BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang
berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan merupakan aset multiguna yang tidak hanya menghasilkan produk kayu dan produk turunan lainnya, tetapi juga manfaat tidak langsung seperti pencegah erosi dan banjir, pelindung tanah, pelindung panas, pemecah angin dan juga sebagai habitat bagi satwa yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat hutan tidak hanya manfaat eksploitasi (saat hutan ditebang) tetapi juga banyak memberikan manfaat saat berdirinya tegakan (manfaat konservasi). Peranan ekosistem hutan menjadi sangat penting ketika dihadapkan pada masalah perubahan iklim global (global climate change). Konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat di masa pra industri sebesar 279 part per million by volume (ppmv), dan sebesar 379 ppmv pada tahun 2005. Emisi CO2 yang berasal dari sektor penggunaan lahan meningkat dari 6,35 Gt pada tahun 1970, dengan kenaikan rata-rata 0,126 Gt menjadi 9,5 Gt pada tahun 2004 (IPCC, 2007). Keberadaan hutan tropis berperan dalam penyerapan karbon dari atmosfer, dengan kemampuan menyimpan karbon dalam produk primer bersih sebanyak 11,00 ton per hektar per tahun, lebih besar dari pada hutan iklim sedang dan gurun, dengan
1
2
kemampuan masing-masing hanya sebesar 6,00 dan 0,05 ton per hektar per tahun (Killham, 1996 dalam Asmani dkk., 2010). Ekosistem
hutan
menyerap
gas-gas
rumah
kaca
dengan
cara
mentransformasi karbon dioksida (CO2) dari udara menjadi simpanan karbon (C) dalam komponen-komponen ekosistem hutan, seperti pohon, tumbuhan bawah dan tanah. Hutan menyerap karbon dioksida (CO2) dari udara melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk biomassa hutan. Biomassa hutan berisi sekitar 80% dari semua karbon terestrial di atas tanah dan sekitar 40% dari semua karbon di bawah tanah. Konversi lahan, deforestasi, degradasi hutan, dan reforestasi dapat mengubah jenis penutupan lahan serta berakibat mengubah komposisi biomassa terestrial (Peichl dan Arain, 2007). Berkaitan dengan hal tersebut, pengkuantifikasian komposisi biomassa dari berbagai jenis tegakan hutan untuk memperkirakan daya tampung dan daya serap karbon merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Selain itu, stok karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan dan perubahannya (baik karbon yang hilang (emission) akibat deforestasi dan
degradasi
hutan
atau
terjadinya
akumulasi
penambahan
karbon
(sequestration) dari pertumbuhan regenerasi hutan alam maupun dari kegiatan aforestasi dan reforestasi) perlu diukur dan dipantau karena perubahan stok karbon akan berpengaruh terhadap konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer (Krisnawati dkk., 2012). Fungsi ekosistem hutan yang mampu menyerap CO2 mendapat perhatian dalam Kyoto Protocol yang ditandatangani pada tahun 1997 oleh lebih dari 150 negara, termasuk Indonesia. Salah satu implikasi penting dari Kyoto Protocol
3
adalah adanya mekanisme perdagangan karbon (carbon trade) yang membuka peluang bagi negara-negara yang memiliki potensi hutan tinggi untuk memperoleh dana kompensasi dari negara-negara industri, sesuai potensi emisi karbon yang dapat diserap oleh ekosistem hutan yang dimilikinya. Menurut Bahruni (1999), nilai hutan merupakan ekspresi kemanfaatan hutan berdasarkan persepsi individu atau masyarakat terhadap sumberdaya hutan tersebut dalam satuan moneter, pada ruang atau tempat dan waktu tertentu.. Oleh karena itu, akan terjadi keragaman nilai hutan berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Secara umum, nilai valuasi ekonomi atau kuantifikasi nilai ekonomi fungsi, manfaat dan intensitas dampak kegiatan pada ekosistem hutan akan sangat bermanfaat untuk menentukan apakah ekosistem hutan di suatu lokasi dapat dimanfaatkan atau sebaiknya dipertahankan dalam kondisi alaminya. Apabila ternyata dapat dimanfaatkan, valuasi ekonomi juga dapat memberikan arahan sejauh mana pemanfaatan tersebut dapat dilaksanakan, sehingga tidak melebihi daya dukung dan bahkan mengurangi fungsi ekologisnya. Dengan demikian, konsep pemanfaatan berkelanjutan yang mempertahankan fungsi ekonomi dan ekologis dari ekosistem hutan masih dapat terus dipertahankan (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15 tahun 2012). Hutan jati memiliki peranan besar dalam penyimpanan karbon dan pengurangan kadar CO2 di atmosfer, hal ini dikarenakan umur masak tebang tanaman jati yang relatif panjang sehingga manfaat penyerapan kadar CO2 di atmosfer melalui proses fotosintesis juga relatif lama. Pohon dalam hutan akan menyerap karbon yang ada di udara selama proses fotosintesis, namun ketika
4
pohon tersebut ditebang tidak semua karbon akan terlepas secara langsung ke udara. Kandungan karbon pada pohon yang telah ditebang masih tersimpan dalam produk kayu sebagai manfaat nilai ekonomi hutan. Lama waktu karbon tersebut tersimpan tergantung dari masa pakai produk dan tingkat keawetan kayu yang digunakan (Lestari, 2011). Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai nilai manfaat hutan sebagai penyimpan karbon pada tegakan jati. Selain itu, penilaian manfaat hutan juga perlu dilakukan agar dapat direncanakan mengenai pengelolaan hutan yang baik di masa depan, serta dapat diperkirakan pula seberapa besar fungsi hutan sebagai penyimpan karbon ini terhadap manfaat hutan itu sendiri secara keseluruhan.
1.2
Rumusan Masalah Secara garis besar, stok karbon (carbon stock) yang terdapat di dalam
hutan akan selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi di dalam hutan, baik itu berupa faktor yang dapat meningkatkan jumlah stok karbon (seperti pertumbuhan tanaman (growth) dan kegiatan penanaman) maupun faktor yang dapat mengurangi stok karbon hutan (seperti kebakaran, kegiatan tebangan, deforestasi dan degradasi hutan). Stok karbon tersimpan ini perlu diukur sebagai upaya untuk mengetahui besarnya stok karbon pada saat tertentu serta perubahannya apabila terjadi kegiatan yang dapat menambah atau mengurangi besarnya stok. Dengan pengukuran tersebut, diketahui pula berapa hasil perolehan stok karbon tersimpan yang dapat
5
digunakan sebagai dasar jual beli dalam mekanisme perdagangan karbon (carbon trade). Oleh karena itu, penilaian manfaat hutan sebagai penyimpan karbon dibutuhkan untuk memberikan arahan sejauh mana pemanfaatan hutan dapat dilaksanakan, sehingga tidak melebihi daya dukung dan bahkan mengurangi fungsi ekologisnya. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian, yaitu: 1. Berapakah stok karbon yang tersimpan beserta perubahannya pada tegakan jati dan tumbuhan bawah di KPH Randublatung, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah? 2. Berapa besar perubahan nilai manfaat hutan sebagai penyimpan karbon di KPH Randublatung, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian ini
adalah: 1. Mengestimasi stok karbon yang tersimpan beserta perubahannya pada tegakan jati dan tumbuhan bawah di KPH Randublatung, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. 2. Mengestimasi perubahan nilai manfaat hutan sebagai penyimpan karbon yang terjadi di KPH Randublatung, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah.
6
1.4
Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai penaksiran stok karbon hutan serta dinamika perubahannya dalam beberapa tahun pengukuran. 2. Menyediakan data ilmiah sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan negosiasi perdagangan karbon (carbon trade) dunia. 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk dikembangkan menjadi penelitian yang lebih komprehensif.
1.5
Pembatasan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tegakan jati kelas hutan produktif (KU I –
IX dan MR) di KPH Randublatung, Perum Perhutani, Unit I Jawa Tengah. Untuk perhitungan stok karbon dilakukan pengukuran karbon total yang mencakup kandungan karbon di atas permukaan tanah (above ground) dan di bawah permukaan tanah (below ground) pada tegakan jati serta tumbuhan bawah yang tumbuh di bawah tegakan jati. Pengukuran karbon tegakan jati yang dilakukan untuk mengetahui dinamika perubahan stok karbonnya dihitung pada 3 tahun terakhir, yaitu tahun 2010, 2011, dan 2012. Sementara itu, perhitungan karbon tumbuhan bawah dilakukan pada saat penelitian ini berlangsung dengan asumsi bahwa pada 3 tahun tersebut kandungan karbonnya adalah relatif tetap di setiap tahun. Pada faktor-faktor yang mempengaruhi stok karbon hutan, setiap kegiatan penebangan baik itu legal maupun illegal (pencurian pohon) dianggap sebagai pengurang stok karbon.