BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pada hakekatnya transfusi darah merupakan salah satu tugas pemerintah di
bidang pelayanan kesehatan masyarakat. Akan tetapi dalam pelaksanaaannya tanggung jawab penyediaan darah bagi kebutuhan masyarakat dipercayakan kepada Palang Merah Indonesia (PMI), sebagai pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1980 tentang transfusi darah dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.478/Menkes/Per/X/1990 tentang upaya kesehatan dibidang transfusi darah. Supaya tanggung jawab tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, PMI membentuk Unit Transfusi Darah (UTD) sebagai pelaksana teknis mulai dari tingkat pusat hingga di Kabupaten dan Kota (PMI Pusat, 1998). Fungsi Unit Transfusi Darah PMI (UTD-PMI) ini, selain melayani aspek pelayanan kesehatan masyarakat juga berkaitan dengan aspek sosial, organisasi, dan aspek interpedensi, baik nasional maupun internasional. Bahkan UTD –PMI dituntut untuk membangun jaringan yang sangat luas melalui kerjasama dengan lembagalembaga pemerintah, kerjasama antar pemerintah, serta membangun jaringan sesama PMI baik nasional maupun internasional. Saat ini Palang Merah Indonesia telah melaksanakan kegiatan transfusi darah yang tersebar di 30 Provinsi Tingkat I dan 323 cabang di daerah dengan 165 UTD di seluruh Indonesia (Munandar, 2009). Melalui kerjasama yang begitu luas, maka UTD-PMI dapat menyesuaikan visi dan misinya dengan berbagai perkembangan yang terjadi. Perkembangan teknologi kedokteran misalnya bedah, yang menuntut tersedianya komponen darah.
Universitas Sumatera Utara
PMI di Negara-negara maju tidak mengalami kendala yang berarti dalam menjalankan peran dan fungsinya , terutama dalam hal ketersediaan darah. Mereka pada umumnya telah memiliki relawan donor darah sukarela, sesuai dengan rekomendasi World Health Organization (WHO) dan Council of Europe agar digalakkan penggunaan darah yang bersumber dari donor darah sukarela yang tidak dibayar (Contretas, 1998). Pentingnya ketersediaan darah di bank darah (UTD-PMI) karena untuk memenuhi kebutuhan akan transfusi darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban kecelakaan yang dalam kondisi gawat darurat yang membutuhkan transfusi darah, pasien operasi mayor seperti operasi jantung, bedah perut, seksio sesarea, para penderita penyakit darah seperti thalassemia (Anonim, 2010). Namun ketersediaan stok darah di PMI sering kali tidak mencukupi kebutuhan di masyarakat. Hal ini karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat donor darah bagi kesehatan si donator dan banyaknya mitos-mitos yang berkembang di Indonesia tentang dampak negatif dari donor darah. Beberapa mitos negatif yang berkembang di masyarakat seputar donor darah antara yaitu; donor darah dapat membuat kita gemuk, membuat badan lemas, wanita tidak boleh mendonorkan darah, menimbulkan kecanduan. Selain itu banyak juga masyarakat yang beranggapan bahwa PMI memperjualbelikan darah hal ini dikarenakan bahwa pasien yang membutuhkan darah diharuskan membayar biaya pengganti pengelolaan darah (BPPD) untuk setiap kantong darah (PMI.2009). Undang-undang melarang tentang jual-beli organ manusia termasuk darah dan dapat dikenakan sanksi hukum bagi yang melanggarnya. PMI tidak melakukan jual-
Universitas Sumatera Utara
beli darah, yang dilakukan PMI adalah BPPD (Biaya Pengganti Pengolahan Darah) yang terdiri dari biaya kantung darah, cairan reagensia untuk pemeriksaan golongan darah, apakah mengadung penyakit HIV/AIDS, hepatitis B, hepatitis C, syphilis, dan lain-lain, biaya konsumsi dan vitamin pendonor, pembelian alat suntik dan barang habis pakai dalam pengambilan darah. Biaya BPPD di UTD Medan hanya Rp. 200.000/kantung sedangkan di Jakarta mencapai Rp. 350.000 / kantung. Sementara itu, menurut perhitungan WHO (World Health Organization) harganya mencapai Rp. 500.000 /kantung (PMI Sumut, 2009). Pemakaian darah sebagai suatu kebutuhan di bidang kedokteran yang hingga saat ini belum bisa digantikan oleh bahan sintetis kimiawi apapun. Dalam pengobatan lama ada tindakan berbekam, yaitu melukai kulit untuk mengeluarkan darah yang dianggap “kotor” dalam usaha mengobati penyakit. Bahkan dalam prakteknya dalam abad pertengahan masehi orang sudah melakukan transfusi darah untuk tujuan mempermuda tubuh (Sadikin, 2001). Untuk mendonorkan darah kepada orang lain dibutuhkan kerelaan. Tidak semua orang bersedia untuk
mendonorkan darahnya kepada orang
yang
membutuhkan. Padahal, kegiatan tersebut justru dapat membuat jantung bekerja optimal dan mendeteksi penyakit sejak dini. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, memang telah memilki relawan donor sebagaimana juga di negara-negara maju tersebut. Namun pada umumnya yang dimiliki bukan donator tetap yang senantiasa menyumbangkan, tetapi donator pasif yang harus dimobilisasi dengan berbagai kiat oleh PMI.
