1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Visi Pendidikan Menengah Kejuruan sebagai lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh untuk menghadapi persaingan bebas. Sebagai salah satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu. Oleh karena itu, Pendidikan Menengah Kejuruan menempuh langkah-langkah kebijakan yang mengarah kepada kemampuan untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia yang mampu menghadapi persaingan bebas melalui visi pendidikan menengah kejuruan, yaitu terwujudnya lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan yang berstandar internasional dan nasional. Untuk mencapai target yang ditetapkan dalam visi tersebut, misi yang diemban Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (1994:11) adalah sebagai berikut : a. Mengembangkan sistem pendidikan menengah kejuruan yang permeable dan fleksibel. b. Mengembangkan sistem pendidikan menengah kejuruan yang berintegrasi antara jalur pendidikan sekolah dengan luar sekolah berwawasan mutu dan keunggulan, sesuai tuntutan kebutuhan pasar kerja.
2
c. Memberdayakan sekolah dalam rangka mewujudkan pelayanan prima bagi masyarakat. d. Mengembangkan ilmu belajar berwawasan global yang berakar pada norma dan nilai budaya bangsa Indonesia. Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa dan
mempersiapkan
siswa
untuk
memasuki
lapangan
kerja
serta
pengembangan sikap professional. Makna yang tersirat dari rumusan tersebut sekolah kejuruan hendaknya memiliki hal-hal sebagai berikut : 1. Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja. 2. Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan dunia kerja. 3. Hubungan yang erat dengan Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI) merupakan kunci sukses dunia pendidikan kejuruan. 4. Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi. 5. Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas sebagai objek latihan untuk memperoleh keterampilan. (Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, 1994:15) Hal senada
diungkapkan
oleh
Djojonegoro
(1993:37),
bahwa
karakteristik pendidikan kejuruan adalah sebagai berikut : 1) Pendidikan kejuaruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja. 2) Pendidikan kejuruan didasarkan atas “demand driven hands-on experience”. 3) Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktek. 4) Pendidikan kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional lebih besar dari pada pendidikan umum.
3
Karakteristik Sekolah Menengah Kejuruan di atas menunjukkan bahwa tranformasi pendidikan kejuruan harus merupakan replika dunia kerja, sehingga pencapaian keterampilan, kebiasaan berfikir dan etos kerja dapat terbentuk sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Pernyataan di atas mengandung makna, bahwa dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bagi para siswa di sekolah kejuruan memerlukan latihan keterampilan dimana situasi belajar harus merupakan simulasi tuntutan pekerjaan lapangan atau melaksanakan pekerjaan produksi untuk di pasarkan dan layanan jasa bagi konsumen. Pandangan tersebut sejalan dengan karakteristik pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar di sekolah kejuruan yakni proses belajar yang harus dilaksanakan di sekolah melalui pembelajaran teori di ruang kelas, praktek di lapangan atau di ruang workshop milik sekolah, serta mengembangkan praktek kerja yang dilakukan di industri. Agar kegiatan praktek di workshop sekolah dapat berjalan dengan baik, maka elemen-elemen pendukungnya harus tersedia secara memadai. Dari sekian banyak elemen pendukung tersebut, maka fasilitas praktek dan instruktur merupakan salah satu elemen penting yang harus dipersiapkan oleh pihak penyelenggara pendidikan, dalam hal ini sekolah. Fasilitas praktek dalam proses pembelajaran adalah salah satu faktor penting, karena berperan sebagai instrumental input dalam pendidikan memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Fasilitas praktek
4
mampu memperjelas kebutuhan peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusyan, Kusnidar dan Arifin (Irine, 2006:54) “Kegiatan belajar akan berjalan dalam proses yang terarah dan mencapai tujuannya, jika dalam proses belajar mengajar itu tersedia berbagai fasilitas yang diperlukan oleh instruktur”. Ketika fasilitas praktek telah tersedia, maka elemen lain yang memberikan peranan penting dalam keberlangsungan proses belajar mengajar adalah keberadaan guru/instruktur yang akan melaksanakan perannya untuk mendidik, mengajar dan melatih para peserta didik sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Peranan instruktur ini sangat sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Zahara Idris dan Lisman Jaman (1995:36) yang dikutip oleh Yayan Rusliana bahwa : Secara umum dapat disebutkan mempunyai peranan sebagai berikut :
bahwa
pendidik/instruktur
1) Sebagai komunikator. Maksudnya instruktur itu berfungsi mengajarkan ilmu dan keterampilan kepada peserta didik. 2) Sebagai fasilitator. Maksudnya instruktur itu berfungsi sebagai pelancar proses belajar. 3) Sebagai motivator. Maksudnya instruktur itu berperan untuk menimbulkan minat dan semangat kerja peserta didik secara terus menerus. 4) Sebagai administrator. Maksudnya instruktur itu berfungsi melaksanakan tugas-tugas yang bersifat administratif, misalnya melaksanakan administrasi workshop. 5) Sebagai konselor. Maksudnya instruktur itu berfungsi untuk membimbing peserta didik yang mengalami kesulitas, khususnya dalam pelaksanaan praktek.
