BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu
faktor penting adalah sumber daya manusia. Hal ini karena sumber daya manusialah yang menggerakkan dan mengatur kegiatan organisasi tersebut dengan menghubungkan segenap tenaga, pikiran, bakat, dan kreativitas untuk kelangsungan suatu organisasi. Oleh karena itu, untuk meraih keberhasilan yang diharapkan organisasi, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga tujuan organisasi tercapai. Sumber daya manusia terdiri dari pemimpin dan pegawai. Pegawai merupakan unsur terpenting dalam menentukan maju mundurnya suatu organisasi. Sejalan dengan pendapat Hasibuan (2007:76), pegawai adalah salah satu unsur organisasi yang paling dinamis, dengan demikian kedudukan manusia dalam organisasi tidak dapat disamakan dengan unsur-unsur lain, sehingga didalam pengelolaan pegawai seorang pemimpin harus benar-benar mampu mengelola pegawai dengan baik agar pegawai memiliki kinerja yang baik, dengan harapan apa yang menjadi tujuan organisasi akan tercapai. Kemampuan pegawai tercermin dari kinerjanya. Kinerja sendiri adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Menurut Hasibuan (2001:34), “kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
1 Universitas Sumatera Utara
2
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Jika kinerja sumber daya manusia baik, maka kinerja organisasi akan baik juga. Kinerja yang baik adalah kinerja yang optimal. Untuk itu guna mencapai kinerja pegawai yang optimal, diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, salah satunya adalah faktor eksternal yaitu kepemimpinan. Kinerja pegawai merupakan salah satu modal bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Menurut Mangkunegara (2006:9), ”kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya
sesuai dengan
tanggung jawab
yang diberikan
kepadanya”. Sehingga kinerja pegawai adalah hal yang patut diperhatikan oleh pemimpin organisasi baik pemerintahan maupun non pemerintahan, sebab menurunnya kinerja dari pegawai dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Kepemimpinan mempunyai peranan sentral dalam kehidupan organisasi. Sebagai penggerak dalam organisasi, pemimpin adalah salah satu pemegang kunci dalam pencapaian tujuan organisasi. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya tidak lepas dari kemampuan pemimpinnya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. Sumber daya tersebut termasuk pegawai yang bekerja di organisasi tersebut. Menurut Hersey & Blanchard (1982:99), “Kepemimpinan
adalah
proses
mempengaruhi
aktivitas
seseorang
atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu”. Faktor kepemimpinan dapat memberikan pengaruh yang berarti terhadap kinerja pegawai karena pimpinan yang merencanakan, menginformasikan, membuat, dan
Universitas Sumatera Utara
3
mengevaluasi berbagai keputusan yang harus dilaksanakan dalam organisasi tersebut. Sebagaimana dituliskan Mangkunegara (2006:14) bahwa kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang dalam organisasi, yaitu dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat. Thoha (2004:49) mendefenisikan gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat. Salah satu gaya kepemimpinan yang dapat meningkatkan kinerja pegawai dan dapat memberikan perubahan dalam organisasi yaitu gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard. Menurut Ivancevich dkk (2007:207) “gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya yang lebih menekankan pada pengikut dan tingkat kematangan mereka”. Dengan kata lain gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya atau cara-cara kepemimpinan yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin
untuk
membimbing,
melaksanakan,
mengarahkan,
mendorong
bawahan untuk mencapai tujuan dan mendayagunakan segala kemampuan secara optimal dengan mengkombinasikan situasi yang ada berkenaan dengan perilaku pemimpin dan bawahannya. Gaya kepemimpinan ini akan selalu berusaha menyesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi, serta bersifat fleksibel dalam menyesuaikan/beradaptasi dengan kematangan bawahan dan lingkungan kerjanya. Hal ini sesuai dengan kondisi persaingan saat ini. Dalam era persaingan global saat ini kondisi lingkungan selalu berubah sehingga agar dapat memenangkan persaingan tersebut perusahaan harus dituntut untuk lebih adaptif terhadap lingkungan. (Nurul, dkk : 2013)
Universitas Sumatera Utara
4
Penelitian terdahulu yang terkait pada gaya kepemimpinan situasional, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2010), dengan hasil penelitian bahwa gaya kepemimpinan situasional dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. BANK JATIM Cabang Jember. Selain itu ada penelitian dari Susanti (2011), yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan situasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi lebih kecil dari nilai taraf signifikasi 0,05. Kepemimpinan situasional mendasarkan pada perilaku hubungan dan tugas, dimana seorang pemimpin yang efektif tidak saja ditunjukkan pada jumlah kekuasaan yang dimiliki tapi ditunjukkan oleh perhatian dan komitmen pertumbuhan bawahannya, sehingga dapat meningkatkan hasil kerja yang lebih baik sehingga kinerjanya bisa lebih meningkat dan akan meningkatkan kinerja perusahaan pula. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternal yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan birokrasi. Dengan gaya kepemimpinan atau teknik memotivasi yang tidak tepat, tujuan birokrasi akan terganggu dan pegawai-pegawai dapat merasa kesal, gelisah, konflik, dan tidak puas. Oleh karena gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. (Pasolong, 2008 : 36) Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) adalah lembaga pemerintah nonkementrian di Indonesia yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala Badan (Sesuai dengan Perpres No. 20 Tahun 2015). Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas
Universitas Sumatera Utara
5
pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BPN dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria dan tata ruang. Kantor Pertanahan Kota Medan merupakan unsur penyelenggaraan tugas dan fungsi BPN di daerah Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan. Tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Kantor Pertanahan Kota Medan ditetapkan oleh Kepala setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara. Badan Pertanahan Nasional terdiri dari beberapa bagian atau seksi yang memiliki tenaga kerja atau pegawai yang bekerja langsung di bagian masing-masing sesuai dengan jabatan dan penempatan kerja yang sudah ditetapkan. Studi pendahuluan yang penulis lakukan di Kantor Pertanahan Kota Medan pada tanggal 06 Oktober 2015, diketahui bahwa jumlah pegawai atau tenaga kerja di Kantor Pertanahan Kota Medan sebanyak 120 pegawai dan 1 orang pemimpin/kepala kantor. Berkaitan dengan administrasi kepegawaian, masih ada pegawai yang absen, kemudian pada jam kerja tidak berada di tempat sementara tidak sedang melakukan kunjungan lapangan, akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan peraturan kepala kantor pertanahan kota Medan sesuai dengan peraturan Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan dan peraturan Nomor 14 Tahun 2014 yang pada saat ini diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh setiap pegawai
Universitas Sumatera Utara
6
sehingga akan memperlancar kinerja dengan efektif dan efisien. Sehingga gaya kepemimpinan dirasakan dapat membantu dalam peningkatan kinerja pegawai menjadi lebih optimal dalam melaksanakan pekerjaannya. Berdasarkan
latar
belakang
tersebut,
maka
penulis
tertarik
dan
berkeinginan untuk melakukan suatu kajian ilmiah dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Apakah gaya kepemimpinan situasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan”.
C.
Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk
mengetahui gaya kemimpinan situasional di Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Kota Medan. 2. Untuk mengetahui tingkat kinerja pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan situsional terhadap kinerja pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
7
D.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah: 1. Secara Subjektif, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diperoleh selama perkuliahan di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Sumatera Utara. 2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di masa yang akan datang. 3. Secara Praktis, bagi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan, penelitian
ini
diharapkan
dapat
mampu
memberikan
sumbangsih
pemikiran, informasi, dan saran dalam meningkatkan kinerja pegawai.
E.
Kerangka Teori Dengan adanya kerangka teori, maka memudahkan penulis dalam rangka
menyusun penelitian ini dimana kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan berpikir yang berguna untuk membantu penelitian dalam memecahkan masalah. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Dengan demikian penulisan dapat menggunakan teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
8
1.
Gaya Kepemimpinan Situasional
a.
Pengertian Kepemimpinan Kata kepemimpinan pada dasarnya berasal dari kata “pimpin” yang artinya
bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” melahirkan kata kerja “memimpin” yang artinya membimbing atau menuntun dan kata benda “pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin, atau orang yang membimbing atau menuntun. Sedangkan kepemimpinan yaitu kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan. (Pasolong, 2008:1) Untuk lebih jelasnya berikut ini beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang kepemimpinan, diantaranya adalah: 1. Menurut Malayu Hasibuan (2007:27), “Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi”. 2. Menurut Stoner (1996:161), “Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok. 3. Menurut Veithzal Rivai (2004:2), “Kepemimpinan adalah (leadership) adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikutpengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi”. 4. Menurut Hersey & Blanchard (1982:99), “Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu”.
Universitas Sumatera Utara
9
5. Menurut Nawawi (2004:9), “Kepemimpinan adalah kemampuan atau kecerdasan mendorong sejumlah orang (dua orang atau lebih) agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan–kegiatan yang terarah pada tujuan bersama. 6. Sedangkan
menurut
“Kepemimpinan
Koontz,
didefinisikan
O’Donnel
&
Weihrich
sebagai pengaruh,
(1990:147),
seni atau
mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan berusaha
proses
mencapai
tujuan kelompok dengan kemauan dan antusias”. Dari beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain atau kelompok dalam situasi tertentu agar mereka dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan dan maksud tertentu. Jadi, dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Untuk mencapai semua itu seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam melakukan pengarahan kepada bawahannya untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
b.
Teori-Teori Kepemimpinan Kartono (1998:27) mengemukakan bahwa teori kepemimpinan adalah
penggeneralisasian
satu
seni
perilaku
pemimpin
beserta
konsep-konsep
kepemimpinannya, dengan menampilkan latar belakang historis kemunculan pemimpin dan kepemimpinan. Menurut beberapa pendapat ahli dalam buku Leadership : Ilmu dan Seni Kepemimpinan (2012:27), teori kepemimpinan dapat
Universitas Sumatera Utara
10
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : 1.
Teori Sifat Teori ini berpandangan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin. Namun pandangan teori sifat ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Teori ini mengajarkan bahwa pemimpin itu memerlukan serangkaian sifatsifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang bisa digunakan sehingga menjalin keberhasilan pada setiap situasi.
2.
Teori Perilaku Teori perilaku dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antara pemimpin dan pengikut, dan dalam interaksi tersebut pengikutlah yang menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau menolak pengaruh dari pemimpinnya. Pendekatan perilaku menghasilkan dua orientasi perilaku pemimpin yaitu Pemimpin yang berorientasi pada tugas dan perilaku pemimpin yang berorientasi pada orang (pegawai). Orientasi
tugas
adalah
mengutamakan
penyelesaian
tugas,
dan
menamppilkan gaya kepemimpinan otokratis. Sedangkan orientasi pada orang mengutamakan penciptaan hubungan-hubungan manusiawi dan menampilkan gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif. 3.
Teori Situasional Kepemimpinan ini berkembang sesuai pada situasi, keperluan, tugas, anggota, organisasi, dan variabel-variabel lingkungan lainnya. Dalam teroti
Universitas Sumatera Utara
11
ini hanya kepemimpinanlah yang mengetahui situasi dan keperluan organisasilah yang dapat menjadi pemimpin yang efektif.
c.
Tipe Kepemimpinan Menurut
Kartono (1998:69), ada beberapa tipe kepemimpinan yaitu
sebagai berikut : 1.
Tipe Kharismatik Jenis tipe ini adalah tipe kepemimpinan yang dianggap memiliki kekuatan gaib, yang pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, karena ia mempunyai daya tarik yang luar biasa. Walaupun tipe ini dalam memimpin bawahannya mendapat kedudukan sebagai pemimpin. Ia tidak menggunakan kekayaan, kesehatan, dan lain sebagainya, sebagai kharisma dirinya, tetapi ia sanggup memancarkan pengaruhnya dan daya tarik yang dahsyat dari kepribadian pemimpin, sebab itu sampai sekarang belum diketahui sebab musabab kemampuan dari pada tipe kharisma kepemimpinan itu.
2.
Tipe Paternalistis Sifat kebapakan sangat menonjol dalam kepemimpinan ini, karena ia selalu menganggap bawahannya sebagai manusia yang belum dewasa, bersikap selalu melindungi bawahan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri dan berinisiatif sendiri, serta selalu bersikap maha tahu.
Universitas Sumatera Utara
12
3.
Tipe Militeristis Tipe militeristis bukanlah seorang pemimpin yang bijaksana atau ideal bagi bawahan, karena tipe ini mempunyai sifat-sifat : sistem perintah atau komando yang dipergunakan kepada bawahan, menginginkan kepatuhan mutlak dari bawahan serta menghendaki adanya kerja keras dari bawahan.
4.
Tipe Otokratis Tipe ini adalah tipe penguasa absolut, dimana sangat bertentangan dengan pemimpin yang dibutuhkan oleh perusahaan modern, karena hak azasi manusia yang menjadi bawahan itu harus dijunjung dan dihormati.
5.
Tipe Laissez Faire Pada tipe kepemimpinan ini, pemimpin tidak berpartisipasi dalam kegiatan kelompoknya dan membiarkan berbuat semaunya sendiri. Secara praktis pemimpin ini tidak memimpin, dia hanya merupakan pemimpin simbol yang tidak memiliki keterampilan teknis.
6.
Tipe Populistis Tipe kepemimpinan ini mampu mengembangkan solidaritas rakyat dan berpegang
teguh
pada
nilai
masyarakat
yang
tradisional,
kurang
mempercayai bantuan-bantuan serta dukungan-dukungan kekuatan asing, dimana lebih mengutamakan nasionalisme. 7.
Tipe Administratif Tipe kepemimpinan ini mampu menyelenggarakan administrasi yang efektif. Kepempinannya terdiri dari pribadi yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan, sehingga dapat dibagun sistem administrasi
Universitas Sumatera Utara
13
yang efisien untuk mendapatkan integritas bangsam pada khususnya dan usaha-usaha pembangunan pada umumnya. 8.
Tipe Demokratis Kepemimpinan demokratis ini berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan apada semua bawahan, dengan penekanan rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan bekerja sama yang baik. Sedangkan Menurut P. Siagian (2003:27) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan pada dasarnya dikategorikan menjadi 5 (lima) tipe yakni: 1.
Tipe Kepemimpinan Otokratik Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas anak buah semata–mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah.
2.