Universitas Sumatera Utara
Data dari negara maju menunjukkan tingkat donasi darah sebanyak 60-100 per 1000 penduduk Sedangkan di Asia tingkat donasi darah yang paling maju adalah Jepang yaitu 68 per 1000 penduduk, Korea 40 per 1000 penduduk, Singapura 24 per 1000 penduduk, Thailand 13 per 1000 penduduk, dan Malaysia 10 per 1000 penduduk (Aziz, 2000). Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh PMI, namun masyarakat untuk mendonorkan darahnya tetap saja rendah. Masyarakat belum menyadari bahwa donor darah tidakj hanya memiliki nilai kemanusian tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan. Nilai kemanusian dari donor darah tersebut dapat dilihat dari peranan darah itu sendiri dalam menyelamatkan jiwa yang membutuhkannya. Penelitian yang dilakukan oleh Jukka Salonen (1997), dan koleganya dari Universitas Kuopio, Finlandia bahwa donor darah dapat mengurangi resiko penyakit jantung koroner pada pendonor darah pria karena berkurangnya jumlah zat besi dalam darah (Buletin Transfusi Darah, 1997). Pada tahun 2005, Palang Merah Indonesia (PMI) mampu mengumpulkan 1.285.000 kantung darah atau setara dengan 350.000 donor darah. Ini diasumsikan bahwa tingkat penyumbangan adalah 6 orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini tentu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi populasi di Indonesia. Bila menggunakan tolok ukur yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia, World Health Organisation (WHO), untuk jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar 230-240 juta, idealnya memiliki kantong darah sekitar 2% dari jumlah penduduk, atau sekitar 4,6 juta kantong per tahun (PMI, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Untuk menjalankan fungsi sebagai penyedia darah bagi kebutuhan masyarakat UTDPMI dituntun untuk membangun jaringan yang sangat luas melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah. Kerjasama antar pemerintah, serta membangun jaringan sesama PMI baik nasional maupun internasional. Untuk itu UTD-PMI Medan telah menjalin kerjasama dengan beberapa rumah sakit dalam hal penyediaan darah, rumah sakit tersebut yaitu RSUD. Dr. Pirngadi, RSI. Malahayati, RSU. Haji, RSU. PTP. Tembakau Deli, RS. Putri Hijau, RS. Gleni. Selain itu donor darah juga dapat dilakukan di RSUP. Adam Malik yang telah memiliki fasilitas UTD sendiri, serta di gerai-gerai donor darah yang diadakan oleh PMI sewaktu-waktu di tempattempat umum seperti kampus, mall, dll. Di UTD-PMI Kota Medan terdapat dua jenis pendonor darah, yaitu donor pengganti/keluarga dan donor sukarela. Donor keluarga/donor pengganti adalah donor yang menyumbangkan darahnya untuk mengganti darah yang telah diambil dari UTD untuk keluarga/teman mereka. Sedangkan donor sukarela adalah donor yang menyumbangkan darahnya tanpa imbalan apapun (PMI, 2009) Data di Palang Merah Indonesia (PMI) kota Medan, jumlah pendonor darah di Kota Medan, pada tahun 2005 jumlah pendonor sukarela sebesar 9.316 orang, donor pengganti sebesar 23.378 orang. Tahun 2006 jumlah jumlah pendonor sukarela sebesar 13.140 orang, donor pengganti sebesar 27.236 orang. Tahun 2007, donor sukarela sebesar 11.466 orang, donor pengganti sebesar 19.693 orang. Sementara itu tahun 2008, angka pendonor menurun drastis dimana pendonor sukarela sebesar 10.696 orang, dan pendonor pengganti sebesar 15.449 orang. Tahun 2009, tercatat
Universitas Sumatera Utara