5
Proses belajar yang harus dilaksanakan di sekolah melalui pembelajaran teori di ruang kelas, praktek di lapangan atau di ruang workshop milik sekolah akan dilanjutkan dengan kegiatan mengembangkan praktek kerja nyata yang dilakukan di DU/DI sebagai institusi pasangan sekolah. Program diatur sedemikian rupa sehingga relevansi dan kesinambungan proses belajar dapat dipelihara. Praktek di Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI) selanjutnya dikembangkan menjadi program Praktek Kerja Industri (Prakerin). Pelaksanaan Prakerin di Sekolah Menengah Kejuruan adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung pada bidang keahlian yang relevan untuk mencapai penguasaan kemampuan keahlian tertentu. (Depdikbud, 1993:7). Fokus utama pada pendidikan menengah kejuruan adalah program penguasaan keterampilan dan keahlian yang diperoleh dari hasil pengalaman belajar praktek langsung pada bidang pekerjaan tertentu yang relevan, yang diselenggarakan atas kerjasama antara pihak sekolah dengan indutri pasangan, seperti dijelaskan dalam tujuan Pendidikan Sistem Ganda atau Prakerin (MPKN, 1996:7-8) yaitu : 1) Menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan.
6
2) Memperkokoh link and match antara SMK dan dunia kerja. 3) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas. 4) Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan. Praktek Kerja Industri (Prakerin) dilaksanakan agar peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu, pengetahuan, dan keterampilan yang telah di dapat di workshop sekolah dengan dunia kerja yang nyata yaitu yang berada di dunia industri. Ketersediaan fasilitas praktek di DU/DI yang dianggap lebih memadai dibandingkan dengan ketersediaan fasilitas praktek yang ada di workshop sekolah, merupakan kesempatan yang baik untuk para peserta didik agar dapat memanfaatkan fasilitas praktek tersebut dengan seoptimal mungkin. Disamping itu untuk dapat mencapai efektifitas dan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan peserta didik yang diharapkan dapat memiliki keahlian vocational dapat terlaksana, maka dapat memanfaatkan pula tenaga instruktur profesional yang dimiliki oleh pihak DU/DI yang merupakan seorang instruktur yang memahami dan menguasai materi yang akan disampaikannya. Seperti diungkapkan oleh
Moh. Uzer Usman (2002:9)
bahwa : Melalui perannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar/pelatih, instruktur hendaknya menguasai bahan atau materi pelajaran atau pelatihan yang akan diajarkannya, senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh peserta didik.
7
B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran pemanfaatan fasilitas praktek selama Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang ? 2. Bagaimana gambaran kinerja instruktur selama Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang ? 3. Bagaimana gambaran pelaksanaan efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Se-Kabupaten Subang ? 4. Seberapa besar kontribusi pemanfaatan fasilitas praktek terhadap efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang ? 5. Seberapa besar kontribusi kinerja instruktur terhadap efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang ? 6. Seberapa besar kontribusi pemanfaatan fasilitas praktek dan kinerja instruktur terhadap efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang ?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui gambaran pemanfatan fasilitas praktek selama Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang. b. Mengetahui gambaran kinerja instruktur selama Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang. c. Mengetahui gambaran pelaksanaan efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang. d. Mengetahui besaran kontribusi pemanfaatan fasilitas praktek terhadap efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang. e. Mengetahui
besaran
kontribusi
kinerja
instruktur
terhadap
efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan SeKabupaten Subang. f. Mengetahui besaran kontribusi pemanfaatan fasilitas praktek dan kinerja instruktur terhadap efektivitas Praktek Kerja Industri
9
(Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang.
2.
Manfaat penelitian Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Manfaat secara teoritis Diharapkan dapat bermanfaat memberikan kontribusi terhadap pengembangan kajian ilmu administrasi khususnya pengembangan manajemen sumberdaya manusia dan manajemen organisasi serta pengembangan potensi sekolah melalui analisis keadaan lapangan maupun harapan adanya pengembangan konsepsi teoritis. 2. Manfaat secara praktis Hasil analisis kontribusi pemanfaatan fasilitas praktek dan kinerja instruktur terhadap efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Subang diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan pengkajian lebih mendalam mengenai pengembangan pemanfaatan fasilitas praktek dan kinerja instruktur yang didukung oleh potensi sekolah untuk menunjang Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada masing-masing sekolah.
10
D. Anggapan Dasar 1. Pelaksanaan kegiatan praktek kerja industri (prakerin) yang meliputi pembuatan barang (produk) dan layanan jasa (perawatan dan perbaikan), memerlukan sumberdaya yang perlu dioptimalisasikan baik yang ada di sekolah maupun memberdayakan sumber daya dari luar atau mitra kerja. Sumber daya yang diperlukan agar kegiatan prakerin ini dapat dilaksanakan dengan baik diantaranya adalah fasilitas praktek. Fasilitas pembelajaran atau fasilitas praktek adalah alat yang dipergunakan dan dimanfaatkan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan, sedangkan prasarana adalah sesuatu yang ada sebelum adanya sarana (Suharsimi Arikunto, 1988;10). Oleh karena itu apabila fasilitas praktek dimanfaatkan secara optimal maka kegiatan prakerin akan berjalan dengan efektif.
2. Kinerja instruktur adalah prestasi yang dapat dicapai seseorang atau organisasi berdasarkan kriteria dan alat ukur tertentu yaitu efektivitas, efisiensi dan produktivitas. Instruktur merupakan salah satu faktor penentu dalam menunjang keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Instruktur merupakan sumber daya manusia yang berperan sebagai ujung tombak dalam proses praktek di DU/DI. Hal ini berarti upaya peningkatan mutu pendidikan, pengajaran dan pemberian keterampilan pada peserta didik dapat ditekankan pada peningkatan kualitas kinerja instruktur sebagai pengganti posisi guru
pada saat peserta didik
melaksanakan kegiatan prakerin di DU/DI (Drucker, 1997).
sedang
11
3. Efektivitas berarti terjadi suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan/kegiatan. Efektivitas berarti keefektifan atau daya guna atau adanya kesesuaian antara orang-orang yang melaksanakan tugas dalam suatu kegiatan dengan sasaran yang dituju. Suharsimi Arikunto (1988:32) menyatakan bahwa efektifitas diukur dari seberapa jauh tujuan dapat diwujudkan. Efektivitas dipakai paling khas dalam hubungan dengan hasil atau produk yang sangat diinginkan. Efektivitas juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan.
Abin
Syamsuddin
(1996:20)
mengemukakan
bahwa
efektivitas pada dasarnya menunjukkan kepada suatu ukuran tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan sebagaimana telah terlebih dahulu ditetapkan. Parameternya dapat diungkapkan sebagai angka nilai ratio antara jumlah hasil yang dicapai dalam kurun waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah yang diproyeksikan atau ditargertkan dalam kurun waktu tersebut. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa efektivitas prakerin pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan seKabupaten Subang dipengaruhi oleh pemanfaatan fasilitas praktek dan kinerja instruktur.
E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya dapat ditetapkan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
12
Hipotesis 1 : Pemanfaatan fasilitas praktek berkontribusi signifikan terhadap efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif
di Sekolah Menengah
Kejuruan Se-Kabupaten Subang. Hipotesis 2 : Kinerja Instruktur berkontribusi signifikan terhadap efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan SeKabupaten Subang. Hipotesis 3 : Kelengkapan fasilitas praktek dan Kinerja Instruktur secara bersama-sama berkontribusi signifikan terhadap
efektivitas
Praktek Kerja Industri (Prakerin) pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan SeKabupaten Subang.
F. Definisi Operasional Definisi operasional dimaksudkan untuk menjelaskan makna variabel yang sedang diteliti. Menurut Masri Singarimbun (2003:46-47) memberikan pengertian tentang definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel, dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. penelitian ini adalah sebagai berikut :
Adapun definisi operasional pada
13
1. Pemanfaatan fasilitas praktek Pemanfaatan fasilitas praktek adalah proses penggunaan alat-alat praktek yang dipergunakan di dalam kegiatan prakerin untuk memperoleh nilai guna dari alat tersebut melalui pencapaian suatu produktifitas. Indikator pemanfaatan fasilitas praktek menurut Ibrahim Bafadal 2003:7) yang meliputi kegiatan : a. Perencanaan sarana dan prasarana b. Pengadaan sarana dan prasarana c. Pendistribusian sarana dan prasarana d. Penggunaan/pemanfaatan sarana dan prasarana e. Inventarisasi sarana dan prasarana f. Pemeliharaan sarana dan prasarana g. Penghapusan sarana dan prasarana
2. Kinerja Instruktur Kinerja instruktur adalah implementasi dari rencana yang telah disusun oleh instruktur yang dilakukan oleh sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi dan kepentingan dan merupakan tingkat profesional instruktur dalam proses pembelajaran praktek selama periode tertentu yang diwujudkan melalui performance instruktur didalam menjalankan kegiatan bimbingan prakerin. Indikator kinerja instruktur menurut Wijaya dan Rusyan (1992:7-9) meliputi :
14
a. Penguasaan bahan pengajaran b. Pengelolaan praktek belajar mengajar c. Pengelolaan workshopPenggunaan media d. Pelaksanaan fungsi bimbingan dan penyuluhan e. Administrasi praktek
3. Efektifitas Praktek Kerja Industri Efektifitas mempunyai arti yang berbeda-beda menurut setiap orang. Ini dimaksudkan bahwa perbedaan pengertian tersebut tergantung pada kerangka acuan yang dipakainya. Komaruddin (1983:149) mendefinisikan efektifitas sebagai “…..keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” Efektifitas praktek kerja industri adalah efek atau akibat yang dikehendaki
dalam
suatu
perbuatan
(dalam
bentuk
keberhasilan
pencapaian tujuan) pada bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI) yang relevan untuk mencapai penguasaan kemampuan tertentu. Indikator efektivitas prakerin menurut Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN, 1996:8 ) meliputi : a. Keahlian vocational (kognitif, apektif, dan psikomotorik)
15
b. Keterkaitam dan kesepadanan (link and match) antara sekolah dengan DU/DI c. Efisiensi proses pendidikan d. Pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja Variabel-variabel penelitian yang tercantum di atas merupakan landasan rancangan model penelitian ini. Untuk lebih jelasnya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1.1 Hubungan antara variabel penelitian
X1
Y
X2
Keterangan : X1 = Pemanfaatan Fasilitas Praktek X2 = Kinerja Instruktur Y = Efektivitas Praktek Kerja Industri (Prakerin) Pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif di Sekolah Menengah Kejuruan SeKabupaten Subang
16
G. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian ini digunakan kuisioner (angket) sebagai alat pengumpulan data. H. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2002:57) Nazir (1988:3) mengatakan populasi adalah berkenaan dengan data, bukan orang atau bendanya. Kemudian populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap. Populasi dari penelitian ini adalah siswa SMK Se-Kabupaten Subang pada Program Studi Keahlian Teknik Otomotif yang telah mengikuti kegiatan Praktek Kerja Industri (Prakerin)
di Dunia
Usaha/Dunia Industri (DU/DI).
2. Sampel Penelitian Arikunto (1998:117) mengemukakan bahwa : ”sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data
17
dan dapat mewakili seluruh populasi.” Sugiyono (1997:57) memberikan pengertian bahwa : ”sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.” Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa : ”sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Karena tidak semua data dan informasi akan diproses dan tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya. Hal ini harus representatif, disamping itu peneliti wajib mengerti tentang besar ukuran sampel, teknik sampling, dan karakteristik populasi dalam sampel. Karena populasi merupakan populasi yang homogen (sejenis) maka penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel secara acak (simple random sampling) dan bersifat proporsional, artinya sampel diambil dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut.