BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam proses pembangunan di Indonesia.
Salah
satu
tujuan
pembangunan
pertanian adalah peningkatan produksi komoditas pertanian. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan hasil pertanian seperti dengan pemberian bantuan benih/ bibit dan pupuk serta berbagai pelatihan bagi petani. Akan tetapi dalam usaha peningkatan produksi pertanian sering muncul kendala atau masalah. Salah satu kendala dalam usaha peningkatan produksi pertanian adalah adanya serangan hama dan penyakit tumbuhan. Untuk itu diperlukan tehnik pengendalian hama dan penyakit. Tehnik pengendalian yang umum digunakan oleh petani kita adalah dengan cara kimiawi yaitu dengan menggunakan pestisida. Pengendalian hama dan penyakit tumbuhan dengan menggunakan pestisida mempunyai dampak negatif baik bagi manusia maupun lingkungan. Bagi manusia, pestisida dapat menyebabkan keracunan ataupun mengganggu sistem kerja tubuh seperti bersifat karsinogenik. Untuk itu, dalam upaya pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, ada metode pengendalian tanaman yang dikenal dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian Hama Terpadu merupakan metode yang memadukan dari berbagai teknik pengendalian dalam suatu rencana. Adapun cara pengendaliannya antara lain melalui cara fisik, mekanik, budidaya, biologi, 1
genetik, kimiawi, dan cara lain sesuai perkembangan teknologi. Sistem PHT ini merupakan sistem pengendalian tanaman yang relatif baru bagi masyarakat. Masyarakat belum terlalu akrab dalam penerapan sistem ini. Pengendalian hama tanaman mempunyai peran penting dalam upaya peningkatan produksi pertanian. Upaya tersebut perlu didukung dengan adanya suatu lembaga pertanian yang seharusnya dapat berfungsi sebagai semacam lembaga konsultasi yang selalu siap melayani kesulitan yang dialami masyarakat petani dalam hal pengendalian hama tamanan. Di dalam lembaga pertanian tersebut di dalamnya terdapat ahli dalam bidang pertanian yang mempunyai peranan untuk memotivasi dan memfasilitasi petani dalam penanganan hama tanaman. Untuk memperkenalkan konsep PHT di masyarakat, pemerintah melalui Kementerian
Pertanian
telah
melaksanakan
kegiatan
Sekolah
Lapang
Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). SLPHT ini diperkenalkan melalui petani dengan cara pelatihan langsung di lapangan. SLPHT ini merupakan salah satu bagian kegiatan dari Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu yang menerapkan pendekatan partisipatoris dan prinsip petani belajar dari pengalaman. Dengan metode ini diharapkan petani dapat mandiri, percaya diri dan lebih bermartabat sebagai manusia bebas dalam menentukan nasib dan masa depan mereka. Program pelatihan SLPHT diharapkan dapat menghasilkan para alumni yang mampu melakukan kegiatan perencanaan dan percobaan untuk memperoleh teknologi budidaya tanaman yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi lokal dan kebutuhan petani yang spesifik. Dengan diselenggarakan kegiatan sekolah 2
lapang ini juga sebagai salah satu usaha pemberdayaan petani dalam pengendalian hama sebagai salah satu usaha perlindungan tanaman. Tentu saja ini membutuhkan proses waktu dan perangkat penunjang yang harus saling mendukung seperti kebijakan dan sumber daya manusia yang terkait dengan pertanian khususnya dalam pengendalian hama dan penyakit tumbuhan. Dalam mendukung upaya pengendalian hama dan penyakit dan pelaksanaan kegiatan SLPHT, maka pemerintah menetapkan adanya petugas fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT). Tugas dari petugas POPT diantaranya adalah persiapan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, pelaksanaan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, analisis dan evaluasi hasil pengendalian organisme pengganggu tumbuhan/organisme pengganggu tumbuhan karantina, bimbingan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, pengembangan metode pengendalian/tindakan karantina, pengamatan/pemantauan daerah sebar organisme pengganggu tumbuhan/organisme pengganggu tumbuhan karantina, pembuatan koleksi, visualisasi, dan informasi. Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah agraris dan mayoritas penduduknya masih berusaha pada sektor pertanian, sehingga pembangunan pertanian menjadi salah satu perhatian Pemerintah Daerah. Kabupaten Kulon Progo terdiri dari 12 kecamatan dengan topografi yang bervariasi dengan ketinggian antara
0 – 1.000 meter diatas permukaan air laut. Luas wilayah
keseluruhan adalah 58.627 Hektar dengan luas lahan sawah 10.304 Hektar. Selain lahan sawah tentunya masih ada lahan pertanian yang bukan sawah seperti kebun dan pekarangan yang juga ditanami tanaman pertanian seperti buah – buahan. 3
Luas penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Kulon Progo No
Penggunaan Lahan
Luas (Hektar)
1. 1.1 a. b. c. d. e. f. g. h.
