BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur
keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan atau sasaran tertentu, yaitu untuk mengatur keluaran (output) dalam suatu keadaan yang telah ditetapkan oleh masukan (input) melalui elemen sistem kontrol. Aplikasi sistem kontrol sudah ada sejak zaman nenek moyang terdahulu. Pada zaman tersebut, sistem kontrol dilakukan oleh manusia yang berfungsi sebagai kontroler (pengatur). Misalnya, pelepasan lembing (tombak) ke binatang buruan. Disini otak bertindak sebagai kontroler untuk mengatur arah, sudut, dan tenaga yang dibutuhkan oleh lembing sehingga bisa tepat mengenai binatang buruan. Hingga saat ini, sistem kontrol masih memegang peranan penting dalam teknologi. Pada konsep sistem kontrol modern, peralatan pembantu manusia semakin dioptimalkan untuk melakukan fungsi kontrol. Semakin modern dan canggih teknologi yang dikuasai, semakin canggih pula peralatan pembantu yang berfungsi sebagai alat kontrol. Semakin canggihnya aplikasi dari sistem kontrol dikarenakan teori dari sistem kontrol tersebut yang juga semakin berkembang. Dalam teori kontrol, suatu
sistem dapat direpresentasikan dengan beberapa cara yang berbeda, sehingga mungkin saja suatu sistem akan memiliki beberapa model matematis (tergantung pada perspektif yang diinginkan). Pada skripsi ini akan dikaji salah satu bagian dari sistem kontrol. Diberikan suatu sistem kontrol ˙ x(t) = Ax(t) + Bu(t) y(t) = Cx(t) + Du(t)
(1.1.1)
dimana x(t) ∈ Rn , u(t) ∈ Rm , y(t) ∈ Rp , A ∈ Rn×m , B ∈ Rn×m , C ∈ Rp×m , D ∈ Rp×m . Dalam hal ini x menyatakan variabel keadaan, u menyatakan variabel kontrol (input), y menyatakan output dan t menyatakan waktu [5]. Fungsi transfer untuk sistem (1.1.1) didefinisikan sebagai perbandingan transformasi Laplace output terhadap transformasi Laplace input dengan asumsi semua kondisi awal sama dengan nol dan dinotasikan dengan H(s), yaitu H(s) =
Y (s) U (s)
(1.1.2)
dimana Y (s) adalah transformasi Laplace dari y(t) dan U (s) adalah transformasi Laplace dari u(t). Dari definisi ini jelas bahwa jika diberikan suatu sistem kontrol linier, maka fungsi transfernya dengan mudah dapat ditentukan. Namun sebaliknya, jika diberikan suatu fungsi transfer H(s), bagaimanakah bentuk dari sistem kontrol liniernya. Dalam literatur, masalah ini dikenal sebagai masalah realisasi. Masalah ini juga ekivalen dengan bagaimanakah bentuk matriks A, B, C dan D 2
dari suatu fungsi transfer H(s) yang diberikan sedemikian sehingga H(s) = C(sI − A)−1 B + D.
(1.1.3)
Ada berbagai cara untuk mendapatkan representasi ruang keadaan dari sistem fungsi transfer. Salah satunya adalah menyajikan representasi ruang keadaan dalam bentuk kanonik terkontrol. Pada skripsi ini akan dikaji permasalahan realisasi dari fungsi transfer dalam bentuk kanonik terkontrol, yaitu jika diberikan suatu fungsi transfer, maka bagaimanakah bentuk representasi ruang keadaan yang berkaitan dengan matriks A, B, C dan D dimana matriks-matriks tersebut dalam bentuk kanonik terkontrol.
1.2
Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah bagaimanakah cara
menentukan matriks A, B, C dan D sedemikan sehingga H(s) = C(sI − A)−1 B + D, dimana matriks A, B, C dan D tersebut dalam bentuk kanonik terkontrol.
