13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan
Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi rumah sakit (RS). Malnutrisi dapat timbul sejak sebelum dirawat di rumah sakit yang disebabkan karena penyakitnya atau masukan zat gizi yang tidak cukup, namun tidak jarang pula malnutrisi ini timbul selama dirawat inap (Braunschweig dkk, 2000).
Prevalensi malnutrisi pasien saat masuk rumah sakit cukup tinggi,
dilaporkan berkisar 20%-60%. (Waitzberg dkk, 2001; Correia dkk, 2003a; Meyer, 2006; Norman dkk, 2008; Kahokehr dkk, 2009; Imoberdorf dkk, 2010, Agarwal dkk, 2011). Hasil survey tahun 2007 dan 2008 terhadap 21.007 pasien di rumah sakit eropa didapatkan 27% pasien berisiko malnutrisi (Schinder dkk, 2010). Di Indonesia Berdasarkan data dari RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2006, didapatkan 71,8 % pasien pada saat masuk rumah sakit sudah mengalami malnutrisi (Sunatrio, 2007). Penelitian yang dilakukan di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, RS Jamil Padang, dan RS Sanglah Denpasar terhadap 293 pasien, didapatkan 74 pasien (28,2%) mengalami penurunan status gizi pada saat keluar rumah sakit dibandingkan pada saat masuk rumah sakit berdasarkan Subjective Global Assessment (SGA) (Budiningsari dan Hadi, 2004). Salah satu faktor yang menyebabkan malnutrisi adalah asupan energi dan protein yang tidak adekuat (Kusumayanti dkk, 2004; Dwiyanti dkk, 2004). Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan konsekuensi malnutrisi pada pasien yang dirawat serta hubungannya dengan meningkatnya lama hari rawat,
14
biaya, komplikasi, dan mortalitas sudah terdokumentasi. Meta analisis terhadap 27 penelitian Randomized Control Trial
(RCT) dengan 1710 pasien dan 30
penelitian RCT dengan 3250 pasien menunjukkan hubungan yang bermakna antara malnutrisi dengan komplikasi, infeksi, dan mortalitas (Stratton, 2003). Penurunan status gizi pada pasien rawat inap tanpa melihat status gizi pada saat masuk rumah sakit berhubungan dengan biaya yang lebih tinggi dan lama rawat inap lebih panjang (Chima, 1997; Wyszynski, 1997; Braunschweig, 2000; Correia, 2003b; Marco, 2011). Malnutrisi di rumah sakit dapat terjadi sebagai akibat dari intake makan tidak memenuhi kebutuhan gizi yang disebabkan penurunan asupan zat gizi, kebutuhan gizi yang meningkat karena penyakit yang diderita atau gangguan utilisasi zat gizi (Schenker, 2003; Alerda dkk., 2006). Kejadian malnutrisi di rumah sakit sebagian besar tidak terdeteksi karena banyak klinisi belum mempertimbangkan pentingnya gizi dalam penyembuhan pasien dan tidak dilakukan monitoring status gizi secara rutin (Schenker, 2000). Hal ini dibuktikan oleh penelitian Bavelaar (2008), bahwa penilaian status gizi dan intervensi gizi belum sepenuhnya dilakukan oleh profesi kesehatan pada saat pasien masuk RS, selama perawatan, dan pulang dari RS. Hasil laporan di beberapa rumah sakit Eropa, didapatkan 60-85% pasien rawat inap tidak dilaporkan malnutrisi sehingga tidak dilakukan penilaian gizi lanjut dan terapi gizi (Elia dkk., 2005). Skrining gizi dan penilaian status gizi perlu dilakukan pada semua pasien rawat inap,
karena pasien yang segera dilakukan
skrining gizi akan
menghasilkan ketepatan dalam intervensi gizi sehingga dapat mencegah malnutrisi di rumah sakit dan mempercepat proses penyembuhan (Wyszynski, 1997). Survey terhadap 600 catatan medik (CM)
di rumah sakit Scottland,
15