pendonor sukarela sebesar 10.336 orang dan pendonor pengganti sebesar 13.072 orang. Dari data diatas dapat diketahui bahwa jumlah pendonor sukarela terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Dari data juga diketahui kebutuhan darah untuk masyarakat kota Medan cukup besar, hal ini dapat dilihat dari jumlah pendonor pengganti yang jauh lebih banyak daripada ketersedian darah yang berasal dari donor sukarela. Jumlah pendonor tertinggi tercatat tahun 2006 dengan jumlah menyentuh hingga 40 ribuan pendonor . Jumlah pendonor darah menurut jenis kelamin diketahui bahwa pendonor laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan pendonor perempuan. Data yang diperoleh dari PMI Kota Medan, tahun 2005 jumlah pendonor laki-laki sebesar 26.319 pendonor yang terdiri dari 7.254 donor sukarela dan 19.065 donor pengganti, jumlah pendonor perempuan sebesar 6375 pendonor yang terdiri dari 2.062 donor sukarela dan 4.313 donor pengganti. Tahun 2006, jumlah pendonor laki-laki sebesar 30.927 pendonor yang terdiri dari 9.308 donor sukarela dan 21.619 donor pengganti, jumlah pendonor perempuan sebesar 9.449 pendonor yang terdiri dari 3.832 donor sukarela dan 5.617 donor pengganti. Tahun 2007, jumlah pendonor laki-laki sebesar 23.578 pendonor yang terdiri dari 9.198 donor sukarela dan 14.380 donor pengganti, jumlah pendonor perempuan sebesar 7.581 pendonor yang terdiri dari 2.268 donor sukarela dan 5.313 donor pengganti. Dari data jenis kelamin, dapat dilihat bahwa hanya 22 % donor sukarela terdiri dari perempuan, sedangkan dari donor pengganti/ keluarga, perempuan hanya menyumbang 18 %, padahal yang banyak memakai darah adalah dibidang kebidanan (mayoritas perempuan).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi motivasi pendonor sukarela darah untuk mendonorkan darahnya di UTD-PMI sehingga dnantinya dapat diketahui hal-hal apa yang dapat mendorong seseorang untuk rela mendonorkan darahnya.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi permasalahan adalah faktor-faktor yang memengaruhi motivasi pendonor sukarela untuk mendonorkan darah di UTD-PMI Medan Tahun 2010. 1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang memengaruhi motivasi pendonor sukarela untuk mendonorkan darah di UTD-PMI Kota Medan Tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui gambaran karakteristik pendonor sukarela yang mendonorkan darah di UTD-PMI Medan Tahun 2010.
2.
Untuk mengetahui gambaran sumber informasi yang memengaruhi motivasi pendonor sukarela untuk mendonorkan darah di UTD-PMI Medan Tahun 2010.
3.
Untuk mengetahui pengetahuan pendonor sukarela terhadap donor darah di UTD-PMI Medan Tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
4.
Untuk mengetahui sikap pendonor sukarela terhadap donor darah di UTDPMI Medan Tahun 2010.
5.
Untuk mengetahui kelompok referensi dari pendonor sukarela terhadap donor darah di UTD-PMI Medan Tahun 2010.
6.
Untuk mengetahui niat pendonor sukarela untuk mendonorkan darah di UTD-PMI Medan Tahun 2010
7.
Untuk mengetahui tindakan pendonor sukarela di UTD-PMI Medan Tahun 2010.
1.4.
Manfaat Penelitian 1.
Memberikan informasi tambahan kepada masyarakat mengenai manfaat dari donor darah.
2.
Dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi motivasi pendonor untuk mendonorkan darahnya secara sukarela.
3.
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi lintas sektor terkait (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan) dan pihak UTD-PMI dalam menumbuhkan minat masyarakat untuk donor darah.
Universitas Sumatera Utara