BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sirosis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distrosi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Etiologi dari sirosis hepatitis di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C . Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50 %, dan virus hepatitis C 30-40% , sedangkan 10-20% penyebab tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Beberapa negara Asia dan Afrika, penyebab utama dari sirosis adalah hepatitis kronis. Lebih dari 40% pasien sirosis hepatis asimtomatis, pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi (WHO, 2007) . Berdasarkan data dari organisasi kesehatan dunia (WHO, 2007), pada tahun 2006 sekitar 170 juta umat manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia didunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta. Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai diseluruh dunia termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4:1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun (Hadi, 2008).
Menurut Waluyo (2007), angka kasus penyakit hati menahun di Indonesia sangat tinggi. Jika tidak segera diobati, penyakit itu dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati, sekitar 20 juta penduduk Indonesia terserang penyakit hati menahun. Angka ini merupakan perhitungan dari prevalensi penderita dengan infeksi hepatitis B di Indonesia yang berkisar 5-10 persen dan hepatitis C sekitar 2-3 persen. Dalam perjalanan penyakitnya, 20-40 persen dari jumlah penderita penyakit hati menahun itu akan menjadi sirosis hati dalam waktu sekitar 15 tahun, tergantung sudah berapa lama seseorang menderita hepatitis menahun itu. Melihat kondisi diatas maka penulis beranggapan bahwa angka kejadian penyakit sirosis hepatis di dunia maupun jumlah penderita hepatitis di Indonesia sangatlah besar dan jika angka kejadian tersebut tidak ditekan dan masalah tidak segera ditangani maka akan timbul masalah-masalah meliputi peningkatan jumlah penderita sirosis hepatis yang akhirnya akan menambah angka kematian. Untuk itu perawat sebagai tenaga kesehatan harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk menangani pasien sirosis hepatis. Berdasarkan data kejadian penyakit sirosis hepatis di PKU Muhammadiyah Gombong dalam 1 tahun terakhir berjumlah 7 orang. Penulis tertarik untuk mengambil judul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Nyaman Nyeri Akut pada Ny. S dengan Sirosis Hepatis Di Ruang Innayah PKU Muhammadiyah Gombong”.
B. TUJUAN 1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan melakukan Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Nyaman Nyeri Akut pada Ny. S dengan Sirosis Hepatis Di Ruang Innayah PKU Muhammadiyah Gombong. 2. Tujuan Khusus a.
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Nyaman Nyeri Akut Sirosis Hepatis Di Ruang Innayah PKU Muhammadiyah Gombong.
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Nyaman Nyeri Akut Sirosis Hepatis Di Ruang Innayah PKU Muhammadiyah Gombong. c.
Mahasiswa mampu membuat perencanaan keperawatan yang tepat sesuai dengan diagnosa keperawatan pada klien dengan Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Nyaman Nyeri Akut Sirosis Hepatis Di Ruang Innayah PKU Muhammadiyah Gombong.
d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanan Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Nyaman Nyeri Akut Sirosis Hepatis Di Ruang Innayah PKU Muhammadiyah Gombong. e.
Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Nyaman Nyeri Akut Sirosis Hepatis Di Ruang Innayah PKU Muhammadiyah Gombong.
f.
Mahasiswa mampu membuat dokumentasi keperawatan pada klien dengan Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Nyaman Nyeri akut Sirosis Hepatis Di Ruang Innayah PKU Muhammadiyah Gombong.
C. PENGUMPULAN DATA Adapun cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data guna dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi Penulis melakukan pengamatan dan turut serta dalam melakukan tindakan pelayanan keperawatan. 2. Interview Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara anamnesa atau wawancara dengan klien dan keluarga. 3. Studi Dokumentasi Mencari dan mempelajari data mengenai hal-hal yang resmi, pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan diagnostik yang berhubungan dengan pasien untuk mendukung pelaksanaan studi kasus.
BAB II KONSEP DASAR A. Sirosis Hepatis 1. Definisi Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari struktur hepar dan pembentukan nodules regenerate ( Waluyo, 2007). Sirosis merupakan cidera parenkim dan fibrosis yang terjadi bersifat difus, meluas keseluruh hati cidera fekal yang disertai jaringan parut ( Robbins, 2007). Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulator normal ( Price, 2006).
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat yang difus. 2. Etiologi Penyebab yang pasti terjadi dari serosis hepatis sampai sekarang belum jelas tetapi diantaranya :
a. Faktor Malnutrisi Faktor kurang nutrisi terutama kekurangan prot
menjadi
penyebab timbulnya sirosis hepatis. b. Hepatitis Virus Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis Hepatitis. Secara klinis telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. Penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak menjadi kerusakan hati yang kronis. Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10% penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan HBsAg positif (Adanya HBsAg bahwa penderita menularkan HBV ( Virus hepatitis B) ke orang lain dan menginfeksi mereka) dan menetap antigen lebih
dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik (Hadi, 2008). c. Zat hepatoktoksik Beberapa obat- obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis hepatis. Pemberian bermacam obat – obatan hepatoktoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula – mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, akhirnya dapat terjadi sirosis hepatitis. Zat hepatoktoksik yang disebut adalah alkohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati (Hadi, 2008). d. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin. e. Hemokromatosis Ada 2 kemungkinan timbulnya Hemokromatosis, yaitu : 1. Sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe. 2. Kemungkinan didapat setelah lahir misalnya dijumpai pada penderita penyakit hati alkoholik. Kenaikan absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis.
f. Sebab – sebab lain 1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. 2.
Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan s irosis biliaris primer.
3. Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Belum ada klasifikasi etiologi yang memuaskan untuk sirosis, kecuali spesifikasi etiologi yang diperkirakan mendasari, yang bervariasi. Secara geografi dan social. Perkiraan frekuensi kategori etiologi didunia barat. a.
Penyakit hati alkoholik 60% sampai 70%
b. Hepatitis Virus 10% c.
Penyakit empedu 5%
d. Hemokromatosis herediter 5% e.
Penyakit Wilson, tetap jarang
f.
Serosis kriptogenik 10% ( Robbin, 2007).
3. Patofisiologi Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gr. Kuadran kanan dan didominasi oleh hati serta seluruh empedu, dan kandungan empedu. Hati terketak dipersimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainya,
mengemban tugas yang sangat berat untuk mempertahankan homeostastik metabolik tubuh. Tugas utama hati adalah menbentuk dan mensekresikan empedu. Hati mengekskresi empedu sekitar 500 – 1000 ml empedu setiap hari. Hati berperan penting dalam metabolisme tiga makronutrien yang dihantarkan oleh vena pasca absorpsi di usus. Bahan makanan tersebut mencakup karbohidrat, lemak, protein. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolism lemak. Tiga metabolism patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi serosis adalah kematian sel hati, regenerasi dan fibrosis progresif. Regenerasi adalah respon normal pejamu. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstisium disaluran porta dan sekitar vena sentralis dan kadang-kadang di parenkim. Diruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit terdapat rangka retikulen halus kolagen. Pada sirosis kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobules dan sel endotel sinusoid kehilangan konsentrasi. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosid menjadi saluran vaskuler tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein (albumin, faktor pembekuan, lipoprotein). Antara hepatosid dan plasma sangat terganggu (Robbins, 2007).
4. Manifestasi Klinis Gambaran klinis semua bentuk sirosis mungkin tidak tampak secara klinis jika timbul gejala sirosis bersifat non spesifik anoreksia, penurunan berat badan, tubuh lemah, dan pada penyakit tahap lanjut, dibilitas yang nyata. Manifestasi yang
timbul dari gagal hati yang baru timbul atau telah nyata manifestasi hepatoseluler adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmary (telapak tangan merah). Biasanya dipicu oleh timbulnya beban metabolik pada hati, misalnya akibat infeksi sistemik atau perdarahan saluran cerna. Mekanisme akhir yang menyebabkan kematian pada sebagian besar pasien dengan sirosis adalah gagal hati progresif komplikasi yang terkait dengan hipertensi porta, atau timbulnya karsinoma hepatoseluler (Robbins, 2007). 5. Penatalaksanaan Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan- bahan yang bisa menambahkan kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak ada koma hepalik diberikan diet yang menganduk protein 1 g/kg BB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Tata laksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya : alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencedrakan hati. Pemberian asetaminofen, kalkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Pada hepatitis auto imun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotorni setiap minggu sampai konsentrasi besi normal dan diulang sesuai kebutuhan pada penyakit hati non alkoholik : menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nekleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi pertama diberikan 100 ml g secara oral setiap hari selama 1 tahun.
Pengobatan sirosis dekompensata asites : tirah baring dan diawali rendah garam, konsumsi garam sebanyak 2-5 gr atau 90 mmol per hari. Diet rendah garam di kombinasi dengan obat - obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretic bias dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg per hari, tanpa adanya edema kaki. Bila mana pemberian pironolakton tidak adekuat bias dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian Furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Pengeluaran asites bias hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
6. Pemeriksaan penunjang Laboratorium a.
Urin Dalam urin terdapat urobainogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi urin berkurang.
b.
Tinja Mungkin terdapat kenaikan ster kobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen empedu rendah.
c. Darah Dijumpai leukopeni (leukosit dalam darah rendah) bersama trombositopeni (trombosit dalam darah rendah). Penurunan hemoglobin dalam darah.
Peningkatan kadar gula darah karena set hati tidak mampu mengubah menjadi glikogen. d. Tes faal hati Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi bagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Hal ini tampak jelas menurunnya kadar serum albumin < 3,0% sebanyak 85,92%, terdapat peninggian serum transaminase SGOT (Serum Glutama Oksaloacetik Transaminase), SGPT (serum glutama pirivat transaminase) >40 U/I sebanyak 60,1%. Menurut kadar tersebut diatas adalah sejalan dengan hasil pengamatan jasmani, ditemukan asites 85,79%. 3. Pathway Virus hepatitis
Zat hepatoktoksik
Parental,oral,fecal
oral, parental
Mencidrai hepatoseluler Nyeri akut
Faktormalnutrisi Defisiensi protein berat
Metabolismeprotein
Kerusakan hati
albumin
Proses peradangan hepar Perpindahan cairandari intrasel keintersisial Peradangan hati yg kronis Cairan dirongga peritoneum
Sirosis hepatis Nekrosis jaringan hepar
penurunan fungsi hepar
Enzim keluar dari
Ekskresi bilirubin
Asites
darah Ikterik
SGPT, SGOT Perangsang di MO Mual, muntah anoreksia
perubahan pigmentasi
Menekan diafragma
Kelebihan volume cairan
Pola nafas, ketidak efektifan
Kerusakan integritas kulit,
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan (Robbins, 2007)
B. Asuhan Keperawatan 1. Fokus Pengkajian Pola pengkajian fungsional menurut Virginiah Henderson a. Aktivitas/ Istirahat Gejala : kelemahan, kelelahan Tanda : takikardia, takipnea/hiperventilasi (respons terhadap aktivitas). b. Sirkulasi Gejala: 1) hipotensi (termasuk postural) 2) takikardia, disritmia (hipovolemia/hipoksemia ) 3) kelemahan/nadi perifer lemah 4) pengisian kapiler lambar/perlahan ( vasokonstriksi) 5) warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah)
6) kelemahan kulit/membran mukosa, berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik) Tanda: Bradikardi, (hiperbilirubinemia berat). Ikterik pada sclera,kulit dan membrane mukosa. c. Eliminasi Gejala : Urin gelap, diare/konstipasi: feces warna kecoklatan.
d. Makan dan cairan Gejala : Anoreksia, mual, muntah. Tanda : Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis). e. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas. Tanda: Otot tegang, gelisah. f. Keamanan Gejala : alergi terhadap obat/sensitif . Tanda: peningkatan suhu, eritema (menunjukkan sirosis / hipertensi portal). 2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan metabolism tubuh. c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat. e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi.
3. Intervensi keperawatan Perencanaan merupakan langkah untuk melakukan tindakan selanjutnya setelah mengetahui dari data yang telah terkumpul dalam pengkajian, perencanaan dilakukan untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang muncul. a. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pernafasan yang efektif teratasi dengan kriteria hasil NOC: 1) Tanda-tanda vital dalam batas normal terutama respirasi. 2) Tidak ada penggunaan otot bantu. 3) Bunyi nafas tambahan tidak ada. 4) Napas pendek tidak ada. Intervensi Keperawatan NIC: 1) Observasi kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi. Rasionalnya mengetahui ketidak efektifan pola nafas, pernafasan dangkal, mungkin ada hubungannya dengan akumulasi cairan diabdomen. 2) Pantau tanda-tanda vital.
Rasionalnya untuk mengetahui kecepatan nadi, pernafasa, tekanan darah, suhu supaya mudah untuk melakukan tindakan keperawatan selanjutnya.
3) Ajarkan teknik nafas dalam. Rasionalnya membantu melatih pernafasan agar ekspansi dada bias optimal. 4) Berikan posisi semifowler. Rasionalnya memudahkan pernafasan dengan penurunan tekanan pada diafragma. 5) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator. Rasionalnya pernafasannya longgar. (NANDA, 2011). b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan metabolism tubuh. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria hasil NOC: 1) Keseimbangan cairan tidak terganggu . 2) Tanda-tanda vital dalam batas normal. 3) Tidak ada asites. 4) Berat jenis urin dalam batas normal. Intervensi Keperawatan NIC: 1) Kaji intake dan output
Rasionalnya untuk mengetahui banyaknya cairan yang masuk dan cairan yang keluar. 2) Tanda-tanda vital dalam batas normal. Rasionalnya untuk mengetahui kecepatan nadi, pernafasa, tekanan darah, suhu supaya mudah untuk melakukan tindakan keperawatan selanjutnya. 3) Ukur pitting edema dan asites. Rasionalnya mengetahui retensi cairan. 4) Pantau hasil laboratorium (BUN, HMT, osmolaritas urin) Rasionalnya untuk mengetahui apakah klien mengalami defiensi protein,untuk mengetahui jumlah dan kandungan elektrolit dalam tubuh. 5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian diuretik dan pemasangan urin kateter. Rasionalnya untuk mengurangi pengeluaran cairan. c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah nyeri teratasi dengan kriteria hasil NOC: 1) Mampu mengenal nyeri (skala,intensitas frekuensi dan tanda nyeri). 2) klien mengungkapkan secara verbal nyeri berkurang/hilang. 3) Skala nyeri berkurang 4) Kontrol nyeri 5) TTV dalam batas normal. 6) Ekspresi wajah lebih rileks 7) Tingkat kenyamanan
Intervensi Keperawatan NIC: 1) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi skala, lokasi, durasi, frekuensi, factor yang mengurangi dan memperberat nyeri. Rasionalnya membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan dan ketidakefektifan terjadinya komplikasi. 2) Pantau respon non verbal klien. Rasionalnya untuk mengetahui keadaan klien 3) Berikan posisi yang nyaman Rasionalnya dengan memberikan posisi tersebut dapat mengurangi ketegangan abdomen sehingga nyeri berkurang. 4) Lakukan masase daerah nyeri Rasionalnya melancarkan peredaran darah. 5) Pantau tanda- tanda vital. Rasionalnya respon auto imun meliputi: tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu menjadi tanda keluhan nyeri. 6) Ajarkan klien teknik distraksi relaksasi. Rasionalnya memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan. 7) Kolaborasi pemberian analgesic. Rasionalnya menghilangkan reflek spasme atau kontraksi usus halus dan membantu dalam manajemen nyeri. d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kurang volume cairan teratasi dengan kriteria hasil NOC: 1) Mual muntah berkurang 2) Nafsu makan meningkat 3) Mengungkapkan secara verbal keinginan untuk makan 4) Mampu menghabiskan porsi diet yang disediakan rumah sakit 5) Berat badan seimbang. Intervensi Keperawatan NIC:. 1) Monitor kalori dan intake nutrisi. Rasionalnya supaya kalori dan intake seimbang. 2) Monitoring mual- muntah, timbang berat badan tiap hari. Rasionalnya mengetahui peningkatan atau penurunan berat badan. 3) Anjurkan klien makan dalam porsi sedikit tapi sering. Rasionalnya makan yang banyak akan menambahkan rasa yang sebah karena asites. 4) Ajarkan pasien untuk oral hygine sebelum makan. Rasionalnya untuk meningkatkan nafsu makan. 5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Rasionalnya protein akan menghasilkan albumin sedangkan garam sifatnya menarik air sehingga diit yang tepat tinggi protein dan rendah garam dapat mengurangi edem dan asites. e. Kerusakan integritas kulit resiko berhubungan dengan perubahan pigmentasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kerusakan integritas kulit teratasi dengan kriteria hasil NOC: 1) Menunjukkan perfusi jaringan yang baik. 2) Tidak ada luka atau lesi pada kulit. 3) Integritas kulit yang baik bias di pertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,hidrasi, pigmentasi). Intervensi Keperawatan NIC: 1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. Rasionalnya supaya tidak terjadi penekanan. 2) Pantau warna kulit. Rasionalnya untuk mengetahui warna kulit sianosis atau tidak. 3) Pantau aktivitas dan mobilisasi pasien. Rasionalnya mencegah adanya luka dan memudahkan cairan berpindah.
BAB III RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian Pengkajian dilakukakan oleh Joko Wiratno pada hari senin tanggal 23 juli 2012 pukul 10.00WIB di Ruang Inayah PKU Muhammadiyah Gombong.
1. Identitas Pasien Ny S, umur 56 tahun, Jenis kelamin perempuan, agama Islam, status kawin, suku Jawa, bangsa Indonesia, pekerjaan petani, pasien bertempat tinggal di Tegalretno, Petanahan, diagnosa medis sirosis hepatis, Nomor Rekam Medis: 0223967 tanggal masuk rumah sakit 20 Juli 2012 jam 16.00 WIB. 2. Riwayat Keperawatan Pasien datang ke IGD RSU PKU Muhammadiyah Gombong pada tanggal 20 Juli 2012 Jam 16.00 WIB dengan keluhan sudah satu bulan perutnya sakit, perutnya asites, kencang, lingkar perut 84 cm, BABnya tidak lancar sudah satu minggu, BAB keras dan kering, berwarna kehitaman, mual, kentutnya jarang. Pada saat dikaji di bangsal Inayah ruang 26 RSU PKU Muhammadiyah Gombong pada tanggal 23 Juli 2012 Jam 10.00 WIB dengan keluhan utama perutnya sakit. Dilakukan pemeriksaan fisik pada saat pengkajian didapatkan data, kesadaran composmentis : TD: 140/90mmHg, N: 100 x / menit, S: 37,5 C, RR: 20 x / menit. Bentuk mata simetris, fungsi pendengaran baik, mukosa bibir kering, lingkar perut 84cm. Dari riwayat kesehatan dahulu, pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang dan belum pernah dirawat di RS. Dari riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan dalam keluarganya ada yang menderita penyakit yang sama seperti yang diderita oleh pasien yaitu dari ibu pasien. 3. Fokus Pengkajian
Dalam fokus pengkajian yang dilakukan penulis pada tanggal 23 Juli 2012 pukul 10.00 WIB berdasarkan komponen kesehatan menutut Virginia Henderson penulis hanya mencantumkan data-data yang mendukung diagnosa yaitu pola kenyamanan pasien mengatakan nyeri dengan skala 7 nyeri seperti ditusuk-tusuk, pola nutrisi pasien mengatakan makan 2-4 sendok dari porsi yang disediakan dari rumah sakit, minum air putih 2 gelas per hari, tidak nafsu makan, tidak tertarik untuk makan. Pola belajar pasien mengatakan belum tahu tentang penyakitnya. Data lain yang mendukung tentang kondisi pasien yaitu keadaan umum pasien lemah, perut asites, terdapat nyeri tekan pada uluh hati. Sebelum sakit pasien dapat bergerak bebas tanpa ada gangguan dan dapat melakukan aktivitas secara mandiri tanpa bantuan orang lain, saat dikaji pasien dapat bergerak tetapi lemas dan aktivitas ke kamar mandi, menggunakan baju dibantu oleh keluarga. Pada ekstremitas atas terpasang Infus D5 20 tetes per menit di tangan kanan. Dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 21 juli 2012, didapatkan hasil darah lengkap dan yang hasilnya di bawah nilai normal yaitu Albumin 2.0 mg/dl, (nilai normal 5.00-13.50), HbsAg positif. Dari pemeriksaan hasil USG Deskripsi Hepar pada tanggal 22 Juli 2012 diperoleh data yaitu ukuran dan echostruktur meningkat, parenkim kasar, tidak tampak lesi hypo-iso-hyperechoic. Tampak lesi anechoic di fossa hepatorenteral. Selain itu pasien juga diberikan terapi rantin 2x50mg, bactesin 2x0,75mg, Alinamin-F2x25mg, kalnex 3x30mg, infuse ring D5 20tpm, fucohelix 1x1 tablet, hepamox 3x500mg, letonal 1x100 mg.
B. Analisa Data Dari hasil pengkajian pada hari senin, 23 Juli 2012 pukul 10.00 WIB didapatkan data sebagai berikut: Pertama, data subjektif: pasien mengatakan nyeri dengan skala 7, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri kadang-kadang timbul 5 menit sekali. Data objektif: pasien terlihat menahan nyeri, pasien merintih kesakitan. Dari data kedua tersebut diangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Sirosis hepatis). Kedua, data objektif: perut pasien asites, lingkar perut 84 cm. Dari data tersebut diangkat diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan metabolism tubuh. Ketiga, data subjektif: pasien mengatakan nafsu makan berkurang, pasien mengatakan mual, muntah. Data objektif: pasien terlihat hanya menghabiskan makan /4 1
dari porsi rumah sakit. Dari data kedua tersebut diangkat diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Keempat, data subjektif: pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dialaminya. Data objektif: BB sebelum sakit: 55kg, BB saat dikaji : 48kg, pasien tampak kebingungan ketika ditanya tentang penyakitnya, pasien bertanya kapan saya sembuh. Dari data kedua tersebut diangkat diagnosa kurang pengetahuan tentang sirosis hepatis berhubungan dengan kurang informasi. Prioritas masalah berdasarkan kebutuhan dasar manusia menurut Maslow didapatkan prioritas masalah sebagai berikut: 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Sirosis hepatis).
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan metabolisme tubuh. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. 4. Kurang pengetahuan tentang sirosis hepatis berhubungan dengan kurangnya informasi.
C. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Sirosis hepatis) Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil nyeri dapat berkurang dengan kriteria evaluasi nyeri dari skala 7 menjadi skala 3 (nyeri seperti perih atau mules), pasien tampak rilek. Rencana tindakan yang akan dilakukan adalah kaji PQRST, kaji TTV, ajarkan teknik distraksi relaksasi, kolaborasi dengan dokter tentang pemberian terapi analgesik. Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 24 Juli 2012 jam 07.30 WIB mengkaji PQRST dengan hasil P: pasien mengatakan nyeri bertambah jika bergerak dan berkurang saat istirahat, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri didaerah perut, S: skala nyeri 7, T: nyeri kadang-kadang timbul 5 menit, mengkaji tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi: 100 x/menit, Suhu: 37,5 C, RR: 20 x /menit, mengajarkan teknik distraksi relaksasi dengan hasil pasien tampak kooperatif atau mengikuti apa yang diajarkan perawat, berkolaborasi pemberian program terapi dengan hasil pasien mendapat injeksi analgesik.
Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 25 Juli 2012 jam 08.30 WIB mengkaji PQRST dengan hasil P: pasien mengatakan nyeri bertambah jika bergerak dan berkurang saat istirahat, Q: nyeri sudah berkurang, R: nyeri didaerah perut, S: skala nyeri 3, T: nyeri kadang-kadang timbul 10 menit, mengkaji tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi: 95 x/menit, Suhu: 37 C, RR: 22 x /menit, mengajarkan teknik distraksi relaksasi dengan hasil pasien tampak kooperatif atau mengikuti apa yang diajarkan perawat, berkolaborasi pemberian program terapi dengan hasil pasien mendapat injeksi. Evaluasi pada tanggal 25 Juli 2012 jam 13.00 WIB diperoleh data subjektif: pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 7 menjadi skala 3, data objektif: pasien tampak tenang dan nyaman, tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi: 95 x/menit, Suhu: 37 C, RR: 22 x /menit,dapat disimpulkan bahwa masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu anjurkan pasien distraksi relaksasi bila nyeri, anjurkan pasien minum obat secara teratur. 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan metabolisme tubuh. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan kreteria hasil keseimbangan cairan tidak terganggu, tanda-tanda vital dalam batas normal, Tidak ada asites, berat jenis urin dalam batas normal. Rencana tindakan yang akan dilakukan adalah kaji intake dan output, tanda-tanda vital batas normal, ukur piting edema dan asites, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian deuretik.
Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 24 Juli 2012 jam 08.10 WIB mengkaji intake dan output dengan hasil pasien mau makan sedikit, minum 4 gelas, BAK 7 kali/24 jam, BAB 1kali/hari, mengkaji tanda-tanda vital dengan hasil TD: 140/90 mmHg, Nadi: 100 x/menit, Suhu: 37,5 C, RR: 22 x /menit, mengukur piting edema dan asites dengan hasil lingkar perut 84 cm. Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 25 Juli 2012 jam 08.10 WIB mengkaji intake dan output dengan hasil pasien mau makan sedikit, minum 4 gelas, BAK 7 kali/24 jam, BAB 1kali/hari, mengkaji tanda-tanda vital dengan hasil TD: 130/90 mmHg, Nadi: 95 x/menit, Suhu: 37 C, RR: 22 x /menit, mengukur piting edema dan asites dengan hasil kembalinya kulit > 2 detik atau lambat dan lingkar perut 84 cm. Evaluasi pada tanggal 25 Juli 2012 jam 13.00 WIB diperoleh data objektif : pasien mau makan sedikit, minum 4 gelas, BAK 7 kal/24 jam, BAB 1kali/hari, mengkaji tanda-tanda vital dengan hasil TD: 130/90 mmHg, Nadi: 95 x/menit, Suhu: 37 C, RR: 22 x /menit, mengukur piting edema dan asites dengan hasil lingkar perut 84 cm. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan kreteria hasil nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terpenuhi dengan kreteria evaluasi berat badan dalam batas normal, tidak ada tandatanda mual muntah.
Rencana tindakan yang akan dilakukan adalah kaji timbang berat badan, observasi dan catat kejadian mual muntah, anjurkan pasien makan sedikit tapi sering, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit. Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 24 Juli 2012 jam 08.15 WIB mengkaji timbang berat badan dengan hasil sebelum sakit 55 kg dan 48 kg saat dikaji, observasi dan catat kejadian mual muntah 6 kali dengan hasil mual berkurang menjadi 3 kali, anjurkan pasien makan sedikit tapi sering dengan hasil pasien tidak nafsu makan, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit dengan hasil pasien menerima diit. Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 25 Juli 2012 jam 09.00 WIB mengkaji observasi dan catat kejadian mual muntah dengan hasil mual berkurang, anjurkan pasien makan sedikit tapi sering dengan hasil pasien tidak nafsu makan. Evaluasi pada tanggal 25 Juli 2012 jam 14.00 WIB diperoleh data subjektif: pasien mengatakn belum nafsu makan. Data objektif: pasien terlihat hanya menghabiskan /4 porsi dari rumah sakit, dapat disimpulkan bahwa masalah belum 1
teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
4. Kurang pengetahuan tentang sirosis hepatis berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan setelah dilakukan tindakan pendidikan kesehatan selama 1X30 menit diharapkan pasien dan keluarga mengerti proses penyakit, prosedur diagnostik dan
rencana pengobatan, mengidentifikasi faktor penyebab, melakukan tindakan yang perlu atau perubahan pola hidup. Rencana tindakan yang dilakukan adalah kaji tingkat pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menangkap informasi, libatkan keluarga dan pasien dalam pengobatan, berikan informasi tentang sirosis hepatis , diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya sirosis hepatis. Tindakan yang dilakukan pada tanggal 24 Juli pukul 10.00 WIB mengkaji tingkat pengetahuan dan kemampuan pasien dan keluarga dalam menangkap informasi dengan hasil pasien dan keluarga mengatakan belum tahu tentang penyakit sirosis hepatis dan cara pengobatannya, pukul 10.05 WIB dilakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit sirosis hepatis dan cara pengobatannya. Catatan keperawatan yang didapat pada tanggal 25 Juli 2012 pukul 13.30 WIB didapat data pasien dan keluarga mengatakan mengerti tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, cara pencegahan dan cara pengobatan sirosis hepatis. Pasien dan keluarga kooperatif sehingga mampu menjawab pertanyaan yang diberikan. Kemudian dari evaluasi data tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah kurang pengetahuan dapat teratasi. Rencana tindak lanjutnya adalah motivasi pasien dan keluarga supaya mandiri.