didapatkan hanya 41% CM yang terdapat data tinggi badan dan berat badan (Campbell dkk, 2002). Penilaian terhadap 3278 CM di RS Copenhagen, didapatkan 24% pasien yang dilakukan skrining gizi dan hanya 65% yang di skrinig sesuai waktu yang disarankan yaitu 24 jam pertama masuk RS (Geiker dkk, 2012) Skrining gizi merupakan proses yang cepat dan sederhana yang dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (Barendregt dkk., 2008). Rekomendasi dari European Society Parenteral Enteral Nutrition (ESPEN) dan American Society Parenteral Enteral Nutrition (ASPEN) menetapkan bahwa skrining gizi perlu dilakukan pada awal pasien masuk rumah sakit untuk mengidentifikasi pasien yang mempunyai risiko masalah gizi dan diulang secara periodik. Pada pasien yang mempunyai risiko masalah gizi dievaluasi oleh tenaga kesehatan yang bekerjasama dalam tim dukungan nutrisi (Kondrup, 2003; Mueller, 2011; Lorenzo, 2005). Hasil evaluasi dari tahun 1982 sampai 2002 terhadap alat skrining dan asesmen gizi yang digunakan oleh perawat di beberapa rumah sakit Eropa didapatkan 35 macam alat skrining gizi dan perlu dilakukan standarisasi untuk menggunakan alat skrining tersebut (Green dan Watson, 2005). Hasil evaluasi terhadap 44 alat skrining gizi, hanya dua alat yang dikembangkan dengan teknik multivariat (Jones, 2002). Metode skrining gizi sudah digunakan di rumah sakit, namun baku emas untuk mendefinisikan malnutrisi masih terbatas. Hasil studi beberapa ahli menyimpulkan bahwa elemen kekurangan energi atau protein dan penurunan masa bebas lemak yang
digambarkan dengan kehilangan berat
badan, indek massa tubuh, dan kurangnya asupan makanan merupakan elemen utama dalam mendefinisikan malnutrisi (Meijers dkk, 2010).
16
Metode skrining yang direkomendasikan dari konsensus ESPEN adalah Nutritional Risk Screening-2002 (NRS-2002), karena sudah dianalisis dengan beberapa penelitian RCT (Meyer, 2006; Sorensen 2008), sedangkan British Association of Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN) merekomendasikan Malnutrition Universal Screening Tool (MUST). Hasil penelitian Kruizenga (2005) dengan menggunakan Short Nutritional Assessment Questionaire (SNAQ) merupakan metode yang valid untuk deteksi dini malnutrisi.
Australia
mengembangkan Malnutrition Screening Tool yang valid dan reliabel (Ferguson, 1999). Penelitian di Indonesia tentang malnutrisi di rumah sakit banyak menggunakan SGA yang merupakan metode asesmen gizi dari Detsky (1987). Metode skrining seperti NRS-2002, MUST, MST, dan SNAQ yang ada saat ini telah dibuktikan memiliki keunggulan pada kelompok populasi tertentu, namun belum ada alat skrining yang paling tepat dan dapat diterima oleh semua kalangan khususnya di Indonesia. Beberapa kelemahan alat skrining yang ada yaitu adanya perhitungan matematik dan membutuhkan data yang detail yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga terampil (ahli gizi), sedangkan tidak semua rumah sakit mempunyai ahli gizi yang cukup, dan adanya keterbatasan peralatan antropometri di rumah sakit.
Disamping itu, kebiasaan untuk melakukan
penimbangan berat badan secara rutin jarang dilakukan, sehingga tidak dapat mengetahui perubahan berat badan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan alat skrining gizi yang lebih murah, sederhana, dan sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia. Kriteria untuk mengembangkan alat skrining gizi adalah sebagai berikut: 1). Dapat
digunakan
pada
populasi
pasien
dewasa
yang
heterogen.
2).
Menggunakan data rutin. 3). Tepat digunakan, karena sederhana, cepat dan
17
mudah dalam mengisinya oleh tenaga staff bukan professional, pasien atau keluarga. 4). Tidak invasif dan murah. 5). Valid dan berguna (Ferguson dkk., 1999). Langkah-langkah pengembangan alat skrining gizi adalah dengan melakukan kajian literatur,
mengidentifikasi variabel berisiko, menganalisis
validitas isi, menyusun alat skrining gizi, melakukan pilot studi, menyusun ulang pertanyaan, melakukan analisis reliabilitas dan validitas (Jones, 2004) Intervensi gizi yang tepat dapat memperbaiki outcome klinis dan menghemat biaya rawat (Gallagher dkk, 1996). Penelitian selama lima tahun mendapatkan bahwa prevalensi malnutrisi di rumah sakit Hammersmith dapat diturunkan dari 23,5% menjadi 19,1% setelah dilakukan intervensi gizi melalui perbaikan mutu makanan, pendidikan gizi, dan (O‟flynn dkk., 2005). Hasil analisis multicenter
implementasi skrining gizi
di rumah sakit Baltimore dan
Beijing terhadap 1831 pasien didapatkan pemberian dukungan nutrisi pada pasien yang berisiko malnutrisi berdasarkan NRS-2002 dapat menurunkan komplikasi (Jie dkk., 2009). Penelitian di sembilan RS Swedia, pemberian intervensi gizi pada pasien yang berisiko malnutrisi berupa tambahan kalori dan protein (7-17%), suplementasi oral (43-54%), dan 8-22% mendapat nutrisi enteral dan paranteral (Westergen dkk., 2009). Pemberian dukungan nutrisi dapat memperbaiki asupan makan dan status gizi serta menurunkan risiko komplikasi (Starke dkk., 2010). Bagian penting dalam suatu proses pelayanan gizi adalah memberikan pelayanan/dukungan gizi berdasarkan kebutuhan pasien. Tahun 2003, American Dietetic Association (ADA) merekomendasikan suatu konsep model Standarized Nutrition Care Process (SNCP) atau Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) yang menjamin pelayanan dan outcome manajemen asuhan gizi menjadi
18
berkualitas bagi semua pasien secara individual dan berdasarkan pada fakta keilmuan terkini (Lacey dan Pritchett, 2003). Proses Asuhan Gizi Terstandar dengan keempat langkahnya (asesmen, diagnosis, intervensi, dan monitoring serta evaluasi gizi) dilaksanakan secara sistematis, berkesinambungan, dan saling berkaitan untuk pasien yang berisiko dan atau malnutrisi dengan cara mengenali, menentukan, dan mengatasi penyebab masalah gizi pasien sampai dengan masalah gizi tersebut hilang (Lacey dan Pritchett, 2003; NCPM I, 2008). Skrining gizi merupakan bagian yang penting dalam PAGT, tetapi dapat dilakukan tidak hanya oleh dietisien, sehingga bukan merupakan bagian dari PAGT. Dietisien bertanggung jawab terhadap pengembangan proses skrining, dan secara akurat dapat mengidentifikasi pasien yang mempunyai masalah gizi (NCPM I, 2008). Hasil survey terhadap 56 rumah sakit di Australia dan New Zealand tentang asuhan gizi, didapatkan tidak semua RS menerapkan evidence-based practice untuk pasien yang malnutrisi (Agarwal dkk, 2012). Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI), sejak tahun 2006 sudah melakukan workshop, pelatihan dan sosialisasi untuk penerapan PAGT di rumah sakit, termasuk RSUP Dr. Sardjito yang juga telah menerapkan PAGT. Integrasi antara penerapan skrining gizi dan PAGT masih belum jelas, yaitu belum adanya pedoman intervensi gizi untuk pasien yang berisiko malnutrisi.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut : 1.
Pentingnya skrining gizi untuk mendeteksi pasien yang berisiko malnutrisi
19
dan sebagai dasar ketepatan intervensi gizi belum disadari oleh tenaga kesehatan. Dari berbagai alat skrining dan asesmen gizi yang digunakan, belum ada penelitian tentang metode terbaik yang digunakan untuk menilai pasien dewasa yang mempunyai risiko masalah gizi di Indonesia. 2.
Perlu dilakukan pengembangan metode skrining gizi untuk semua pasien dewasa yang baru masuk rumah sakit yang valid dan reliabel.
3.
Perlunya diterapkan proses asuhan gizi terstandar pada pasien yang mempunyai risiko masalah gizi sehingga dapat meningkatkan asupan zat gizi pasien dan memperbaiki status gizi serta memperpendek lama perawatan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka timbul masalah-
masalah yang perlu dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Apakah alat skrining gizi yang baru dapat membedakan pasien yang berisiko malnutrisi dan tidak berisiko malnutrisi ?
2.
Apakah alat skrinig gizi yang baru mempunyai hasil yang tidak berbeda dibandingkan dengan metode skrining yang lain.?
3.
Apakah alat skrinig gizi yang baru dapat sebagai prediktor lama perawatan dan status pulang pasien ?
4.
Apakah ada kesepakatan antar-ahli gizi, ahli gizi dan perawat serta ahli gizi dan pramusaji dalam mendeteksi risiko malnutrisi dengan menggunakan alat skrining gizi baru?
5.
Apakah pasien yang di skrining gizi dengan metode baru mempunyai perbedaan asupan gizi, status gizi (LLA, kadar albumin, hemoglobin, limfosit), lama rawat, dan status pulang dibandingkan dengan mendapat skrining dengan metode NRS ?
yang
20
6.
Apakah pasien yang dilakukan PAGT berbasis skrining mempunyai perbedaan asupan gizi, status gizi (LLA, kadar albumin), lama rawat, dan status pulang dibandingkan pasien yang mendapatkan PAGT standar RS?
7.
Apakah ada pengaruh interaksi antara skrining gizi dengan metode PAGT terhadap asupan gizi, status gizi, lama rawat dan status pulang pasien
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan penelitian Tahap 1 Tujuan umum penelitian tahap pertama adalah mengembangkan metode skrining gizi baru yang sederhana, mudah, dan cepat dilakukan untuk semua pasien dewasa di rumah sakit serta menguji validitas dan reliabilitasnya. Tujuan khusus dari penelitian tahap pertama adalah : a. Menganalisis Validitas isi, validitas konstruk dan validitas kriteria metode skrining gizi baru. b. Mengetahui reliabilitas inter-rater dengan melihat kesepakatan antar-ahli gizi; ahli gizi dan perawat; serta ahli gizi dan pramusaji dalam mendeteksi risiko malnutrisi dengan menggunakan metode skrining gizi baru. c. Membandingkan metode skrining gizi baru dengan NRS-2002, MST, MUST, SNAQ terhadap status gizi berdasarkan SGA, parameter antropometri (IMT dan LLA), dan biokimia (albumin, hemoglobin dan Limfosit) pada pasien dewasa di rumah sakit. d. Membandingkan kemampuan metode skrining gizi baru dengan NRS-2002, MST, MUST, SNAQ dalam memprediksi lama rawat inap dan status pulang pasien.
21
2. Tujuan Penelitian Tahap kedua Tujuan umum Penelitian tahap kedua adalah untuk menegetahui pengaruh proses asuhan gizi terstandar berbasis skrining terhadap perbaikan asupan makan, status gizi, lama perawatan dan status pulang pasien Tujuan khusus penelitian tahap kedua adalah : a.
Mengetahui pengaruh skrining gizi metode NRS dan skrining gizi baru terhadap perbaikan asupan gizi, status gizi (LLA, kadar albumin), lama rawat pasien, dan status pulang pasien.
b.
Mengetahui pengaruh proses asuhan terstandar kebijakan rumah sakit (PAGT RS) dan proses asuhan gizi terstandar baru (PAGT baru) pada pasien yang berisiko malnutrisi terhadap perbaikan asupan gizi, status gizi (LLA, kadar albumin), lama rawat pasien, dan status pulang pasien.
c.
Mengetahui pengaruh interaksi skrining gizi
dan
proses asuhan gizi
terhadap perbaikan asupan gizi, status gizi, lama rawat pasien, dan status pulang pasien. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengembangan metode skrining gizi dan asuhan gizi untuk pasien di rumah sakit dan kaitannya dengan keluaran hospitalisasi (lama rawat inap dan status pulang) yang pernah dilakukan peneliti lain sebelumnya serta persamaan dan perbedaannya dengan penelitian ini disajikan dalam Tabel 1 berikut ini.
22
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Judul Penelitian 1 . Development of a Valid and Reliabel Malnutrition Screening Tool for Adult Acut Hospital Patients oleh Ferguson dkk (1999).
Tujuan mengembangkan malnutrition screening tool yang simpel, reliabel, dan valid yang dapat digunakan pada saat masuk rumah sakit untuk mengidentifikasi risiko malnutrisi pasien dewasa pada kondisi akut.
Metode Hasil - Rancangan - Didapatkan dua penelitian: prospektif pertanyaan MST yaitu kohor berkaitan dengan nafsu - Lokasi penelitian: makan dan kehilangan The Wesley Hospital berat badan yang tidak Brisbane, Australia, disengaja - Subjek: 408 pasien - Sensitivitas 93% dan dewasa dengan spesifisitas 93% penyakit akut - Kesepakatan antar ahli - Baku emas gizi dan ahli gizi dengan menggunakan SGA asisten gizi tinggi yaitu (93-97%)
Persamaan - Rancangan penelitian - Pasien dewasa saat masuk RS - Baku emas dengan SGA - Analisis validitas kriteria dan konstruk - Kesepakatan Interrater ahli gizi dengan ahli gizi
2. Development and Validation of a Hospital Screening Tool for Malnutrition : The Short Nutritional Assessment Questionnaire (SNAQ) oleh Kruizenga dkk (2005).
Untuk deteksi awal dan treatmen dari pasien di rumah sakit yang menderita malnutrisi tidak ada instrumen skrining untuk bangsa belanda.
- Cross sectional - Subyek : 291 pasien dewasa - Lokasi; di bagian penyakit dalam, bedah/onkologi di VU university medical center Belanda
- Pasien dewasa saat masuk RS - analisis validitas kriteria - Kesepakatan Interrater ahli gizi dengan perawat
- Didapatkan 3 perta-nyaan yang valid yaitu: kehilangan berat badan yang tidak disengaja, kehilangan nafsu makan dan konsumsi minuman suplemen. - Nilai kappa ahli gizi dan perawat 0,93 dan perawat dengan perawat 0,69. - Sensitivitas 86% dan spesifisitas 89% -
23
Judul Penelitian 3. Development and validation of 3Minute Nutrition Screening (3MinNS) tool for acute hospital patients in Singapore oleh Lim dkk. (2009), 4. The Develo-pment, validation and reliability of a nutrition scree-ning tool based on therecommendations of British Association for Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN) oleh Weekes dkk (2004) 5. Nutritional risk screening (NRS 2002): a new method based on an analysis of controlled clinical trials oleh Kondrup dkk (2003)
Tujuan mengembangkan dan melakukan validasi alat skrining gizi dengan sistem skor yang mudah dan cepat untuk pasien akut di rumah sakit Singapura. Mengidentifikasi seseorang yang berisiko malnutrisi dan yang memerlukan dukungan gizi berdasarkan empat parameter gizi (berat badan, tinggi badan, kehilangan berat badan yang tidak disengaja, dan nafsu makan) Mengembangkan skrining gizi dengan dukungan nutrisi untuk pasien dengan sakit parah, kekurangan gizi serta kombinasi antara antara keduanya.
-
-
-
-
Metode Subyek : 819 pasien dewasa dengan kondisi akut Skrining dengan 5 parameter yang dapat menyebabkan risiko malnutrisi. Menggunakan baku standard SGA Lokasi; St Thomas‟ Hospital Subyek 100 pasien usia lanjut dengan kondisi akut di penyakit dalam Reliabilitas interrater alat skrining dinilai dengan tiga perawat dan 26 pasien
- Rancangan RCT: - Jumlah subyek: 128 pasien yang diklasifikasikan berdasar status gizi dan keparahan penyakit
Hasil - Didapatkan pertanyaan kehilangan berat badan, intake, dan kehilangan massa otot dengan sensitivitas 86% dan spesifisitas 83%.
-
Persamaan Rancangan penelitian Pasien dewasa Analisis validitas kriteria Kesepakatan Interrater ahli gizi dengan perawat
- Didapatkan hasil bahwa - Kesepakatan empat parameter gizi Interrater ahli gizi (berat badan, tinggi dengan perawat badan, kehilangan berat badan yang tidak disengaja, dan nafsu makan) diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko - Nilai kappa ahli gizi dan perawat 0,717
- NRS mampu membedakan intervensi yang memberikan efek positif ataupun yang tidak member efek serta mampu mengidentifikasi pasien yang memperoleh manfaat dari pemberian dukungan nutrisi.
- Rancangan penelitian - Pasien dewasa - Intervensi dukungan nutrisi - menggunakan 4 komponen skrining gizi
24
Judul Penelitian 6. Validity and reliability of a nutrition screening tool in hospitalized patients oleh Mirmiran dkk. (2010)
Tujuan Mengevalusi British Nutrition Screening Tool dengan melihat validitas dan reliabilitas pada pasien baru masuk rumah sakit
7. Comparison of tools for nutritional assessment and screening at hospital admission: A population study oleh Kyle (2006)
Membandingkan alat skrining yaitu Nutritional Risk Index (NRI), MUST dan NRS-2002 terhadap lama rawat inap
8. Comparison of a malnutrition screening tool (MST) with SGA in hospitalized patients with cancer oleh Bauer (2003)
-
Metode Jenis pemelitian: cross sectional. Lokasi: Taleghani hospital, Teheran. Subyek: 446 pasien dewasa Baku emas dengan SGA.
- Penelitian kohort prospektif - 995 pasien dewasa - Menggunakan 4 alat yaitu SGA, NRI, MUST dan NRS-2002. - Baku emas dengan SGA Membandingkan - Rancangan : cross sectional alat skrining MST Subyek: dewasa dengan dengan yang menderita SGA. kanker sejumlah 65 orang. - Lokasi; rumah sakit swasta di Australia - Baku emas SGA
Hasil - Sensitivitas dan spesifitas kuesioner sebesar 86,7% dan 61,7%. Nilai prediktif positif dan negarifnya: 79,1% dan 73,1%. - Nilai kappa antar perawat 0,68 dan 0,74 pada hari pertama dan kedua
Persamaan - Pasien dewasa - Kesepakatan Interrater ahli gizi dengan perawat
- NRS-2002 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dari pada NRI atau MUST. - Pasien yang mengalami malnutrisi berat biasanya dirawat >11 hari.
- Rancangan penelitian - Pasien dewasa - Baku emas SGA - Alat skrining NRS dan MUST - Prediksi Skrining dengan lama rawat - Baku emas SGA - Validitas kriteria
- Nilai sensitivitas 59% dan spesifisitas 75%. - MST tidak sesuai untuk mendeteksi risiko malnutrisi pada pasien kanker.
25
Judul Penelitian 9. Malnutrition screening tools: comparison against two validated nutrition assessment methods in older medical inpatients oleh Young dkk (2012)
Tujuan Penelitian kohort pada usia lanjut dengan membandingkan MNA, MST, NRS2002-, MUST, SNAQ, rapid screen dan SGA di RS Brisbane Australia
10. Evaluation of the efficacy of six nutritional screening tools to predict malnutrition in the elderly oleh Poulia dkk (2012)
Untuk mengetahui alat skrining gizi yang palig efektif dipakai pada orang tua (NRI, GNRI, SGA, MNA-SF, MUST dan NRS 2002). Untuk mengetahui alat skrining gizi yang paling tepat dipakai untuk masyarakat Brazil -
11. Comparison of nutritional risk screening tools for predicting clinical outcomes in hospitalized patients oleh Raslan dkk (2009)
-
-
-
Metode Rancangan penelitian: prospektif kohort Lokasi: Royal Brisbane and Women‟s Hospital Subyek: 134 partisipan Baku emas SGA
Hasil - MNA mengidentifikasi lebih banyak pasien berisiko malnutrisi , dan SGA lebih baik dalam menentukan status gizi. Semua alat skrining gizi mempunyai hasil yang baik, dan klinisi dapat memilih alat skrining yang sesuai.
Persamaan - Rancangan penelitian - Alat skrining: MST, NRS, MUST, SNAQ
Subyek: 248 pasien Usia lanjut Lokasi; Klinik Pathology Fisiology, Laikon General Hospital of Athens Baku emas MNA-SF
- Didapatkan hasil bahwa MUST adalah alat skrining yang paling valid digunakan pada orang tua. NRS ditemukan overestimate dalam menentukan risiko gizi pada orang tua. - Untuk pengukuran pada orang tua, NRS 2002 lebih valid digunakan daripada MNA-SF. - NRS 2002 adalah alat skrining gizi yang paling baik digunakan untuk masyarakat Brazil.
- Alat skrining: NRS, MUST.
Rancangan Prospective clinical study Subyek: 705 pasien usia lanjut Lokasi; main hospital of the University of Sao Paulo Medical School
-Alat skrining: NRS,
26
Judul Penelitian 12. “Effectiveness and cost-effectiveness of early screening and treatment of malnourished patients”.oleh Kruizenga dkk. (2005).
Tujuan Metode Hasil mengetahui - Rancangan : kontrol - Dengan metode SNAQ, efektifitas dari trial dengan didapatkan hasil bahwa intervensi gizi pada historical kontrol. pasien yang mengalami pasien yang - Subyek: 297 pasien. malnutrisi mengalami berisiko malnutrisi - Lokasi; VU peningkatan dari 50% berdasarkan University Medical menjadi 80%. SNAQ. Center. - Skrining dan intervensi - Kelompok intervensi sedini mungkin pada 297 pasien dan pasien malnutrisi dapat kontrol 291 pasien. memperpendek lama - Intervensi skrining rawat inap. gizi dan intervensi - Untuk memperpendek gizi sesuai standar. . lama rawat inap 1 hari - Outcome yang pada pasien malnutrisi diukur perubahan dibutuhkan investasi berat badan, untuk skrining dan penggunaan intervensi gizi sebanyak minuman suplemen, 91 dolar. nutrisi parenteral, frekuensi konsultasi gizi serta lama rawat inap.
Persamaan - Intervensi skrining gizi dan intervensi standar dengan konsultasi gizi - Outcome : lama perawatan
27
Perbedaan
penelitian
yang
dilakukan
dengan
penelitian-penelitian
sebelumnya adalah : 1.
Pengembangan alat Skrining Gizi Baru (SGB) diawali dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
4 komponen skrining gizi,
dimana tidak dilakukan pada pengembangan alat skrining lain seperti MST, MUST, SNAQ kecuali pada NRS-2002 . 2.
Pengembangan SGB dengan melakukan analisis validitas isi, validitas kriteria dan validitas konstruk, dimana tidak dilakukan pada pengembangan skrining gizi lain seperti SNAQ, MUST, 3-MinNS.
3.
Subyek penelitian pada SGB lebih heterogen yaitu pasien dewasa saat masuk RS dalam kondisi sadar, sedangkan pada MST, 3-MinNS dan MUST menggunakan pasien dewasa dalam kondisi akut, dan pada SNAQ dilakukan hanya di bangsal penyakit dalam dan bedah.
4.
Skrining Gizi Baru lebih mudah dilakukan dan dapat dilakukan tidak hanya oleh tenaga trampil karena tidak melakukan pengukuran antropometri, seperti pada NRS-2002 dan MUST.
5.
Penelitian pengembangan SGB melakukan analisis reliabilitas interrater tidak hanya antar ahli gizi, tetapi ahli gizi dan perawat serta ahli gizi dan pramusaji yang tidak dilakukan pada penelitian lainnya.
6.
Rancangan penelitian
pengembangan alat skrinig gizi menggunakan studi
kohort, dimana menganalisis kemampuan metode skrining gizi baru dalam memprediksi lama rawat inap dan status pulang pasien. 7.
Intervensi Gizi berbasis skrining gizi (NRS-2002 dan SNAQ) pada penelitian
28
sebelumnya berupa pemberian dukungan nutrisi, yaitu makanan suplemen dan konsultasi gizi.
Pada penelitian ini intervensi gizi berupa pemberian
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) berbasis skrining gizi, dimana intervensi berupa modifikasi diet, konsultasi gizi dan koordinasi tim kesehatan. 8.
Intervensi skrining gizi baru dan PAGT dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan rancangan factorial 2x2, dimana belum ada penelitian sebelumnya yang menggunakan rancangan tersebut. E. MANFAAT PENELITIAN
1.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pedoman penggunaan alat skrining baru yang sesuai untuk kondisi pasien di Indonesia dan pedoman intervensi gizi bagi pasien yang berisiko malnutrisi. Penelitian ini juga sangat bermanfaat bagi rumah sakit sebagai masukan bagi tenaga medis dan paramedis serta pihak rumah sakit tentang pentingnya skrining gizi untuk semua pasien pada saat masuk rumah sakit. Standarisasi alat skrining gizi dapat menentukan intervensi gizi yang sesuai dan penurunan angka malnutrisi serta penurunan lama perawatan akan memperbaiki citra rumah sakit.
2.
Manfaat penelitian ini bagi pasien yaitu pasien yang mempunyai risiko masalah gizi akan diberikan intervensi
gizi yang sesuai, sehingga diharapkan akan
mempercepat penyembuhan dan menurunkan lama perawatan sehingga mengurangi biaya yang dikeluarkan. 3.
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan kajian pustaka dalam penggunaan alat skrining gizi yang tepat untuk memprediksi ketepatan intervensi gizi.