1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan Islam di Indonesia tidak lepas dari kegiatan ekonomi yang dilakukan para pedagang Muslim di wilayah Indonesia. Perkembangan hubungan dagang laut antara Muslim Arab dengan negara-negara luar semakin meluas saat Dinasti Banu Umayyah (660-749 M) berkuasa, terutama dengan dua dinasti besar lainnya, yaitu Dinasti T‟ang (618-907 M) di Asia Timur dan Kerajaan Sriwijaya (7-14 M) di Asia Tenggara (Hourani, 1951:62; Tjandrasasmita, 1976: 84; Tjandrasasmita, 2009: 13). Para pedagang Muslim ini juga menyebarkan agama Islam kepada penduduk pribumi. Van Leur (1955) mengungkapkan bahwa Islam memiliki sifat ekspansif dan misioner yang menjadikan setiap Muslim seorang propagandis keyakinan, sehingga jalur perdagangan yang mereka lalui dapat dijadikan sebagai jalur keimanan bagi para pedagang Muslim (Leur, 1955: 114; Tjandrasasmita, 2009: 21-22). Pembahasan tentang masa kedatangan Islam di Indonesia masih menjadi perdebatan para ahli. Hingga saat ini ada dua teori besar yang masih bisa dibuktikan melalui data tertulis yang ada. Teori pertama adalah kedatangan Islam ke Indonesia yang terjadi pada abad VII-VIII M. Teori ini berdasarkan pada data historis berupa catatan Tionghoa dari dinasti T‟ang yang menyebutkan adanya sejumlah orang Ta-Shih yang membatalkan penyerangan terhadap Kerajaan Ho-
2
ling. Batalnya penyerangan tersebut akibat kuatnya rezim Ratu Sima yang memimpin kerajaan tersebut (Groeneveldt, 1960: 14; Tjandrasasmita, 2009: 12; dan 1985: 2). Kata “Ta-shih” merujuk pada orang-orang Arab yang bermukim atau singgah sementara di wilayah pantai barat Sumatra (Groeneveldt, 1960: 14; Tjandrasasmita, 2009: 12). Teori yang kedua menyebutkan bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M. Teori ini didasarkan pada temuan arkeologi berupa makam Malik Al Saleh yang ditemukan di Gampong Samudera, Lhokseumawe1. Makam tersebut berangka tahun 696 H (1297 M). J.P Moquette (1913) adalah salah satu peneliti yang meyakini teori tersebut. Moquette juga memperkuat argumennya dengan menghubungkan catatan Marco Polo yang telah mengunjungi Perlak pada tahun 1292 M dengan tempat lainnya yang masih di sekitar wilayah ini dan merujuk pada sumber lokal seperti Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-raja Pasai (Moquette, 1913: 11;-12; Tjandrasasmita, 2009: 13). Pengaruh Islam yang datang ke Indonesia menyebabkan beberapa perubahan dalam segi kehidupan masyarakat, salah satunya adalah munculnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Samudera Pasai. Sebelum munculnya kerajaan ini, Indonesia masih didominasi kerajaan-kerajaan HinduBudha. Kerajaan Hindu-Budha yang sangat berpengaruh sebelum munculnya
1
Di pantai utara Jawa ditemukan nisan yang mencantumkan nama Fatimah binti Maimun bin Hibatallah yang meninggal pada tahun 495 H (1102 M). Karakter huruf pada nisan tersebut adalah huruf kufi secara keseluruhan. Masih ada perdebatan mengenai asal-usul batu nisan tersebut (Tjandrasasmita, 2009: 16). Selain itu, ada juga nisan kubur dari Malik Ibrahim di Gresik yang bertanggal 822 H (1419 M).
3
Kerajaan Samudera Pasai adalah Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) dan Kerajaan Mataram (abad ke-8 M). Kerajaan Samudera Pasai tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir pantai utara Aceh. Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh sekitar tahun 1270-1273 M atau pertengahan abad ke-13 M dan mencapai puncak kejayaannya pada abad XIV-XV M (Poesponegoro, 2009: 21-22). Pada saat Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaannya banyak pendatang asing yang menceritakan kebesaran Kerajaan Samudera Pasai antara lain Marco Polo (1292 M), Ibnu Battutah (1345 M), Cheng-Ho (1405 M) dan Tome Pires (1512-1515 M). Kebesaran dari kerajaan ini masih dapat dilihat dari sisa-sisa peninggalan Kerajaan Samudera Pasai seperti kepingan koin mata uang, struktur reruntuhan bangunan, pecahan gerabah dan makam raja-rajanya. Selain memiliki ajaran yang teguh, Islam juga memiliki kebudayaan di dalamnya. Salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki Islam adalah seni. Seni yang dikenal di dalam ajaran Islam antara lain berupa seni rupa annabatiyah (tumbuh-tumbuhan) dan al-handasiyah (gambar berdasar ilmu ukur). Seni patung dilarang di dalam ajaran Islam karena dianggap sebagai berhala dan dikhawatirkan akan disembah sebagaimana berhala-berhala pada zaman Nabi Muhammad SAW (Hasjmy, 1995: 137-138). Seni lain adalah seni dekoratif dalam bentuk kaligrafi. Seni dekoratif tersebut awalnya diterapkan dalam bentuk dekorasi bangunan seperti yang terdapat pada masjid. Dalam perkembangannya, seni dekoratif tersebut juga digunakan dalam beberapa objek lainnya seperti makam (Tjandrasasmita, 2009: 34).
4
Makam adalah lubang (liang lahat) pada tanah yang digunakan untuk menguburkan jenazah manusia2 (Atmodjo. Dkk, 1999: 21-22). Orientasi makam Islam adalah membujur dari utara ke selatan serta jenazah tersebut dihadapkan ke arah kiblat. (Yatim, 1988: 12-21). Setelah liang lahat makam tersebut ditutup dengan tanah kemudian diberi tanda di bagian kepala dan kaki atau di bagian kepala saja. Penanda makam, yang umumnya disebut sebagai nisan, dapat berupa kayu, batu ataupun koral tergantung pada ketersediaan material di lokasi tersebut (Skeat, 1900: 405; Wilkinson, 1920: 55; Yatim, 1988: 20). Nisan kubur yang berisi nama jenazah yang dikuburkan dapat menjadi data prasasti penting untuk rekonstruksi perjalanan sejarah pada suatu periode tertentu di Indonesia. Prasasti merupakan sumber sejarah berupa tulisan yang diukirkan di atas batu atau logam. Pada masa Hindu, prasasti-prasasti yang diterbitkan berkaitan dengan keputusan-keputusan raja terhadap suatu peristiwa atau ketetapan pengadilan yang disebut jayapattra, sedangkan pada masa Islam, prasasti diukirkan pada batu nisan yang isinya tanda atau keterangan tentang nama orang yang dimakamkan, tahun kematian dan penggalan ayat-ayat suci Al Qur‟an (Boechari, 2012: 4). Berbeda dengan prasasti masa Hindu-Budha, prasasti masa Islam kadang rumit untuk dibaca karena menggunakan gaya tulisan dengan tingkat kerapatan tinggi. Gaya tulisan Arab seperti ini umumnya disebut kaligrafi, sedangkan dalam bahasa Arab disebut khat (Husain, 1971: 6). Kaligrafi dapat diketahui asal2
Kompleks makam Islam seringkali ditandai dengan nisan. Pada nisan tersebut tertulis nama orang yang dimakamkan, angka tahun kematian dan penggalan-penggalan ayat suci Al Quran. Di makam Troloyo nisan kubur ada yang berhias lambang Kerajaan Majapahit saja.
5
usulnya dan pengaruh yang membawanya hingga tersebar ke berbagai tempat melalui kajian epigarfi dan paleografi. Epigrafi merupakan disiplin yang dapat membantu untuk rekonstruksi sejarah kebudayaan yang menjadi latar belakang sejarah prasasti. Melalui kajian epigrafi dapat digambarkan perubahan atau perkembangan kebudayaan yang pernah terjadi serta faktor yang mempengaruhinya (Ambary, 1991: 5). Ilmu epigrafi juga ditunjang dengan ilmu lain yang membahas gaya tulisan kuno, yaitu paleografi (Darmosoetopo, 1994: 1). Ilmu paleografi dapat membantu untuk mengetahui perkembangan tulisan kaligrafi. Perkembangan gaya tulisan Arab dapat diteliti dari kaligrafi yang ada pada makam, mata uang, masjid atau objek apapun. Seni kaligrafi Arab ada delapan jenis yang sering digunakan dalam hiasan dekoratif, baik untuk hiasan bangunan ataupun makam3. Penelitian terhadap kaligrafi yang terdapat pada nisan Sultanah Nahrisyah dapat menjawab pertanyaan tentang asal dan perkembangan kaligrafi sebagai sumber data tertulis (A. Schimel, 1970: 2-3; Ambary, 1997: 5). Ukiran kaligrafi yang ada pada nisan Sultanah Nahrisyah menutupi hampir seluruh bagian makam. Namun, seluruh informasi mengenai tokoh Nahrisyah, silsilah keluarga dan penanggalan hanya ada pada bagian nisan. Pada bagian jirat hanya terdapat ukiran surat Yaasin yang merupakan lanjutan dari surat Yaasin pada bagian nisan. Penelitian ini fokus terhadap ukiran kaligrafi yang ada pada nisan untuk mengetahui isi prasasti nisan tersebut. 3
Kedelapan jenis kaligrafi tersebut meliputi Riq’ah, Farsi, Naskhi, Diwani, Royal Diwani, Rayhani, Tsuluts dan Kufi (Yatim, 1988: 59).
6
Nisan Sultanah Nahrisyah yang terletak di Pasai, Aceh Utara, menarik untuk diteliti karena memiliki perbedaan dengan nisan pendahulunya, yaitu Sultan Malik Al Saleh (1297 M). Perbedaan tersebut terletak pada bahan yang digunakan untuk nisan. Nisan pada makam Malik Al Saleh dibuat dengan bahan batu andesit yang sangat umum ditemukan di wilayah indonesia, sedangkan bahan yang digunakan pada makam Sultanah Nahrisyah adalah batu marmer. Perbedaan lainnya adalah dari gaya tulisan yang ada pada kedua makam tersebut. Bila diamati tulisan gaya kufi yang ada pada makam Sultanah Nahrisyah tampak adanya perkembangan huruf Arab yang masuk ke Indonesia (Ambary, 1997: 1617). Selain itu, pada nisan Sultanah Nahrisyah terdapat silsilah, penanggalan dan penggalan ayat-ayat suci Al-Qur‟an yang memiliki maksud dari penggunaannya untuk menggambarkan kepemimpinan Sultanah Nahrisyah semasa hidupnya serta do‟a untuknya. Nama Sultanah Nahrisyah sebagaimana terdapat pada nisan tersebut di atas juga menarik untuk dikaji. Nama Sultanah Nahrisyah dalam Islam identik dengan nama wanita. Hipotesis ini berdasarkan pada kenyataan bahwa setiap nama Arab yang berakhiran ta’ marbutoh4 adalah muannats5. Di dalam Islam, Al Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 34 tidak dikenal adanya pemimpin wanita. Namun kenyataannya, sebagaimana tertulis pada prasasti nisan tersebut Sultanah Nahrisyah dapat menjadi raja di Kerajaan Islam Samudera Pasai.
4
Huruf Arab yang berbentuk melingkar dan di atasnya ditambah dengan titik dua (ӧ). Huruf ini terletak diakhir kata yang biasanya menunjukan arti gender perempuan. 5 Muannats adalah istilah dalam bahasa Arab yang menunjukkan gender perempuan.
7
Kajian prasasti masa Islam di Indonesia masih sangat jarang peminatnya. Hal ini dikarenakan huruf Arab yang diukirkan pada prasasti menggunakan seni tulisan Arab yang biasa disebut kaligrafi yang disusun sedemikian rupa sehingga rumit untuk dibaca. Selain itu, peneliti juga harus dihadapkan pada penguasaan bahasa Arab yang dikenal rumit. Kondisi prasasti yang aus menambah tingkat kesukaran dalam membaca prasasti yang ditemukan. Atas dasar uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut isi tulisan yang ada pada nisan Sultanah Nahrisyah secara mendalam termasuk aspek kesejarahan yang dapat dikaji dari prasasti nisan tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan menjadi dua pertanyaan, yaitu: 1. Apa isi prasasti nisan Sultanah Nahrisyah? 2. Apa kaitan antara prasasti nisan Sultanah Nahrisyah dengan Kesejarahan Kerajaan Samudera Pasai? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan di atas maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Pertama adalah untuk membaca ulang tulisan Arab yang ada pada nisan Sultanah Nahrisyah. Prasasti ini pernah dibaca oleh Ambary dan Tjandrasasmita (1997) yang menghasilkan susunan silsilah keluarga. Kajian ulang ini diharapkan dapat mengupas isi dari prasasti tersebut secara lebih dalam baik dari segi tulisan berupa gaya huruf dan isinya.
8
Kedua adalah untuk mengungkap makna kutipan ayat-ayat suci Al-Qur‟an. Transkripsi6, transliterasi7 dan penerjemahan dilakukan untuk mengetahui pesan yang terkandung di dalamnya dan mengetahui gaya tulisan dan pengaruh yang didapat dari tulisan tersebut. Ketiga adalah untuk mengetahui hubungan Nahrisyah dengan kesejarahan Kerajaan Samudera Pasai dan menguraikan hubungan kerajaan dengan negaranegara luar dalam hubungan perdagangan dan politik pada masa kepemimpinan Sultanah Nahrisyah sehingga kerajaan tersebut menjadi salah satu yang terbesar di nusantara. D. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data berupa dokumentasi foto yang pernah dilakukan di makam Sultanah Nahrisyah oleh Muhammad Windu Karsa pada tahun 2014. Penelitian ini dibatasi pada kajian ukiran kaligrafi pada nisan Sultanah Nahrisyah dan latar belakang sejarahnya. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang prasasti nisan Sultanah Nahrisyah belum banyak dilakukan. Padahal dilihat dari segi historis prasasti tersebut mengandung banyak informasi. Kesulitan untuk mengkaji prasasti dalam bahasa Arab adalah harus bisa membaca huruf Arab dan juga mengetahui susunan kalimatnya (nahwu dan
6
Penulisan kata, kalimat atau teks dengan menggunakan lambang-lambang bunyi seperti fonemis dan fonetis (KBBI.web.id). 7 Penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad lainnya (ibid).
9
sharaf)8 dalam bahasa Arab yang benar. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan terhadap nisan-nisan
masa Islam salah satunya datang dari Dr. J.
Brandes yang melakukan penyelidikan di Blangmeh, Samudera pada tahun 1912 hingga 1917.
Penyelidikan tersebut mengarah pada pemugaran, pemotretan,
pembuatan abklatsch9 dan penggambaran. Pengerjaan penyelidikan tersebut secara bertahap tidak terbatas di Blangmeh saja melainkan hingga ke Kuta-Raja (Tjandrasasmita, 1976: 107). Pada tahun 1907 Snouck Hurgronje mengemukakan hasil penelitiannya terhadap makam-makam yang berasal dari Pantai Timur Aceh. Makam-makam tersebut memuat informasi tentang silsilah keluarga dan angka tahun. Makam yang pertama memuat angka tahun 1407 M dengan nama: Abdullah bin Muhammad bin „Abdal Qodir bin Abdal „Aziz bi al Mansur Abu Dja‟far al Abbas al Muntasir billah amir al mu‟minin khalifah Rabb al „alamin. Makam yang kedua memuat angka tahun 1428 M dengan nama: seorang putri (selanjutnya Snouck membacanya bahiah) binti as Sultan Zain al „Abidin bin as Sultan Ahmad bin as Sultan Muhammad bin al Malik Saleh (Tjandrasasmita, 1976: 108). J. P. Moquette pada tahun 1913 telah melakukan penelitian dan pembacaan terhadap beberapa nisan kubur dari Kampung Samudera (Aceh). Dia berhasil membaca nama-nama sultan Malik Al Saleh yang wafat pada tahun 696 H (1297 M) dan putranya yang bernama Sultan Muhammad Malik az-Zahir yang
8
Nahwu adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari perubahan harakat pada akhir kata, sedangkan sharaf adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang perubahan general pada suatu kata dalam bahasa Arab. 9 Metode untuk memudahkan membaca prasasti dengan cara mencetak prasasti dengan kertas.
10
wafat pada tahun 726 H (1326 M). Dia juga membandingkannya dengan cerita sejarah seperti Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu dan berita Tiongkok. Hasilnya sampai pada kesimpulan bahwa Sultan Malik al Saleh adalah raja pertama yang mendirikan kerajaan Islam pertama di Indonesia (Tjandrasasmita, 1976: 108). Pada tahun 1914 Moquette melakukan penelitian di daerah Kuta-Raja. Di daerah tersebut ditemukan beberapa makam dengan makam raja-raja yang pernah memerintah Aceh. Di antara makam-makam yang dapat dibaca oleh Moquette adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang wafat pada tahun 936 H (1530 M), Sultan Salahuddin yang wafat pada tahun 955 H (1546 M), Sultan „Alauddin al Qahar yang wafat pada tahun 979 H (1571 M), Sultan „Ali Ri‟ayat Syah yang wafat pada tahun 987 H (1579 M) dan Sultan Yusuf yang wafat pada tahun 987 H (1579 M) (ibid.). Pada tahun 1923 J. P. Moquette bersama dengan R.A.H. Hoesein Djajadiningrat menelaah sebuah makam kuno dari daerah Pasai (Samudera). Pada makam tersebut tertulis nama Sultan Tuhan Perbu, Putri Zainal Abidin yang wafat pada tahun 848 H hari Jumat tanggal 17 Rajab (Jumat 30 oktober 1444 M). Yang menarik dari makam tersebut adalah adanya angka yang dituliskan dengan huruf abjad, yaitu 48 (Tjandrasasmita, 1976: 112). H. J. Cowan (1939) telah meneliti sebuah makam kuno yang ditemukan di Meunasah Manchang atau Meunasah Pi di Gampong Ulee Balang, Lhokseumawe (Aceh). Hasil penelitiannya dapat membuktikan adanya hubungan antara Persia
11
dan Indonesia pada masa lampau. Makam tersebut memuat salah satu bukti yang memuat corak Ghazal (salah satu puisi Persia) ciptaan Sadi. Tanda-tanda dan kata-kata istilah yang ada pada akhir tiap bait yang terdiri dari 6 bait dan 12 misra membenarkan dugaan itu. Nama yang tercantum dalam makam tersebut adalah Naina Husam ad-Din yang wafat pada bulan Syawal 823 H ( Oktober/November 1420 M) (Tjandrasasmita, 1976: 118). Penelitian yang pernah dilakukan di makam Sultanah Nahrisyah adalah pembacaan prasasti makam Sultanah Nahrisyah secara langsung oleh dua ahli arkeologi Islam, yaitu Hasan Muarif Ambary dan Uka Tjandrasasmita pada tahun 1997. Pembacaan tulisan yang dilakukan oleh dua ahli tersebut menunjukkan adanya silsilah keluarga Nahrisyah yang merupakan keturunan dari Sultan Malik Al Saleh (Ambary, 1997:16). Hurgronje (1907) pernah membaca makam tersebut dengan hasil yang serupa dengan tulisan yang dibaca oleh Ambary dan Tjandrasasmita berupa silsilah dan nama orang yang dimakamkan. Berbeda dengan pembacaan yang dilakukan oleh Ambary dan Tjandrasasmita, Hurgronje membaca nama pada makam tersebut Bahiah yang artinya adalah sang juru selamat (Ambary, 1997: 16). Pembacaan tersebut didukung oleh G. L. Tichelman yang juga membacanya sebagai Bahiah. Penelitian terbaru dilakukan oleh Dahlia pada tahun 2009. Penelitian tersebut fokus pada hiasan kaligrafi yang ada pada makam Sultanah Nahrisyah. Ia telah melakukan inventarisasi hiasan kaligrafi dan mengalihaksarakan tulisan Arab tersebut tanpa mengkajinya lebih lanjut. Ia juga menggunakan nukilannukilan foto kumpulan dokumentasi kaligrafi pada makam tersebut. Penelitiannya
12
tersebut belum sampai pada kajian ahli epigrafii dan paleografi. Kajiannya hanya pada sejarah singkat Kerajaan Samudera Pasai dan ulasan tentang seni lukisnya saja (Dahlia, 2009:123-135). Uraian penelitian di atas menurut penulis fokus pada bagian nisan. Alasannya adalah keterangan tentang nama, silsilah, penanggalan yang ada pada makam selalu terletak pada bagian nisan. Belum pernah dijumpai makam yang meletakan nama tokoh, silsilah dan penanggalan pada bagian jirat makam. Berdasarkan uraian di atas, kajian tentang prasasti nisan Sultanah Nahrisyah masih sebatas pembacaan dan asal-usulnya. Kajian tentang prasasti nisan Sultanah Nahrisyah yang membahas segi paleografis dan epigrafis belum pernah dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis berusaha untuk mengkaji isi prasasti nisan Sultanah Nahrisyah. F. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan fungsional. Pendekatan struktural merupakan pendekatan yang mengacu pada suatu objek yang menunjukkan adanya pengaruh budaya tertentu, sedangkan pendekatan fungsional merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara material arkeologi dengan interpretasi sosial-ekonomi (Mythum, 2004: 7-8). Penalaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah penalaran induktif, yaitu menjelaskan suatu masalah berdasarkan data yang ada pada prasasti nisan Sultanah Nahrisyah,
13
sehingga menghasilkan suatu pemecahan atau generalisasi umum (Tanudirjo, 1988-1989: 34). Untuk mengetahui isi sebuah prasasti perlu dilakukan pendekatan struktural. Pendekatan struktural dilakukan melalui dua tahap, yaitu kritik intern dan kritik ekstern (Dwiyanto, 1993: 7). Kritik ekstern dilakukan dengan mendeskripsikan bentuk, bahan, jenis aksara, lingkungan dan lokasi penemuan, sedangkan kritik intern berupa alihaksara dan alihbahasa. Kritik ekstern menghasilkan analisis jenis, bentuk, aksara dan penafsiran kronologi, sedangkan kritik intern menghasilkan analisis terhadap isi prasasti, di antaranya aspek ekonomi, sosial dan birokrasi (Dwiyanto, 1993: 8). Pendekatan fungsional yang digunakan adalah pendekatan yang mengarah pada sosial-ekonomi. Data sosial-ekonomi berkaitan dengan asal usul nisan (Mythum, 2004: 7-8). Untuk mengetahui aspek-aspek paleografis berupa kaligrafi dari prasasti nisan Sultanah Nahrisyah digunakan data sekunder seperti studi pustaka yang merujuk pada gaya penulisan kaligrafi. Hal ini dilakukan karena gaya penulisan kaligrafi memiliki banyak bentuk, sehingga perlu dilakukan pengkajian gaya tulisan kaligrafi. Selain itu, tujuan pengkajian kaligrafi ini juga dapat membantu mengetahui asal-usul tempat nisan tersebut dibuat. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut meliputi:
14
1. Pengumpulan data a. Data primer Data yang dikumpulkan untuk melakukan penelitian adalah data dokumentasi dari penelitian sebelumnya yang diketuai oleh Prof. Dr. Inajati Adrisijanti pada tahun 2014. Dokumentasi tersebut berupa foto yang diambil oleh salah satu fotografer yang ikut dalam penelitian tersebut, Mohammad Windu Karsa. Penulis telah mendapatkan izin menggunakan dokumentasi tersebut dari pihak terkait. Penggunaan data berupa dokumentasi dalam penelitian ini dikarenakan pertimbangan finansial yang kurang mencukupi untuk melakukan perjalanan ke lokasi situs tersebut berada, di satu sisi penelitian terhadap prasasti nisan Sultanah Nahrisyah penting untuk dilakukan. b. Data sekunder Data yang digunakan sebagai penunjang dalam melakukan penelitian ini didapatkan dari studi pustaka terhadap laporan hasil penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan di sana dan teks hasil pembacaan prasasti yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Selain itu, penulis juga mengacu pada buku-buku yang membahas tentang sejarah dan makam-makam masa Islam di Samudera Pasai.
15
2. Tahap Pra-analisis a. Kritik ekstern Dalam tahap ini dilakukan identifikasi mengenai bentuk, bahan dan gaya tulisan prasasti yang digunakan untuk dapat diketahui ciricirinya. Serta mengkaji kondisi lingkungan sekitar situs untuk dijadikan sebagai data pendukung situs. b. Kritik intern Pada tahap ini dilakukan proses alihaksara, pembacaan dan penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Aksara yang tidak dapat dibaca akan diproses menggunakan komputer oleh penulis dengan pertimbangan gelap terang dan warna kontras yang sesuai sehingga aksara tersebut dapat dibaca. 3. Tahap analisis data Setelah pengumpulan data dari dokumentasi, studi pustaka dan praanalisis maka tahap selanjutnya adalah analisis. Tahap ini sekaligus menjawab pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Analisis yang akan dilakukan meliputi: a. Analisis paleografis Dalam tahap analisis ini dilakukan pengkajian terhadap aksara Arab yang ada dalam prasasti untuk mengetahui apakah aksara tersebut produk pribumi atau produk impor. Hal ini dapat dilihat dari gaya tulisan yang digunakan dalam prasasti tersebut sehingga dapat diketahui asal budaya dan daerah yang mempengaruhinya.
16
b. Analisis epigrafis Dalam tahap ini penulis menggunakan data penelitian yang menyebutkan pembacaan prasasti ini sebelumnya. Penulis akan membandingkan bacaan Hurgronje (1907) dengan bacaan Ambary dan Tjandrasasmita (1997). Kemudian kedua bacaan tersebut akan dibandingkan dengan bacaan penulis dan selanjutnya dilakukan interpretasi dari penulis. 4. Pembahasan Dalam tahap ini dilakukan pembahasan dari hasil analisis yang telah dilakukan. Di dalam pembahasan ini akan dimasukkan asumsi-asumsi dari penulis. 5. Tahap simpulan Penarikan simpulan diambil berdasarkan interpretasi dari analisis yang telah
dilakukan
terhadap
isi/pesan
permasalahan yang telah diajukan di atas.
prasasti
untuk
menjawab
17
BAGAN ALIR PENELITIAN Rumusan Masalah
Pengumpulan Data Data Primer
Data Sekunder
Dokumentasi: foto-foto
Studi Pustaka Pra-analisis
Kritik Intern: transkripsi, transmisi dan transliterasi
Kritik Ekstern: deskripsi bahan, bentuk, gaya tulisan, bahasa dan lokasi Analisis
Paleografis
Epigrafis
pembahasan Pendekatan Fungsional kronologi
Pendekatan Struktural
Sosial-ekonomi
Kesimpulan