Lahan Pertanian Lahan Sawah Irigasi Teknis 7,399 Irigasi 1/2 Teknis 793 Irigasi Sederhana 711 Irigasi Desa/Non PU 355 Tadah Hujan 1,046 Pasang Surut Lebak Polder dan lainnya Jumlah Lahan Sawah 10,304 1.2 Lahan Bukan Sawah a. Tegal/Kebun 15,692 b. Ladang/Huma c. Perkebunan 590 d. Ditanami pohon/hutan rakyat 5,699 e. Tambak 44 f. Kolam/Tebat/Empang 48 g. Padang penggembalaan/rumput h. Sementara tidak diusahakan 483 i. Lainnya(pekarangan yg ditanami tanaman pertanian dll) 12,471 Jumlah Lahan Bukan Sawah 35,027 2. Lahan Bukan Pertanian a. Rumah,bangunan dan halaman sekitar 6,135 b. Hutan Negara 1,037 c. Rawa-rawa (tidak ditanami) d. Lainnya (jalan, sungai, danau, lahan tandus,dll ) 6,124 Jumlah Bukan Pertanian 13,296 Luas Lahan 58,627 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, Tahun 2010 Dalam rangka desentralisasi, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo juga membentuk petugas fungsional POPT. Petugas POPT di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan pegawai Pemkab saat ini berjumlah tujuh orang, yang baru ada 4
mulai tahun 2006 melalui pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Dari tujuh orang tersebut, satu orang sebagai koordinator kabupaten di Dinas Pertanian dan Kehutanan, sementara yang enam orang sebagai petugas kecamatan masing – masing mempunyai wilayah kerja 2 kecamatan. Akan tetapi masih ada petugas POPT dari Pemerintah Propinsi DIY yang diperbantukan, yang berjumlah 6 petugas.
Karena berasal dari pemprov, maka yang terjadi pelaporan yang
dilakukan juga di Dinas Pertanian Propinsi DIY . Sedangkan laporan yang di kabupaten berasal dari POPT kabupaten. Petugas POPT dari pemprov juga mempunyai wilayah kerja pada 2 kecamatan, sehingga petugas POPT Propinsi dan petugas POPT Kabupaten dapat bekerjasama dalam melaksanakan pekerjaannya. Ketujuh POPT Kabupaten Kulon Progo tersebut berlatar belakang pendidikan Diploma III Pertanian. Sebenarnya sudah cukup memenuhi syarat untuk kompetensi pekerjaan, akan tetapi masih diperlukan pendidikan dan pelatihan yang lebih spesifik untuk mendukung tugas dan fungsinya sebagai pengendali organisme pengganggu tumbuhan. Sementara itu di Perguruan Tinggi sebenarnya ada program studi yang lebih tepat untuk kompetensi petugas POPT yaitu Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dengan jenjang Strata 1. Rutinitas pekerjaan yang banyak dilakukan oleh petugas POPT di Kabupaten Kulon Progo adalah mengumpulkan data – data pertanian khususnya data serangan hama dan penyakit pada tanaman pangan dan hortikultura di wilayah kerjanya masing - masing. Pengumpulan data tersebut dilaksanakan rutin setiap bulan. Pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan pengamatan di 5
lapangan. Petugas POPT juga memberikan rekomendasi cara pengendalian jika ada laporan dari petani mengenai adanya serangan hama dan penyakit tumbuhan yang cukup besar. Selain mengumpulkan data – data pertanian dan memberikan rekomendasi pengendalian, petugas POPT juga mempunyai tugas melakukan bimbingan kepada petani khususnya mengenai pengendalian organisme pengganggu tumbuhan seperti memandu kelompok tani melaksanakan pengamatan dan juga pengendalian terhadap serangan hama dan penyakit tumbuhan yang salah satunya melalui kegiatan SLPHT. Akan tetapi kegiatan bimbingan terhadap petani lebih banyak diambil perannya oleh petugas penyuluh pertanian lapangan yang jumlahnya cukup banyak, meskipun bimbingan yang dilakukan petugas penyuluh pertanian lebih bersifat umum, tidak khusus dalam hal pengendalian organisme pengganggu tumbuhan. Sementara itu jumlah petugas POPT sangat terbatas sehingga waktu mereka lebih banyak digunakan untuk pengumpulan data. Bimbingan yang dilakukan petugas POPT terhadap petani hanya dilakukan secara informal individual dalam keseharian kerja dan intensitasnya masih cukup rendah. Bahkan petugas POPT ini belum banyak dikenal oleh petani seperti petugas penyuluh pertanian lapangan yang sudah dikenal luas di kalangan petani. Kegiatan bimbingan oleh petugas POPT yang bersifat resmi masih tergantung pada ada atau tidaknya kegiatan seperti kegiatan SLPHT, dimana adanya kegiatan SLPHT selama ini masih tergantung dengan adanya alokasi anggaran dari APBN dan APBD. Dengan demikian transfer pengetahuan kepada petani khususnya mengenai pengendalian hama terpadu menjadi terbatas, padahal pengetahuan 6
mengenai PHT sangat berguna bagi petani dalam mengelola usaha pertaniannya. Sementara kegiatan SLPHT adalah sarana formal untuk mengajarkan konsep PHT sehingga diharapkan mampu memberdayakan petani untuk dapat secara mandiri menerapkan konsep PHT.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah: 1.
Keterbatasan jumlah petugas POPT Kabupaten Kulon Progo.
2.
Adanya beberapa faktor kendala di dalam transfer pengetahuan mengenai PHT dari petugas POPT kepada petani.
Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian yang ingin dijawab adalah Mengapa dan faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakefektifan peran petugas POPT untuk memberdayakan petani dalam penerapan konsep PHT ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
7
1.
Untuk mengetahui peran petugas POPT dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk memberdayakan petani dalam menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu.
2.
Untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas peran petugas POPT.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.
Dari segi teoritis diharapkan bisa dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan menganalisis mengenai efektivitas kerja.
2.
Dari segi praktis diharapkan bisa dijadikan bahan masukan baik bagi petugas maupun bagi Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam meningkatkan kemampuan dan kompetensi petugas POPT sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dalam melaksanakan pembangunan pertanian khususnya dalam hal pengendalian hama terpadu.
8