1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Candida albicans merupakan salah satu jamur dari beberapa spesies
Candida yang dapat menyebabkan infeksi kulit dan selaput lendir. C. albicans dalam keadaan normal merupakan komensal dalam saluran pencernaan, dimana C. albicans berada dalam keseimbangan dengan flora bakteri. C. albicans hanya akan menjadi patogenik bila terdapat situasi yang memungkinkan untuk terjadinya multiplikasi (Brown and Burns, 2002). Infeksi yang ditimbulkan oleh C. albicans dikenal dengan istilah kandidiasis. Kandidiasis dapat menginfeksi vulvovagina, gastrointestinal dan mukosa oral (Amelia, 2009). Infeksi kandidiasis salah satunya yaitu kandidiasis vaginitis, terjadi pada sekitar 90% wanita di Indonesia. Infeksi tersebut dapat terjadi karena negara Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur mudah tumbuh dan berkembang yang mengakibatkan banyaknya kasus kandidiasis vaginitis pada wanita Indonesia. Remaja putri mempunyai resiko infeksi kandidiasis yang lebih tinggi dimana 31,8% terjadi pada usia 15-24 tahun (Badaryati, 2012). Berdasarkan pada angka kejadian yang tinggi, kandidiasis menjadi suatu hal penting untuk diperhatikan karena keluhan yang ditimbulkan pada pasien apabila tidak tertangani dengan baik akan berdampak buruk bagi penderitanya seperti lesi pada oral, vulvovagina, saluran gastrointestinal, hingga infeksi pada sistem saraf pusat
1
2
yang mungkin terjadi pada individu yang sistem imunitasnya menurun (Davey, 2002). Daun sirih hijau (Piper betle L.), suku Piperaceae, dapat dimanfaatkan sebagai obat keputihan atau disebut dengan kandidiasis vaginitis (Thomas, 1989). Penelitian ilmiah terkait dengan aktivitas daun sirih hijau sebagai antifungi terhadap isolat C. albicans dilaporkan dalam penelitian Mani dan Boominathan (2011), fraksinasi ekstrak etanol daun sirih hijau dengan kromatografi kolom menggunakan pelarut air, etanol, metanol, aseton, n-heksan dan butanol memberikan daya hambat secara berturut-turut sebesar 2 mm; 7,2 mm; 3 mm; 1 mm, 0,5 mm dan 0,5 mm. Daya hambat terbesar yang dihasilkan dalam fraksi etanol tersebut tentunya tidak terlepas dari golongan senyawa aktif yang terlarut dalam fraksi etanol. Penentuan golongan senyawa yang secara langsung memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap C. albicans penting untuk diketahui. Sehingga dalam penelitian ini, ingin diketahui golongan senyawa aktif dalam fraksi etanol daun sirih hijau yang secara langsung memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans. Daun sirih hijau diketahui mengandung golongan senyawa aktif yang terdiri dari saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri (Departemen Kesehatan RI, 2000). Kandungan kimia daun sirih hijau yang diketahui berpotensi sebagai antifungi yaitu golongan senyawa fenol, terpenoid dan flavonoid (Saxena, et al., 2014; Singh, et al., 2006; Andersen and Markham, 2006). Kandungan metabolit sekunder dalam tanaman dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim tempat tanaman tersebut tumbuh. Produksi kandungan senyawa fenol, terpenoid dan flavonoid dalam tanaman
3
diketahui akan meningkat pada iklim dengan suhu yang tinggi (Tuteja, et al., 2012; Hui and Evranuz, 2016; Shi, 2007). Dalam penelitian ini, dilakukan suatu uji untuk mengetahui golongan senyawa aktif dalam fraksi etanol daun sirih hijau yang memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap C. albicans dari berbagai daerah dengan zona iklim panas (0-700 mdpl) di Bali. Pengambilan sampel daun sirih hijau dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa daerah yaitu, daerah A (103 mdpl), daerah B (166 mdpl), daerah C (402 mdpl), daerah D (457 mdpl), daerah E (465 mdpl), daerah F (562 mdpl), daerah G (604 mdpl) dan daerah H (668 mdpl), dimana ke-8 daerah tersebut memiliki kondisi iklim panas dengan ketinggian berkisar pada rentang 0 – 700 mdpl. Berdasarkan pada pemilihan beberapa daerah di atas, maka akan dapat diperoleh gambaran mengenai keberadaan golongan senyawa bioaktif dari daun sirih hijau yang dihasilkan dari daerah berbeda namun masih dalam satu zona iklim yang sama. Penentuan golongan senyawa bioaktif antifungi dalam fraksi etanol daun sirih hijau dilakukan dengan menggunakan metode KLT Bioautografi. KLT bioautografi merupakan metode sederhana yang dapat digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas antibakteri atau antijamur. Keuntungan dari metode KLT bioautografi yaitu dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas biologis secara langsung dari senyawa kompleks, terutama terkait dengan kemampuan senyawa untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Keuntungan lainnya, KLT bioautografi mudah dilakukan, cepat, murah, hanya membutuhkan peralatan sederhana dan interpretasi hasilnya relatif mudah dan akurat (Kusumaningtyas, dkk., 2008). Kawsud, et al., 2014
4
melaporkan bahwa dengan metode KLT-bioautografi, ekstrak etanol daun sirih menunjukkan aktivitas anti C. albicans pada Rf 0,38 dengan fase gerak toluen : etil asetat (90:10 v/v). Penentuan golongan senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans dengan metode KLT-bioatografi dapat dideteksi dengan menggunakan pereaksi golongan senyawa flavonoid yaitu asam sitroborat, AlCl3 5% dan uap ammonia (Kusumowati, dkk., 2012; Sasmito, 2001; Sani, dkk., 2014); pereaksi golongan senyawa fenol yaitu reagen FeCl3 5%, Folin Ciocalteu dan Anisaldehid H2SO4 (Nugrahaningtyas, dkk., 2005; Banu and Nagarajan, 2014; Aulifa, et al., 2015); pereaksi golongan senyawa alkaloid yaitu reagen Dragendorf (Karthika, et al., 2014); pereaksi golongan senyawa terpenoid dan steroid yaitu reagen Liebermann Burchard (Macedo, et al., 2004). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan suatu penelitian menggunakan metode KLT bioautografi untuk melakukan skrining golongan senyawa aktif dalam fraksi etanol daun sirih hijau yang memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap C. albicans dari berbagai daerah dengan zona iklim panas (0-700) di Bali.
5
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan yaitu:
Bagaimanakah profil golongan senyawa bioaktif antifungi C. albicans dari fraksi etanol daun sirih hijau (P. betle L.) yang tumbuh di beberapa daerah berbeda dengan zona iklim panas (0-700 mdpl) di Bali?. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui profil golongan senyawa bioaktif
antifungi C. albicans dari fraksi etanol daun sirih hijau (P. betle L.) yang tumbuh di beberapa daerah berbeda dengan zona iklim panas (0-700 mdpl) di Bali. . 1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
golongan senyawa bioaktif yang terdapat dalam fraksi etanol daun sirih hijau (P. betle L.) yang memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans dari daerah zona iklim panas (0-700 mdpl) di Bali dengan perbedaan daerah tumbuh tanaman sirih hijau.