1.3
Pembatasan Masalah Dalam tulisan ini, kajian hanya dibatasi pada sistem Single Input Single
Output (SISO) dan sistem Multi Input Multi Output (MIMO).
3
1.4
Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan ini adalah mengkaji realisasi dari fungsi transfer
dalam bentuk kanonik terkontrol.
1.5
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab. Bab I berisikan
latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan sistematika penulisan. Bab II berisikan teori-teori yang akan digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang dibahas pada skripsi ini. Bab III berisikan pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas beserta hasilnya. Bab IV berisikan tentang kesimpulan dari penelitian dan saran bagi penelitian selanjutnya.
4
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori yang berkaitan dengan realisasi dari fungsi transfer dalam bentuk kanonik terkontrol.
2.1
Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde Satu Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan dari
satu atau beberapa fungsi yang tidak diketahui. Jika turunannya adalah turunan biasa, maka persamaan diferensialnya disebut Persamaan Diferensial Biasa (PDB). Selanjutnya, jika turunannya adalah turunan parsial, maka persamaan diferensialnya disebut Persamaan Diferensial Parsial (PDP). Persamaan diferensial dikatakan homogen jika variabel tidak bebasnya ada di setiap suku. Sebaliknya, persamaan diferensial dikatakan tidak homogen jika ada salah satu sukunya yang tidak mengandung variabel tidak bebas. Orde dari suatu persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari turunan di dalam persamaan diferensial. Adapun bentuk umum sistem persamaan diferensial biasa orde satu adalah
x˙ = g(x, t),
dengan x˙ =
dx , dt
x(0) = x0 ,
(2.1.1)
x, g∈ Rn , t ∈ R. Jika g tidak bergantung pada t secara eksplisit,
maka (2.1.1) dapat ditulis
x˙ = g(x),
x(0) = x0 .
(2.1.2)
Secara khusus, jika g adalah linier, maka (2.1.2) dapat ditulis menjadi
x˙ = Ax,
x(0) = x0 ,
(2.1.3)
dimana A ∈ Rn×n . Dengan menambahkan suku nonhomogen pada (2.1.3) diperoleh
˙ x(t) = Ax(t) + h(t).
(2.1.4)
Dengan mengalikan persamaan (2.1.4) dengan e−At diperoleh ˙ e−At x(t) = e−At Ax(t) + e−At h(t) ˙ − e−At Ax(t) = e−At h(t) e−At x(t) d −At e x(t) = e−At h(t). dt
(2.1.5)
Integralkan kedua ruas (2.1.5) terhadap t dari t0 sampai t, maka diperoleh −Aτ
e
Z
t
e−Aτ h(τ )dτ t0 Z t −At −At0 e x(t) = e x(t0 ) + e−Aτ h(τ )dτ t Z t0 x(t) = eA(t−t0 ) x0 + e−At h(τ )dτ. x(τ )
|tt0
=
(2.1.6)
t0
Persamaan (2.1.6) merupakan solusi dari sistem persamaan diferensial (2.1.4)
6
2.2
Transformasi Laplace Di dalam perancangan dan analisis sistem pengaturan akan banyak di-
jumpai persamaan-persamaan diferensial yang merupakan pemodelan dari suatu sistem. Untuk mengetahui sifat-sifat dari suatu sistem, persamaan-persamaan tersebut harus dipecahkan. Salah satu teknik untuk memecahkan persamaan diferensial adalah menggunakan metode transformasi Laplace. Definisi 2.2.1. [5] Diberikan suatu fungsi f (t) untuk t = 0, maka transformasi Laplace dari f , dinyatakan dengan F (s), didefinisikan sebagai Z
∞
L[f (t)] = F (s) =
e−st f (t) dt,
0
asalkan integral ini ada. Sebagai contoh, misalkan f (t) = sin t, maka Z
F (s) = = = = = =
∞
e−st sin t dt 0 Z b −st b −st lim −e cos t|0 − s e cos t dt b→∞ 0 Z b 1 − s lim e−st cos tdt b→∞ 0 Z b −st b −st e sin t dt 1 − s lim −e sin t|0 − s b→∞ 0 Z b 1 − s( lim s e−st sin t dt) b→∞ 0 Z b e−st sin t dt 1 − s2 lim b→∞
0
= 1 − s2 F (s) F (s) =
1 , s2 + 1
s > 0. 7
(2.2.1)
Selanjutnya, misalkan g(t) = f 0 (t), maka Z
0
L[f (t)] = = = = =
∞
e−st f 0 (t) dt 0 Z b −st −st b e f (t) dt lim e f (t) |0 + s b→∞ 0 Z b −sb −st lim (−e f (b) − f (0)) + s e f (t) dt b→∞ 0 Z b −sb −st lim (−e f (b) − f (0)) + lim s e f (t) dt b→∞ b→∞ 0 Z ∞ e−st f (t) dt −f (0) + s 0
= sL[f (t)] − f (0).
