BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Film di masa kini terus berkembang pesat hingga menjadi salah satu
bentuk industri kreatif. Film juga dikategorikan sebagai karya seni sekaligus media informasi karena dianggap cukup efektif untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Sebagai contoh, film Burka Avenger yang merupakan film animasi
pertama
buatan
Pakistan.
Film
ini
memiliki
pesan
tentang
penanggulangan polio pada anak-anak di Pakistan. Terbukti, setelah diputarnya film ini, pengetahuan anak-anak kecil di Pakistan tentang pencegahan polio pun bertambah. Mereka mengikuti cara pencegahan polio seperti yang ada di film itu, salah satunya adalah tingkat kemauan mereka untuk mendapatkan imunisasi semakin tinggi. Hal ini merupakan bukti konkrit bahwa film dapat menciptakan proses komunikasi dan interpretasi pesan melalui dialog-dialognya. Film sebagai salah satu contoh dari drama, juga mengandung unsur intrinsik dan ekstrinsik, seperti yang dikemukakan oleh Dr. Yuni Pratiwi, M.Pd dan Frida Siswiyati, S.Pd., M.Pd. dalam buku Teori Drama dan Pembelajarannya (2014 :28) : “Naskah drama dibangun oleh unsur utamanya, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik naskah drama meliputi penokohan, plot, setting (latar), tema dan dialog. Adapun unsur ekstrinsik naskah drama yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam naskah drama dan unsur pendukung lain di luar bangun strukturnya.” 1
Unsur-unsur intrinsik tersebut saling bersinergi untuk menciptakan pesan-pesan dalam film. Satu bagian dari unsur intrinsik film yang dianggap penting adalah dialog, seperti yang dikemukakan lebih lanjut oleh Pratiwi-Siswiyanti (2014:105) bahwa: “Drama merupakan salah satu karya yang memiliki keunikan dibandingkan dengan karya sastra puisi atau prosa. Salah satu ciri khas drama yang membedakan dari karya sastra yang lain adalah adanya dialog yang menjadi ciri utama dan khas dari drama. Dialog berisi percakapan antar tokoh yang di dalamnya terdapat petunjuk lakuan dan menggunakan ragam bahasa lisan yang komunikatif.”
Selain menjadi bagian terpenting dalam sebuah drama atau film, dialog merupakan salah satu bentuk proses komunikasi karena di dalamnya terdapat penggunaan bahasa secara komunikatif . Untuk itu, penelitian ini akan menjadikan dialog sebagai salah satu kata kunci utamanya. Dalam konteks film, dua atau lebih aktor/aktris pada film dan adanya tuturan di antara mereka merupakan salah satu tanda terjadinya dialog yang di dalamnya ditemukan proses komunikasi atau penggunaan bahasa secara komunikatif. Geoferey Leech dalam Prinsip-prinsip Pragmatik Umum (1993:1520) mengemukakan bahwa ada beberapa syarat penggunaan bahasa secara komunikatif: “Salah satu aspek dalam penggunaan tata bahasa (pragmatik umum) adalah orang yang menyapa dengan n („penutur‟) dan orang yang disapa dengan t („petutur‟). Simbol-simbol ini merupakan singkatan untuk „penutur/penulis‟ dan „petutur/pembaca‟. Istilah-istilah „penerima‟ (orang yang menerima dan menafsirkan pesan) dan „yang disapa‟ (orang yang seharusnya menerima dan menjadi sasaran pesan) juga perlu dibedakan.”
