1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan
merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra dalam Nugroho (2009) bahwa suatu negara akan menjadi makmur apabila mempunyai enterpreneur (wirausaha) sedikitnya sebanyak dua persen dari jumlah penduduk. Opsi terbesar untuk pekerjaan masa depan adalah menjadi pemilik usaha, usaha skala kecil dan menengah yang menjadi tumpuan utama pertumbuhan ekonomi Indonesia masa depan. Lebih lanjut Ciputra mengatakan bahwa dua indikator penting dalam suatu negara maju dan makmur secara ekonomi akan terpenuhi, yaitu rendahnya pengangguran dan tingginya devisa terutama dari hasil barang-barang ekspor yang dihasilkan bila wirausaha dapat berkembang dengan baik. Hal ini merupakan kesempatan yang harus diraih oleh angkatan kerja karena jumlah wirausahawan di Indonesia masih minim. Schumpeter dalam Priyanto (2009) mengatakan bahwa suatu negara akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan melahirkan pembangunan ekonomi yang tinggi, jika negara tersebut memiliki banyak entrepreneur. Jika suatu negara ingin maju, jumlah entrepreneurnya harus banyak. Enterprenuership is driving force behind economic growth. Selanjutnya Kirzner dalam Priyanto (2009) mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Artinya jika seseorang memiliki kewirausahaan, dia akan memiliki karakteristik motivasi/mimpi yang tinggi (need of
2
achievement), berani mencoba (risk taker), innovative dan independence. Dengan sifat tersebut sedikit saja peluang dan kesempatan, dia mampu merubah, menghasilkan sesuatu yang baru, relasi baru, akumulasi modal, baik berupa perbaikan usaha yang sudah ada (upgrading) maupun menghasilkan usaha baru. Dengan usaha ini, akan menggerakan material/bahan baku untuk “berubah bentuk” yang lebih bernilai sehingga akhirnya konsumen mau membelinya. Pada proses ini akan terjadi pertukaran barang dan jasa, baik berupa sumber daya alam, uang, sumber daya sosial, kesempatan maupun sumber daya manusia. Dalam ilmu ekonomi, jika terjadi hal demikian, itu berarti ada pertumbuhan ekonomi, dan jika ada pertumbuhan ekonomi berarti ada pembangunan. Hisrich, et al (1992), mengatakan bahwa jiwa kewirausahaan ditimbulkan dari berbagai latar belakang pendidikan, lingkungan keluarga dan pengalaman kerja. Kewirausahaan adalah suatu proses yang dinamik yang selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Bagi seorang ekonomis, menjadi seorang wirausaha berarti dapat mengelola material dan asset lain menjadi kombinasi yang meningkatkan nilai tambah lebih tinggi dari sebelumnya, juga mengenalkan pada inovasi dan aturan baru. Priyanto (2009) mengatakan bahwa jiwa kewirausahan seseorang selain dipengaruhi oleh faktor individu (aspek internal) juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal yang turut mempengaruhi dinamika kewirausahaan sesorang yang terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan ekonomi, lingkungan organisasi dan kelembagaan serta lingkungan individu. Kewirausahaan juga bisa berpengaruh langsung terhadap kinerja usaha. Baum, et al dalam Priyanto (2009) mengatakan bahwa sifat seseorang (yang bisa
3
diukur dari ketegaran dalam menghadapi masalah, sikap proaktif dan kegemaran dalam bekerja), kompetensi umum (yang bisa diukur dari keahlian berorganisasi dan kemampuan melihat peluang), kompetensi khusus yang dimilikinya seperti keahlian teknis tertentu, serta motivasi (yang bisa diukur dari visi, tujuan dan pertumbuhan) berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan usaha. Pada dasarnya jiwa kewirausahaan mendorong seseorang untuk mau dan mampu bekerja keras, tekun dan ulet, mau dan mampu menghadapi persoalan dengan kemampuannya sendiri, memiliki kemampuan kepemimpinan serta senantiasa ingin lebih berhasil dan seterusnya. Kewirausahaan mencerminkan kualitas dan kemampuan seseorang dalam menghadapi tantangan dan resiko, memanfaatkan peluang dan mencapai keberhasilan. Wirausahawan menjadi penghubung antara peluang yang ada dengan potensinya. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan adalah sumberdaya alam, diantaranya adalah sub sektor perkebunan. Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan pertanian, tentunya visi pembangunan perkebunan harus selaras dengan visi pembangunan nasional dan visi pembangunan pertanian. Visi yang ingin diwujudkan melalui pembangunan perkebunan selama 2010-2014 adalah “Terwujudnya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkebunan” (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).