Untuk memahami lebih lanjut, berikut disajikan tabel transformasi Laplace untuk beberapa fungsi [5]. No
Transformasi
1
L[Af (t)] = AF (s)
2
L[f1 (t) ± f2 (t)] = F1 (s) ± F1 (s)
3
L[f (t)] = sF (s) − f (0)
4
L[f (t)] = s2 F (s) − sf (0) − f (0)
5
0
00
0
L[f (n) (t)] = sn F (s)
Pn
k−1
sn−k f k−1 (0)
6
d L[tf (t)] = − ds F (s)
7
d L[t2 f (t)] = − ds 2 F (s)
8
d L[tn f (t)] = (−1)n ds n F (s)
9
L[f a1 ] = aF (as)
2
n
Tabel 2.2.1. Transformasi Laplace untuk beberapa fungsi
8
Jika diberikan suatu fungsi F (s), maka dapat ditentukan fungsi f (t) sedemikian sehingga L[f (t)] = F (s). Proses menentukan f (t) dari F (s) yang diberikan disebut proses penentuan transformasi Laplace invers [5]. Dalam hal ini f (t) disebut sebagai fungsi invers dari F (s) dan ditulis L−1 [F (s)] = f (t), yang dapat dicari dengan menggunakan formula berikut 1 L [F (s)] = f (t) = 2πj −1
2.3
Z
c+j∞
F (s)est ds,
t > 0.
(2.2.2)
c−j∞
Fungsi Transfer Dalam teori kontrol, fungsi transfer (fungsi alih) biasanya digunakan untuk
mengkarakteristikkan hubungan antara komponen input dan output yang dapat diberikan oleh persamaan diferensial linier invariant waktu. Fungsi transfer dari suatu persamaan diferensial linier invariant waktu didefinisikan sebagai perbandingan antara transformasi Laplace dari output (fungsi respon) dengan transformasi Laplace dari input dengan asumsi bahwa syarat awal adalah nol. Suatu persamaan diferensial linier invariant waktu an y (n) + an−1 y (n−1) + ... + a1 y + a0 = bm u(m) + bm−1 u(m−1) + ... + b0 , (2.3.1) dimana n ≥ m, y (n) =
dn y , dtn
u(m) =
d(m) u , dtm
y adalah output dan u adalah input
[5]. Sistem ini dapat diubah menjadi sistem persamaan diferensial linier orde satu dengan cara mendefinisikan n variabel baru.
