BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional memiliki tujuan utama meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan sumber daya manusia dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan hingga dewasa muda (Depkes, 2006). Pangan merupakan salah satu komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dibutuhkan pangan yang mengandung gizi sehingga pertumbuhan anak dapat tercapai optimal (Depkominfo, 2015). Bayi adalah anak dengan rentang usia 0-12 bulan. Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta organ-organ tubuh mulai berfungsi, dan pada usia 29 hari sampai 12 bulan, bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005). Kelompok bayi 0-12 bulan menjadi salah satu fase yang sangat menentukan kehidupan seseorang di masa yang akan datang. Menurut Depkes RI (2006), usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa
1
2
ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan menganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes RI, 2006). Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif adalah praktek pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang kurang dari 6 bulan. Seperti dilansir penelitian Rahmawati (2014) menemukan kegagalan dalam pemberian ASI Eksklusif telah dimulai sejak 3 hari pertama kelahiran, yaitu lebih 80 % responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif 4 bulan pertama telah memberikan makanan/ minuman prelakteal dalam 3 hari pertama kepada bayinya. Makanan Pendamping ASI didefinisikan sebagai proses awal ketika ASI saja tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi, oleh karena itu diperlukan makanan dan cairan lainnya bersama dengan ASI (WHO, 2015). Transisi dari ASI eksklusif ke makanan keluarga disebut sebagai makanan pelengkap, biasanya diberikan pada usia 6-24 bulan dan ASI tetap diberikan (WHO, 2015). Agar tujuan dari pemberian MP-ASI dapat tercapai, maka pemberiannya harus disesuaikan dengan kemampuan bayi untuk mencerna makanan. Menurut Mustika (2012) pemberian MP-ASI bertujuan untuk mencukupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung dalam ASI, mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk, mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan serta mencoba beradaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi.
3
Penerapan pemberian makanan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai anak berusia 2 tahun belum terlaksana dengan baik, salah satunya masih tingginya pemberian MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan. Dalam Riskesdas (2010) diketahui 83,2% bayi usia 0-5 bulan telah diberi MP-ASI berupa susu formula, biskuit, bubur, nasi lembek dan pisang. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas tahun 2011) terdapat 32,3% bayi usia 0-6 bulan telah diberi MP-ASI. Hasil SDKI tahun 2012 menunjukkan 50,1% ibu telah memberikan MP-ASI berupa air putih, sari buah, makanan padat atau setengah padat dan susu formula kepada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) diketahui bahwa 44,7% bayi usia 0-5 bulan telah diberi MP-ASI berupa susu formula (82,6%), madu (11,7%), air gula (3,7%), air putih (11,9%), bubur (2,2%), pisang (3,7%), nasi (1,5%) dan sisanya (3,7%) diberi air tajin, air kelapa, kopi dan teh manis. Hasil penelitian Muniarti (2009) menunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI yaitu ekonomi, jarak kelahiran, pendidikan, pengetahuan dan pekerjaan ibu. Pendidikan yang rendah berhubungan dengan rendahnya tingkat ekonomi sehingga berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan ibu. Kurang pengetahuan ibu tentang MP-ASI yang tepat menyebabkan pemberian MPASI sebagai coba-coba, jarak kelahiran dekat berpengaruh pada kurangnya waktu dan perhatian orang tua terhadap pemberian MP-ASI. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2015) menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap pemberian MP-ASI
4
adalah sikap, pengetahuan, keterpaparan media, dukungan keluarga dan kebiasaan memberi MP-ASI di masyarakat kurang dari enam bulan. Sedangkan umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, jarak pelayanan kesehatan dan dukungan petugas kesehatan tidak berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI (Hasanah, 2015). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ibu dalam pemberian MP-ASI adalah pengetahuan, pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama (Siswanto, 2013). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan tentang MP-ASI dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu umur, tingkat pendidikan, pengalaman, informasi, lingkungan/sosial budaya (Safrina, 2015). Sikap berhubungan dengan pengetahuan ini seperti penelitian yang dilakukan Chairani (2013) di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dengan pendekatan kualitatif dengan teori Health Belief Model pada ibu-ibu yang melahirkan di Rumah Sakit bersalin, menemukan ada beberapa alasan ibu-ibu memberikan MP-ASI dini sebelum