Berdasarkan pemaparan di atas, jelas bahwa penggunaan bahasa secara komunikatif dalam sebuah proses komunikasi dapat terjadi apabila terdapat orang yang menyampaikan pesan (penutur), orang yang memang seharusnya menerima 2
pesan tersebut (petutur) dan pesan itu sendiri. Penjelasan serupa dipaparkan oleh Halliday dan Hasan di dalam bukunya Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial (1994:16) : “Sudut kerangka konseptual yang sederhana dengan tiga pokok bahasan, yaitu „medan‟ (field), „pelibat‟ (tenor), dan „sarana‟ (mode). Konsep-konsep ini digunakan untuk menafsirkan konteks sosial teks, yaitu lingkungan terjadinya pertukaran makna. Medan wacana menunjuk pada hal yang terjadi, pada tindakan sosial yang sedang berlangsung. Pelibat wacana menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian pada sifat, kedudukan, dan peranan mereka. Sarana wacana menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu.”
Terdapat tiga jenis pokok bahasan dalam sebuah konteks, yaitu: medan wacana (dimana dan bagaimana situasi terjadinya tuturan), pelibat wacana (siapa saja penutur dan petuturnya), dan sarana wacana (bentuk tuturan yang disampaikan). Menurut Halliday dan Hasan, ketiga hal tersebut merupakan acuan untuk menentukan sebuah lingkungan terjadinya pertukaran makna atau yang disebut sebagai konteks sosial teks. Salah satu cabang ilmu linguistik yang membahas konteks sosial teks adalah pragmatik. Konsep pragmatik digunakan untuk mengkaji bahasa secara eksternal dari segi fungsi dan penggunaannya dalam kehidupan sosial. Pragmatik disebut juga sebgagai analisis kebahasaan berdasarkan konteks. Pada proses komunikasi, pesan dalam tuturan dapat diketahui dengan melihat konteksnya terlebih dahulu. Begitu juga dengan film, pesan dalam dialog pada sebuah film dapat diketahui setelah mengenal dan mempertimbangkan konteks dialog tersebut. Salah satu elemen penting yang mempengaruhi konteks dalam dialog pada film adalah intonasi tuturan dalam dialog tersebut.
3
Selain dalam percakapan sehari-hari, intonasi tuturan dalam dialog juga ditemukan dalam dialog pada film Intouchables. Film yang menjadi objek dalam penelitian ini diproduksi pada tahun 2011 oleh duet sutradara Olivier Nakache dan Éric Toledano. Film peraih Best Actor dan delapan penghargaan lainnya di César Award
2012 ini juga telah mengantongi total 31 penghargaan, sekaligus 35
nominasi di berbagai festival film di dunia. Film ini menampilkan tokoh-tokoh perancis baik yang berkulit hitam maupun yang berkulit putih. Hal ini menyebabkan aksen, nada bicara, dan intonasi bicara para tokoh banyak muncul dalam dialog-dialog pada film tersebut. Variasi intonasi dan aksen, serta tentunya kredibilitas film ini menjadi alasan dipilihnya Intouchables sebagai objek penelitian dalam skripsi ini. Berikut ini akan dipaparkan sedikit mengenai contoh variasi intonasi dari tuturan dalam dialog pada film Intouchables: (1) Police 1: « Sortez du véhicule! » Polisi 1: “Keluar dari kendaraan!”
(2) Driss : (Expression) « Attendez, je vous expliquez » Driss : (Ekspresi menghela nafas) “Tunggu, saya bisa jelaskan semuanya.”
(3) Driss : « Il ne peut pas sortir.» Driss : “Dia tidak bisa keluar, apalagi untuk membuka pintu.”
(4) Police 1: « Vous êtes sûr ? » Polisi 1: “Anda yakin?”
4
(5) Driss : « Il y a un rouler dans le coffre. Il est paralysé je te dis. Allez vérifier!» Driss : “Ada kursi roda di bagasi. Dia cacat. Silakan cek!” (6) Police 2: (Vérifier le coffe) « Oui. » Polisi 2: (Mengecek bagasi mobil lalu mengangguk) “Iya. Ada.”