4
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan utama di dunia yang mempunyai prospek dan peluang pasar yang cukup bagus dan merupakan komoditas penghasil devisa negara nomor tiga setelah kelapa sawit dan karet. Komoditas ini dicari karena merupakan bahan baku pembuatan cokelat. Biji kakao yang telah mengalami serangkaian proses pengolahan sehingga bentuk dan aromanya seperti yang ada di pasaran sekarang. Banyak sekali produk dengan bahan baku cokelat yang sangat familiar dengan kehidupan modern saat ini, seperti kue cokelat, ice-cream cokelat ataupun minuman cokelat (Ahmad, 2010). Sumatera Barat merupakan propinsi sentra kakao kawasan Barat Indonesia yang telah dicanangkan oleh Bapak Yusuf Kalla pada tahun 2006, hal ini menunjukkan bahwa Sumatera Barat merupakan daerah yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu produsen utama kakao di Indonsia. Salah satu kota yang mendukung program tersebut adalah Kota Sawahlunto. Sasaran pembangunan
Pemerintah Kota Sawahlunto yang ditetapkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Sawahlunto tahun 2003-2008 dan 2008-2013 diantaranya adalah menumbuh kembangkan usaha pertanian menuju ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan dengan dukungan potensi daerah serta seluruh masyarakat. Disamping itu seiring dengan berkurangnya deposit batubara di Kota Sawahlunto dan untuk mengurangi pengangguran maka lapangan pekerjaan penduduk Kota Sawahlunto mulai bergeser dari sector pertambangan ke sector lain diantaranya sector pertanian, sehingga sector pertanian mengalami peningkatan angka pertumbuhan yaitu dari 5,26 persen di tahun 2009 menjadi 7,28 persen di tahun 2010 (BPS Kota Sawahlunto, 2010). Dukungan pemerintah Kota Sawahlunto pada sub sektor
5
perkebunan salah satunya adalah melalui pengembangan komoditi kakao yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Menghadapi
tantangan
globalisasi
dunia
serta
adanya
kebijakan
pemerintah tentang perkakaoan diantaranya Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional, Pengenaan Pajak Ekspor Kakao dan berbagai permasalahan yang dihadapi petani dalam proses produksi, maupun pemasaran menuntut petani kakao untuk memiliki jiwa wirausaha (entrepreneurship) dalam kondisi serta konsekuensi bisnis modern saat ini, sehingga mereka dapat menghasilkan produk dengan kualitas biji kakao yang baik dan dapat bersaing serta memperoleh tingkat harga yang tinggi yang berimbas kepada meningkatnya pendapatan petani kakao. Penelitian tentang masalah kakao telah banyak diteliti diantaranya tentang masalah budidaya, pasca panen, kelembagaan dan pemasaran. Namun demikian dari beberapa penelitian sebelumnya belum ada yang mengaitkannya dengan jiwa kewirausahaan petani kakao. Apalagi pada beberapa tahun terakhir pemerintah Kota Sawahlunto sangat gencar meluncurkan Program Pengembangan Kakao dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat pasca tambang namun demikian produksi yang dicapai belum sesuai dengan rekomendasi yang diharapkan dan belum mampu memunculkan pebisnis atau wirausaha kakao. Untuk mendukung Program Pengembangan Kakao di Kota Sawahlunto dibutuhkan petani kakao yang memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi yaitu jiwa atau sifat kreatif, inovatif, memanfaatkan peluang, berani menghadapi resiko dan kerja keras dalam mengusahakan kakao. Implementasi dari tingginya jiwa kewirausahaan petani kakao akan terlihat dari cara berusaha tani yang sesuai
6
dengan rekomendasi teknis seperti pemupukan, pemangkasan, pemberantasan hama penyakit, biji kakao yang difermentasi dan berdampak kepada kebun kakao yang bersih, terawat dan rendahnya tingkat serangan hama penyakit tanaman serta mencapai produksi optimal 2 ton/ha dengan harga jual yang tinggi.
1.2
Perumusan Masalah Pengusahaan tanaman kakao di Kota Sawahlunto, masih tergolong
perkebunan rakyat sehingga belum berkembang dan dikelola secara baik. Padahal dilihat dari kondisi iklim dan tanah sangat cocok untuk pengembangan komoditi perkebunan tersebut, sehingga apabila dikembangkan dan dikelola dengan baik diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Selain itu juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan 1.752 ha lahan kering yang belum diusahakan (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Sawahlunto, 2011). Informasi yang didapat dari dinas terkait bahwa berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Kota Sawahlunto dalam mendukung pengembangan kakao diantaranya
berupa
penyebaran
bibit
kakao
dari
tahun
2003-2011
(
Lampiran 1); peningkatan SDM petani kakao berupa pelatihan, magang, study banding (Lampiran 2); bantuan alat pasca panen berupa kotak fermentasi dan tempat penjemuran (Lampiran 3); serta bantuan pupuk NPK sebanyak 66,9 ton dan Dolomit 21,7 ton pada tahun 2006. Namun upaya yang telah dilaksanakan belum mampu memunculkan wirausaha kakao di Kota Sawahlunto. Dari kondisi yang ada di lapangan banyak kakao yang tidak dirawat dengan baik, tingginya tingkat serangan hama penyakit, kurangnya pemangkasan kurangnya pemupukan dan produksi kakao dijual dalam bentuk biji kering yang sebagian besar belum difermentasi sehingga kualitas dan harga jualnya rendah
7
serta harga ditentukan oleh pedagang pengumpul. Sedangkan dalam hal permodalan bisa diakses melalui program PNPM Mandiri, BPLM PUAP dan program kredit tanpa bunga. Kelembagaan tani sebagai wadah kerjasama petani kakao telah terbentuk (Lampiran 4), akan tetapi petani kakao belum memunculkan kinerja yang dapat dilihat dari rendahnya produktivitas yang dihasilkan. Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa jiwa kewirausahaan petani kakao di Kota Sawahlunto diduga masih rendah. Data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kota Sawahlunto menunjukkan bahwa produktivitas kakao di Kota Sawahlunto tahun 2011 masih rendah yaitu sebesar 0,93 ton/ha/tahun dengan luas lahan 1.084,38 ha, produksi 776,85 ton biji kering dan jumlah petani 4.434 KK (Lampiran 5). Menurut hasil penelitian produktivitas optimum kakao yang seharusnya dapat dicapai adalah 2,0 ton/ha/tahun (Fagi dalam Risman, 2003). Petani kakao memiliki peran besar di industri kakao karena menjadi penyedia bahan baku utama sehingga peningkatan produktivitas kakao akan meningkatkan
produktivitas
industri
kakao
nasional.