Tipe Kepemimpinan Paternalistik Pemimpin
paternalistic
menunjukkan
kecenderungan-kecenderungan
bertindak sebagai berikut: Pengambilan keputusan, kecenderungannya menggunakan cara mengambil keputusan sendiri dan kemudian berusaha menjual keputusan itu kepada para bawahannya. Dengan menjual keputusan itu diharapkan bahwa para bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak dilibatkan didalam proses pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
14
3.
Tipe Kepemimpinan Kharismatik Teori kepemimpinan belum
dapat menjelaskan mengapa
seseorang
dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik, sedangkan yang lain tidak. Artinya, belum dapat dijelaskan secara ilmiah faktor-faktor apa saja yang menjadi seseorang memiliki kharisma tertentu. 4.
Tipe Kepemimpinan Laissez-faire Karakteristik yang paling kelihatan dari seorang pemimpin laissez-faire terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal pengambilan
keputusan,
misalnya,
seorang
pemimpin
ini
akan
mendelegasikan tugas-tugasnya kepada bawahannya, dengan pengarahan yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali. 5.
Tipe Kepemimpinan Demokratik Pengambilan
keputusan
pemimpin
demokratik
pada
tindakannya
mengikutsertakan para bawahannya dalam seluruh pengambilan keputusan. Seorang pemimpin demokratik akan memilih model dan teknik pengambilan keputusan tertentu yang memungkinkan para bawahannya ikut serta dalam pengambilan keputusan.
d.
Fungsi Kepemimpinan Menurut P. Siagian (2003:46) terdapat 5 (lima) fungsi kepemimpinan,
yakni: a.
Fungsi Penentu Arah Setiap organisasi, baik yang berskala besar, menengah ataupun kecil
Universitas Sumatera Utara
15
semuanya pasti dibentuk dalam rangka mencapai suatu tujan tertentu. Tujuan itu bisa bersifat jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek yang harus dicapai dengan melalui kerja sama yang dipimpin oleh seorang pemimpin. Keterbatasan sumber daya organisasi mengharuskan pemimpin untuk mengelolanya dengan efektif, dengan kata lain arah yang hendak dicapai oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasaarana yang ada. b.
Fungsi Sebagai Juru Bicara Fungsi ini mengharuskan seorang pemimpin berperan sebagai penghubung antara organisasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan seperti pemilik saham, pemasok, penyalur, lembaga keuangan. Peran ini sangat penting karena disadari bahwa tidak ada satupun organisasi yang dapat hidup tanpa bantuan dari pihak lain.
c.
Fungsi Sebagai Komunikator Suatu komunikasi dapat dinyatakan berlangsung dengan efektif apabila pesan yang ingin disampaikan oleh sumber pesan tersebut diterima dan diartikan oleh sasaran komunikasi. Fungsi pemimpin sebagai komunikator disini lebih ditekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan sasaran-sasaran, strategi, dan tindakan yang harus dilakukan oleh bawahan.
d.
Fungsi Sebagai Mediator Konflik-konflik yang terjadi atau adanya perbedaan-perbedaan kepentingan dalam
organisasi
menyelesaikan
menuntut
permasalahan
kehadiran yang
ada.
seorang Kiranya
pemimpin sangat
dalam mudah
Universitas Sumatera Utara
16
membayangkan bahwa tidak aka nada seorang pemimpin yang akan membiarkan
situasi
demikian
berlangsung
dalam
organisasi
yang
dipimpinnya dan akan segera berusaha keras untuk menanggulanginya. Sikap yang demikian pasti diambil oleh seorang pemimpin, sebab jika tidak citranya sebagai seorang pemimpin akan rusak, kepercayaan terhadap kepemimpinan akan merosot bahkan mungkin hilang. Jadi kemampuan menjalankan fungsi kepemimpinan selaku mediator yang rasional, objektif dan netral merupakan salah satu indicator efektifitas kepemimpinan seseorang. e.
Fungsi Sebagai Integrator Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana dan tenaga, serta diperlukannya
spesialisasi
pengetahuan
dan
keterampilan
dapat
menimbulkan sikap, perilaku dan tindakan berkotak-kotak dan oleh karenanya tidak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus. Dengan perkataan lain diperlukan integrator terutama pada hirarki puncak organisasi. Integrator itu adalah pimpinan. Setiap pemimpin. Terlepas dari hirarki jabatannya dalam organisasi, sesungguhnya adalah integrator, hanya saja cakupannya berbeda-beda. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula makna peranan tersebut. Fungsi membangun,
Kepemimpinan memberi
atau
ialah
memandu,
membangunkan
menuntun,
membimbing,
motivasi-motivasi
kerja,
mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik;
Universitas Sumatera Utara
17
memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. (Kartini Kartono, 1998:81)
e.