Pada contoh tuturan di atas diketahui adanya intonasi tinggi yang disimbolkan tanda panah serong ke kanan-atas [] dan simbol [] yang mengindikasikan adanya intonasi rendah. Berdasarkan kalimat petutur pada contoh (1), (3), (5) dapat dikatakan bahwa tuturan penutur pada dialog tersebut memiliki sebuah makna tertentu, begitu juga dengan yang terdapat pada contoh (2) dan (4). Selain itu, terdapat tuturan penutur yang membuat petutur merespon dengan tindakan misalnya pada contoh (6). Hal ini juga menjadi salah satu indikasi bahwa dialog tersebut memang memiliki makna tertentu. Intonasi tinggi dalam dialog contoh (1) dan (5) terdapat dalam kalimat imperatif. Berdasarkan konteksnya, diketahui bahwa kalimat tersebut memiliki makna menyuruh. Akan tetapi, hal ini berbeda dengan yang ada pada dialog contoh (3), yaitu adanya intonasi tinggi yang bukan dalam kalimat imperatif, melainkan kalimat deklaratif. Menurut konteks, intonasi tinggi dalam kalimat deklaratif pada contoh (3) juga mempunyai makna yang berbeda dengan contoh intonasi tinggi sebelumnya, yaitu menjelaskan, bukan menyuruh. Kalimat dalam contoh dialog (2) dan (4) merupakan kalimat dengan intonasi rendah. Akan tetapi meskipun intonasi keduanya sama, bentuk dan makna dari dua kalimat tersebut berbeda. Bentuk kalimat pada contoh (2) merupakan 5
kalimat deklaratif, sedangkan contoh (4) adalah bentuk dari kalimat interogatif. Selain bentuk kalimat, makna kedua kalimat itu pun berbeda, contoh (2) memiliki makna penjelasan, sedangkan kalimat pada contoh (4) bermakna pertanyaan penegasan. Berdasarkan contoh-contoh tersebut, dapat ditarik hubungan antara dialog pada film, intonasi dan makna. Hal-hal tersebut dapat saling mempengaruhi untuk menciptakan sebuah pesan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjabarkan apa hubungan antara perbedaan intonasi dan makna sebuah tuturan dialog dalam film Intouchables berdasarkan kajian pragmatik.
1.2
Rumusan Masalah Dialog yang terdapat dalam sebuah film merupakan salah satu media
komunikasi untuk menyampaikan informasi dari film tersebut. Dalam sebuah dialog terkandung tuturan-tuturan dan salah satu unsur dari tuturan itu sendiri adalah intonasi. Ada kemungkinan bahwa unsur-unsur tersebut, termasuk intonasi, mempengaruhi makna sebuah tuturan dalam dialog. Berdasarkan rumusan tersebut di atas maka disusunlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kategorisasi intonasi yang ada dalam dialog pada film Intouchables ?
6
2. Bagaimana makna intonasi dalam dialog di film Intouchables berdasarkan kajian pragmatik?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Mendeskripsikan kategorisasi jenis intonasi dari dialog-dialog dalam film Intouchables. 2. Menjelaskan makna yang timbul akibat adanya perbedaan intonasi dari dialog-dialog dalam film Intouchables berdasarkan kajian pragmatik.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan objek material berupa film Intouchables
dengan data yang berasal dari dialog-dialog dalam film tersebut. Film Intouchables dipilih untuk dijadikan objek penelitian karena kredibilitas dan adanya aksentuasi serta variasi intonasi dalam dialog-dialog antar tokohnya. Batasan analisis yang akan dilakukan adalah kajian pragmatik dan fonetik. Pendekatan pragmatik digunakan untuk menganalisis hubungan makna dengan variasi intonasi yang terkandung dalam dialog-dialog pada film Intouchables. Sementara pendekatan fonetik digunakan untuk menentukan pola modulasi intonasi dan jenis intonasi tuturan. 7
1.5
Tinjauan Pustaka Penelitian dengan topik intonasi pernah dipublikasikan dalam judul
Tonisitas Dalam Intonasi Dialog Spontan Bahasa Jawa Ngoko (Kajian Fonetik Akustik) oleh Enu Suryati (2012 :14-15). Pada penelitian itu dijelaskan bahwa ada istilah tone dalam ilmu kebahasaan yang mempelajari bunyi, yaitu fonologi. Tone merupakan pemilihan nada dalam sebuah tuturan yang dapat berupa nada naikturun, nada turun, nada naik, atau bahkan nada berayun. Secara keseuluruhan penelitian tersebut memaparkan sistem bunyi yang terealisasikan dalam intonasi dialog spontan bahasa Jawa ngoko dengan pendekatan SFL (Systemic Fungsion Linguistics). Dipaparkan lebih lanjut dalam penelitian itu sistem intonasi merupakan salah satu sistem dalam tingkatan ekspresi bahasa Jawa. Penelitian tersebut menjadi referensi yang baik karena banyak istilah-istilah terkait intonasi yang penting untuk diketahui. Penelitian selanjutnya oleh Tifani Asri Reygina Raesa pada tahun 2013 membahas suatu masalah melalui pendekatan pragmatik dengan judul Wacana Iklan Mobil Renault Twingo: Kajian Pragmatik (2013:13-15). Penelitian tersebut memaparkan bahwa pragmatik yang merupakan studi kebahasaan terikat konteks memiliki salah satu aspek dalam studi pragmatik, yaitu “Tuturan Sebagai Bentuk Tindak Verbal”. Tindak tutur merupakan syarat penting untuk mengetahui sebuah bahasa tuturan yang memiliki tindak verbal dan makna lain terkait konteks yang melingkupinya. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa bahasa telah dikaji dalam ilmu kebahasaan setara pragmatik.
8
Tahun 2004, skripsi berjudul Wacana dialog dalam Film Eugenie: Analisis Prinsip-prinsip pragmatik oleh Gayatri Wirastari membicarakan tentang bagaimana aplikasi dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam tataran ilmu pragmatik. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dialogdialog dalam film Eugenie. Disertasi bertajuk Kendala Prosodi Pembelajar Bahasa Prancis di Medan oleh Hesti Fibriasari dilaksanakan pada tahun 2012 menjadi referensi penting karena di dalam penelitian tersebut terdapat konsep dan teori yang sesuai dengan penelitian ini yakni mengenai prosodi, intonasi, dan pola modulasi intonasi. Berdasarkan referensi-referensi karya tulis dan penelitian terdahulu yang tercantum di atas, maka penulis memilih judul “Intonasi Dialog dalam Film Intouchables” yang ternyata merupakan penelitian pertama yang membahas intonasi melalui media film Prancis.
1.6
Landasan Teori Tuturan dalam proses komunikasi verbal muncul berkat adanya konstruksi
oleh beberapa aspek seperti misalnya diksi, intonasi, durasi dan masih banyak lagi. Adanya tuturan berisi pesan yang disampaikan penutur kepada petutur mencirikan bahwa di situlah terjadi sebuah proses komunikasi. Misalnya, pada sebuah film, di dalamnya terdapat dialog-dialog (tuturan) antar para pemainnya (penutur dan petutur). Selain sebagai salah satu aspek yang mengonstruksi sebuah tuturan, intonasi juga memiliki peran penting dalam pembentukan dialog-dialog 9
pada film. Intonasi dalam dialog mendukung terciptanya interpretasi pesan oleh penonton dari film tersebut. Berdasarkan
kajian
pragmatik,
sebuah
proses
komunikasi
akan
menghasilkan suatu tindak tutur. Dalam “Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language” (1969:23-24), Searle via Wijana (Dasar-dasar Pragmatik, 1996:17) menjelaskan bahwa ada tiga jenis tindak tutur, yaitu: lokusi, perlokusi, dan ilokusi. Dikatakan lokusi apabila sebuah tuturan bersifat informatif dan tidak mengandung maksud lain untuk mempengaruhi si petutur. Salah satu contoh lokusi adalah tuturan yang terdapat dalam pengumuman atau undangan. Jika penutur menganggap pesan yang disampaikan dalam pengumuman dan undangan hanya sebatas sebuah informasi tanpa memberi pengaruh untuk bereaksi sesuatu, maka hal ini dikategorikan sebagai tindak lokusi. Apabila sebuah tuturan yang bersifat informatif tersebut memberikan pengaruh kepada si petutur untuk bereaksi, itulah yang dinamakan ilokusi. Tindak perlokusi adalah ketika timbul efek lain berupa motif dari penutur untuk mempengaruhi petutur. Lebih jauh mengenai teori ini akan dipaparkan pada bab II. Peter Grundy dalam “Doing Pragmatics” (2000:51) menambahkan: “Uttering a sentence with determinate „sense‟ (i.e non ambiguous meaning) and reference – the locution. Performing an act by uttering a sentence, the illocution and the effect the utterance might have, the perlocution.” “Pernyataan sebuah kalimat dengan makna (makna yang tidak ambigu) dan referensi adalah lokusi. Munculnya aksi setelah ada pernyataan dinamakan ilokusi dan adanya efek yang mungkin bisa ditimbulkan oleh tuturan pernyataan tersebut dinamakan perlokusi.”
10
Perbedaan lokusi, ilokusi, dan perlokusi tidak hanya terletak pada bagaimana makna tuturan dan reaksi petutur terhadap tuturan dari penutur saja akan tetapi juga pada sudut pandang dari tuturan tersebut. Apabila dilihat dari sudut pandang berdasarkan makna dan referensi yang tidak memperhatikan bagaimana respon petutur, maka dikatakan lokusi. Disebut ilokusi apabila tuturan tersebut dilihat dari sudut pandang si petutur, yaitu berdasarkan muncul atau tidaknya reaksi berupa perilaku. Jika tuturan hanya dilihat dari sudut pandang kemungkinan munculnya akibat-akibat lain selain petutur, maka itulah yang dinamakan
perlokusi.
Contoh
lokusi,
ilokusi,
dan
perlokusi
(Grundy,
2000:55) terdapat pada satu kalimat di bawah ini : (7) “I‟m going on holiday next week.” Aku berencana untuk liburan, minggu depan. Makna pasti dan referensi kalimat (7) yaitu penutur akan pergi liburan di waktu yang telah ditentukan (lokusi). Jika kalimat itu dituturkan kepada penjual susu siap-antar, maka tuturan tersebut seolah-olah merupakan “instruksi” bagi penjual susu untuk mengantarkan susu kepada penutur (ilokusi). Namun, apabila kalimat tersebut tidak sengaja didengar oleh pencuri maka efek yang mungkin timbul adalah peristiwa pencurian di rumah penutur (perlokusi). Contoh-contoh dari tindak tutur banyak ditemukan dalam dialog-dialog dalam film Intouchables. Akan tetapi keberagaman intonasi dalam dialog-dialog tersebut ternyata memiliki batasan seperti yang dipaparkan dalam teori « Le Dix Intonations de base du français » oleh Pierre Delattre (1998 :1-3). Teori tersebut merumuskan variasi intonasi dalam tuturan kalimat bahasa Prancis terdiri dari 10 kategori. 11
Kategorisasi ini ditemukan melalui percobaan auditif pada penutur bahasa Prancis. « L‟intonation est un phénomène prosodiques. Ces phénomènes sont aussi connus sous le nom de traite suprasegmentaux parce qu‟ils ne portent pas séparément sur le « segments. » les voyelles et les consonnes, mais sur les mots et les groupes de sens. Le français n‟emploi que dix intonations.» “Intonasi merupakan peristiwa prosodik yang juga dikenal dengan istilah suprasegmental karena intonasi sendiri tidak hanya membicarakan soal huruf vokal maupun konsonan. Akan tetapi, intonasi merupakan bagian dari pemicu timbulnya sebuah interpretasi yang dalam bahasa Prancis terdapat 10 kategorisasi”
Teori tersebut diterapkan dalam contoh kalimat berikut ini:
(8) A: Sortes-vous! « Keluar! »
(9) B: Est-ce vous pouvez sortir? “Apakah anda bisa keluar?” Tuturan (8) berbentuk kata seru dan berintonasi tinggi ditandai dengan simbol . Menurut Pierre Delattre, kalimat tersebut mengandung makna perintah dan berfungsi untuk memerintahkan sesuatu (kalimat imperatif). Apabila tuturan (8) diganti dengan intonasi turun maka akan memungkinkan adanya perubahan makna seperti yang terdapat dalam tuturan (9), yaitu berfungsi untuk bertanya (kalimat interogatif). Berdasarkan kedua contoh di atas maka intonasi terbukti mampu mempengaruhi interpretasi. Ilustrasi kalimat di atas hanyalah satu dari kesepuluh kategori intonasi dalam bahasa Prancis menurut Pierre Delattre, yang di antaranya: 1. Finalité 12
2. Continuation majeure 3. Continuation mineure 4. Implication 5. Commandement 6. Question 7. Interrogation 8. Parenthèse 9. Écho 10. Exclamation
Intonasi memiliki peran dalam proses komunikasi yakni mendukung tersampaikannya informasi dalam sebuah tuturan oleh penutur kepada petutur. Konsep bahwa intonasi memiliki fungsi komunikatif dijelaskan secara lebih mendalam menurut teori Intonation du discours et synthèse de la parole : premiers résultats d'une approche par balises yang tercantum dalam buku Cahiers de Linguistique Français bertajuk « Prosodie: carrefour entre syntaxe, analyse du discours, psychologie des émotions et interprétation simultanée » (Piet Mertens dkk., 2001: 190) sebagai berikut:
« Au niveau de la substance, l'intonation se manifeste par plusieurs propriétés sonores (changements de hauteur, accentuation, durée, débit, pauses, rythme, prises de souffle, qualité vocale). De plus, chaque langue se sert de son propre inventaire de formes intonatives et soumet leur utilisation à des contraintes syntaxiques. Mais il ne faut pas oublier que l'intonation a d'abord une fonction communicative: c'est un moyen linguistique pour transmettre certaines informations.» “Intonasi mengandung beberapa aspek substansial yakni perubahan tinggi rendahnya nada, aksen, durasi, frekuensi, jeda, ritme, pernafasan, kualitas vokal. Selanjutnya, setiap bahasa mempunyai sistem yang berbeda mengenai intonasi dalam penggunaanya dalam susunan kata. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa pada dasarnya intonasi itu sendiri 13
telah memiliki fungsi komunikatif, yaitu cara dalam ilmu linguistik untuk menyampaikan sebuah informasi ”
Berdasarkan teori tersebut diperlukan alat pendukung untuk dapat mendeteksi kedelapan aspek substansial dalam intonasi. Sehingga, nantinya dapat menjadi paduan untuk menentukan makna dari sebuah tuturan. Aksen, sebagai salah satu unsur pembentuk intonasi, menurut teori tersebut menjadi salah satu alasan besar mengapa dipilih film Intouchables sebagai data dalam penelitian ini.
1.7
Metodologi Penelitian Metodologi yang akan diaplikasikan dalam penelitian ini dimulai dari
pengumpulan data menggunakan teknik simak, yakni menyimak dialog-dialog dalam film Intouchables kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan teknik agih karena penelitian ini merupakan penelitian eka bahasa tanpa adanya bahasa lain sebagai pembanding. Metode selanjutnya yaitu penyajian data dilakukan dengan teknik informal. Untuk mengetahui tinggi rendah nada, langkah yang ditempuh selama pengolahan data akan digunakan piranti Cool Edit Pro 2.1 sebagai pendukung penelitian. Cool Edit Pro 2.1 adalah sebuah piranti dalam program komputer yang mampu mendeteksi produksi suara dan menganalisis bagaimana komponen pembentuk suara itu, yakni intensitas bicara dan rentang nada yang terdapat dalam karakter suara si penutur. Tujuan penggunaan piranti lunak tersebut adalah untuk mengetahui dan memilih secara detail tuturan dengan variasi intonasi.
14
Langkah selanjutnya adalah dilakukan transkripsi data. Dikarenakan data yang jenisnya banyak, beragam maka pada proses ini akan dicari apa saja perbedaan yang mungkin timbul dari adanya makna sebuah intonasi dalam dialog pada film Intouchables itu sendiri. Selain itu digunakanlah piranti Praat edisi 4.8.1 dengan tujuan memudahkan penulis dalam membaca transkripsi data dan kemudian membantu pada proses analisis.
Gambar 1: Tampilan Cool Edit Pro 2.1
Gambar 2 : Tampilan data audio yang dibaca oleh piranti Praat 4.8.1
Proses transkripsi data dilanjutkan dengan pembuatan bagan intonasi. Setelah melalui tahap tersebut maka data siap dianalisis menggunakan teori-teori yang mendukung. Tahapan untuk menuju pembentukan bagan adalah sebagai berikut: 1. Memasukkan data berbentuk audio atau sound file sehingga didapat gelombang suara yang terletak di baris teratas sebagai berikut: 15
Gambar 3 : Tampilan data audio yang dibaca oleh piranti Praat 4.8.1. Gelombang suara yang ditandai dengan warna biru menandakan adanya tuturan dalam suara tersebut.
2. Data audio tersebut akan memilah mana audio yang merupakan tuturan dan bukan tuturan. Perbedaan itu dapat diketahui dari garis kontur yang dihasilkan dan terdapat di baris kedua. Intonasi bicara atau pitch disimbolkan dengan kurva berwarna biru sedangkan intensitas bicara atau intencity disimbolkan dengan kontur berwarna hijau.
Gambar 4 : Tampilan data audio yang dibaca oleh piranti Praat 4.8.1. Ruang yang ditandai dengan bulatan merah merupakan area dari kurva intonasi dan intensitas suara. Intonasi ditunjukkan
3. Teks dialog dibubuhkan dalam textgrid yang terletak pada baris terbawah, persis di bawah baris yang berisi kontur intonasi maupun intensitas bicara.
16
Gambar 5 : Tampilan data audio yang dibaca oleh piranti Praat 4.8.1. Textgrid adalah tempat untuk meletakkan kalimat dalam tuturan.
4. Setelah kontur intonasi terbentuk maka selanjutnya bagan intonasi pun dapat dibuat. 0
Driss
500
400
Pitch (Hz)
300
200
75 Il y a un rouler dans le coffre. Il est paralysé je te dis 0
Vas vérifier! 4
Time (s)
Gambar 6: Skema dasar intonatif yang merupakan hasil transformasi dari kurva intonasi yang terdpat dalam Praat 4.8.1.
Setelah bagan intonasi dibuat maka akan dilakukan analisis berdasarkan kurva yang terdapat dalam bagan tersebut dan didasari oleh teori yang mendukung.
1.8
Sistematika Penyajian Skripsi ini terdiri dari empat bab dan setiap bab mengandung beberapa
sub-bab. Bab I terdiri dari delapan sub-bab yaitu: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, metode 17
penelitian, dan sistematika penyajian. Penulisan dilanjutkan di Bab II atau kerangka teori yang membahas secara lebih mendalam mengenai teori-teori lain yang membahas lebih dalam lagi mengenai intonasi khususnya dalam bahasa Prancis. Bab III berisi analisis pada transkripsi adegan yang menunjukkan ragam intonasi pada dialog-dialog dalam film Intouchables sekaligus memaparkan modulasi intonasi melalui sebuah piranti yang disebut Cool Edit Pro 2.1 dan Praat 4.8.1. Lalu mengenai hasil analisis penelitian yang disajikan bersamaan dengan kesimpulan serta saran dan kritik penulis terkait penelitian ini akan dibahas selengkapnya dalam Bab IV.
18