5
6 bulan, diantaranya pemberian ASI saja tidak mencukupi kebutuhan gizi bayinya, ASI belum keluar, meningkatkan berat badan bayi, agar bayi tidak rewel dan kenyang, putting sakit atau lecet, ibu mengidap penyakit tertentu, ada pengalaman sebelumnya, ada dukungan orang terdekat (suami, ibu, ibu mertua dan tetangga), dan sudah turun – temurun dari keluarga. Pada penelitian-penelitian sebelumnya penelitian Primadika (2012) yang membahas tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu dan praktik pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi, penelitian Rakhmawati (2013) meneliti tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian makanan anak usia 12-24 bulan dan penelitian Arianti (2014) meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi di Desa Jetak Kecamatan Sidoharjo Sragen. Dari beberapa penelitian tentang MP-ASI peneliti mengamati bahwa penelitian sebelumnya belum bisa digeneralisasikan. Hal lain yang diamati oleh peneliti adalah bahwa penelitian sebelumnya masih menggunakan sampel yang sedikit. Menurut Dinkes DIY tahun 2013 dalam Profil Kesehatan Prop. DIY didapatkan hasil cakupan ASI Eksklusif terendah peringkat V di Kota Yogyakarta
54,9 % berada di Puskesmas Tegalrejo 29%, kalau ASI Eksklusifnya
rendah maka pemberian makanan pendamping ASI-nya terbilang tinggi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Tegalrejo pada 10 orang ibu yang diwawancara, didapatkan hasil 4 orang diantaranya mengetahui tentang MP-ASI sesuai standar kesehatan, baik itu segi pengertian,
6
manfaat, jenis, frekuensi, cara pengolahan, dampak akibat pemberian MP-ASI yang tidak tepat waktu dan
kapan dimulai pemberian MP-ASI, kemudian 3 orang
diantaranya tidak mengetahui manfaat MP-ASI, 6 orang diantaranya tidak mengetahui cara pengolahan MP-ASI dan 5 orang diantaranya mengatakan memberikan MP-ASI pada anaknya pada usia kurang dari 4 bulan, hal itu menunjukkan ibu-ibu tersebut kurang mengetahui manfaat, jenis, frekuensi, cara pengolahan, dampak akibat pemberian MP-ASI yang tidak tepat waktu dan kapan dimulai pemberian MP-ASI. Sedangkan sikap yang ditunjukan dari hasil wawancara masih ditemukan sekitar 3 orang ibu yang bersikap biasa terhadap pemberian MP-ASI misalnya, ibu-ibu yang mempedulikan peraturan pemberian MP-ASI setelah bayi usia 6 bulan dan pedoman gizi seimbang namun terkadang juga sesuai kondisi ekonomi. Ada pula 3 orang ibu bersikap acuh tak acuh terhadap pemberian MP-ASI misalnya, para ibu yang tidak mempedulikan pedoman gizi seimbang saat akan memberikan MP-ASI, sedangkan 4 orang ibu diantaranya bersikap baik yaitu patuh terhadap pedoman gizi seimbang. Maka dari itu, berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin mengadakan penelitian yang berjudul hubungan antara pengetahuan dan sikap Ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI Yogyakarta.
di wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo,
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut : “ Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI di wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta? “
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI di wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI di wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. b. Mendeskripsikan sikap ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI di wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. c. Mengetahui hubungan karakteristik dengan pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI d. Mengetahui hubungan karakteristik dengan sikap ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI
8
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak puskesmas dalam melakukan intervensi dan pemantauan ke Posyanduposyandu berkaitan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bagi ibu-ibu yang baru menyusui. 2. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan sebagai pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat dibangku kuliah, khususnya mengenai mengenai hubungan pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan sikap ibu tentang pemberian MP-ASI dalam rangka peningkatan gizi anak. 3. Bagi Masyarakat/ ibu bayi Ibu bayi mendapatkan pengetahuan yang lebih tentang pemberian makanan pendamping ASI sehingga dapat memberikan makanan pendamping ASI kepada bayinya dengan tepat waktu dan gizi bayi dapat terpenuhi.