Pengertian Gaya Kepemimpinan Kata gaya berasal dari bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti mode
seseorang yang selalu nampak yang menjadi ciri khas orang tersebut. Gaya merupakan kebiasaan yang melekat pada diri seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah cara atau norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang diamati. Pada dasarnya gaya kepemimpinan atau style banyak berpengaruh terhadap keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya. (Pasolong, 2008:37) Menurut Stoner
(1996:165), Gaya kepemimpinan adalah berbagai pola
tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Stoner membagi dua gaya kepemimpinan yaitu: (1) Gaya yang berorientasi pada tugas, yaitu mengawasi pegawai secara ketat untuk memastikan tugas dilaksanakan dengan memuaskan. Pelaksanaan tugas lebih ditekankan pada pertumbuhan pegawai atau kepuasan pribadi. (2) Gaya yang berorientasi pada pegawai, hal ini lebih menekankan pada memotivasi ketimbang mengendalikan bawahan. Gaya ini menjalin hubungan bersahabat, saling percaya, dan saling menghargai dengan pegawai yang sering kali diizinkan untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan yang mempengaruhi mereka.
Universitas Sumatera Utara
18
Sedangkan menurut Thoha (2004:49), Gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Ermaya (1999:10), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan bagaimana cara mengendalikan bawahan untuk melaksanakan sesuatu. Variabel ini sangat penting karena gaya kepemimpinan mencerminkan apa yang dilakukan oleh pemimpin dalam mempengaruhi pengikutnya untuk merealisasi visinya. Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik gaya yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi yang konsistensi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya (Veithzal Rivai, h.64). Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan mengendalikan bawahannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
f.
Kepemimpinan Situasional Hersey & Blanchard (1995:180), mengatakan bahwa kepemimpinan
situasional dalam prakteknya tidak ada seorang pimpinan yang sangat konsisten menggunakan satu gaya kepemimpinan tertentu terlepas dari situasi yang dihadapinya. Artinya, efektivitas kepemimpinan seseorang sangat tergantung pada
Universitas Sumatera Utara
19
kemampuannya “membaca” situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gayanya dengan situasi tersebut sedemikian rupa sehingga ia efektif menjalankan fungsifungsi kepemimpinannya. Tjiptono (2000:162), menyatakan bahwa kepemimpinan situasional dikenal pula sebagai kepemimpinan tidak tetap atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap pemimpin dalam segala kondisi. Karena itu gaya kepemimpinan situasional akan menerapkan suatu gaya tertentu berdasarkan pertimbangan atas faktor-faktor seperti pemimpin, pengikut, dan situasi dalam arti struktur tugas, peta kekuasaan, dan dinamika kelompok. Pakar manajemen Follet dalam Tjiptono (2000:163), mengatakan ketiga faktor tersebut merupakan variabel kritis yang saling berhubungan dan berinteraksi. Pernyataan ini dikenal dengan istilah hukum situasi. Menurut Ivancevich dkk (2007:207), gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya yang lebih menekankan pada pengikut dan tingkat kematangan mereka. Dengan kata lain gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya atau cara
kepemimpinan
yang
ditunjukkan
oleh
seorang
pemimpin
untuk
membimbing, melaksanakan, mengarahkan, mendorong bawahan untuk mencapai tujuan dan mendayagunakan segala kemampuan
secara optimal dengan
mengkombinasikan situasi yang ada berkenaan dengan perilaku pemimpin dan bawahannya. Penelitian ini mengkaji kepemimpinan situasional yang dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (1995:179) yang didukung oleh Korman dan Sanford yang
Universitas Sumatera Utara
20
memfokuskan pada perilaku pimpinan dalam hubungannya dengan pengikut (ketua dan anggota). Lebih dari teori-teori sebelumnya, pendekatan ini memfokuskan banyak perhatian pada karakteristik pegawai, maksudnya para pegawai memiliki tingkat kesiapan yang berbeda-beda. Orang-orang yang memiliki tingkat kesiapan rendah karena sedikitnya kemampuan atau pelatihan, atau perasaan tidak aman sehingga membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan orang-orang yang memiliki tingkat kesiapan tinggi. Kepemimpinan situasional juga mendasarkan atas hubungan antara kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin dan kadar dukungan sosio-emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin dalam pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan tertentu. Konsep ini dikembangkan untuk membantu
orang-orang
yang
melakukan
proses
kepemimpinan,
tanpa
mempersoalkan peranan mereka, agar lebih efektif dalam hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan level kematangan para pengikutnya, bagi para pemimpin. Konsep dasar dari gaya kepemimpinan situasional adalah kedewasaan atau kematangan bawahan. Begitu tingkat kedewasaan dalam menyelesaikan tugas meningkat, maka pemimpin harus mulai mengurangi orientasi pada tugas dan mulai meningkatkan orientasi pada hubungan (atasan-bawahan) sampai bawahan mencapai kedewasaan tingkat sedang. Begitu bawahan mulai bergerak tingkat kedewasaannya dari tingkat sedang menuju dewasa, adalah tepat saatnya pemimpin untuk mengurangi baik orientasi pada bawahan maupum orientasi pada tugas.
