BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia. Kurang gizi bisa mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, meningkatkan kesakitan dan kematian (Sihadi, 2009). Kasus gizi buruk sudah banyak menyerang anak balita di seluruh penjuru dunia. Status gizi balita yang buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Jumlah anak balita yang mengalami kurang gizi di negara berkembang pada tahun 2009 dilaporkan sebanyak 129 juta atau sekitar 1 dari 4 balita dan sebanyak 10% mengalami gizi buruk (UNICEF, 2009). Balita yang meninggal akibat gizi kurang dan buruk di negara berkembang pada tahun 2013 dilaporkan sebanyak 2.835.000 atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF melaporkan bahwa prevalensi balita yang mengalami wasting di Indonesia pada tahun 2009 menduduki peringkat kelima di dunia (setelah India, Nigeria, Pakistan dan Bangladesh) yaitu sebesar 14% atau sebanyak 2.841.000 balita. Selain menyebabkan kematian, gizi buruk dan kurang juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan, dimana setiap anak yang mengalami gizi buruk dilaporkan mempunyai risiko kehilangan IQ sebesar 10-13 poin (UNICEF, 2009).
1
2
Tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas baik fisik maupun mental
menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan suatu
negara. Fisik yang kuat, ditopang oleh kesehatan mental yang baik serta tingkat kecerdasan yang tinggi merupakan syarat bagi sumber daya manusia yang disebut berkualitas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007). Mewujudkan syarat-syarat menjadi manusia yang berkualitas bukanlah hal yang mudah, perlu adanya usaha-usaha keras dari berbagai segi kehidupan, salah satunya melalui pencapaian status gizi yang baik. Pencapaian status gizi yang baik adalah melalui konsumsi makanan yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan tubuh terhadap zat gizi, baik dari segi jumlah maupun mutu makanan tersebut (Depkes, 2005). Hubungan gizi dengan pembangunan bersifat timbal balik, yang artinya bahwa gizi akan menentukan keberhasilan suatu bangsa, begitupula sebaliknya kondisi suatu bangsa dapat mempengaruhi status gizi masyarakatnya. Gizi dalam kaitannya dengan pembangunan suatu bangsa berkaitan dengan sumber daya manusia, karena gizi sebagai penggerak pembangunan manusia (Karimah, 2012). Status gizi kurang pada anak balita tahun 2012 secara nasional ditargetkan harus kurang dari 15,0% (Bappenas, 2011). Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan prevalensi gizi buruk dan kurang di Indonesia sebesar 17,9% yang terdiri dari gizi kurang 13,0% dan gizi buruk 4,9%. Pada saat ini Indonesia masih mengalami masalah gizi kurang (Bappenas, 2011). Keadaan ini ditandai dengan masih tingginya prevalensi balita gizi kurang yaitu pada tahu 2005 sebesar 28% (Susenas, 2005). Secara umum gizi kurang pada anak
3
balita dapat menciptakan generasi penerus bangsa fisik dan mentalnya lemah (Dinkes Propinsi Sulawesi Tenggara, 2007). Secara umum status gizi anak dipengaruhi oleh dua faktor langsung yaitu konsumsi makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan meliputi zat gizi yang terkandung dalam makanan, ada tidaknya pemberian makanan di luar keluarga, daya beli keluarga, kebiasaan makan, persediaan makanan di rumah, kemiskinan, kurang pendidikan, kurang ketrampilan dan krisis ekonomi, sedangkan faktor kesehatan meliputi pemeliharaan kesehatan, lingkungan fisik dan sosial serta penyakit infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan perawatan anak (Supariasa, 2002). Hal ini didukung oleh penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa faktor determinan status gizi balita adalah frekuensi sakit anak, pengetahuan ibu, pendapatan perkapita keluarga dan frekuensi ke posyandu pada anak balita di Kota Kupang (Diah, 2011). Status gizi anak sangat menentukan perkembangan fisik dan mental di kemudian hari. Kekurangan gizi pada masa balita akan mempengaruhi pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan emosionalnya, sehingga pada saat dewasa nantinya balita ini tidak dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan secara optimal (Depkes RI, 2002; Sediaoetama, 2008). Status gizi balita sangat tergantung pada tingkat pengetahuan orang tua terutama ibu (Hidayat, 2006; Lutviana, 2010). Gizi kurang dan buruk pun sangat berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Keadaan sosial ekonomi merupakan aspek sosial budaya yang sangat mempengaruhi status kesehatan, pola penyakit serta dapat berpengaruh juga pada kematian, misalnya obesitas banyak ditemukan
4
pada golongan masyarakat berstatus ekonomi tinggi, sedangkan gizi buruk dan kurang lebih banyak ditemukan pada kelompok masyarakat dengan ekonomi rendah (Notoadmodjo, 2005; Yusrizal, 2008). Pengetahuan dan pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi status gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi maka pengetahuan atau informasi yang diterima dan yang dimiliki tentang gizi akan lebih baik, begitu pula sebaliknya jika pendidikannya lebih rendah, maka daya tangkap terhadap informasi penting mengenai gizi akan lebih rendah (Soekirman, 2006). Seringkali masalah gizi timbul karena adanya ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang gizi yang dimiliki oleh keluarga terutama ibu. Pengetahuan merupakan faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi komposisi dan pola konsumsi pangan. Walaupun keluarga mampu membeli dan menyiapkan pangan, tetapi bila tidak disertai dengan pengetahuan gizi yang tepat akan tetap menjadi masalah bagi keluarga tersebut (Berg, 1987; Hidayat, 2006). Status gizi yang rendah terkait pula dengan jarak kelahiran yang terlalu dekat, ini akan berdampak terhadap pendeknya waktu menyusui ibu kepada bayinya. Jarak antar kelahiran yang pendek tersebut akan mengakibatkan terjadinya kompetisi dari anak-anak dalam pembiayaan untuk kebutuhan makan, kesehatan dan pendidikan yang akhirnya akan berdampak terhadap status gizi dan kesehatan anak-anak tersebut (Wilopo, 2010). Tingkat higienitas dan sanitasi merupakan salah satu faktor risiko terhadap kejadian gizi buruk pada balita. Sanitasi yang baik merupakan salah satu parameter tercapainya gizi balita yang baik (Istiono, 2009). Tingkat higienitas dan
5
penyakit infeksi berhubungan sinergi dengan gizi anak balita. Penyakit infeksi yang sering kali mempengaruhi terjadinya gizi buruk antara lain infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan diare (Pudjiadi, 2003). Salah satu upaya dalam memantau status gizi balita adalah melalui posyandu.
Posyandu merupakan wadah pembinaan dan pelayanan kesehatan
masyarakat dalam meningkatkan perilaku kesehatan dan gizi masyarakat. Ibu yang aktif berkunjung ke posyandu sampai anak lima tahun akan mendapatkan bimbingan dan pengawasan tumbuh kembang anak secara berkelanjutan sehingga status gizi balita dapat dipertahankan dalam kondisi baik (Sudarsana, 2003). Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, NTT menempati urutan tertinggi kedua dibawah Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk status gizi buruk dan kurang yaitu sebesar 29,4% yang terdiri dari gizi buruk 9,0% dan gizi kurang 20,4%. Jumlah balita di Propinsi NTT tahun 2010 sebanyak 595.331 balita, maka dapat diperkirakan terdapat 53.580 balita yang mengalami gizi buruk dan 121.448 balita yang mengalami gizi kurang. Ini berarti terdapat 175.028 kasus balita gizi buruk dan kurang (Riskesdas, 2010). Data gizi buruk dan kurang di 21 Kabupaten dan Kota di NTT menunjukkan bahwa di Kabupaten Kupang tercatat 741 balita menderita gizi buruk, diikuti oleh Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) 466 balita, menyusul Sumba Barat Daya 419 orang (1,3%), berikut Kabupaten Alor 341 balita lalu Kabupaten Manggarai Timur 306 orang dan Kabupaten Lembata 221 orang (Seran, 2010). Data tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Sumba Barat Daya menduduki peringkat ketiga teratas kabupaten dengan penderita gizi buruk
6
terbanyak. Selain itu, di Sumba Barat Daya tercatat sebanyak 1.565 (4,9%) dari 31.575 balita menderita gizi kurang dan menduduki urutan ke-9 kabupaten dengan jumlah penderita gizi kurang terbanyak dari 21 kabupaten yang ada di NTT setelah Kabupaten Belu, Sikka, Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS) Manggarai Barat, Kota Kupang, Lembata dan Manggarai Timur (Dinkes Provinsi NTT, 2010). Selain jumlah penderita gizi buruk dan kurang yang tinggi, jumlah rumah tangga miskin pun cukup tinggi yaitu 18.230 rumah tangga (Dinas Kesehatan Provinsi NTT, 2010). Salah satu kecamatan di Kabupaten Sumba Barat Daya yaitu Kecamatan Kodi Utara mempunyai data kejadian gizi buruk dan kurang yang cukup tinggi pada bulan Januari-Desember 2013 sebanyak 40 kasus (Puskesmas Kori, 2013). Penderita gizi buruk dan kurang yang ada pada Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tercatat dari 4.321 balita, 10 balita (0,02%) mengalami gizi buruk, sedangkan 30 balita (0,69%) mengalami gizi kurang (Puskesmas Kori, 2013). Data ini belum menggambarkan kondisi seluruh balita di Kecamatan Kodi Utara karena dari 4.321 balita baru sebesar 60% anak balita yang ditimbang, sehingga angka gizi buruk dan kurang bisa jadi lebih tinggi (Puskesmas Kori, 2013). Rendahnya kunjungan balita ke Posyandu kemungkinan disebabkan oleh karena kesibukan dari orang tua yang bercocok tanam serta tempat layanan kesehatan yang cukup sulit dicapai mengingat topografi Kecamatan Kodi Utara berbukit-bukit.
7
Adanya perbedaan yang menonjol antara kasus gizi buruk dan kurang yang ditemukan di Propinsi NTT dan di Puskesmas Kori dikarenakan perbedaan metode survei yang dilakukan dalam pengumpulan data. Pada kasus di Propinsi NTT, kasus dikumpulkan secara aktif survei dimana kasus dikumpulkan langsung di lapangan atau turun ke masyarakat, sedangkan kasus di Puskesmas, hanya menunggu kasus yang datang ke posyandu atau puskesmas. Sehingga kasus yang dikumpulkan bukanlah kasus yang real. Rendahnya pendapatan perkapita, rendahnya cakupan balita ditimbang tiap bulan, sanitasi lingkungan, pengetahuan ibu tentang gizi yang cukup rendah, pendidikan ibu yang rendah, dan tingginya kejadian gizi buruk dan kurang di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya, sebagai dasar penelitian ini dilakukan, sehingga diketahuinya faktor risiko kejadian gizi buruk dan kurang di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya, dan dijadikan masukan untuk tindakan penanggulangan dan pencegahan kasus gizi buruk dan kurang di Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya khususnya di Puskesmas Kori.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut : 1.2.1 Apakah pemberian ASI eksklusif berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ?
8
1.2.2 Apakah pemberian MP-ASI berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014? 1.2.3 Apakah kesulitan makan anak berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.4 Apakah frekuensi sakit anak berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.5 Apakah durasi sakit anak berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.6 Apakah pendapatan perkapita keluarga berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.7 Apakah pendidikan ibu berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.8 Apakah pengetahuan ibu tentang gizi berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ?
9
1.2.9 Apakah status pekerjaan ibu berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.10 Apakah jarak kelahiran balita yang diteliti dengan kakak diatasnya berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014? 1.2.11 Apakah jumlah anak berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.12 Apakah sumber air minum berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.13 Apakah sistem pembuangan air limbah rumah tangga berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014? 1.2.14 Apakah penggunaan jamban berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.15 Apakah kebiasaan memasak air berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ?
10
1.2.16 Apakah pengelolaan sampah berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ? 1.2.17 Apakah frekuensi ke posyandu berisiko terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014. 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui : 1.3.2.1 Risiko pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian gizi buruk dan kurang pada anak balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2014 1.3.2.2 Risiko pemberian MP-ASI pada anak balita terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.3 Risiko kesulitan makan pada anak balita terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.4 Risiko frekuensi sakit pada anak balita terhadap kejadian gizi buruk dan kurang
11
1.3.2.5 Risiko durasi sakit pada anak balita terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.6
Risiko
pendapatan
perkapita keluarga terhadap kejadian gizi
buruk dan kurang 1.3.2.7 Risiko pendidikan ibu terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.8 Risiko pengetahuan ibu tentang gizi terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.9 Risiko status pekerjaan ibu terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.10 Risiko jarak kelahiran balita yang diteliti dengan saudara diatas atau dibawahnya terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.11 Risiko jumlah anak terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.12 Risiko sumber air minum terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.13 Risiko sistem pembuangan air limbah rumah tangga terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.14 Risiko penggunaan jamban terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.15 Risiko kebiasaan memasak air terhadap kejadian gizi buruk dan kurang 1.3.2.16 Risiko
pengelolaan sampah terhadap kejadian gizi buruk dan
kurang 1.3.2.17 Risiko frekuensi ke posyandu terhadap kejadian gizi buruk dan kurang
12
1.3.2.18 Untuk mengetahui faktor – faktor yang berperan terhadap status gizi balita di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis: meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta menjadi salah satu referensi penelitian dimasa yang akan datang. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan untuk kemudian dipertimbangkan oleh Dinas Kesehatan NTT umumnya dan bagi Dinas Kesehatan Sumba Barat Daya khususnya serta pihak lain yang terkait dalam rangka menentukan kebijakan untuk menanggulangi kasus gizi buruk dan gizi kurang pada bayi atau balita. 2. Manfaat praktis: peneliti memperoleh pengalaman langsung di lapangan berkenaan dengan penelitian mengenai faktor risiko kejadian gizi buruk dan kurang, serta masyarakat mendapatkan pengetahuan dan wawasan tambahan mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian gizi buruk dan kurang sehingga dapat mengambil langkah dan tindakan penanganan serta pencegahan masalah gizi tersebut.