BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama. Salah satu
cara pengolahan yang dilakukan adalah dengan fermentasi. Fermentasi telah lama digunakan dan merupakan salah satu cara pemrosesan dan bentuk pengawetan makanan tertua (Achi, 2005). Fermentasi merupakan cara untuk memproduksi berbagai produk yang menggunakan biakan mikroba melalui aktivitas metabolisme baik secara aerob maupun anaerob. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992) sehingga memungkinkan makanan lebih bergizi, lebih mudah dicerna, lebih aman, dapat memberikan rasa yang lebih baik (Rahayu dan Sudarmadji, 1989; Widowati dan Misgiyarta, 2003; Parveen dan Hafiz, 2003) dan memberikan tekstur tertentu pada produk pangan (Widowati dan Misgiyarta, 2003; Parveen dan Hafiz, 2003). Fermentasi juga merupakan suatu cara yang efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan makanan (Parveen dan Hafiz, 2003). Hasil-hasil fermentasi tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroba dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme
Universitas Sumatera Utara
mikroba. Kedelai merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan dalam proses fermentasi. Makanan hasil fermentasi yang bahan baku utamanya kedelai cukup banyak di Indonesia dan salah satu pengolahan kedelai melalui proses fermentasi adalah produk yang dikenal sebagai tauco. Tauco bagi kalangan tertentu merupakan produk yang tidak dapat dipisahkan dari menu makanan sehari-hari. Meskipun kandungan protein tauco cukup tinggi, tauco tidak dapat digunakan sebagai sumber protein dalam makanan karena biasanya hanya dimakan dalam jumlah kecil, yaitu sebagai bumbu dalam makanan ataupun sebagai saus (Suwaryono dan Ismeini, 1988). Tauco tidak digunakan secara langsung, tetapi sebagai bumbu (condiment) ataupun sebagai penyedap rasa (flavoring agent) (Indriani, 1990). Umumnya tauco dibuat secara tradisional dalam skala industri rumah tangga atau industri kecil. Tauco dihasilkan melalui dua tahapan fermentasi. Tahap pertama adalah fermentasi kedelai oleh kapang dan tahap kedua fermentasi di dalam larutan garam yang dibantu oleh bakteri asam laktat (BAL) dan khamir. BAL merupakan mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam banyak fermentasi makanan. Adanya pertumbuhan bakteri pada bahan pangan menyebabkan perubahanperubahan, baik yang bersifat kimiawi maupun biokimiawi bahan, bahkan dapat terjadi perubahan fisik (Rahayu dan Sudarmadji, 1989). Pada umumnya terdapat perbedaan dalam hal penggunaan konsentrasi larutan garam yang digunakan dan waktu perendaman dalam larutan garam pada fermentasi tauco. Adanya perbedaan ini menyebabkan perbedaan hasil akhir fermentasi. Makin
Universitas Sumatera Utara
lama perendaman, semakin baik aroma dan rasanya yang ditandai dengan perubahan warna tauco menjadi berwarna merah tua (Wolf dan Coman, 1971). Berdasarkan penelitian Limbong (1981) didapatkan bahwa penggunaan konsentrasi larutan garam 20% dengan waktu fermentasi 8 minggu memberikan hasil yang terbaik terhadap kadar protein tauco. Kandungan protein tauco merupakan penilaian pertama terhadap tauco untuk menentukan baik atau tidaknya mutu produk tauco. BAL memiliki peranan penting hampir dalam semua proses fermentasi makanan dan minuman. Bakteri ini dalam industri makanan berperan utama dalam pengasaman bahan mentah dengan memproduksi sebagian besar asam laktat (bakteri homofermentasi) atau campuran asam laktat, asam asetat, etanol dan CO 2 (bakteri heterofermentasi) (Desmazeaud, 1996; Jenie, 1996). BAL juga digunakan dalam produksi susu seperti yogurt, susu asam, keju, mentega dan produksi asam-asaman serta asinan (Lindquist, 1998). Berbagai makanan fermentasi Indonesia yang biasanya digunakan sebagai saus, misalnya kecap, belacan dan tauco dalam proses pembuatannya juga dilakukan oleh BAL. Dari uraian di atas perlu kiranya dilakukan penelitian mengenai viabilitas BAL dan identifikasi BAL yang berperan pada fermentasi tauco dalam larutan garam mengingat peran BAL yang sangat penting dalam fermentasi makanan.
1.2
Rumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Tauco merupakan produk fermentasi yang dibuat melalui dua tahapan fermentasi, yaitu fermentasi kedelai oleh kapang (fermentasi tahap pertama) dan fermentasi di dalam larutan garam (fermentasi tahap kedua) yang dibantu oleh BAL dan khamir. Larutan garam merupakan penyeleksi BAL yang dapat hidup dan membantu proses fermentasi tahap kedua dalam proses pembuatan tauco. Lama waktu fermentasi dalam larutan garam serta besarnya konsentrasi larutan garam yang digunakan mempengaruhi mutu tauco serta viabilitas BAL yang membantu proses fermentasi. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana viabilitas BAL pada fermentasi tauco dalam larutan garam? 2. Apa jenis BAL yang terdapat pada proses fermentasi tauco dalam larutan garam? 3. Bagaimana kualitas tauco yang dihasilkan dari proses fermentasi tauco dalam larutan garam?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui viabilitas BAL pada fermentasi tauco dalam larutan garam 2. Untuk mengidentifikasi BAL yang terdapat pada proses fermentasi tauco dalam larutan garam 3. Untuk mengetahui kualitas tauco yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
1.4
Hipotesis Lama fermentasi tauco dalam larutan garam mempengaruhi viabilitas dan
keragaman BAL serta mempengaruhi kualitas tauco
1.5
Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran mengenai viabilitas BAL pada fermentasi tauco dalam larutan garam 2. Mengetahui peranan BAL pada fermentasi tauco dalam larutan garam 3. Mengetahui keragaman BAL yang terdapat pada fermentasi tauco dalam larutan garam
Universitas Sumatera Utara