Universitas Sumatera Utara
21
Dengan demikian bawahan tidak hanya dewasa tetapi juga dewasa secara psikologi. Kepemimpinan situasi yang menggunakan konsep dasar kedewasaan atau kematangan bawahan ini baru berarti apabila peranan pemimpin atau manajer dalam memotivasi bawahan tidak diberikan kepada bawahan sesuai dengan tingkat kedewasaannya. Setelah kedewasaan atau kematangan bawahan diketahui dan gaya kepemimpinan dipahami, maka dapat diterapkan perilaku kepemimpinan yang efektif dalam manajemen, yang terkenal dengan nama kepemimpinan situasional. Menurut teori situasional, seorang pemimpin dapat menggunakan satu dari empat gaya kepemimpinan, berdasarkan kombinasi perilaku hubungan dan tugas: 1. Telling (memerintah) Perilaku atau gaya kepemimpinan ini berorientasi pada tugas dan rendah pada hubungan dengan anggota organisasi atau bawahan. Pemimpin merupakan pusat
kegiatan
karena
kesiapan
dan
kematangan
bawahan
rendah,
mengharuskan pemimpin menjelaskan peran setiap anggota organisasi atau bawahan tentang apa, bagaimana, kapan dan dimana melaksanakan berbagai tugasnya. Oleh karena itu perilaku atau gaya kepemimpinan ini akan efektif di lingkungan/organisasi yang kesiapan dan kematangan anggotanya rendah, dalam arti cenderung tidak memiliki kemampuan dan tidak mempunyai kemauan untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas/pekerjaannya. 2. Selling (menjual/menawarkan) Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan perilaku orientasi tugas dan hubungan yang kedua-duanya tinggi. Perilaku atau gaya ini
Universitas Sumatera Utara
22
dilakukan untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi anggota organisasi sebagai bawahan yang masih rendah kesiapan dan kematangannya. Kondisi ini ditunjukkan oleh anggota organisasi yang kemampuan kerjanya belum memadai dan kadang-kadang berkemauan dalam melaksanakan tugas-tugas. Dalam situasi anggota organisasi atau bawahan seperti pemimpin harus berperan menawarkan tugas-tugas pada kemampuan atau berkemauan dan harus memberikan pengarahan dalam bekerja. 3. Participating (mengikutsertakan/partisipasi) Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi pada tugas dan orientasi hubungan dengan anggota organisasi tinggi. Pada dasarnya gaya kepemimpinan ini menunjukkan kesediaan atau kemampuan pemimpin dalam mengikutsertakan atau mendayagunakan anggota organisasi sebagai bawahan. Gaya kepemimpinan akan efektif apabila bawahan memiliki kesiapan dan kematangan yang tinggi, namun mereka (bawahan) masih kurang yakin akan kemampuan yang mereka miliki sehingga membutuhkan sedikit bimbingan dari pimpinan. 4. Deligating (pendelegasian/wewenang) Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi tugas rendah dan hubungan dengan anggota sebagai bawahan rendah. Gaya atau perilaku kepemimpinan ini akan efektif apabila anggota organisasi sebagai bawahan sangat tinggi kesiapan dan kematangan dalam bekerja.
Universitas Sumatera Utara
23
a) Perilaku Tugas Pengertian perilaku tugas menurut Hersey dan Blanchard sama dengan arahan, sedangkan Fiedler mengemukakan struktur tugas adalah sejauh mana kejelasan tugas dan orang yang bertanggung jawab melaksanakannya. Berikut ini penjelasan Hersey dan Blanchard mengenai perilaku tugas adalah kadar upaya pemimpin organisasi menetapkan anggota kelompok, menjelaskan aktivitas setiap anggota serta kapan, dimana dan bagaimana cara menyelesaikannya dicirikan dengan upaya untuk menetapkan pola organisasi, saluran komunikasi dan cara penyelesaian pekerjaan secara rinci dan jelas. Pendapat tersebut diatas menjelaskan bahwa perilaku tugas disini dapat menentukan apa yang akan dikerjakan, untuk apa, biaya berapa, darimana, dengan siapa mengerjakannya dan keseluruhannya ini disampaikan kepada karyawan. Instrumen untuk mengukur perilaku tugas menurut Hersey dan Blanchard (1995:191) didasarkan dalam lima dimensi perilaku ditunjukkan pada Tabel 1.1 Tabel 1.1. Indikator Perilaku Tugas Dimensi Perilaku Tugas Indikator
Indikator Perilaku Sejauh Mana Pemimpin Penyusunan tujuan Menetapkan tujuan yang perlu dicapai orang-orang Pengorganisasian Mengorganisasikan situasi kerja bagi orangorangnya Menetapkan batas tujuan Menetapkan batas waktu bagi orangorangnya Pengarahan Memberikan arahan spesifik Pengendalian Menetapkan dan mensyaratkan adanya laporan reguler tentang kemampuan pelaksanaan pekerjaan. Sumber: Hersey dan Blanchard (1995:191)
Universitas Sumatera Utara
24
b) Perilaku Hubungan Menurut Hersey dan Blanchard, perilaku hubungan adalah suatu perilaku hubungan pimpinan dalam memberikan kesempatan kepada anggota untuk membicarakan segala sesuatu yang berkenaan dengan tugas yang dilaksanakan oleh bawahan. Sedang seberapa luas dan sempitnya kesempatan tersebut akan menyangkut gaya yang akan dilakukan oleh pemimpin. Bahwa perilaku hubungan adalah kadar upaya pemimpin membina hubungan pribadi diantara mereka sendiri dan apa yang anggota kelompok mereka membuka lebar saluran komunikasi, menyediakan dukungan sosio-emosional, psikologis dan kemudahan perilaku. Instrumen untuk mengukur perilaku hubungan menurut Hersey dan Blanchard (1995:191) didasarkan dalam lima dimensi perilaku ditunjukan dalam Tabel 1.2 Tabel 1.2. Indikator Perilaku Hubungan Dimensi Perilaku Hubungan