Oleh
karena
itu
pengembangan sumberdaya manusia menjadi salah satu kunci karena pada era global saat ini dibutuhkan petani yang kreatif dan inovatif serta mampu memanfaatkan peluang. Faktor kewirausahaan menentukan berhasil tidaknya petani dalam menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan bisnis. Jiwa atau sifat kewirausahaan menjadi prasyarat yang harus dipenuhi agar menjadi pengusaha sukses, begitu juga dengan petani kakao. Seorang petani kakao akan sukses menjadi seorang entrepreneur apabila mempunyai jiwa kewirausahaan yang tinggi.
8
Jiwa atau sifat kewirausahaan yang harus dimiliki petani kakao dalam mengusahakan kakao yaitu jiwa atau sifat kreatif yang selalu mempunyai gagasan baru yang bermanfaat dalam mengusahakan kakao, sifat inovatif yang selalu mendekati masalah dengan cara-cara baru yang lebih bermanfaat dan sangat terbuka dengan hasil penemuan baru, sifat memanfaatkan peluang yang dalam berbagai situasi selalu dapat memanfaatkan segala sesuatu yang ada di lingkungannya untuk membantu mencapai tujuan usaha, sifat keberanian menghadapi resiko yang selalu mencoba mengantisipasi kemungkinan adanya hambatan-hambatan yang dapat menggagalkan usahanya, sifat kerja keras yang selalu terlibat dalam situasi kerja dan tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan yang direncanakan selesai serta lebih suka mengisi waktu dengan perbuatan nyata untuk mencapai tujuan dan hasil yang lebih baik dalam mengusahakan kakao baik dari aspek budidaya maupun pasca panen. Kemampuan kewirausahaan petani kakao sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Suryana (2006), kemampuan kewirausahaan seseorang dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri petani kakao (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Faktor internal yang diperkirakan berhubungan dengan kewirausahaan petani kakao adalah umur, pendidikan formal, pendidikan informal, pengalaman berusaha dan motivasi. Faktor eksternal yang diduga berhubungan dengan jiwa kewirausahaan petani kakao adalah modal, pemasaran, kelembagaan tani Untuk mendukung program pengembangan kakao di Kota Sawahlunto perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor internal dan eksternal yang berhubungan
dengan
jiwa
kewirausahaan
petani
kakao
dalam
rangka
9
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani kakao serta memunculkan wirausaha kakao di Kota Sawahlunto. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana kondisi jiwa kewirausahaan petani kakao dan faktor-faktor internal (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, motivasi) serta faktor-faktor eksternal (modal, pemasaran, kelembagaan tani) yang berhubungan dengan jiwa kewirausahaan petani kakao di Kota Sawahlunto.
2.
Bagaimana hubungan antara faktor-faktor internal (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, motivasi) dan faktor-faktor eksternal (modal, pemasaran, kelembagaan tani) dengan jiwa kewirausahaan petani kakao di Kota Sawahlunto.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah :
1.
Untuk mendeskripsikan jiwa kewirausahaan petani kakao dan faktor-faktor internal (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, motivasi) serta faktor-faktor eksternal (modal, pemasaran, kelembagaan tani)
yang berhubungan dengan jiwa kewirausahaan petani
kakao di Kota Sawahlunto. 2.
Untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor internal (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, motivasi) dan faktorfaktor eksternal (modal, pemasaran, kelembagaan tani) dengan jiwa kewirausahaan petani kakao di Kota Sawahlunto.
10
1.4 1.
Manfaat Penelitian Sebagai bahan untuk memperkaya ilmu pengetahuan tentang jiwa kewirausahaan petani kakao dan faktor-faktor internal serta eksternal yang berhubungan dengan jiwa kewirausahaan petani kakao.
2.
Sebagai sumber informasi bagi petani kakao dalam meningkatkan jiwa kewirausahaannya sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang optimal dan meningkatkan pendapatan.
3.
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan jiwa kewirausahaan petani kakao sehingga dapat memunculkan pebisnis (wirausaha) kakao di Kota Sawahlunto.