1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan memperpanjang usia harapan hidup, serta menjalani masa tua dengan kualitas hidup yang lebih baik. Ada banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menjadi sakit dan akhirnya membawa kepada kematian. Anti-aging medicine menanggapi dan memperlakukan penuaan sebagai salah satu penyakit yang dapat dihindari, diobati, dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat dan kualitas hidup dipertahankan. Faktor itu dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ialah terbentuknya radikal bebas yang bersifat merusak sel, penurunan efisiensi mitokondria, terjadinya ikatan glukosa-protein, penurunan kemampuan membran sel dan penurunan sistem imun, hormon yang berkurang, proses glikolisis, metilasi, apoptosis dan gen. Sedangkan faktor eksternal yang utama adalah gaya hidup tidak sehat, stress, polusi lingkungan dan kemiskinan (Pangkahila, 2011). Perubahan
terjadi pada tingkat seluler, organ, maupun sistem karena
2
proses penuaan, yang kesemuanya ini akan mengakibatkan timbulnya penyakit degeneratif, salah satunya adalah Diabetes Melitus (DM). Diabetes sering dianggap sebagai model biologik proses penuaan dini. Mereka yang mengalami diabetes lebih awal mengalami proses patologik, yang pada nondiabetes terjadi pada usia jauh lebih lanjut. Karena itu, usia harapan hidup pada orang dengan diabetes lebih pendek (Pangkahila, 2011). Penyakit diabetes melitus dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia, bahkan anak-anakpun memiliki potensi sebagai penderita. Silent killer, sebutan bagi penyakit ini karena penderita diabetes melitus pada awalnya justru tidak menyadari bahwa penyakit ini telah bersarang di tubuhnya (Tandra, 2014). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Perkeni, 2011). Dewasa ini masyarakat cenderung tertarik dengan tren global back to nature, yaitu pengobatan tradisional, khususnya obat-obatan yang berasal dari herbal. Sekitar 80 % penduduk dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk
3
memelihara kesehatan primernya dan perlu diketahui bahwa sekitar 25 % obat modern berasal dari tanaman obat. Sediaan tanaman obat yang diberikan dapat terdiri dari bahan tunggal atau campuran. Bahan tersebut didapat dari berbagai bagian tanaman, misalnya daun, kulit, kayu, akar, buah, atau bagian dari buah atau herba. Bentuk sediaan dapat berupa seduhan bubuk, ekstrak atau rebusan dari bahan segar (Wirya, 2012). Salah satu obat herbal adalah lidah buaya (Aloe verae Linn.) yang banyak ditemukan di daerah tropis. Lidah buaya termasuk ke dalam family (suku) tumbuhan Liliaceae. Daun lidah buaya mengandung polyphenol, dalam bentuk glikosida anthraquinone (Lopez et al., 2013). Anthraquinone yang terdapat dalam lidah buaya adalah: aloin, aloe-emodin, aloeresin A, aloeresin B, rhein, aloinoside A, aloinoside B, barbaloin, isobarbaloin, homonataloin, aloesin, dan aloctin A (Wirya, 2012). Aloeresin-A menekan/supresi terhadap aktivitas α-glucosidase, sehingga menghambat penyerapan glukosa di usus halus (Chang et al., 2013). Aloe-emodin bersifat insulin mimetic, mengaktivasi jenjang sinyal insulin, seperti reseptor insulin β (IRβ), reseptor insulin substrat-1 (IRS1), fosfatidil inositol-3kinase (PI3K), dan translokasi GLUT4 (Anand et al., 2010; Koesnandar, 2010). Polyphenol juga berperan sebagai antioksidan dan meregenerasi sel beta pankreas (Cartailler, 2004). Beberapa penelitian di luar negeri mengenai lidah buaya, memberikan hasil yang berbeda. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Perez et al. (2007), menunjukkan bahwa pemberian “Polyphenol- rich Extract Aloe vera gel”
4
(PEAv) menurunkan
kadar glukosa darah puasa dan menurunkan resistensi
insulin, tanpa perubahan yang signifikan pada kadar insulin plasma. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (2009), menunjukkan bahwa pemberian “Processed Aloe vera Gel” (PAG) menurunkan kadar glukosa darah puasa, dan secara signifikan menurunkan kadar insulin plasma. PAG meningkatkan sensitivitas insulin melalui penurunan kadar glukosa darah dan penurunan kadar insulin plasma. Penelitian in vivo dan in vitro oleh Youssef et al. (2013) mengenai efek ekstrak lidah buaya pada terapi diabetes, menunjukkan hasil bahwa lidah buaya secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah puasa, dan secara signifikan pula menaikkan kadar insulin plasma, jika dibandingkan kelompok kontrol. Analisis kandungan lidah buaya yang dilakukan di Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar, Bali; menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya yang telah difreeze dried mengandung: Polyphenol 37,056 % GAE (Gallic Acid Equivalent); Kapasitas Antioksidan 237,03 mg/L GAEAC (Gallic Acid Equivalent Antioxidant Capacity); IC 50 % (Inhibition Concentration terhadap radikal bebas DPPH 0,1 mM) 20,08 mg/mL dan Vitamin C 149,79 mg/100 g (Lampiran 4). Memperhatikan khasiat kandungan lidah buaya terhadap kadar glukosa darah dan insulin, serta adanya perbedaan hasil beberapa penelitian sebelumnya, dalam pengaruhnya terhadap kadar insulin plasma, maka peneliti tertarik untuk membuktikan, apakah pemberian ekstrak lidah buaya juga dapat menurunkan kadar glukosa darah post prandial dan meningkatkan kadar insulin puasa pada
5
tikus putih jantan Diabetes Melitus, dengan metode yang berbeda dari penelitianpenelitian sebelumnya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Apakah pemberian ekstrak lidah buaya oral dapat menurunkan glukosa darah post prandial pada tikus putih jantan Diabetes Melitus?
2.
Apakah pemberian ekstrak lidah buaya oral dapat meningkatkan insulin puasa pada tikus putih jantan Diabetes Melitus?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuktikan pemberian
ekstrak lidah buaya oral dapat menurunkan glukosa darah post prandial dan meningkatkan insulin puasa pada tikus putih jantan Diabetes Melitus. 1.3.2
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk membuktikan pemberian ekstrak lidah buaya oral dapat menurunkan glukosa darah post prandial pada tikus putih jantan Diabetes Melitus.
6
2. Untuk membuktikan pemberian ekstrak lidah buaya oral dapat meningkatkan insulin puasa pada tikus putih jantan Diabetes Melitus. 1.4 Manfaat Penelitian 1.
Manfaat ilmiah Menambah wawasan ilmu pengetahuan para ilmuwan dan akademisi mengenai khasiat ekstrak lidah buaya, serta kemungkinan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
2.
Manfaat klinis Setelah dilakukan uji klinis, diharapkan dapat digunakan sebagai pengobatan tambahan yang dapat membantu pengobatan utama secara medis terhadap penyakit Diabetes Melitus.
3.
Manfaat sosial Sebagai acuan masyarakat untuk memahami manfaat dari konsumsi ekstrak lidah buaya (Aloe verae Linn.)