9
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan literatur yang ditelaah oleh penulis, penelitian dengan judul hubungan antara pengetahuan dengan sikap ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI di Yogyakarta tepatnya di Puskesmas Tegalrejo belum pernah dilakukan. Akan tetapi beberapa penelitian sejenis yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain : 1. Primadika (2012) meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu dan praktik pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi di Desa Gulon Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Teknik sampling menggunakan cluster random sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner pengetahuan tentang MP-ASI, kuesioner praktik pemberian MP-ASI dan untuk status gizi diukur menggunakan timbangan bayi OneMed buatan Jepang tahun 2009 dengan kapasitas maksimal 20 kilogram. Hasil penelitian ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi bayi (p=0,001) dan ada hubungan antara praktik pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi (p=0,000). Persamaannya terletak pada rancangan penelitian cross sectional dan responden yang diteliti adalah ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan. Perbedaannya terletak pada (1) lokasi penelitian di Posyandu Desa Gulon Kecamatan Salam Kabupaten Magelang, (2) teknik sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling, (3) instrumen yang digunakan yaitu
10
kuesioner pengetahuan, kuesioner praktik pemberian MP-ASI dan status gizi menggunakan timbangan bayi dan (4) variabel yang diteliti yaitu pengetahuan dan praktik tentang pemberian MP-ASI dengan status gizi. 2. Rakhmawati (2013) meneliti tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan perilaku ibu dalam pemberian makanan anak usia 12-24 bulan. Rancangan penelitian cross sectional. Instrumen yang digunakan kuesioner pengetahuan, kuesioner sikap, dan perilaku diketahui dengan pengamatan, wawancara dan recall 5x24 jam. Hasil penelitian menunjukkan 86,15% ibu mempunyai pengetahuan baik, 76,92% ibu mempunyai sikap kurang dan 73,95% ibu mempunyai perilaku kurang. Analisis data menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan terhadap perilaku ibu dalam pemberian makan untuk anak (p=0,003) dan ada hubungan antara sikap dengan perilaku ibu dalam pemberian makan anak (p=0,04) Persamaannya terletak pada rancangan penelitian yaitu cross sectional. Perbedaannya terletak pada (1) lokasi penelitian di Puskesmas Pegandan Kota Semarang, (2) instrumen yang digunakan yaitu kuesioner pengetahuan, kuesioner sikap tentang pemberian makan, dan recall 5x24 jam untuk mengetahui perilaku, (3) kriteria inklusi ibu yang memiliki bayi berusia 12-24 bulan dan (4) variabel yang diteliti yaitu pengetahuan ibu, sikap ibu dan perilaku ibu dalam pemberian makan. 3. Arianti (2014) meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi di Desa Jetak Kecamatan
11
Sidoharjo Sragen. Jenis penelitian adalah survei observasional menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Teknik sampling menggunakan random sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan ibu, status pekerjaan ibu dan dukungan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu (p=0,02) dan dukungan keluarga (p=0,0001) dengan pemberian MP-ASI serta status pekerjaan ibu tidak ada hubungan dengan pemberian MP-ASI. Persamaannya terletak pada rancangan penelitian yaitu cross sectional. Perbedaannya terletak pada (1) lokasi penelitian di Desa Jetak Kecamatan Sidoharjo Sragen, (2) teknik sampling yang digunakan adalah Random sampling, (3) instrumen yang digunakan yaitu kuesioner tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI, status pekerjaan ibu dan dukungan keluarga, (4) variabel yang diteliti yaitu tingkat pengetahuan ibu, status pekerjaan dan dukungan keluarga serta (5) kriteria inklusi responden penelitian adalah ibu yang memiliki bayi usia 1-6 bulan. 4. Rahmawati (2014) meneliti tentang gambaran pemberian MP-ASI pada bayi kurang dari 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Rancangan penelitian cross sectional. Teknik sampling yang digunakan Cluster Random Sampling dan Simple Random sampling. Instrumen yang digunakan kuesioner tentang gambaran pemberian makanan pendamping ASI. Hasil penelitiannya adalah pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan masih sangat tinggi sebesar 67,3%.
12
Persamaannya terletak pada rancangan penelitian yaitu cross sectional. Perbedaannya terletak pada (1) lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan, (2) teknik sampling yang digunakan adalah Cluster Random sampling dan Simple Random Sampling, (3) instrumen yang digunakan yaitu kuesioner gambaran tentang pemberian MP-ASI, (4) variabel yang diteliti yaitu umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, pengalaman ibu, suku ibu, adat kebiasaan, dukungan orang terdekat dan riwayat ANC dan (5) responden penelitian adalah ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan.