususnya Yogyakarta sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai konsumsi minuman berkalori tinggi sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti merumuskan masalah yaitu : 1. Apakah konsumsi minuman berkalori tinggi total merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMA di Kota Yogyakarta? 2. Apakah konsumsi minuman modern berkalori tinggi merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMA di Kota Yogyakarta? 3. Apakah konsumsi minuman tradisional berkalori tinggi merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMA di Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor- faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMA di Kota Yogyakarta.
4
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui faktor risiko konsumsi minuman berkalori tinggi total terhadap kejadian obesitas pada remaja SMA di Kota Yogyakarta. b. Untuk mengetahui faktor risiko konsumsi minuman modern berkalori tinggi terhadap kejadian obesitas pada remaja SMA di Kota Yogyakarta. c. Untuk mengetahui faktor risiko konsumsi minuman tradisonal berkalori tinggi terhadap kejadian obesitas pada remaja SMA di Kota Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Mendapatkan pengetahuan mengenai faktor risiko konsumsi minuman berkalori tinggi dengan kejadian obesitas serta memberikan pengalaman penelitian di lapangan. 2. Bagi Institusi Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pendidikan mengenai gizi dan kesehatan khususnya bagi remaja. 3. Bagi Masyarakat Sebagai sarana informasi dan pendidikan masyarakat khususnya remaja mengenai dampak obesitas dan konsumsi minuman berkalori tinggi bagi kesehatan.
5
4. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjut lainnya.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pencarian pustaka, peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian peneliti sebagai berikut : 1. Rafiaony, A. (2013) melakukan penelitian berjudul Konsumsi fast food dan soft drink sebagai faktor risiko obesitas pada remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Pontianak. Subjek penelitian ini adalah remaja kelas X dan XI Sekolah Menengah Atas (SMA). Disain penelitian menggunakan case control. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan energi soft drink dan frekuensi konsumsi soft drink bukan merupakan risiko obesitas pada remaja SMA di Kota Pontianak. Persamaan dengan penelitian ini adalah subjek penelitian (remaja SMA berumur 14-17 tahun), disain penelitian (case control), variabel terikat (obesitas). Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas (minuman berkalori tinggi) dan lokasi penelitian (Yogyakarta). 2. Wen et al. (2009) melakukan penelitian berjudul Report on childhood obesity in China : Sugar - sweetened beverages consumption and obesity. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi minuman berkalori tinggi dengan obesitas dan abdominal obesitas. Subjek dari penelitian ini yaitu anak berusia 6-13 tahun yang diukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, kadar glukosa puasa,
6
trigliserida, kolesterol total, kolesterol HDL dan kolesterol LDL. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak yang mengkonsumsi minuman berenergi (energy drink), minuman soda (soft drink) dan es teh manis (sweetened ice tea) sebesar 16,8%, 12,7% dan 11,5%. Prevalensi obesitas ini menunjukkan angka yang lebih tinggi
dibandingkan
mengkonsumsi
prevalensi
susu yaitu
obesitas
sebesar
7,6%.
pada
anak
yang
Persamaan dengan
penelitian ini yaitu variabel bebas (minuman berkalori tinggi) dan variabel terikat (obesitas). Perbedaan dengan penelitian ini yaitu disain penelitian (case control), subjek penelitian (remaja SMA berumur 14-17 tahun). 3. Ludwig et al. (2001) melakukan penelitian berjudul Relation between consumption of sugar sweetened drinks and childhood obesity : a prospective, observational analysis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan disain penelitian kohort. Subjek yang diteliti sebanyak 548 anak yang berusia 7-11 tahun di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minuman berkalori tinggi berkolerasi dengan peningkatan indeks massa tubuh (IMT) dan peningkatan prevalensi obesitas. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas (minuman berkalori tinggi) dan variabel terikat (obesitas). Perbedaan dengan penelitian ini adalah disain penelitian (case control) dan subjek penelitian (remaja SMA berumur 14-17 tahun). 4. Papandreou et al. (2013) melakukan penelitian berjudul Is beverage intake related to overweight and obesity in school children?. Penelitian ini dilakukan pada 607 anak yang berusia 7-15 tahun dengan
7
menggunakan disain penelitian cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengkonsumsi minuman berkalori tinggi (minuman buah dengan pemanis tambahan, minuman soda, kopi dan teh) berisiko 3 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan dengan anak yang tidak mengkonsumsi minuman berkalori tinggi. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas (konsumsi minuman berkalori tinggi) dan variabel terikat (obesitas). Perbedaan dengan penelitian ini adalah disain penelitian (case control) dan subjek penelitian (remaja SMA berumur 14-17 tahun). 5. Collison et al. (2010) melakukan penelitian berjudul Sugar-sweetened carbonated
beverage
consumption
correlates
with
BMI,
waist
circumference and poor dietary choice in school children. Penelitian ini dilakukan di Arab Saudi. Subjek penelitian yaitu 5033 remaja laki-laki dan 4400 remaja perempuan berusia 10-19 tahun. Disain penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minuman berkalori tinggi jenis soft drink berkolerasi positif dengan peningkatan Indeks Massa Tubuh pada remaja laki-laki. Hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa konsumsi minuman berkalori tinggi meningkatkan konsumsi makanan tidak sehat seperti fast food, snack serta menurunkan konsumsi buah-buahan dan sayur. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas (konsumsi minuman berkalori tinggi) dan variabel terikat (obesitas). Perbedaan dengan penelitian ini adalah disain penelitian (case control) dan subjek penelitian (remaja SMA berumur 14-17 tahun).
8