9
Misalkan x1 = y − β0 u x2 = y˙ − β0 u˙ − β1 u = x˙ 1 − β1 u x3 = y¨ − β0 u¨ − β1 u˙ − β2 u = x˙ 2 − β2 u
(2.3.2)
.. . xn = y (n−1) − β0 u(n−1) − β1 u(n−2) − ... − βn−2 u˙ − βn−1 u = x˙ n−1 − βn−1 u, dimana β0 , β1 , ..., βn ditentukan dari β 0 = b0 β1 = b1 − a1 β0 β2 = b2 − a1 β1 − a2 β0 β3 = b3 − a1 β2 − a2 β1 − a3 β0 .. . βn = bn − a1 βn−1 − ... − an−1 β1 − an β0 . Dengan pemilihan variabel keadaan ini, diperoleh x˙ 1 = x2 + β1 u x˙ 2 = x3 + β2 u .. . x˙ n−1 = xn + βn−1 u x˙ n = −an x1 − an−1 x2 − ... − a1 xn + βn u 10
(2.3.3)
Dalam bentuk persamaan keadaan dan persamaan output, persamaan terakhir dapat ditulis menjadi sistem ˙ x(t) = Ax(t) + Bu(t) y(t) = Cx(t) + Du(t)
(2.3.4)
dimana A =
0
1
0
...
0
0
0
1
...
0
.. .
.. .
...
.. .
0
0
0
...
1
−an −an−1 −an−2 ... −a1
,
β1 β 2 . B= .. β n−1 βn
, (2.3.5)
C =
1 0 ... 0
,
D = β0 = b0 .
Transformasi Laplace dari sistem (2.3.5) diberikan oleh sX(s) − x(0) = AX(s) + BU(s), Y(s) = CX(s) + DU(s). Karena fungsi transfer didefinisikan untuk syarat awal bernilai nol, maka dapat ditulis (sI − A)X(s) = BU(s) atau dapat juga ditulis X(s) = (sI − A)−1 BU(s) 11
dengan I adalah matriks identitas dengan ukuran yang bersesuaian. Akibatnya Y(s) = [C(sI − A)−1 B + D]U(s),
sehingga fungsi transfer untuk sistem (2.3.5) adalah G(s) = C(sI − A)−1 B + D.
2.3.1
(2.3.6)
Sistem Single Input Single Output (SISO) Sistem Single Input Single Output (SISO) merupakan sistem yang hanya
memiliki satu input dan satu ouput. Dengan demikian fungsi transfer untuk sistem SISO adalah fungsi skalar dengan bentuk sebagai berikut
G(s) =
Y (s) bm sm + bm−1 sm−1 + ... + b1 s + b0 = . U (s) an sn + an−1 sn−1 + ... + a1 s + a0
(2.3.7)
Fungsi transfer G(s) disebut proper jika polinomial penyebutnya berderajat sama dengan polinomial pembilangnya (m = n). Selanjutnya, jika fungsi transfer G(s) dengan polinomial penyebutnya berderajat lebih kecil daripada polinomial pembilangnya (m < n) maka G(s) disebut strictly proper. Untuk sistem SISO, fungsi transfer G(s) dikatakan berada dalam bentuk kanonik terkontrol jika (2.3.7) terpenuhi dengan matriks A, B, C dan D berbentuk
12
A =
0
1
0
...
0
0
0
1
...
0
.. .
.. .
.. .
...
.. .
0
0
0
...
1
−a0 −a1 −a2 ... −an−1
,
B=
C =
2.3.2
b0 − bm a0 b1 − bm a1 ... bm−1 − bm an−1
0 0 .. . , 0 1 , D = bm .
Sistem Multi Input Multi Output (MIMO) Sistem Multi Input Multi Output (MIMO) merupakan sistem yang memi-
liki input dan ouput masing-masing lebih dari satu. Asumsikan terdapat r input u1 , u2 , ..., ur dan m output y1 , y2 , ..., ym , maka bentuk dari fungsi transfernya adalah
Y(s) = G(s)U(s)
(2.3.8)
dimana
y1 (s) y (s) 2 Y(s) = . , .. ym (s)
u1 (s) u (s) 2 U(s) = . , .. ur (s)
G(s) = C(sI − A)−1 B + D.
13
dan
(2.3.9)
(2.3.10)
Fungsi transfer G(s) dikatakan berada dalam bentuk kanonik terkontrol jika
A = diag [A1
A2
... Am ],
B = diag [B1
B2
... Bm ],
C = [C1
... Cm ],
D =
C2
lim H(s).
s→∞
14