Indikator Perilaku Sejauh Mana Pemimpin Memberikan dukungan Memberikan dukungan dan mendorong Melibatkan orang-orang dalam diskusi yang Mengkomunikasikan bersifat “memberi dan menerima” tentang aktifitas kerja Memudahkan interaksi diantara orangMemudahkan interaksi orangnya Berusaha mencari dan menyimak pendapat Aktif menyimak dan kerisauan orang-orangnya Memberikan balikan tentang prestasi orangMemberikan balikan orangnya Sumber: Hersey dan Blanchard (1995:191) Pengenalan kedua perilaku diatas sebagai suatu dimensi penting dari perilaku pemimpin, telah dikenal sebagai suatu bagian yang penting dari kerja keras ahli-ahli manajemen beberapa dasawarsa terakhir ini. Untuk lebih mengerti
Universitas Sumatera Utara
25
secara
mendalam
tentang
kepemimpinan
situasional,
perlu
bagi
kita
mempertemukan antara Gaya Kepemimpinan dengan Kematangan Pengikut karena pada saat kita berusaha mempengaruhi orang lain, tugas kita adalah: a. Mendiagnosa tingkat kesiapan bawahan dalam tugas-tugas tertentu. b. Menunjukkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi tersebut. Jadi intinya konsep dari perilaku tugas adalah terletak pada proses komunikasi satu arah yaitu adanya petunjuk dari pimpinan yang perlu dilakukan oleh anggotanya. Sedangkan perilaku hubungan adalah adanya penggunaan komunikasi dua arah atau timbal balik antara pimpinan dengan anggota baik dalam proses pengambilan keputusan/menentukan program dan pelaksanaannya.
2.
Kinerja Pegawai
a.
Pengertian Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2011:67), Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sedarmayanti (2011:260), Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat
Universitas Sumatera Utara
26
ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan). Menurut Dessler (2000:41), Kinerja merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang nyata dengan standar kerja yang ditetapkan. Dengan demikian kinerja memfokuskan pada hasil kerjanya. Menurut Prawirosentono (1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Menurut Robbins (1989:439), bahwa kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia disingkat LAN RI (1999:3), merumuskan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan,
program,
kebijakasanaan
dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Konsep kinerja yang dikemukakan LAN-RI lebih mengarahkan kepada acuan kinerja suatu organisasi publik yang cukup relevan sesuai dengan strategi suatu organisasi yakni dengan misi dan visi yang lain yang ingin dicapai. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
27
b.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (1964) dalam Mangkunegara (2011:67) yang merumuskan bahwa : a) Human performance = Ability + Motivation b) Motivation c) Ability
= Attitude + Situation = Knowledge + Skill
1. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ = 110 – 120) dengan penddikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job). 2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk
dari
sikap
(attitude)
seorang pegawai
dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara
Universitas Sumatera Utara
28
psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya seorang pegawai harus siap mental, maupun secara fisik, memahami tujuan utama, dan
target
kerja yang akan
dicapai,
mampu memanfaatkan,
dan
menciptakan situasi kerja. Sedangkan menurut A. Dale Timple yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2006:15), faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja dapat bersumber dari dalam individu pegawai maupun dari luar individu. Tinggal bagaimana kebijakan organisasi mampu menyelaraskan antara faktorfaktor tersebut.
c.
Indikator Kinerja Indikator kinerja (performance indicators) sering disamakan dengan
ukuran kinerja (performance measure), namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya
hanya
merupakan
indikasi-indikasi kinerja,
sehingga
bentuknya
cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang
Universitas Sumatera Utara
29
mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi (Mohammad Mahsun, 2006:71). Indikator kinerja pegawai yang dipakai di dalam penelitian ini adalah dari pendapat yang dikemukakan James A. F. Stoner dan R.E. Freeman (dalam Dharma, 2001:554). Indikator tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kuantitas kerja (quantity of work), yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2. Kualitas kerja (quality of work), yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3. Kreativitas (creativeness), yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalanpersoalan yang muncul. 4. Pengetahuan mengenai pekerjaan (knowledge of job), yaitu
luasnya
pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. 5. Kerjasama (cooperation), yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain sesama anggota organisasi. 6.
Inisiatif (initiative), yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru.
7. Ketergantungan (dependability), yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dalam melaksanakan pekerjaan. 8. Kualitas
pribadi
(personal
quality),
yaitu
menyangkut
kepribadian,
kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi.
Universitas Sumatera Utara
30
Alasan digunakannya indikator ini adalah agar dapat disesuaikan dengan objek yang diteliti dalam hal ini pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan.
F.
Hipotesis Menurut Sugiyono (2005:70) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan harus diuji kebenarannya melalui pengujian hipotesis. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Nihil (Ho): “Tidak ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan”. 2. Hipotesis Alternatif (Ha): “Ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan”.
G.
Definisi Konsep Konsep menurut Singarimbun (2006:33) adalah merupakan defenisi yang
digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan atau kelompok dalam individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep peneliti
Universitas Sumatera Utara
31
diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (event) yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Maka berdasarkan judul yang dipilih oleh peneliti, yang menjadi konsep dari penelitian ini adalah : 1. Gaya Kepemimpinan Situasional adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan mengendalikan bawahannya sesuai dengan faktor kondisi/situasi, tugas, angggota, organisasi dan variabel-variabel lingkungan kerja lainnya yang turut berperan dalam penentuan pilihan gaya kepemimpinan yang paling tepat. 2. Kinerja Pegawai, adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.
H.
Definisi Operasional Defenisi Operasional menurut Singarimbun (2006:46) adalah unsur
penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja untuk mendukung analisa dari variabel-variabel tersebut. Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas atau Independent Variable (X) yaitu variabel yang mempengaruhi, dalam penelitian ini adalah Gaya Kepemimpinan Situasional, yang menjadi indikator gaya kepemimpinan situasional yang diadopsi dari Hersey dan Blandchard (1995:191) dalam Wulandari (2010) adalah:
Universitas Sumatera Utara
32
a. Indikator untuk perilaku tugas dari pimpinan. 1) Penyusunan tugas 2) Pengorganisasian 3) Menetapkan batas tujuan 4) Pengarahan 5) Pengendalian b. Indikator untuk perilaku hubungan dari pimpinan. 1) Memberikan dukungan 2) Mengkomunikasikan 3) Memudahkan interaksi 4) Aktif menyimak pendapat dan kerisauan bawahan 5) Memberikan balikan 2. Variabel terikat atau Dependent Variable (Y)
yaitu variabel yang
dipengaruhi, dalam penelitian ini adalah Kinerja Pegawai, dengan indikator sebagai berikut : a. Kuantitas kerja (quantity of work), Yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. Diukur dengan : 1) Jumlah Kerja b. Kualitas kerja (quality of work), Yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. Diukur dengan : 1) Kemampuan (skill) 2) Kinerja yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
33
c. Kreativitas
(creativeness),
Yaitu
keaslian
gagasan-gagasan
yang
dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul. Diukur dengan : 1) Menghasilkan sesuatu yang beda d. Pengetahuan mengenai pekerjaan (knowledge of job), Yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. Diukur dengan : 1) Pengetahuan e. Kerjasama (cooperation), Yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain sesama anggota organisasi. Diukur dengan : 1) Saling berpatisipasi satu sama lain f. Inisiatif (initiative), Yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru. Diukur dengan : 1) Memanfaatkan tugas secara efektif g. Ketergantungan (dependability), Yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dalam melaksanakan pekerjaan. Diukur dengan : 1) Disiplin tepat waktu h. Kualitas pribadi (personal quality), Yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi. Diukur dengan : 1) Kesadaran akan tugas yang dibebankan 2) Saling menghargai
Universitas Sumatera Utara
34
I.
Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri
dari enam Bab, diantaranya adalah : BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari uraian tentang Latar Belakang, Perumusan
Masalah,
Tujuan
Penelitian,
Manfaat
Penelitian, Kerangka Teori, Definisi Konsep, Definisi Operasional, dan Sistematika Penulisan. BAB II
: METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang Bentuk Penelitian, Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Penentuan Skor, dan Teknik Analisa Data yang diterapkan dalam penelitian ini.
BAB III
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab
ini
memuat
tentang
gambaran
umum
atau
karakteristik lokasi penelitian. BAB IV
: PENYAJIAN HASIL PENELITIAN Bab ini memuat penyajian data-data yang diperoleh selama penelitian di lapangan atau berupa dokumendokumen yang akan dianalisis.
BAB VI
: ANALISA DAN INTERPRETASI DATA Bab ini membuat pembahasan atau interpretasi dari datadata yang disajikan pada bab-bab sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
35
BAB VI
: PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran yang diperoleh atas hasil peneltian yang telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara