1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat, juga telah mendorong globalisasi Hak Kekayaan Intelektual selanjutnya disebut HKI. Suatu barang atau jasa yang hari ini di produksi oleh suatu negara, di saat berikutnya telah dapat di hadirkan di negara lain. Kebutuhan untuk melindungi barang atau jasa dari kemungkinan pemalsuan atau persaingan yang tidak wajar (curang) juga berarti kebutuhan untuk melindungi HKI yang digunakan untuk membuat produk yang bersangkutan. HKI itu sendiri adalah suatu ilmu yang mengedepankan dan memaksimalkan daya pikir manusia untuk menghasilkan suatu karya melalui pengorbanan-pengorbanan baik waktu, tenaga, dana dan pikiran yang sekaligus memberikan kontribusi kepada masyarakat pada umumnya. HKI adalah suatu ilmu yang tumbuh dari suatu objek tertentu, dari yang tidak berwujud (intangible) kemudian menjadi yang berwujud (tangible). Artinya, timbulnya suatu ide atau gagasan manusia melalui proses yang disebut intelektual (Creation Of The Mind), yang pada akhirnya menghasilkan suatu karya, baik dalam bidang hak cipta, desain industri, paten, merek ataupun sebagainya. 1 Tidak dapat di pungkiri lagi, bahwa kemajuan suatu bangsa mempunyai keterkaitan erat sekali dengan situasi bagaimana suatu bangsa itu bisa mengambil manfaat dari lajunya globalisasi itu.
1
Hendra Tanu Atmdaja, Perlindungan Hak cipta Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tenang Hak cipta. (Jakarta: CV. Pratiwi Jaya Abadi Publishing 2003), Kata Pengantar, hal iii
2
Era globalisasi itu dimulai dengan bangkitnya teknologi informasi. Oleh karena itu, dalam menyikapi kenyataan ini, potensi kekayaan alam (natural resources) suatu bangsa tidak dapat lagi mengantarkan bangsa itu menjadi negara sejahtera (welfare state). Sebaliknya negara yang tidak memiliki atau sedikit memiliki natural resources tersebut justru dapat mewujudkan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.2 Sebagai dampak dari pengaruh globalisasi adalah masuknya arus teknologi dari luar yang telah memperoleh hak paten , sebagai bagian dari Intellectual Property Right dimana hak tersebut telah diakui dan mendapat perlindungan Internasional antara lain Paris Convention for the Protection of Industrial Property 1883, Berne Convention of Scientific Literary and Artistic Works 1886, Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 1948, World Intellectual Property Organization (WIPO), serta Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).3 Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa perlindungan terhadap HKI sama pentingnya dengan perlindungan kepentingan hukum dan ekonomi, terutama dalam pandangan internasional karena selanjutnya pertikaian HKI sudah tidak lagi menjadi masalah teknis hukum, tetapi juga menyangkut pertikaian bisnis untuk meraih keuntungan.
2
Syafrinaldi, Hak Milik Intelektual & Globalisasi, UIR Press Pekanbaru 2006, Hal. 2 Bambang Kesowo, Pengantar Umum Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia, pustaka Peradilan, jilid XII, 1995, Hal.36 3
3
Fenomena ekonomi global menuntut negara-negara termasuk Indonesia, untuk berpartisipasi dalam globalisasi ekonomi. Namun, globalisasi ekonomi harus diikuti pula dengan globalisasi hukum. Globalisasi hukum terjadi melalui standarisasi hukum, dan konvensi-konvensi internasional. Keikutsertaan pada WTO-TRIPs, telah memberi konsekwensi kepada negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia, untuk melakukan harmonisasi undang-undang dan peraturannya, terutama dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual. Penyesuaian secara penuh atau full compliance serta pedoman bagi negara negara anggota WTO, yang memuat norma-norma baru, memiliki standar yang lebih tinggi, yang disertai pula oleh penegakan hukum yang ketat. Komitmen Indonesia terhadap perlindungan dan penegakan hukum dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual sedang diuji. 4 Banyaknya pelanggaran seperti pembajakan, pemalsuan dan penjiplakan terhadap karya-karya intelektual, telah memasukkan Indonesia kedalam peringkat Priority Watch List, suatu peringkat yang termasuk berat, yang dapat memberi konsekwensi terjadinya retaliasi dalam bidang ekonomi, seperti pengurangan kuota, hapusnya General System of Preferences oleh Amerika Serikat serta negara-negara maju lainnya.5 Dalam laporan tersebut Indonesia mendapatkan predikat yang sama seperti laporan 2005 lalu, yakni Priority Watch List (PWL). Artinya, Indonesia dinilai sebagai negara yang upaya memberantas pelanggaran HKI-nya masih sangat kurang, sehingga perlu diamati secara khusus. Selain Indonesia, dalam laporan spesial itu ada 12 negara lainnya yang mendapat predikat PWL. Di antaranya adalah Argentina, Brazil, Mesir dan lain-lain. Sesama negara Asia yang mendapat predikat PWL di antaranya Vietnam, Cina, India dan Filipina. 6 4
Hendra Tanu Atmdaja, Urgensi Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Dalam Era Perdagangan Bebas, Abstrak, Hal.192 Ibid., hal. 192 6 Ibid., hal. 198 5
4
Data dari Microsoft Indonesia, perwakilan produsen perangkat lunak terbesar di dunia, menyebutkan bahwa tingkat pembajakan di Indonesia pada tahun ini adalah 88 persen. Artinya, 8,8 dari 10 komputer di Indonesia masih dijalankan dengan menggunakan perangkat lunak bajakan.7 Di Indonesia sendiri perlindungan hukum atas hak cipta telah di atur dalam perundang – undangan sejak zaman Hindia Belanda. Paska kemerdekaan Indonesia masih memberlakukan peraturan – peraturan yang telah di tetapkan pemerintah Hindia Belanda tersebut. Hingga pada tahun 1961 Indonesia barulah mempunyai peraturan perundang – undangan terkait hak cipta dengan di keluarkannya Undang – Undang mengenai Merk , di susul dengan Undang – Undang Hak Cipta tahun 1982, Undang – Undang Paten pada tahun 1989, peraturan perundang – undangan tersebut terus di perbarui hingga saat ini yang terakhir adalah Undang – Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.8 Perlindungan terhadap hak milik intelektual menjadi lebih dari sekedar keharusan setelah dicapainya kesepakatan GATT (General Agreement on Tariff and Trade). Disepakati pula kerangka dengan WTO (World Trade Organization) yang diratifikasi pada bulan Januari 1995 termasuk didalamnya TRIP’S (Trade Related Aspect of Intellectual Property Right Including Trade in Counterfiet Good) merupakan sebagai mekanisme yang sangat efektif untuk mencegah alih teknologi, yang memainkan peran kunci dalam proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. 9
7
Zae, Open Source, IGOS, dan Penghormatan HKI, www. hukumonline. com. 25 Juli 2015 Loc.cit 9 Saidin H. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. (Jakarta : Raja Grafindo Persada 1995), hlm. 9 8
5
Dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta disebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang disebutkan salah satunya adalah program komputer atau perangkat lunak. Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Program komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema atau dalam bentuk apapun, yang ditunjukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu. Komputer tidak akan berguna tanpa keberadaan perangkat lunak (software), karena komputer merupakan sekumpulan perangkat keras elektronik yang hanya dapat dioperasikan dengan menggunakan suatu perangkat lunak atau program komputer.10 Komputer bekerja atas dasar instruksi-instruksi yang diberikan untuk mengendalikan perangkat keras komputer, sekumpulan instruksi inilah yang disebut dengan perangkat lunak komputer atau program komputer. Namun dalam perkembangannya pelanggaran hak cipta atas perangkat lunak komputer justru kian marak dan telah memasuki tahap yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan data dari International Data Corporation (IDC) yang disiarkan pada April 2012, Indonesia masih menempati peringkat ke-11 dengan jumlah peredaran perangkat lunak bajakan sebesar 86%, dengan nilai kerugian USD 1,46 milyar atau sekitar Rp 17.500.000.000.000,- ( tujuh belas koma lima triliun rupiah ). Kerugian-kerugian tersebut disebabkan oleh maraknya pelanggaran hak cipta perangkat lunak komputer di Indonesia. 11
10 11
Abdul kadir, Pengenalan Sistem Informasi (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2003), hlm.202. http://tekno.kompas.com/read/2012/07/11/08124476/indonesia.peringkat.ke11.negara.pembajak.software
6
Pelanggaran-pelangaran terhadap perangkat lunak komputer ini bukan hanya di lakukan oleh per-individu saja, namun juga dilakukan oleh perusahaan - perusahaan yang notabenenya mendapat keuntungan komersial dari penggunaan perangkat lunak tersebut. Sebagai contoh, dalam razia perangkat lunak yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang bekerja sama dengan BSA (Bussines Software Alliance) di kawasan industri wilayah Subang, Bogor dan Cikarang pada Maret 2013 lalu mendapati sekitar 20 perusahaan yang menggunakan perangkat lunak komputer tidak berlisensi senilai USD 177.018 atau sekitar Rp 1.700.000.000,- ( satu koma tujuh milyar rupiah ) yang dimiliki Adobe, Autodesk, Microsoft, dan Symantec.12 Menurut majalah bisnis SWA, Polri dan BSA (Bussines Software Alliance) sebagai Asosiasi perusahaan perangkat lunak dunia yang beranggotakan perusahaan-perusahaan perangkat lunak raksasa seperti Microsoft, Apple, Adobe dan beberapa perusahaan besar lainnya, sepanjang Februari-September 2013 telah berhasil menyita perangkat lunak bajakan bernilai USD 1,5 juta atau sekitar Rp 16.600.000.000,-( enam belas koma enam milyar rupiah ) dalam razia dilakukannya di berbagai kota.13 Merurut survey BSA (Bussines Software Alliance) yang dilakukan oleh International Data Corporation (IDC) pada 2013, dalam situs resmi BSA menyebutkan bahwa persentase perangkat lunak yang dipasang tanpa lisensi di Indonesia mencapai 84%. Kerugian bisnis bagi produsen perangkat lunak asli akibat penggunaan perangkat lunak tidak berlisensi ini bernilai Rp 17,300.000.000.000,- ( tujuh belas koma tiga triliun rupiah ) atau sekitar USD 1,46 miliar. Meskipun angka ini menurun 2% dibanding tahun sebelumnya, namun 84% masih merupakan angka yang memprihatinkan.14
12
http://inet.detik.com/read/2013/05/09/131132/2241857/399/20-perusahaan-kena-raziasoftware-bajakan http://swa.co.id/technology/berburu-software-ilegal-di-perusahaan-polri-bsa-sita-rp-16-miliar 14 Abdul kadir, Pengenalan Sistem Informasi (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2003), hlm.202. 13
7
Perilaku pembajakan yang sudah membudaya dikalangan masyarakat Indonesia ini akan memiliki dampak negatif yang sangat membahayakan bagi bangsa Indonesia, dari sisi ekonomi prilaku pembajakan akan sangat merugikan produsen dan negara secara finansial, serta menurunkan daya saing produsen dalam negeri didunia internasional, dari sisi sosiologis prilaku pembajakan ini juga akan berdampak pada berkurangnya kreativitas anak bangsa, karena mereka sudah terbiasa dengan mudah mendapatkan perangkatperangkat lunak berbayar secara gratis, dan dari sisi hukum tentunya prilaku pembajakan merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ada. Penegakan hukum harus di jalankan dengan baik, sebagaimana dirumuskan secara sederhana oleh Satjipto Rahardjo, merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginankeinginan hukum menjadi kenyataan.15
B. Masalah Penilitian Berdasarkan
latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka penulis ingin
mengetahui mengapa perlindungan hukum terhadap hak cipta perangkat lunak komputer di Daerah Istimewa Yogyakarta masih belum berjalan dengan baik, untuk itu rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Apakah perlindungan hukum terhadap hak cipta perangkat lunak komputer di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah sesuai dengan Undang – Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta ? 2. Apakah proses penegakan hukum dan penerapan sanksi hukum dalam perkara pembajakan Perangkat Lunak Komputer di Daerah Istimewa Yogyakarta telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ?
15
Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru, hal. 24.
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hak cipta perangkat lunak komputer yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. 2. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Secara teoretis, sebagai sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dibidang keperdataan mengenai hak cipta perangkat lunak komputer. b. Secara praktis, sebagai bahan yang dapat menambah wawasan masyarakat mengenai hukum hak cipta khususnya bagi para pemegang hak cipta perangkat lunak komputer, serta dapat menjadi bahan masukan yang dapat dipertimbangkan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan hak cipta perangkat lunak komputer.
D. Tinjauan Pustaka Semakin banyaknya permasalahan tentang hak cipta dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan tentang hak cipta di lingkungan masyarakat, maka semakin banyak juga tulisan-tulisan atau karya-karya ilmiah yang membahas secara detail mengenai hal ini. Untuk melakukan penelitian ini, penulis mengadakan pengamatan, mengkaji terhadap beberapa pustaka terdahulu yang relevan dengan topik yang akan diteliti dan yang berhubungan dengan penelitian penulis, diantaranya sebagai berikut :
9
Rinandi Pramudita dalam tesisya yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Lisensi Game Online Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Hak Cipta”.16 Tesis tersebut membahas tentang bagaimana perlindungan lisensi game online menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, serta bagaimana penyelesaian kasus pembajakan game online dengan menganalisis kasus sengketa PT Lyto Datarindo Fortuna pemilik game online Ragnarok Online yang dibajak oleh Yonathan Chandra. Perbedaan penelitian ini dengan penelitan yang dilakukan oleh Rinandi Pramudita adalah penelitian yang dilakukan Rinandi lebih fokus pada kasus sengketa game online Ragnarok Online yang diajukan di Pengadilan Niaga Surabaya sedangkan penelitian ini lebih fokus membahas pada perlindungan hukum yang dilakukan oleh pemerintah terhadap hak cipta perangkat lunak komputer dari pelanggaran hak cipta di Indonesia. Nur Wicaksono dalam skripsinya yang berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Lagu Di Daerah Istimewa Yogyakarta”.17
Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa dalam
penegakan hukum terhadap pelanggaran mempublikasikan lagu tanpa izin ditempat umum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, aparat penegak hukum telah menjalankan tugasnya sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta, yaitu dengan melalui jalur non litigasi dan jalur litigasi jika pihak pelanggar tidak menaati kesepakatan yang telah dibuat melalui jalur non litigasi.
16
Rinandi Pramudita, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Lisensi Game Online Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Hak Cipta” Tesis Fakultas Hukum Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta, 2011. 17 Nur Wicaksono, “Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Lagu Di Daerah Istimewa Yogyakarta” Skripsi Fakultas Hukum, Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2014.
10
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur Wicaksono adalah penelitian skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah hak cipta perangkat lunak komputer sedangkan objek penelitian yang dilakukan oleh Nur Wicaksono adalah hak cipta lagu. Triyanawati dalam skripsinya yang berjudul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Open Source Software Linux Di Yogyakarta”.18 Di dalam skripsi tersebut dijelaskan bagaimana perlindungan hak cipta sistem operasi linux yang berbasis Open Source dari tindakan pelanggaran hak cipta, seperti memodifikasi tanpa mencantumkan sumber, mengubah lisensi software tanpa mencantumkan nama sumber dan lain-lain. Serta menjelaskan upaya hukum yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Cipta Open Source Software Linux. Berbeda dengan penelitian ini yang meneliti perlindungan hukum terhadap hak cipta perangkat lunak komputer secara umum dan bukan merupakan perangkat lunak komputer Open Source. Dedy Dermawan Armadi dalam skripsinya yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Ciptaan Fotografi Dengan Tanda Air Atau Watermark Berdasarkan UndangUndang Nomor.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta”.19
18
Triyanawati, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Open Source Software Linux Di Yogyakarta” Skripsi
Fakultas Hukum, Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2014. 19
Dedy Dermawan Armadi, “Perlindungan Hukum Terhadap Ciptaan Fotografi Dengan Tanda Air Atau
Watermark Berdasarkan Undang-Undang Nomor.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta” Skipsi Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2014.
11
Skripsi tersebut menjelaskan tentang status hukum watermark pada karya cipta fotografi berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, dan menjelaskan bagaimana perlindungan hukum terhadap watermark pada ciptaan fotografi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Dedy Dermawan adalah penelitian ini yang menjadi objek penelitiannya adalah perangkat lunak komputer sedangkan objek penelitian yang dilakukan oleh Dedy Dermawan adalah fotografi.
E. Kerangka Teori 1. Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Hak merupakan lembaga / pranata sosial dan hukum. Hak selalu berkaitan dengan dua aspek, yaitu aspek kepemilikan (owner) dan sesuatu yang dimiliki (something owned). Terminologi hukum menggabungkannya dan menyatukannya ke dalam istilah hak (right). Penjelasan tentang hak kekayaan itelektual dapat dimulai dari konsep hak menurut hukum.20 L.J. Van Aveldoorn menyatakan, hak adalah hukum yang digabungkan dengan seseorang manusia atau subjek hukum tertentu yang menjelma menjadi suatu kekuasaan dan suatu hak timbul apabila hukum mulai bergerak. Menurut Fitzgerald, ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum adalah : 21 a) Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Orang tersebut juga sebagai pemilik titel atas barang yang menjadi sasaran dari hak.
20
Candra Irawan, Politik Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 2011), hlm 47. 21 Ibid., hlm 48.
12
b) Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif. c) Hak yang ada pada seseorang mewajibkan pihak lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan. Ini yang disebut sebagai isi dari hak. d) Melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan itu menyangkut seseuatu yang disebut sebagai objek dari hak. e) Setiap hak menurut hukum memiliki titel, yaitu sesuatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya. Kekayaan (property) merupakan padanan kata kepemilikan (ownership). Maka kekayaan dapat diartikan kepemilikan atas suatu benda sebagai konsekuensi dari diberikannya hak kepada seseorang oleh hukum. Sementara kata Intelektual (intellectual) bermakna kecerdasan, daya pikir dan kemampuan otak yang dimiliki oleh seseorang. Maka Hak Kekayaan Intelektual dapat diartikan sebagai kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum (manusia/badan hukum) terhadap sesuatu yang merupakan hasil dari kecerdasan intelektual manusia.22
22
Ibid., hlm. 48.
13
Teori-teori yang dijadikan landasan dari perlindungan hak kekayaan intelektual, antara lain : 23
a. Teori Hak Alami (Natural Right Theory) Teori hak alami bersumber dari teori hukum alam. Penganut teori hukum alam antara lain Thomas Aquinas, John Locke, Hugo Grotius. Menurut John Locke secara alami manusia adalah agen moral. Manusia merupakan substansi mental dan hak. Tubuh manusia itu sendiri sebenarnya merupakan kekayaan manusia yang bersangkutan. Hal utama yang melekat pada manusia adalah adanya kebebasan yang dimilikinya. Manusia dengan kebebasan yang dimiliki bebas untuk melakukan tindakan. Meski demikian kebebasan itu tidak sebebas-bebasnya, namun tetap terikat pada aspek moralitas dan kebebasan yang juga dimiliki orang lain. Kebebasan membuat manusia menjadi kreatif dalam mengolah hidupnya, mendayagunakan akal pikiran untuk membuat atau menciptakan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan bagi banyak orang. Usaha mendayagunakan kerja otak itulah yang menghasilkan suatu ciptaan, desain atau invensi dari pencipta, pendesain atau inventornya. Sekaligus juga berhak untuk memanfaatkanya, baik secara ekonomi, social, dan budaya. Jadi harus saling menghormati hak yang timbul.
23
Ibid., hlm. 49-51.
14
b. Teori Karya (Labor Theory) Teori karya merupakan kelanjutan dari teori hak alami. Jika pada teori hak alami titik tekannya pada kebebasan manusia untuk bertindak dan melakukan sesuatu, pada teori karya titik tekannya pada aspek proses menghasilkan sesuatu dan sesuatu yang dihasilkan. Semua orang memiliki otak, namun tidak semua orang mampu mendayagunakan fungsi otaknya (intelektual) untuk menghasilkan sesuatu. Menurut teori motivasi yang dikemukakan oleh David McClelland, bahwa seseorang menghasilkan sesuatu karena memang memiliki motivasi untuk berprestasi. Artinya menghasilkan suatu karya tidak serba otomatis, melainkan melalui tahap-tahap yang harus dilewati. Maka proses berkarya yang menghasilkan suatu ciptaan atau temuan (invensi) sekaligus menimbulkan kekuasaan (hak) terhadap ciptaan, desain atau invensi tersebut. Sehingga orang lain tidak boleh mengakui ciptaan atau invensi orang lain, dan kepada si pencipta, pendesain, inventor harus diberikan perlindungan hukum. c. Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory) Penganut teori ini antara lain George C. Homan dan Peter Blau. Teori pertukaran sosial dilandaskan pada prinsip transaksi ekonomi yang elementer. Orang yang menyediakan barang dan/atau jasa tentu akan mengharapkan memperoleh balasan berupa barang dan/atau jasa yang diinginkannya. Namun tidak semua transaksi sosial dapat diukur secara nyata, misalnya dengan uang, barang atau jasa, adakalanya justru yang lebih berharga adalah hal yang tidak nyata seperti penghormatan atau penghargaan. Kaitannya dengan hak kekayaan intelektual adalah perlunya kepada si pencipta, pendesain atau inventor diberikan balas jasa atas karya yang telah dihasilkannya.
15
Orang dapat mengambil manfaat karya hak kekayaan intelektual tersebut, namun juga harus memberikan sesuatu kepada pencipta, pendesain dan inventornya. Ada semacam pertukaran yang dilakukan atau hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Pencipta, pendesain atau inventor akan merasa dihargai hasil karya dan jerih payahnya, sehingga termotivasi untuk semakin giat menghasilkan karya-karya baru yang bermanfaat lainnya. d. Teori Fungsional (Functional Theory) Penganut teori ini antara lain Talcot Parsons dan Robert K. Merton. Kajian teori fungsional atau fungsionalisme berangkat dari asumsi dasar yang menyatakan bahwa seluruh struktur sosial atau yang diprioritaskan mengarah kepada suatu integrasi dan adaptasi sistem yang berlaku. Eksistensi atau kelangsungan struktur atau pola yang sudah ada dijelaskan melalui konsekuensi - konsekuensi atau efek-efek yang penting dan bermanfaat dalam mengatasi kehidupan masyarakat. Para fungsionalis berusahan menunjukan suatu pola yang ada telah memenuhi kebutuhan sistem yang vital untuk menjelaskan eksistensi pola tersebut. Objek kajiannya adalah masyarakat. Marion J. Levy mendefinisikan masyarakat sebagai suatu sistem tindakan dengan ciri-ciri, yaitu melibatkan suatu pluralitas (kemajemukan) individu yang saling berinteraksi, merupakan unsur pemenuhan diri, kemampuan eksistensinya lebih lama dari kehidupan individu. Guna memenuhi kebutuhan diri, seseorang berusaha lebih kreatif mengolah sumber daya yang dimilikinya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusian yang menghasilkan ciptaan, desain atau invensi baru. Sejalan dengan konsep integrasi dan adaptasi sistem yang diyakini teori funsional, maka ciptaan atau invensi tersebut harus memberi
16
kontribusi positif terhadap sistem kemasyarakatan dan bukan melemahkan integrasi system atau masyarakat yang sudah ada. Ciptaan atau invensi yang berdampak negatife bagi masyarakat tidak layak dilindungi dan dapat diabaikan keberadaannya. Salah satu syarat perlindungan Hak kekayaan intelektual harus bermanfaat (fungsional) bagi manusia. 2.
Efektivitas Hukum Efektifitas hukum merupakan tolak ukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati
atau tidak dan telah menjawab permasalahan hukum yang ada atau tidak. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum antara lain adalah: 24 a.
Relevansi aturan hukum secara umum dengan kebutuhan hukum dari orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum tersebut. Jika aturan hukum yang dimaksud berbentuk undang-undang. Maka pembuat undang-undang dituntut untuk mampu memahami kebutuhan hukum dari target pemberlakuan undang-undang tersebut.
b.
Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum sehingga mudah dipahami oleh target diberlakukanya aturan hukum. Jadi, perumusan substansi aturan hukum itu harus dirancang dengan baik, jika aturannya tertulis, harus ditulis dengan jelas dan mampu dipahami secara pasti. Meskipun nantinya tetap membutuhkan interpretasi dari penegak hukum yang akan menerapkannya.
24
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence): termasuk interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 375-378.
17
c.
Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu. karena tidak seluruh masyarakat mampu mengetahui keberadaan suatu aturan hukum dan substansinya, jika aturan hukum tersebut tidak disosialisasikan secara optimal.
d.
Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu, harus dipadankan dengan sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut. Karena suatu sanksi yang dapat dikatakan tepat untuk suatu tujuan tertentu, belum tentu tepat untuk tujuan lain.
e.
Efektif atau tidak nya suatu aturan hukum secara umum juga tergantung pada optimal dan professional tidaknya aparat penegak hukum untuk menegakkan berlakunya aturan hukum tersebut; mulai dari tahap pembuatannya, sosialisasinya, proses penegakan hukumnya yang mencakupi tahapan penemuan hukum dan penerapanya terhadap suatu kasus konkret.
f.
Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan adanya pada standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat. Dan sebelumnya, ketertiban umum sedikit atau banyak, harus telah terjaga, karena tidak mungkin efektivatas akan terwujud secara optimal, jika masyarakat dalam keadaan kaos atau situasi perang.
F. Metode Penelitian Suatu kegiatan penelitian agar lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah memerlukan suatu metode yang seseuai dengan objek yang akan dikaji. Metodologi penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji suatu kebenaran ilmu pengetahuan, usaha yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Adapun metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah :
18
1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun penelitian ini adalah yaitu dengan melakukan pengamatan dan wawancara secara langsung guna mendapatkan data terkait perlindungan hukum hak cipta perangkat lunak. Penelitian ini juga didukung dengan penelitian pustaka (library research) dengan mengkaji dan meneliti berbagai dokumen atau literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 2. Sifat dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini bersifat
deskriptif-analitis, yaitu dengan mendeskripsikan
perlindungan hukum yang dilakukan oleh pemerintah terhadap hak cipta perangkat lunak komputer. Penelitian ini menggunakan penerapan hukum normatif yaitu pendekatan dari sudut pandang ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang perlindungan hak cipta perangkat lunak komputer. 3. Sumber dan Jenis data Untuk memperoleh data yang akurat dan objektif, maka dalam penelitian ini dilakukan dua cara pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder. Data tersebut dapat diperoleh melalui: a) Data primer Data primer ini diperoleh dengan cara mengadakan penelitian langsung di lapangan dengan mengadakan wawancara, yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan cara bertanya secara langsung kepada responden yang telah ditetapkan sebelumnya, Kementrian Hukum dan Ham, Polda DIY dan salah satu perusahaan pengembang perangkat lunak di DIY yaitu CV. Creacle.
19
Tipe wawancara yang dilakukan adalah wawancara berstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan daftar urutan pertanyaan yang terstruktur, Sifat wawancara yang dilakukan adalah wawancara terbuka, artinya wawancara yang subyeknya mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui maksud dan tujuan wawancara tersebut.
b) Data sekunder Data sekunder yaitu data atau informasi yang diperoleh dengan cara meneliti kepustakaan. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen - dokumen hukum yang resmi, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya. 1) Bahan hukum primer : Peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Bahan hukum sekunder : Buku-buku, jurnal ilmiah di bidang hukum, dan artikel serta berita hukum yang ada di media cetak, elektronik maupun internet yang terkait tentang hukum hak cipta. 3) Bahan hukum tersier : buku-buku umum, kamus dan artikel lainnya yang dapat menunjang proses penelitian ini.
4. Lokasi Penelitian Dalam rangka menghimpun data dan informasi, penulis memilih lokasi penelitian di D.I. Yogyakarta, tepatnya pada beberapa tempat, yaitu: 1) Kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM 2) Polda DIY 3) CV. Creacle Studio (software developer)
20
5. Teknik analisa data Data primer yang diperoleh melalui wawancara serta observasi dan data sekunder yang didapat melalui studi pustaka dianalisa dengan metode analisis kualitatif, yaitu menganalisa data yang ada untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan jelas tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap hak cipta perangkat lunak komputer menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
G. Sistematika Penulisan Secara garis besar, tesis ini akan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: Bab I : PENDAHULUAN Dalam Bab ini penulis akan menguraikan mengenai alasan pemilihan judul yang berisikan tentang Latar Belakang Penelitian, Masalah Penelitian, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori, dan Sistematika Penulisan.
Bab II : TINJAUAN UMUM Di dalam bab ini disajikan tentang norma-norma hukum, teori-teori hukum yang berhubungan dengan fakta dengan fakta yang sedang di bahas, disamping itu juga membahas mengenai berbagai azaz hukum atau pendapat yang berhubungan dengan teori hukum yang benar-benar bermanfaat sebagai bahan untuk melakukan analisis terhadap fakta yang sedang di teliti.
21
Bab III : METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai pembahasan mendalam mengenai undang-undang, kajian-kajian, dan analisis data.
Bab IV : ANALISA KASUS Didalam bab empat ini berisi analisis dari hasil penelitian yang menggambarkan kondisi sebenarnya di Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai perlindungan hukum terhadap hak cipta perangkat lunak komputer yang dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum, yang dikaitkan dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Serta hambatan dari upaya perlindungan hukum tersebut, juga penyelesaiannya.
Bab V : PENUTUP Bab lima ini merupakan penegasan dari semua yang telah dicapai di dalam masing- masing bab sebelumnya yang berisi kesimpulan mengenai apa yang telah diuraikan dalam tesis dengan maksud untuk memperjelas uraian tesis, serta saran-saran penulis tentang hasil penelitian yang telah dilakukan.